Anda di halaman 1dari 18

GAGAL GINJAL AKUT

Definisi Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah penurunan fungsi ginjal mendadak dengan akibat hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Akibat penurunan fungsi ginjal terjadi peningkatan metabolit persenyawaan nitrogen seperti ureum dan kreatinin, serta gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang seharusnya dikeluarkan oleh ginjal. Kriteria diagnosis GGA yaitu terjadinya peningkatan kadar kreatinin darah secara progresif 0,5 mg/dL per hari. Peningkatan kadar ureum darah adalah sekitar 10-20 mg/dL per hari, kecuali bila terjadi keadaan hiperkatabolisme dapat mencapai 100 mg/dL per hari. Manifestasi klinik GGA dapat bersifat: oligurik dan non oligurik. Definisi oliguria adalah < 240 ml/m2/hari. Pada neonatus dipakai kriteria < 1,0 ml/kgBB/jam. Pada GGA non oligurik ditemukan diuresis 1-2 ml/kgBB/jam disertai peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah. Keadaan ini sering dijumpai pada GGA akibat pemakaian obat nefrotoksik, antara lain aminoglikosida. Klasifikasi Etiologi 1. GGA prarenal a. Hipovolemia Perdarahan Kehilangan cairan melalui GIT seperti muntah dan diare Sepsis akibat vasodilatasi Luka bakar, trauma akibat pengumpulan cairan di ruang ketiga Sindrom nefrotik akibat hipoalbuminemia dan edema yang hebat

b. Penurunan volume vaskular efektif

c. Penurunan cardiac output - Gagal jantung - Kardiomiopati - Pasca bedah jantung

2. GGA renal / intrinsik a. Kelainan vaskular intrarenal Sindrom hemolitik uremik (trias anemia hemolitik mikroangiopati, trombositopenia, gagal ginjal akut) Trombosis arteri/vena renalis Vaskulitis misalnya pada poliarteritis nodosa, purpura Schonlein Henoch

Pupura Henoch Schonlein adalah vaskulitis sistemik pembuluh darah kecil akibat reaksi imunologis, yang secara primer menyerang kulit, saluran cerna, sendi, & ginjal. b. Glomerulonefritis Pasca streptokokus GN kresentik: idiopatik dan sindrom Goodpasture Obat Infeksi Pielonefritis Nekrosis tubular akut

c. Nefritis interstisial

d. Kerusakan tubulus Tipe iskemik: GGA prarenal yang berlangsung lama Tipe nefrotoksik: obat aminoglikosida, hemoglobinuria, mioglobinuria e. Anomali Kongenital ginjal Agenesis ginjal Ginjal polikistik Ginjal hipoplastik - displastik

3. GGA pascarenal (uropati obstruktif) a. Kelainan kongenital b. Didapat c. Tumor Batu atau bekuan darah bilateral Kristal asam jengkol Asam urat Katup uretra posterior Obstruksi ureter bilateral pada hubungan ureterovesika

Patofisiologi 1. GGA prarenal Oleh karena berbagai sebab prarenal, volume sirkulasi darah total atau efektif menurun, curah jantung menurun, dengan akibat aliran darah ke korteks ginjal menurun dan laju filtrasi glomerulus (LFG) menurun. Tetapi fungsi reabsorbsi tubulus terhadap air dan garam terus berlangsung. Oleh karena itu pada GGA prarenal ditemukan hasil pemeriksaan osmolalitas urin yang tinggi >300 mOsm/kg dan konsentrasi natrium urin yang rendah <20 mmol/L serta fraksi ekskresi natrium (FENa) yang rendah (<1%). Sebaliknya bila telah terjadi nekrosis tubulus (GGA renal) maka daya reabsorbsi tubulus tidak berfungsi lagi. Ditemukan kadar osmolalitas urin yang rendah <300 mOsm/kg sedangkan kadar natrium urin tinggi >20 mmol/L dan FENa urin juga tinggi (>1%). Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk membedakan apakah pasien GGA prarenal yang terjadi sudah menjadi GGA renal. GGA renal terjadi apabila hipoperfusi prarenal tidak cepat ditanggulangi sehingga terjadi kerusakan parenkim ginjal. Pembedaan ini penting karena GGA prarenal memberi respons diuresis pada pemberian cairan adekuat dengan atau tanpa diuretika, sedangkan pada GGA renal tidak. Beberapa mekanisme terjadi pada hipoperfusi. Peningkatan pelepasan renin dari aparatus jukstaglomerularis menyebabkan peningkatan produksi aldosteron, di mana terjadi peningkatan resorbsi natrium di tubulus kolektivus. Sebagai tambahan, penurunan volume cairan ekstraseluler menstimulasi pelepasan hormon antidiuretik (ADH), terjadilah peningkatan absorbsi air di medulla. Hasil akhirnya adalah penurunan volume urin, penurunan kadar natrium urin, yang semuanya adalah karakteristik dari GGA prarenal. Penyebab tersering GGA prarenal pada anak adalah dehidrasi berat karena muntah dan diare, perdarahan, luka bakar, syok septik, sindrom nefrotik, pembedahan jantung, dan gagal jantung. 2. GGA renal Berdasarkan etiologi penyakit, penyebab GGA renal dapat dibagi menjadi beberapa kelompok: kelainan vaskular, glomerulus, tubulus, interstisial, dan anomali kongenital. Tubulus ginjal yang merupakan tempat utama penggunaan energi pada ginjal, mudah mengalami kerusakan bila terjadi iskemia atau oleh obat nefrotoksik oleh karena itu kelainan tubulus berupa nekrosis tubular akut adalah penyebab tersering dari GGA renal. Kelainan Tubulus ( Nekrosis Tubular Akut / NTA) NTA mengacu pada temuan histologik yang sering terdapat pada GGA. Bentuk nekrosis tubulus ada 2 tipe. Tipe pertama terjadi akibat zat nefrotoksik misalnya merkuriklorida; terjadi kerusakan sel-sel tubulus yang luas (tubulolisis) tetapi membran basal tubulus tetap

utuh. Sel-sel tubulus yang mengalami nekrosis masuk ke lumen tubulus dan dapat menyumbat lumen. Tipe kedua akibat iskemia, kerusakan terjadi lebih distal dan setempat dengan kerusakan fokal pada membran basal tubulus (tubuloreksis). NTA tipe iskemik ditemukan akibat gastroenteritis dehidrasi, sindrom nefrotik, luka bakar, septisemia gram negatif dan asfiksia perinatal, sedangkan tipe nefrotoksik ditemukan akibat karbon tetraklorida, hemoglobin, atau mioglobinuria, obat aminoglikosida. Mekanisme terjadinya gagal ginjal pada NTA masih belum jelas. Beberapa mekanisme yang dianggap berperan adalah perubahan hemodinamik intrarenal, obstruksi tubulus oleh sel dan jaringan yang rusak dan perembesan pasif filtrat tubulus melalui dinding tubulus yang rusak masuk ke jaringan interstisial dan peritubular. Pada GGA aliran darah ginjal menurun 40-50%, daerah korteks lebih terkena daripada medula. Beberapa mediator diduga berperan sebagai penyebab vasokonstriksi ginjal yaitu angiotensin II, menurunnya vasodilator prostaglandin, stimulasi saraf simpatis, vasopresin, dan endotelin. Kelainan Vaskular Kelainan vaskular sebagai penyebab GGA dapat berupa trombosis atau vaskulitis. Trombosis arteri atau vena renalis dapat terjadi: pada neonatus yang mengalami kateterisasi arteri umbilikalis, diabetes melitus maternal, asfiksia dan kelainan jantung bawaan sianotik. Pada anak besar kelainan vaskular yang menyebabkan GGA ditemukan pada pasien Sindrom Hemolitik Uremik (SHU). SHU adalah penyebab GGA intrinsik tersering yang dikarenakan kerusakan kapiler glomerulus; paling sering menyertai suatu episode gastroenteritis yang disebabkan oleh strain enteropatogen Escherichia coli (0157:H7). Organisme ini menyebarkan toksin yang disebut verotoksin yang tampaknya diabsorbsi dari usus dan memulai kerusakan sel endotel. Pada SHU terjadi kerusakan sel endotel glomerulus yang mengakibatkan terjadinya deposisi trombus trombosit-fibrin. Selanjutnya terjadi konsumsi trombosit, kerusakan sel darah merah eritrosit yang melalui jaring-jaring fibrin dan obliterasi kapiler glomerulus, kelainan ini disebut mikroangiopati. Kelainan vaskular yang lain yang dapat terjadi adalah vaskulitis. Penurunan LFG disebabkan oleh penurunan aliran darah ginjal karena terjadi peningkatan resistensi akibat kerusakan pembuluh darah dan penurunan permukaan filtrasi. Kelainan Glomerulus GGA karena kelainan glomerulus dapat ditemukan pada: o o o Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokok (GNAPS) Glomerulonefritis membranoproliferatif tipe 2 (dense deposit) Glomerulonefritis kresentik idiopatik

Sindrom Goodpasture

Pada GNAPS terjadi pada <1% pasien dan disebabkan karena menyempitnya kapilerkapiler glomerulus, terhimpit oleh proliferasi sel mesangial dan sel endotel kapiler sendiri. Kelainan interstisial Ditemukan pada: o o Nefritis interstisial akut misalnya pada pasien artritis rheumatoid juvenil atau pemakaian obat-obatan Pielonefritis akut. Lebih sering ditemukan pada neonatus dan sering disertai sepsis.

Anomali kongenital Anomali kongenital yang dapat menyebabkan GGA ialah: o o o Agenesis ginjal bilateral Ginjal hipoplastik Ginjal polikistik infantil

Terjadinya GGA karena jumlah populasi nefron sedikit atau tidak ada sama sekali. 3. GGA pascarenal Obstruksi aliran urin dapat bersifat kongenital atau didapat. Istilah obstruksi pascarenal adalah obstruksi yang terjadi distal dari nefron. GGA pascarenal terjadi ketika obstruksi melibatkan kedua ginjal atau satu ginjal pada orang dengan satu ginjal. Kelainan kongenital yang paling sering menyebabkan GGA pascarenal adalah katup uretra posterior. Di Indonesia GGA pascarenal didapat biasanya adalah akibat dari kristal-kristal jengkol (intoksikasi jengkol). Mirip dengan GGA prarenal, kerusakan parenkim ginjal dapat minimal, dan tergantung dari lamanya obstruksi berlangsung serta sifat kepenuhan obstruksi. GGA pascarenal biasanya reversibel apabila dikenali dan dikoreksi secara dini. Adaptasi fungsional ginjal terhadap obstruksi terjadi sejalan dengan waktu. Pada stadium awal, aliran darah ginjal biasanya meningkat walaupun LFG dan volume urin menurun. Osmolalitas urin dapat tinggi dengan konsentrasi natrium urin yang rendah seperti yang terlihat pada GGA prarenal. Stadium ini berlangsung cepat dan sering tidak dikenali. Stadium akhir ditandai dengan penurunan aliran darah ke ginjal dan disfungsi tubular sehingga menghasilkan urin yang encer dengan peningkatan konsentrasi natrium. Hilangnya obstruksi pada fase awal GGA dapat mengakibatkan diuresis yang berlebihan, di sini berperan faktor intrinsik dalam ginjal dan juga akibat penumpukan cairan pada saat oligo/anuria. Makin lama obstruksi, makin sedikit kemungkinan LFG untuk pulih kembali. Obstruksi kurang dari 7 hari sangat mungkin dapat

mengalami perbaikan LFG secara penuh, tetapi lebih lama kemungkinan ini bertambah sedikit. Bukti yang ada saat ini menunjukkan bahwa obstruksi jangka pendek (72 jam) ternyata sudah menimbulkan kerusakan permanen pada nefron, dan pulihnya LFG kembali normal adalah akibat dari hiperfiltrasi nefron yang masih sehat. Tergantung pada derajat dan durasi obstruksi, pengeluaran urin dapat bervariasi dari tidak sama sekali sampai beberapa liter per hari. Tetapi pengeluaran urin saja tidak dapat dipakai untuk membedakan GGA pascarenal dari GGA prarenal dan GGA renal/intrinsik. 4. GGA pada Gagal Ginjal Kronik (GGK) Salah satu yang harus dicari dan disingkirkan dalam menghadapi pasien GGA adalah apakah pasien tidak menderita GGA pada GGK atau bahkan suatu gagal ginjal terminal. GGA pada GGK terjadi apabila pasien GGK mengalami diare akut dengan dehidrasi, infeksi saluran kemih, obstruksi saluran kemih. Untuk mencari kedua kemungkinan tersebut maka perlu ditanyakan riwayat dan gejala penyakit gagal ginjal kronik sebelumnya, antara lain: a. b. c. d. e. Apakah ada riwayat atau gejala penyakit ginjal sebelumnya seperti hematuria, Apakah ada keluarga yang menderita penyakit ginjal yang membuat kita berpikir Adanya hambatan pertumbuhan Bila pasien hipertensi, apakah ada tanda-tanda retinopati hipertensif kronik Adanya anemia berat juga merupakan tanda dari GGK, akan tetapi penilaian bengkak, sering sakit kencing, dll. ke arah nefropati herediter misalnya; Sindrom Alport, ginjal polikistik, dll.

harus hati-hati, karena prevalensi anemia di Indonesia cukup tinggi, dan adanya hemodilusi pada pasien GGA yang mendapat pemberian cairan berlebih sebelumnya f. g. Bila perlu dilakukan bone survey untuk menemukan tanda osteodistrofi ginjal. Pemeriksaan radiologi ginjal (USG, foto polos abdomen) untuk melihat

pengerutan kedua ginjal dan hidronefrosis bilateral lanjut. Gejala Klinis Gejala klinis yang berhubungan dengan GGA adalah: pucat (anemia), oliguria, edema, hipertensi, muntah, letargi, dan pernapasan Kussmaul karena terjadi asidosis metabolik. Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan lebih menonjol yaitu gejala kelebihan (overload) cairan berupa sesak napas akibat gagal jantung kongestif dan edema paru, aritmia jantung akibat hiperkalemia, perdarahan gastrointestinal berupa hematemesis dengan atau tanpa melena akibat gastritis, kejang-kejang dan kesadaran menurun sampai koma. GGA dapat

bersifat non-oligurik, yang sukar dideteksi pada saat awal kalau tidak dilakukan pemeriksaan ureum dan kreatinin darah pada pasien yang dicurigai misalnya pada pasien yang mendapat obat nefrotoksik Diagnosis Diagnosis dapat ditegakkan melalui: Anamnesis Pada neonatus, GGA dicurigai bila bayi tidak kencing dalam 24-48 jam post partum. Riwayat muntaber 1-2 hari sebelumnya menunjukkan ke arah GGA prarenal. Sakit tenggorokan 1-2 minggu sebelumnya atau adanya koreng-koreng di kulit disertai riwayat kencing merah menunjukkan ke arah GNA Pasca Streptokokus. Jika ada riwayat sering panas, ruam kulit, dan arthritis, maka hal tersebut menunjukkan ke arah SLE atau vaskulitis. Pemakaian obat sebelumnya perlu diteliti untuk mencari adanya obat nefrotoksik sebagai penyebab GGA. Perlu juga ditanyakan apakah mengkonsumsi jengkol beberapa hari sebelumnya yang disertai kencing darah dan nyeri untuk mencari kemungkinan GGA pascarenal oleh karena keracunan jengkol. Selain itu, riwayat infeksi saluran kemih dan keluarnya batu dapat menunjukkan kemungkinan GGA pascarenal. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan kesadaran menurun sampai koma bila GGA telah berlangsung lama. Pasien umumnya menunjukkan pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul) karena asidosis metabolik. Pada pasien GGA berat dapat ditemukan sesak napas hebat karena gagal jantung atau edema paru. Hipertensi sering ditemukan akibat adanya overload cairan. Tanda-tanda dehidrasi perlu dicari karena merupakan penyebab GGA prarenal. Bila ditemukan oliguria, takikardia, mulut kering, hipotensi ortostatik maka kemungkinan terjadi GGA prarenal. Perlu juga dicari tanda-tanda penyakit sistemik multiorgan seperti SLE. Pembesaran ginjal dapat ditemukan bila penyebabnya adalah ginjal polikistik atau multikistik displastik atau hidronefrosis. Retensi urin dengan gejala vesika urinaria yang teraba membesar menunjukkan adanya sumbatan di bawah vesika urinaria antara lain katup uretra posterior. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang terdiri dari pemeriksaan hematologi, analisis gas darah, urinalisis, indeks urin, fraksi ekskresi natrium (FENa), pemeriksaan radiologis, dan biopsi ginjal.

Hematologi Penurunan Hb dan kelainan hitung sel darah: a. b. Hb dan hitung retikulosit menurun Hitung leukosit dan hitung jenis eosinofil meningkat Hal tersebut terjadi karena anemia akibat kehilangan darah atau hemolisis Peningkatan leukosit menunjukkan tanda-tanda sepsis, sedangkan hitung eosinofil tinggi menandakan nefritis interstisial akut. c. Kimia Darah 1. Peningkatan kadar kreatinin dan ureum Pada GGA, terjadi peningkatan kadar kreatinin darah secara progresif 0,5 mg/dL per hari dan peningkatan kadar ureum darah sekitar 10-20 mg/dL per hari, kecuali bila terjadi keadaan hiperkatabolisme dapat mencapai 100 mg/dL per hari. 2. Gangguan keseimbangan elektrolit a. Hiperkalemia Hiperkalemia dengan perubahan EKG dapat berakibat disritmia. Oleh karena itu, harus digunakan monitor jantung. b. Hiponatremia Pada GGA oligurik, kehilangan Na tidak banyak, kecuali ada kehilangan berarti melalui GIT. Pada GGA non-oligurik, penting untuk mengukur kadar Na urin untuk memastikan pemberian terapi pengganti Na yang akurat. Hiponatremia paling sering ditemukan pada GGA, dan kebanyakan sekunder akibat kelebihan cairan dibandingkan kehilangan natrium. Hiponatremia bermakna (<120 mmol/l) dan hipernatremia bermakna (>160 mmol/l) dapat menyebabkan gangguan neurologik seperti kejang, ensefalopati, dan perdarahan intraserebral. c. Hipokalsemia Anak dengan GGA dapat terjadi hipokalsemia walaupun umumnya asimtomatik. Pemberian natrium bikarbonat untuk mengatasi asidosis atau hiperkalemia dapat menurunkan kadar ion kalsium, sehingga menyebabkan gejala tetani. d. Hiperfosfatemia Penimbunan asam fosfat menyebabkan hiperfosfatemia, sehingga kadar ion kalsium serum turun, lalu merangsang paratiroid untuk meningkatkan produksi hormon supaya ekskresi fosfat meningkat lagi. Hitung trombosit menurun Trombositopenia menunjukkan SHU, sepsis berat, dan DIC

Analisis Gas Darah Gangguan keseimbangan asam basa Pada GGA, terjadi peningkatan ion hidrogen dalam darah karena ketidakmampuan ginjal dalam mengekskresi ion hidrogen dan terjadi peningkatan laju produksi hidrogen, sehingga menyebabkan asidosis metabolik. Urinalisis Pemeriksaan urin harus dilakukan secepatnya karena banyak membantu diagnosis etiologi, jika perlu dengan kateterisasi. Pemeriksaan urin dilakukan sebelum pemberian diuretika. Manifestasi klinik GGA dapat bersifat: oligurik dan non oligurik. Definisi oliguria adalah < 240 ml/m2/hari. Pada neonatus dipakai kriteria <1,0 ml/kgBB/jam. Pada GGA non oligurik ditemukan diuresis 1-2 ml/kgBB/jam disertai peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah. Keadaan ini sering dijumpai pada GGA akibat pemakaian obat nefrotoksik, antara lain aminoglikosida. Adanya hematuria menunjukkan GGA renal atau pascarenal. Urin yang berwarna merah kecoklatan menunjukkan adanya glomerulonefritis akut. Warna urin merah muda menunjukkan adanya hemoglobinuria akibat hemolisis atau mioglobinuria akibat rhabdomiolisis. Bila pada pemeriksaan berat jenis ditemukan BJ urin >1.020 kemungkinan penyebabnya GGA prarenal. Pada pasien GNA ditemukan proteinuria dan hematuria mikroskopik yang banyak, tetapi pada GGA prarenal dapat juga ditemukan proteinuria + atau ++ dan hematuria minimal + atau ++. Pada nefritis interstisial ditemukan eosinofiluria. Pada GGA prarenal dapat ditemukan juga silinder hialin atau granular halus. Silinder granular kasar atau silinder eritrosit ditemukan pada glomerulonefritis dan silinder yang mengandung sel tubulus didapatkan pada nekrosis tubular akut. Indeks Urin Pemeriksaan indeks urin dilakukan untuk membedakan GGA prarenal dan GGA renal. Dasar pemeriksaan ini adalah dengan melihat integritas fungsi tubulus ginjal. Pada GGA prarenal didapatkan: fungsi reabsorpsi tubulus masih baik, sehingga didapatkan urin yang pekat, BJ urin tinggi (>1.020) dan osmolalitas tinggi (>400 mOsm/kg). Pada GGA renal karena ada kerusakan tubulus maka: urin tidak pekat lagi, BJ urin rendah (<1.020), osmolalitas urin rendah (<400 mOsm/kg). Pemeriksaan osmolalitas urin lebih baik daripada berat jenis urin karena sedikit dipengaruhi oleh kadar protein, glukosa, zat kontras radiologik, dan manitol yang banyak berpengaruh pada pemeriksaan berat jenis urin. Sejalan dengan pemeriksaan BJ dan osmolalitas urin, karena daya reabsorpsi tubulus terganggu maka penyerapan natrium urin juga terganggu, hingga kadarnya pada GGA renal juga tinggi >40 mEq/L sedangkan GGA prarenal rendah yaitu <20 mEq/L.

FENa Pemeriksaan Fraksi Ekskresi Natrium (FENa) yaitu fraksi filtrasi Na yang diekskresi dalam urin pada GGA prarenal rendah yaitu <1% menunjukkan 99% Na direabsorpsi di tubulus, sedangkan pada GGA renal tinggi yaitu >2% menunjukkan kemampuan reabsorpsi Na berkurang. FENa sebaiknya diperiksa sebelum diberi diuretika. Rumus perhitungan FENa adalah :
FENa
=

Klirens Na Klirens kreatinin UNa UKr

UNa/PNa = UNa X PKr UKr/PKr PNa PKr PNa X UKr

100

= Natrium urin = Kreatinin urin

= Natrium plasma = Kreatinin plasma

selain itu, untuk membedakan GGA prarenal dan renal dapat dipakai perbandingan rasio ureum / kreatinin darah. Pemeriksaan ini juga didasarkan pada fungsi reabsorpsi tubulus. Pada GGA prarenal ureum akan banyak direabsorpsi tubulus masuk kembali ke dalam darah, sedangkan kreatinin memang tidak sireabsorpsi tubulus hingga rasio ureum / kreatinin > 20:1 (Normal 20:1). Dari hasil pemeriksaan didapatkan U/P ureum GGA prarenal: >20 dan GGA renal <3, sedangkan U/P kreatinin GGA prarenal > 40, GGA renal <20. Pemeriksaan Radiologis Tujuan pemeriksaan radiologik pada GGA: 1. 2. 3. 4. Menentukan apakah kedua ginjal memang ada Menentukan besarnya ginjal Menyingkirkan adanya obstruksi pada saluran kemih Melihat apakah aliran darah ginjal cukup adekuat

USG adalah pemeriksaan yang penting dan bila mungkin selalu dilakukan pada GGA. Ketiga tujuan di atas bisa dilihat dengan USG. Pemeriksaan pielografi intravena tidak dianjurkan karena zat kontras dapat memperburuk kerusakan parenkim ginjal. Untuk mengevaluasi aliran darah dapat dilakukan skan radionuklir Te99 DTPA di mana pemeriksaan ini dapat menentukan kedua fungsi ginjal secara terpisah. Selain mengevaluasi keadaan ginjal, perlu dilakukan pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya pembesaran jantung dan edema paru sebagai tanda kelebihan cairan. Selain itu, bila dicurigai adanya GGA pada GGK, dapat dilakukan pemeriksaan foto tangan untuk melihat osteodistrofi ginjal yang menyokong ke arah GGK.

Biopsi Ginjal Biopsi ginjal dilakukan hanya pada keadaan khusus saja yaitu apabila dicurigai adanya glomerulonefritis progresif cepat atau nefritis interstisial. Tata Laksana GGA prarenal Pengukuran tekanan vena sentral (CVP = Central Venous Pressure dilakukan untuk membantu menentukan adanya hipovolemia. CVP normal = 6-10 cmH2O. Bila CVP <5 cmH2O menunjukkan adanya hipovolemia. CVP juga dipakai untuk memantau hasil pengobatan, apakah cairan yang telah diberikan telah mencukupi. Pada GGA prarenal terapi diberikan sesuai etiologinya. Pada gastroenteritis dehidrasi diberikan Ringer Laktat atau Darrow glukosa sesuai protokol. Pada syok hemoragik diberikan transfusi darah. Syok yang terjadi pada sindrom nefrotik akibat hipovolemia diberikan infus albumin atau plasma. Pada dehidrasi yang tidak jelas sebabnya sebaiknya diberikan Ringer Laktat 20 ml/kgBB dalam waktu 1 jam. Biasanya terjadi diuresis setelah 2-4 jam pemberian terapi rehidrasi. GGA pascarenal Bila ditemukan GGA pascarenal pada USG maka perlu ditentukan lokalisasi obstruksi dengan pielografi antegrad atau retrograd. Pada bayi dengan katup uretra posterior, dapat dipasang kateter di vesika urinaria agar diuresis dapat terjadi dan obstruksi dihilangkan sementara. Pada obstruksi di atas vesika urinaria bilateral, tindakan awal perlu dilakukan nefrostomi segera untuk mengeluarkan urin dan perbaikan keadaan umum, menunggu tindakan definitif dapat dilakukan. Terapi bedah dilakukan untuk mengatasi kelainan/penyebab pascarenal GGA renal Tujuan pengobatan pada GGA renal adalah mempertahankan homeostasis tubuh sambil menunggu ginjal berfungsi kembali. Pemantauan yang perlu ialah: 1. Tanda-tanda vital: tensi, nadi, pernafasan, ritme jantung 2. Pemeriksaan darah; Hb, Ht, trombosit 3. Darah ureum dan kreatinin 4. Elektrolit : K, Na, Cl, Ca, P dan asam urat 5. Analisis gas darah 6. Protein total dan albumin 7. Pengukuran diuresis berkala

Terapi GGA renal dapat dibagi dua yaitu: 1. 2. Terapi konservatif Tindakan dialisis

Terapi Konservatif 1. Terapi cairan dan kalori Balans cairan yang baik yaitu bila berat badan tiap hari turun 0,1-0,2%. Pemberian cairan diperhitungkan berdasarkan Insensible Water Loss (IWL) + jumlah urin 1 hari sebelumnya ditambah dengan cairan yang keluar dengan muntah, feses, selang nasogastrik, dll dan dikoreksi dengan kenaikan suhu tubuh setiap 1oC sebanyak 12 % berat badan. Perhitungan IWL didasarkan pada caloric expenditure yaitu sebagai berikut: Berat badan 0-10 kg : 100 kal/kgBB/hari 12-20kg >20 kg Jumlah IWL = 25 ml per 100 kal Secara praktis dapat dipakai perkiraan perhitungan sebagai berikut: Neonatus Bayi <1 tahun Anak <5 tahun Anak >5 tahun = 50 ml/kgBB/hari = 40 ml/kgBB/hari = 30 ml/kgBB/hari = 20 ml/kgBB/hari : 1000 kal + 50 kal/kgBB/hari di atas 10 kgBB : 1500 kal + 20 kal/kgBB/hari di atas 20 kgBB

Cairan sebaiknya diberikan per oral kecuali bila penderita sering muntah diberikan infus. Jenis cairan yang dipakai ialah: Pada penderita anuria : glukosa 10-20% Pada penderita oligouria: glukosa (10%)-NaCl = 3:1 Bila dipakai vena sentral dapat diberikan larutan glukosa 30-40%. Jumlah kalori minimal yang harus diberikan untuk mencegah katabolisme ialah 400 kal/m2/hari. Bila terapi konservatif berlangsung lebih dari 3 hari harus juga dipertimbangkan pemberian emulsi lemak dan protein 0,5-1 g/kgBB/hari. Pemberian protein kemudian dinaikkan sesuai dengan jumlah diuresis. 2. Asidosis Bila hasil pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan hasil asidosis metabolik, dikoreksi dengan cairan natrium bikarbonat sesuai dengan hasil analisis gas darah yaitu: BE x BB x 0,3 (mEq)

Atau kalau hal ini tidak memungkinkan maka dapat diberikan koreksi buta 2-3 mEq/kgBB/hari setiap 12 jam. Baiknya diberikan natrium bikarbonat ketika pH darah di bawah 7,25. Efek samping dari natrium bikarbonat di antaranya hipernatremia dan hipertensi. Anak yang asidosisnya refrakter dan anak yang mengalami efek samping pemberian natrium bikarbonat baiknya diterapi dialisis. Nutrisi yang baik menurunkan laju produksi asam endogen. 3. Hiperkalemia Hiperkalemia perlu segera ditanggulangi karena bisa membahayakan jiwa penderita akibat efek kardiotoksik. Bila kadar K serum 5,5-7,0 mEq/L perlu diberi kayexalat yaitu suatu kation exchange resin (Resonium A) 1 mg/kgBB per oral atau per rektal 4x sehari. Bila kadar K >7 mEq/L atau ada kelainan EKG (berupa gelombang T yang meruncing, pemanjangan interval PR dan pelebaran kompleks QRS) atau aritmia jantung perlu diberikan: Glukonas kalsikus 10% 0,5 ml/kgBB i.v. dalam 5-10 menit Natrium bikarbonat 7,5% 2,5 mEq/kgBB i.v. dalam 10-15 menit unit/kgBB atau 0,2 unit/g glukosa sambil menyiapkan dialisis.

Bila hiperkalemia tetap ada, diberikan glukosa 0,5 g/kgBB per infus selama 30 menit ditambah insulin 0,1 Glukonas kalsikus tidak menurunkan kadar K serum tetapi menstabilkan membran sel jantung. Na bikarbonat menurunkan H+ serum sehingga H+ keluar dari sel dan K+ masuk ke dalam sel. Insulin mendorong glukosa bersama K+ masuk ke dalam sel. Untuk penanggulangan hiperkalemia juga dapat diberikan salbutamol 5 mg/kg BB i.v selama 15 menit atau dengan nebulizer 2,5-5 mg. Yang sering dipakai ialah nebulizer salbutamol karena onset kerja cepat dan aman. Salbutamol bekerja dengan memindahkan kalium ekstraselular ke intraselular. 4. Hiponatremia Hiponatremia <130 mEq/L sering ditemukan karena pemberian cairan yang berlebihan sebelumnya dan cukup dikoreksi dengan restriksi cairan. Bila disertai dengan gejala serebral atau kadar Na <120 mEq/L, maka perlu dikoreksi dengan cairan NaCl hipertonik 3% (0,5 mEq/ml) dalam 1-4 jam. Pemberian Natrium dapat dihitung dengan rumus: Na (mmol) = (140 Na) x 0,6 x BB diberikan hanya separuhnya untuk mencegah terjadinya hipertensi dan overload cairan. Pendapat lain menganjurkan koreksi natrium cukup sampai natrium serum 125 mEq/L sehingga pemberian Na = (125 Na serum) x 0,6 x BB.

5. Tetani Bila timbul gejala tetani akibat hipokalsemia perlu diberikan glukonas kalsikus 10% i.v. 0,5 ml/kgBB pelan-pelan 5-10 menit, dilanjutkan dengan dosis rumat kalsium oral 1-4 gram/hari. Untuk mencegah terjadinya tetani akibat koreksi asidosis dengan bikarbonas natrikus, maka sebaiknya diberikan glukonas kalsikus i.v. segera sebelum diberikan pemberian alkali. Asidosis mencegah terjadinya tetani karena meningkatkan kadar kalsium ion. Koreksi asidosis menurunkan kadar ion kalsium dan menimbulkan gejala tetani. 6. Hiperfosfatemia Bila kadar fosfor meningkat dalam darah, perlu diberi obat pengikat fosfat per oral yaitu kalsium karbonat 50 mg/kgBB/hari. Kalsium karbonat selain itu juga dapat bersifat antasid dan menambah kadar kalsium darah yang berguna pada pasien gagal ginjal. 7. Kejang Bila terjadi kejang dapat diberikan Diazepam 0,3-0,5 mg/kgBB i.v. lalu dilanjutkan dengan dosis rumat luminal 4-8 mg/kgBB/hari atau difenilhidantoin 8 mg/kgBB. Kejang pada GGA dapat disebabkan oleh gangguan elektrolit hipokalsemia, hipomagnesemia, hiponatremia atau karena hipertensi atau uremia. 8. Anemia Transfusi dilakukan bila kadar Hb <6 g/dL atau Ht <20%. Sebaiknya diberikan packed red cells (10 ml/kgBB) untuk mengurangi penambahan volume darah dengan tetesan lambat 4-6 jam (10 tetes/menit). Pemberian transfusi darah yang terlalu cepat dapat menambah beban volume dengan cepat dan menimbulkan hipertensi, gagal jantung kongestif, dan edema paru. 9. Hipertensi Hipertensi ditanggulangi dengan diuretika, bila perlu dikombinasi dengan kaptopril 0,3 mg/kgBB/kali diberikan 2-3 kali sehari. Pada hipertensi krisis dapat diberikan klonidin drip atau nifedipin sublingual (0,3 mg/kgBB/kali) atau nitroprusid natrium 0,5 mg/kgBB/menit. 10. Edema paru Edema paru merupakan hal yang sangat berbahaya dan dapat menimbulkan kematian dalam waktu singkat, sebagai tindakan percobaan dapat diberikan furosemid i.v. 1 mg/kgBB disertai dengan torniket dan flebotomi. Di samping itu dapat diberikan morfin 0,1 mg/kgBB. Bila tindakan tersebut tidak memberi hasil yang efektif dalam waktu 20 menit, maka dialisis harus segera dilakukan.

11. Asam urat serum Asam urat serum dapat meningkat sampai 10-25 mg%, kadang-kadang sampai 50 mg%. Untuk itu perlu diberi alupurinol dengan dosis 100-200 mg/hari pada anak umur <8 tahun dan 200-300 mg/hari di atas 8 tahun. 12. Infeksi Komplikasi infeksi sering merupakan penyebab kematian pada GGA. Bila timbul infeksi, harus segera diberantas dengan antibiotik yang adekuat. Pemakaian obat yang bersifat nefrotoksik sedapat mungkin dihindarkan. Dosis antibiotika harus disesuaikan dengan sifat ekskresinya. Tindakan Dialisis Indikasi dialisis pada anak dengan GGA: 1. 2. 3. 4. 5. Kadar ureum darah > 200 mg% Hiperkalemia >7,5 mEq/L Bikarbonas serum < 12 mEq/L Adanya gejala overhidrasi: edema paru, dekompensasi jantung, dan hipertensi Perburukan keadaan umum dengan gejala uremia berat: perdarahan, kesadaran

yang tidak dapat diatasi dengan obat. menurun sampai koma. Komplikasi dan Penanganan Komplikasi yang dapat terjadi dari gagal ginjal akut di antaranya gagal ginjal kronik, infeksi, dan sindrom uremia. Untuk gagal ginjal kronik, terapi sesuai tatalaksana GGK pada umumnya, bila sudah parah dilakukan dialisis dan transplantasi ginjal. Komplikasi infeksi sering merupakan penyabab kematian pada GGA, dan harus segera diberantas dengan antibiotika yang adekuat. Bila LFG menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien akan menderita sindrom uremik, yaitu suatu kompleks gejala yang terjadi akibat atau berkaitan dengan retensi metabolit nitrogen karena gagal ginjal. Sindrom uremia ditangani secara simtomatik. Indikasi Perujukan GGA perlu segera dirujuk jika manifestasi klinis penderita berat (kejang, kesadaran menurun), sudah ada komplikasi, atau perlu dilakukan tindakan dialisis.

Prognosis Angka kematian pada gagal ginjal akut tergantung pada penyebab, umur pasien, dan luas kerusakan ginjal yang terjadi. Pada GGA yang disebabkan oleh sepsis, syok kardiogenik, dan operasi jantung terbuka, angka kematiannya di atas 50%. Tetapi pada GGA yang disebabkan oleh glomerulonefritis, sindrom hemolitik uremik, dan nefrotoksik berkisar antara 10-20%. Pasien GGA non-oligurik mempunyai laju filtrasi glomerulus dan volume urin yang lebih tinggi daripada GGA oligurik, sehingga air, metabolit nitrogen, dan elektrolit lebih banyak dikeluarkan melalui urin. Komplikasi yang ditemukan lebih sedikit, periode azotemia lebih singkat, lebih jarang memerlukan dialisis dan mortalitas lebih rendah. Bila ditinjau dari pulihnya fungsi ginjal maka bila penyebabnya prarenal, nekrosis tubular akut, nefropati asam urat dan intoksikasi jengkol umumnya fungsi ginjal akan kembali normal. Tetapi bila penyebabnya glomerulonefritis progresif cepat, trombosis vena renalis bilateral atau nekrosis korteks bilateral, fungsi ginjal biasanya tidak dapat pulih kembali dan dapat berakhir menjadi gagal ginjal terminal.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ganong. W.F., editor Widjajakusumah D.H.M., 2001., Buku Ajar Fisiologi Kedokteran., edisi Bahasa Indonesia., Jakarta., EGC 2. Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, EGC, Jakarta 3. Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis Jakarta. 4. 5. Guyton.A.C, 1996.Teksbook of Medical Physiology, philadelpia. Elsevier saunders Taslim,arnaldi,dr. Sp.PD.2009. Kesehatan Ginjal. Diakses dari : http://www.sekbertal.org/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=1901. Pada Tanggal : 01 juli 2009 6. Virgiawa, Daril, S.Sc. Mekanisme Dasar Ginjal. Diakses dari : http://www.darryltanod.blogspot.com/2008/04/mekanisme-proses-dasar-ginjaldarryl.html. Pada Tanggal : 01 Juli 2009 7. Rusdidjas, Ramayati R, 2002. Infeksi saluran kemih. In Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO. Buku ajar Nefrologi Anak. 2nd .Ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 142-163 8. Lambert H, Coulthard M, 2003. The child with urinary tract infection. In : Webb NJ.A, Postlethwaite RJ ed. Clinical Paediatric Nephrology.3rd ED. Great Britain: Oxford Universsity Press., 197-22 9. www.pediatrik.com Saluran Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI 11. Latief Abdul, Napitupulu Partogi,et al.,1985, Ilmu Kesehatan Anak 2,Infomedika, Jakarta 12. Noer Sjaifullah, 1994, Infeksi Saluran Kemih Pada Anak dalam Pedoman Diagnosis dan terapi lab/UPF Ilmu Kesehatan Anak,pp 119-121, Falkutas kedokteran UNAIR, RSUD Dr. Soetomo, Surabaya 10. Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi akut pasca streptokokus,1813-1814, EGC,

13. www.scribd.com/doc/.../INFEKSI-SALURAN-KEMIH -WW.PED 14. 14. www.blogdokter.net/2008/09/27/infeksi-saluran-kencing/ 15. 15. Purnomo BB: Dasar-Dasar Urologi 2nd Edition . Jakarta, Sagung Seto. 2003 16. Jawetz E. Sulfonamid dan trimetoprim. In: Katzung BG (Ed): Farmakologi dasar dan klinik. Jakarta, EGC.2002 17. Hanno PM et al. Clinical manual of Urology 3rd edition. New york, Mcgrawhill.2001 18. Kennedy ES. Pregnancy,Urinary Tract infections. http://www.eMedicine.com. last updated 8 August 2007. accesed 22 February 2008
19. Urinary Tract Infection. http://www.wikipedia.com. last updated on

February 19 2008. accesed on February 22 2008 20. mekar-wijaya.blogspot.com/2009/1...jal.html

Anda mungkin juga menyukai