Eka Djunarsjah
Staf Pengajar dan Anggota Laboratorium Kelautan
Jurusan Teknik Geodesi FTSP – ITB
0. Abstrak
Meskipun di tingkat internasional sudah dikeluarkan Special Publication No. 32 oleh IHO
(International Hidrographic Organization) berupa kamus istilah yang dipakai dalam bidang
hidrografi, namun dalam pembentukan istilah dan pendefinisiannya ke dalam Bahasa Indonesia
masih berbeda-beda. Hal ini mungkin saja terjadi karena perbedaan sudut pandang dan persepsi
yang dipakai untuk menterjemahkan suatu istilah atau karena prosedur yang dipakai antara pihak
satu dengan yang lainnya tidak sama. Disinilah perlunya suatu prosedur yang baku dalam
pembentukan dan pendefinisian istilah, yang dapat diterima semua pihak atau paling tidak,
diterima oleh banyak pihak.
Dalam makalah ini, akan dibahas suatu proses pembentukan istilah yang mengacu pada pedoman
umum pembentukan istilah dan EYD (Ejaan Yang Disempurnakan) yang dikeluarkan oleh Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia. Aspek-aspek selain kedua pedoman tersebut layak untuk dipertimbangkan, jika
memang memberi kontribusi yang besar terhadap pembentukan suatu istilah. Pada bagian lain
akan disusun suatu daftar istilah dan pendefinisiannya dalam bidang hidrografi (Edisi I) yang
banyak digunakan hingga saat ini, yang nantinya bisa dibakukan.
1. Pendahuluan
Dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, tidak tertutup kemungkinan adanya penambahan dan
perubahan dalam penggunaan atau pendefinisian suatu istilah, termasuk di antaranya hidrografi.
Hal ini menyebabkan perlunya suatu pembakuan baru sebelum istilah tersebut dipakai secara
luas. Pada kasus lain mungkin juga terjadi dimana suatu istilah kurang begitu dimengerti atau
penggunaan suatu istilah secara tidak benar, sehingga menimbulkan kerancuan. Kadangkala
terjadi penafsiran istilah yang berbeda-beda, karena memang maksud penggunaannya yang
berbeda. Sebagai contoh, obyeknya sama tetapi istilah atau nama untuk obyek itu berbeda
(permukaan laut rata-rata dan duduk tengah). Dan sebaliknya terdapat istilah yang sama, tetapi
untuk maksud yang berbeda (baseline, dapat diartikan sebagai garis pangkal atau garis
penghubung lurus dua titik GPS). Dari contoh-contoh tersebut, jelas hal ini menunjukkan belum
adanya pembakuan dalam pembentukan istilah dan pendefinisiannya.
Di tingkat internasional sebenarnya telah ada kamus kumpulan-kumpulan istilah yang digunakan
dalam berbagai bidang, di antaranya Geodetic Glossary yang diterbitkan oleh U.S. Department of
Commerce dan Hydrographic Dictionary yang dipublikasikan oleh International Hydrographic
Bureau, serta di Indonesia sendiri Bakosurtanal pernah mengeluarkan Daftar Peristilahan Surta
dan Dishidros TNI-AL menerbitkan Peta Laut No. 1 yang berisi daftar simbol dan singkatan untuk
peta navigasi laut. Namun demikian, seperti yang baru-baru ini sering didiskusikan oleh para staf
pengajar dalam media internet Jurusan Teknik Geodesi FTSP-ITB, bahwa kerancuan tersebut
masih saja terjadi. Yang pasti adalah mahasiswa yang mendapatkan penjelasan dari berbagai
dosen dengan berbagai penafsiran untuk istilah yang sama, akan menjadi bingung. Maksud dari
penulisan makalah ini adalah untuk memberikan suatu solusi bagaimana membentuk suatu istilah
dan mendefinisikannya dengan baik dan benar serta mengikuti kaidah-kaidah tata bahasa yang
berlaku di Indonesia. Sehingga pada akhirnya, suatu istilah yang akan digunakan, baik dalam
lingkup Jurusan ataupun secara nasional, memberikan pengertian dan makna yang seragam.
Dalam makalah ini, titik beratnya adalah istilah-istilah yang banyak digunakan dalam bidang
hidrografi.
1
2. Konsep Dasar Pembentukan Istilah
Istilah ialah kata atau gabungan kata yang secara cermat mengungkapkan suatu makna
konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang tertentu. Pembentukan suatu
istilah berdasarkan pedoman yang berlaku di Indonesia haruslah mengikuti prosedur sebagai
berikut [1] :
1. Prioritas sumber bahan istilah
2. Penggunaan tata bahasa peristilahan
3. Peninjauan aspek semantik peristilahan
4. Pedoman pembentukan simbol (lambang) dan singkatan
5. Penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
Bahan-bahan untuk pembentukan istilah sebenarnya dapat diambil dari berbagai sumber dengan
urutan prioritas, sebagai berikut :
1. Kosa kata umum Bahasa Indonesia
2. Kosa kata bahasa serumpun
3. Kosa kata bahasa asing
Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pemilihan kosa kata umum Bahasa Indonesia adalah kata
yang tepat (maknanya tidak menyimpang), kata yang paling singkat (jika ada dua kata atau
lebih), kata yang bernilai rasa (konotasi) baik dan sedap didengar, dan kata umum yang diberi
makna baru atau makna khusus. Jika dalam kosa kata umum Bahasa Indonesia tidak memenuhi
persyaratan di atas, maka hendaknya dicari istilah dalam bahasa serumpun yang memiliki
pengertian yang dimaksud. Jika masih tidak ada, maka dapat digunakan istilah asing yang
pemakaiannya sudah diakui secara internasional, yaitu istilah Inggris. Penulisan istilah ini
hendaknya dilakukan dengan mengutamakan ejaan dalam sumber bahasa tanpa mengabaikan
segi lafal.
Aspek tata bahasa harus diperhatikan dalam pembentukan suatu istilah. Uraian tentang aspek
tata bahasa akan dibahas berikut ini.
Kata dasar atau morfem dasar, ialah kata-kata yang merupakan morfem bebas yang belum
mendapat imbuhan (morfem terikat), pengulangan, dan sebagainya. Sebagai contoh :
Proses Pengimbuhan
Imbuhan ialah morfem peristilahan yang biasanya hanya dipakai sebagai tambahan kata dasar,
berupa awalan, sisipan, dan akhiran. Perangkat istilah berimbuhan menunjukkan pertalian yang
teratur antara bentuk dan maknanya. Keteraturan itu hendaknya dimanfaatkan dalam
pengungkapan makna konsep yang berbeda-beda. Sebagai contoh :
2
Proses Pengulangan
datum datum-datum
bidang bidang-bidang
Proses Penggabungan
Gabungan kata ialah bentuk istilah yang terdiri dari beberapa kata. Istilah yang berupa gabungan
kata hendaknya berbentuk singkat. Sebagai contoh :
Istilah baru dapat dibentuk dengan menggunakan asas analogi. Sebagai contoh :
Semantik ialah ilmu yang mempelajari arti kata-kata serta perkembangannya [2]. Dalam
kaitannya dengan pembentukan istilah, berikut ini akan diuraikan beberapa aspek semantik yang
harus dipertimbangkan.
Penterjemahan
Istilah baru dapat disusun dengan menterjemahkan istilah asing. Sebagai contoh :
Asas Penterjemahan
Asas penterjemahan yang harus diikuti adalah kesamaan dan kesepadanan makna konsep, bukan
kemiripan bentuk luarnya atau makna harfiahnya. Di samping itu, medan makna dan ciri makna
istilah bahasa masing-masing perlu diperhatikan. Sebagai contoh :
Dalam bidang tertentu, deret konsep yang berkaitan, dilambangkan dengan perangkat istilah
yang strukturnya juga mencerminkan bentuk yang berkaitan secara konsisten. Sebagai contoh :
3
Sinonim
Dua kata atau lebih yang mempunyai makna yang sama, tetapi bentuk luarnya berbeda disebut
sinonim [1]. Jika dalam pemakaian istilah terdapat bentuk-bentuk sinonim, maka perlu diseleksi
dengan kriteria :
• Pemakaian istilah yang diutamakan, yaitu istilah yang paling sesuai dengan prinsip
pembentukan istilah. Sebagai contoh :
• Pemakaian istilah yang diizinkan, yaitu istilah yang timbul karena adanya istilah asing yang
diakui. Sebagai contoh :
• Pemakaian istilah yang diselangkan, yaitu istilah yang diizinkan, tetapi sebaiknya dihindari
karena dianggap berlebihan. Sebagai contoh :
• Pemakaian istilah yang dijauhkan, yaitu istilah yang sinonim sifatnya, tetapi menyalahi asas
penamaan dan pengistilahan. Sebagai contoh :
Homonim
Homonim ialah kata yang sama ejaannya (homograf) atau sama lafalnya (homofon), tetapi
mengungkapkan makna yang berbeda karena berasal dari sumber yang berlainan [1]. Sebagai
contoh :
Hiponim
Hiponim ialah istilah yang maknanya terangkum oleh makna yang lebih luas [1]. Sebagai contoh :
navigasi inersial, navigasi satelit, dan navigasi elektronik, masing-masing disebut hiponim
terhadap sistem navigasi yang menjadi superordinatnya
Kepoliseman
Istilah yang mempunyai makna yang berbeda, tetapi yang berkaitan, menunjukkan gejala
kepoliseman [1]. Sebagai contoh :
4
2.4 Pembentukan Simbol dan Singkatan
Penggunaan simbol dan singkatan memungkinkan dalam pembentukan istilah. Sebagai contoh :
Di Indonesia, penggunaan simbol dan singkatan yang banyak digunakan bagi keperluan navigasi
laut dipublikasikan oleh Dinas Hidrografi dan Oseanografi (Dishidros) TNI-AL dengan nama Peta
Laut No. 1 [3].
Ejaan berguna untuk memudahkan orang mengetahui apa yang dilisankan. Ejaan yang
dipergunakan di Indonesia adalah Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) [4]. Penyempurnaan ejaan
ini bertitik tolak untuk keperluan :
• Penyesuaian ejaan Bahasa Indonesia dengan perkembangan Bahasa Indonesia.
• Pembinaan ketertiban dalam penulisan huruf dan tanda baca.
• Usaha pembakuan Bahasa Indonesia secara menyeluruh.
• Pendorong pengembangan Bahasa Indonesia.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembentukan istilah, akan dibahas berikut ini.
Ejaan Fonemik
Penulisan istilah pada umumnya berdasar pada ejaan fonemik, artinya, hanya satuan bunyi yang
dilambangkan dengan huruf. Sebagai contoh :
Ejaan Etimologi
Untuk menegaskan kelainan makna, sepasang istilah dapat ditulis dengan mempertimbangkan
ejaan etimologinya, yaitu sejarah pembentukannya, sehingga bentuknya berlainan walaupun
lafalnya mungkin sama. Sebagai contoh :
Transliterasi
Pengejaan istilah dapat juga dilakukan menurut aturan transliterasi, yaitu penggantian huruf dari
abjad yang satu ke abjad yang lain, lepas dari lafal bunyi kata yang sebenarnya. Sebagai contoh :
Transkripsi
Pengubahan teks dari satu ejaan ke ejaan yang lain, dengan tujuan menyarankan lafal bunyi
unsur bahasa yang bersangkutan, disebut transkripsi, termasuk di dalamnya ejaan fonetik.
Sebagai contoh :
5
Ejaan Nama
Ejaan nama diri yang di dalam bahasa aslinya ditulis dengan bahasa latin, tidak boleh diubah,
sedangkan yang ditulis dengan bahasa lain, ditulis menurut ejaan Inggris dengan penyesuaian
sepenuhnya pada abjad Indonesia. Sebagai contoh :
Penyesuaian Ejaan
Unsur pinjaman dalam Bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar, yaitu :
• Unsur asing yang belum sepenuhnya terserap ke dalam Bahasa Indonesia, sehingga
pengucapannya masih mengikuti cara asing. Sebagai contoh :
team survei
• Unsur asing yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah Bahasa Indonesia,
sehingga ejaan asing hanya diubah seperlunya. Sebagai contoh :
Gugus konsonan akhir yang terdapat pada istilah asing, diindonesiakan sebagai berikut :
6
• Gugus likuid dengan letupan dapat dipertahankan. Sebagai contoh :
• Gugus likuid dengan letupan serta frikatif (s) dapat dipertahankan. Sebagai contoh :
• Gugus letupan (k) dengan frikatif (s) serta letupan (t) menjadi gugus konsonan ks. Sebagai
contoh :
• Konsonan kedua di dalam gugus letupan dengan letupan (t) dihilangkan. Sebagai contoh :
nk (bank)
• Konsonan kedua di dalam gugus nasal dengan letupan dihilangkan. Sebagai contoh :
• Konsonan kedua di dalam gugus frikatif dengan letupan dihilangkan. Sebagai contoh :
sk (molusk)
• Gugus konsonan akhir pada istilah asing yang bersekutu satu dapat diindonesiakan dengan
menambahkan vokal a dibelakangnya. Sebagai contoh :
7
Penyesuaian Akhiran Asing
Akhiran asing diserap sebagai bagian kata yang utuh. Sebagai contoh :
Imbuhan Asing
Daftar pelengkap imbuhan asing yang mungkin dipertimbangkan dalam peristilahan Indonesia
tersusun berikut ini.
• Awalan sumber Indo – Eropa :
8
• Akhiran sumber Indo – Eropa :
ac menjadi ak al tetap
ar tetap acy dan cy menjadi asi dan si
asm mejadi asme and dan end menjadi an dan en
ance dan ence yang tidak bervariasi ance dan ence yang bervariasi dengan
dengan ancy dan ency tetap ancy dan ency menjadi ansi dan ensi
ate menjadi at dan ate able dan ble menjadi bel
et, ete, dan ette menjadi et ific menjadi ifik
y menjadi i ide menjadi id, ida, dan ide
ive menjadi if ic dan ique menjadi ik
ics menjadi ik dan ika icle menjadi ikel
ile menjadi il dan ile ine menjadi in, ina, dan ine
eur menjadi ir dan ur ical menjadi ik dan is
ist menjadi is ism dan ysm menjadi isme
ite menjadi it, ita, dan ite ity dan ty menjadi itas
oid tetap ot tetap
sion dan tion menjadi si sis, sy, dan se menjadi sis, si, dan se
et dan t menjadi t ter dan tre menjadi ter
ure menjadi ur
Istilah merupakan lambang bagi suatu konsepsi, dimana sebenarnya penciptaan istilah suatu ilmu
pengetahuan dan teknologi sama pentingnya dengan yang terkandung dalam konsepsi itu sendiri.
Supaya pertukaran informasi memperoleh suatu hasil yang baik, maka harus mempunyai makna
istilah atau definisi serta penggunaannya secara konsisten, sehingga mempermudah pemakaian
bersama. Hal ini juga akan memperlancar komunikasi ilmiah antar anggota serta akan
mengurangi kesalahpahaman. Istilah tidak banyak konsekuensinya selama mendapat persetujuan
umum, dan istilah yang dibuat mungkin saja tidak selalu tepat. Berdasarkan hal tersebut, maka
diperlukan adanya pembakuan istilah. Hal ini untuk mengurangi adanya ketimpangan,
kemaknagandaan dan kesalahpahaman, dalam pemakaian istilah dan definisi.
Pembakuan istilah dalam bidang hidrografi adalah penetapan aturan-aturan atau norma-norma,
berdasarkan istilah yang dipakai oleh masyarakat hidrografi atau yang terkait. Pola-pola yang
berlaku dalam Bahasa Indonesia ditetapkan pada istilah tersebut dan kemudian dipilih pola yang
dijadikan acuan atau pedoman. Dengan norma-norma yang sudah ditetapkan dan sama-sama
dimaklumi oleh tiap pemakai, maka setiap orang dapat memahami perbuatan orang lain.
Sehingga tidak akan ada lagi kemaknagandaan, kesalahpahaman dan pertentangan peristilahan
dalam bidang hidrografi.
Di samping pembakuan istilah, tidak kalah pentingnya adalah tentang pembakuan makna istilah
atau definisinya sendiri. Memang dalam hal ini, kamus-kamus istilah seperti Geodetic Glossary
[5], dari U.S. Department of Commerce dan Hydrographic Dictionary [6], dari International
Hydrographic Bureau dapat digunakan untuk menyusun daftar istilah dan definisi dalam bidang
hidrografi. Dari Indonesia sendiri Kumpulan Peristilahan Surta [7], terbitan Bakosurtanal juga
dapat dijadikan sebagai acuan.
Salah satu definisi hidrografi yang disepakati oleh Group of Experts on Hydrographic Surveying
and Nautical Charting (1979) adalah [8] :
9
Ilmu pengetahuan tentang pengukuran, penjelasan, dan penggambaran :
- Keadaan dan konfigurasi dasar laut (batimetri, geologi, geofisika, biologi),
- Hubungan geografis dengan daratan (penentuan posisi, sifat-sifat fisis dari atmosfir/
refraksi),
- Karakteristik dan dinamika laut (pasut, variasi laut non-pasut, arus, gelombang, sifat-sifat
penjalaran gelombang akustik dalam air laut, sifat-sifat thermohaline air laut).
Informasi hidrografi banyak digunakan oleh pelaut, sarjana kelautan, ahli oseanografi, ahli
biologi laut, ahli geologi dan geofisika, serta ahli lingkungan, untuk berbagai keperluan, seperti :
• Transportasi laut (untuk keamanan pelayaran, baik itu di laut lepas maupun di alur pelayaran
dan di perairan pedalaman).
• Manajemen kawasan pesisir (untuk konstruksi pelabuhan, batas nasional, pengawasan erosi,
dan lain-lain).
• Eksplorasi dan ekploitasi sumber daya mineral (sebagai contoh, wilayah Zona Ekonomi
Eksklusif membutuhkan informasi seperti : batimetri, magnetik, gaya berat, dan seismik).
• Pengawasan lingkungan (untuk memprediksi daerah pencemaran berdasarkan informasi arus
dan pasut).
• Survei teristris (untuk penentuan datum vertikal, geoid laut, dan lain-lain).
Dari uraian di atas, maka bidang hidrografi ini cukup luas masyarakat pemakainya, terutama
kaitannya dengan bidang geodesi. Bahkan Vanicek, salah seorang pakar geodesi mengganggap
bahwa survei hidrografi tidak lain merupakan cabang khusus dari survei kelautan yang
mempunyai hubungan khusus dengan geodesi. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan praktisnya
berupa penentuan posisi di laut, digabungkan dengan pengukuran kedalaman, yang
menggunakan metode-metode geodetik.
Di samping itu, untuk mempelajari hidrografi dibutuhkan ilmu-ilmu dasar dan penunjang seperti
matematika, fisika, dan komputer, sehingga cukup banyak juga istilah-istilah matematika, fisika,
dan komputer yang digunakan dalam bidang hidrografi. Demikian juga dalam kaitannya dengan
perkembangan teknologi digital, seperti munculnya ECDIS (Electronic Chart Display and
Information System) yang mulai memasyarakat secara internasional sejak tahun 1980-an [9],
maka banyak peristilahan baru yang menambah perbendaharaan kata dalam bidang hidrografi.
Ini belum termasuk peristilahan khusus [10] yang dikeluarkan oleh IHB, dalam kaitannya dengan
GALOS (Geodetic Aspects of the Law of the Sea) dalam bentuk manual teknis.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka semua istilah yang ada dalam bidang
hidrografi dapat dibentuk. Selanjutnya istilah-istilah tersebut dapat didefinisikan dengan
menterjemahkannya ke dalam Bahasa Indonesia dan terakhir diusulkan pembakuannya. Berikut
akan diberikan beberapa contoh pembentukan istilah berdasarkan kaidah-kaidah yang di atas.
Sebagai contoh dipilih istilah-istilah asing sebagai berikut : aid to navigation, baseline, compass
rose, datum, echo sounder, fix, geodesy, hertz, isobath, jetty, kilometre, lead line, mean sea
level, normal, orbit, pra-analysis, quality control, reduction of tide, sounding, track, underwater,
very low frequency, wave, x-rays, yard, dan zone
Dari daftar istilah di atas, semuanya berasal dari bahasa asing (Inggris).
10
4.2 Tinjauan Aspek Tata Bahasa
Istilah-istilah di atas, ada yang terdiri dari kata dasar (datum, fix, geodesy, hertz, jetty, normal,
orbit, track, wave, yard, dan zone), kata yang diberi imbuhan (pra-analysis), serta gabungan kata
(aid to navigation, baseline, compass rose, echo sounder, kilometre, lead line, mean sea level,
quality control, reduction of tide, underwater, very low frequency, dan x-rays).
Singkatan dapat dipakai untuk mengungkapkan sebagian dari istilah-istilah di atas, yaitu :
hertz Hz
kilometre km
Beberapa istilah di atas dipertahankan pengucapan dan penulisannya dalam Bahasa Indonesia,
yaitu :
datum datum
fix fiks
geodesy geodesi
isobath isobat
jetty jeti
normal normal
orbit orbit
pra-analysis pra-analisis
yard yar
Setelah semua istilah hidrografi di atas diperoleh padanannya dalam Bahasa Indonesia, proses
terakhir adalah menyusun makna dari istilah-istilah tersebut atau menentukan definisi yang tepat
untuk semua istilah tersebut. Sebagai bahan acuan pendefinisian dapat digunakan [5], [6], dan
11
[7]. Setelah semua istilah dan definisinya tersusun, maka selanjutnya adalah memperjuangkan
daftar istilah tersebut untuk dibakukan. Hanya saja di Indonesia, lembaga apa yang bertanggung
jawab untuk menangani hal ini ? Namun paling tidak, sebelum diakui secara nasional, hendaknya
diujicobakan dulu pada kalangan yang terbatas, misalnya di lingkungan Jurusan Teknik Geodesi
FTSP-ITB.
Berdasarkan semua uraian di atas, maka diperoleh kesimpulan dan saran sebagai berikut :
• Dalam pembentukan istilah dalam Bahasa Indonesia, terdapat dua dokumen penting yang
harus dijadikan acuan, yaitu Pedoman Umum Pembentukan Istilah dan Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan.
• Dengan terus berkembangnya ilmu, pengetahuan, dan teknologi dalam bidang hidrografi,
maka akan selalu muncul istilah-istilah baru, untuk itu pembentukan istilah-istilah beserta
pendefinisiannya dalam bidang hidrografi khususnya dan bidang geodesi pada umumnya harus
berlanjut terus.
• Agar diperoleh wawasan yang lebih luas, beberapa literatur yang terkait, selain yang dijadikan
acuan dalam makalah ini, harus dipertimbangkan agar pembentukan istilah-istilah dan
pendefinisiannya benar-benar tepat. Selanjutnya daftar istilah ini disosialisasikan (untuk uji
coba), sebelum kemudian diajukan untuk dibakukan.
• Perlu dicoba penulisan kumpulan istilah dari sub-bidang geodesi lainnya (ilmu ukur tanah,
geodesi satelit, dan lain-lain), paling tidak sebagai bahan perbandingan.
Daftar Pustaka
[1] ………. , Pedoman Umum Pembentukan Istilah, Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Penerbit PT.
Gramedia, Jakarta, 1993.
[2] Ambary, A., Intisari Tata Bahasa Indonesia, Penerbit Djatnika, Bandung, 1983.
[3] ………. , Peta Laut No. 1, Dinas Hidrografi dan Oseanografi TNI-AL, Jakarta.
[4] ………. , Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Penerbit PT.
Gramedia, Jakarta, 1993.
[5] ………. , Geodetic Glossary, U.S. Department of Commerce, Rockville, 1986.
[6] ………. , Hydrographic Dictionary, SP-32 IHO, International Hydrographic Bureau, Monaco,
1970.
[7] ………. , Kumpulan Peristilahan Surta, Tim Kerja Pengawasan Administratif dan Pembinaan
Perbendaharaan Data Dasar dan Pemetaan Wilayah Nasional, Bakosurtanal, Edisi I,
Cibinong, 1995.
[8] Wells, D., Modul 1 : Introduction to Hydrography, Lecture Notes, UNB, 1988.
[9] Djunarsjah, E., Electronic Chart, Skripsi, Jurusan Teknik Geodesi FTSP-ITB, Bandung, 1991.
[10] ………. , Manual Technical Aspects of the Law of the Sea, SP-51 IHO, International
Hydrographic Bureau, Monaco, 1993.
0o0
12