Anda di halaman 1dari 13

Draft Proposal PKM-P 2011: "Potensi Minyak Buah Merah sebagai Minyak Fungsional Makanan melalui Uji Antioksidan"

(Eka Noviana, Setyowati , Meti Christiana, Ristra Tyas I., Widiantoro Saputro) Latar Belakang Indonesia, seperti halnya negara berkembang lainnya telah mengalami perkembangan sosio-ekonomi termasuk perubahan kondisi sosio ekonomi dari negara preindustrial menjadi negara industrial. Pola hidup yang beralih ke life syle masyarakat urban yang konsumtif dan kurang sehat serta meningkatnya polusi dan kerusakan lingkungan juga mengakibatkan transformasi pada penyakit penyakit yang muncul dan aspek penanggulangannya. Penyakit infeksi yang semula menjadi masalah utama kesehatan di Indonesia telah digantikan oleh trend baru yaitu penyakit degeneratif yang mengandalkan tindakan preventif dan rehabilitatif.Penyakit degeneratif merupakan penyebab utama kematian di Indonesia. Dari 10 penyebab kematian tertinggi di Indonesia pada tahun 2002, penyakit jantung menempati rangking pertama dengan menyumbang 14% pada penyebab kematian populasi di Indonesia. Penyakit degeneratif lain seperti gangguan serebrovaskuler, obstruksi paru-paru kronis, diabetes melitus dan hipertensi juga menjadi 18% penyebab kematian di negeri ini (WHO, 2002). Persentase ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit degeneratif ini disebabkan karena antioksidan yang ada di dalam tubuh (antioksidan endogen) tidak mampu menetralisir peningkatan konsentrasi radikal bebas (Soeksmanto dkk, 2007). Peranan antioksidan sangat penting dalam menetralkan dan menghancurkan radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan sel dan juga merusak biomolekul, seperti DNA, protein, dan lipoprotein di dalam tubuh yang akhirnya dapat memicu terjadinya penyakit degeneratif, seperti kanker, jantung, artritis, katarak, diabetes dan hati (Silalahi, 2002). Untuk menghindari hal tersebut, dibutuhkan antioksidan tambahan dari luar seperti Vitamin E, Vitamin C maupun berbagai jenis sayuran dan buah-buahan. Buah merah (Pandanus conoidensis Lam.) merupakan buah tradisional asal Papua yang memiliki banyak manfaat dalam bidang kesehatan. Fenomena buah merah mulai diperhatikan dunia sejak tahun lima tahun terakhir dengan munculnya berbagai klaim dan bukti empiris yang menunjukkan buah merah dapat mengobati berbagai penyakit. Buah merah mengandung karoten, betakaroten, tokoferol dan asam-asam lemak tak jenuh konsentrasi tinggi dalam minyak buahnya yang bersifat antioksidan sehingga potensial dikembangkan sebagai minyak fungsional makanan yang dapat mencegah berbagai penyakit degeneratif. Rumusan Masalah 1. Apakah minyak Buah Merah (Pandanus conoidensis Lam.) memiliki aktivitas antioksidan ? 2. Apakah kandungan fenolik dan flavonoid minyak Buah Merah (Pandanus conoidensis Lam.) berpengaruh besar terhadap sifat antioksidannya?

3. Apakah kelopak minyak Buah Merah (Pandanus conoidensis Lam.) berpotensi dikembangkan sebagai minyak fungsional makanan berkaitan dengan aktivitas antioksidannya? Tujuan 1. Membuktikan secara ilmiah aktivitas antioksidan minyak Buah Merah (Pandanus conoidensis Lam.) 2. Mengetahui korelasi antara kandungan senyawa fenolik dan flavonoid dalam minyak Buah Merah (Pandanus conoidensis Lam.) dengan aktivitas antioksidannya 3. Mengetahui seberapa besar potensi minyak fungsional makanan sekaligus agen prevensi penyakit-penyakit degeneratif dikaitkan dengan sifat antioksidannya Luaran yang Diharapkan 1. Diperoleh pembuktian secara ilmiah aktivitas antioksidan minyak Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.) 2. Diketahui korelasi antara kandungan senyawa fenolik dan flavonoid dalam ekstrak Buah Merah dengan aktivitas antioksidannya 3. Diketahui potensi Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.) sebagai alternatif minyak fungsional yang berkhasiat mengobati penyakit degeneratif. Manfaat 1. Tereksplorasinya potensi kembang minyak Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.) sebagai minyak fungsional makanan yang mengandung antioksidan pencegah penyakit-penyakit degeneratif 2. Meningkatnya kemampuan dan pengalaman peneliti 3. Menjadi referensi bagi penelitian dan eksplorasi lebih lanjut terkait pengembangan Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.). Tinjauan Pustaka A. Ekstrak Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan cara mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian pelarut diuapkan. Metode penyarian yang digunakan tergantung dari wujud dan kandungan zat (sifat fisika kimia) dari bahan yang akan disari (Harborne, 1987). Ada beberapa metode ekstraksi yng sering digunakan antara lain maserasi, perkolasi, dan soxhletasi. Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia menggunakan pelarut dengan bebarapa kali pengocokan atau pengadukan pada suhu kamar. Secara teknologi maserasi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan (Anonim, 2000). Maserasi dapat digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin dan stirak. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, atau pelarut lain. Perkolasi adalah ekstraksi dengan

pelarut yang selalu baru sampai hampir sempurna (exhausted extraction) yang umumnya dilakukan pada suhu kamar. Proses ini terdiri atas tahap pengembangan bahan, tahap maserasi antara, dan tahap perkolasi sebenarnya yang berupa penetesan dan penampungan hasil ekstrak. Sokletasi adalah ekstrak dingin menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Anonim, 2000). B. Uraian Tanaman 1. Uraian tanaman Buah Merah (Pandanus conoideus Lam Lam.) a) Klasifikasi Buah Merah Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsidae Bangsa : Pandanales Suku : Pandanaceae Marga : Pandanus Jenis : Pandanus conoideus Lam.

Gambar 1. tanaman Buah Merah (Pandanus conoideus Lam Lam.)

(Budi dan Paimin, 2004) b) Morfologi tanaman Buah merah atau yang lebih dikenal luas dengan nama tawi atau sauk ekendi di Wamena merupakan tanaman asli Papua yang tumbuh di dataran rendah (40 m dpm) sampai dataran tinggi (2000 m dpm). Meskipun demikian, populasi terbanyak terdapat di dataran dengan ketinggian 1200-2000 m dpm. Buah merah biasanya tumbuh bergerombol dalam satu area. Buah merah tumbuh di daerah degan suhu di bawah suhu 17oC dengan curah hujan rata-rata 186 mm/bulan dan jumlah penyinaran matahari 57% dan tekanan udara rata-rata 896 mmHg. Tanaman buah merah termasuk keluarga pandan-pandanan dengan pohon menyerupai pandan namun tinggi tanaman tersebut dapat mencapai 16 m dengan tinggi batang bebas cabang sendiri 5-8 m. Kultivar buah berbentuk lonjong dengan kuncup tertutup daun buah. Buah merah sendiri panjang buahnya dapat mencapai 55 cm diameter 10-15 cm dengan bobot 2-3 kg. Pada saat matang berwarna merah marun terang (Budi dan Paimin, 2004). c) Kandungan kimia Buah merah mengandung komponen aktif alami yang dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan proses metabolisme. Komponen aktif

tersebut antara lain; karotenoid, beta karoten, alfatokoferol, asam oleat, asam linoleat, asam linolenat dan dekanoat, omega 3, dan omega 9 yang berperan sebagai senyawa anti radikal bebas pengendali beragam penyakit seperti kanker, hipertensi, paru-paru, dan infeksi. Selain itu buah merah mengandung banyak kalori untuk menambah energi seperti kalsium, serat, protein, vitamin B1, vitamin C, dan niacin. Tokoferol, alfatokoferol, dan beta karoten yang terkandung dalam buah merah dalam proses penyembuhan penyakit berfungsi sebagai antioksidan yang mampu menangkal radikal bebas. Ketiga senyawa inilah yang membantu proses penyembuhan penyakit kanker, tumor, dan HIV atau AIDS. Senyawa antioksidan ini bekerja menekan pertumbuhan sel-sel kanker yang berbahaya (Budi, 2005). C. Radikal Bebas dan Oksidan Radikal bebas adalah suatu molekul atau atom yang memiliki elektron tidak berpasangan pada kulit terluarnya, yang mungkin terbentuk melalui reaksi oksidasi atau reduksi satu elektron atau homolisis ikatan rangkap. Apabila radikal bebas ini bereaksi dengan senyawa biologis dalam tubuh maka akan menyebabkan reaksi berantai (Donatus, 1994). Radikal bebas, khususnya radikal hidroksil dapat merusak tiga jenis senyawa yang merupakan penyusun makhluk hidup yaitu asam lemak khususnya asam lemak tak jenuh, DNA, dan protein (Sjabana dan Bahalwan, 2002). Oksidan adalah senyawa penerima elektron, yaitu senyawa-senyawa yang dapat menarik elektron. Dampak aktivitas oksidan sangat luas dan sering mekanisme molekulernya masih belum terkuak secara jelas (Sjabana dan Bahalwan, 2002). Oksidan yang sebagian besar radikal bebas semakin penting diteliti karena semakin banyak penyakit yang disebabkan oksidan tersebut. Namun, tidak adanya oksidan dapat menimbulkan kelainan seperti leukosit yang tidak dapat menahan masuknya mikroba karena tidak mampu membentuk oksidan atau radikal bebas ini (Lautan, 1997). Reaksi autooksidasi berlangsung dalam tiga tahap, tahap pertama adalah inisiasi dimana suatu radikal terbentuk dari suatu molekul menurut reaksi: RH R. + H. pengurangan atom hidrogen oleh spesies reaktif seperti radikal hidroksil berperan dalam inisiasi oksidasi molekul. Tahap kedua adalah reaksi propagasi dimana radikal molekul yang terbentuk diubah menjadi radikal yang berbeda. R. + O2 ROO. ROO. + RH ROOH + R. Selama tahap inisiasi dan propagasi atom hidrogen tetangga dari rantai karbon dengan satu ikatan rangkap diabstraksi dan radikal alkil yang terbentuk distabilkan oleh resonansi. Tahap terakhir adalah reaksi terminasi dimana radikal bebas bergabung untuk membentuk molekul dengan elektron berpasangan. ROO. + ROO. ROOR + O2 ROO. + R. ROOR R. + R. RR

(Ikhsan, 2007) D. Antioksidan Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat spesies oksigen reaktif/ spesies nitrogen reaktif (ROS/ RNS) dan juga radikal bebas sehingga antioksidan dapat mencegah penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan radikal bebas seperti karsinogenesis, kardiovaskuler, dan penuaan (Halliwel and Gutteridge, 2000). Mekanisme reaksi yang paling penting adalah reaksi antioksidan dengan radikal bebas. Biasanya antioksidan bereaksi dengan radikal bebas peroksil atau hidroksil yang terbentuk dari hidroperoksida yang berasal dari lipid (Pokorny et al, 2001). Antioksidan dapat diperoleh secara alami maupun sintesis. Antioksidan sintesis seperti BHT (ter-butil hidroksi toluene), BHA (ter-butil hidroksi anisol), dan TBHQ (terbutil hidrokuinon) telah digunakan secara luas untuk memperlambat oksidasi lipid dalam makanan, akan tetapi antioksidan sintesis tidak diinginkan lagi karena toksis (Rababah et al, 2004). Selain itu, antioksidan sintesis mempunyai aktivitas mutagenik (Tepe et al, 2006) dan dapat menyebabkan karsinogenesis (Amarowicz et al, 2000). Oleh karena itu, perlu dicari sumber antioksidan alami yang lebih aman dibanding antioksidan sintesis untuk dkembangkan misalnya antioksidan yang berasal dari rempah-rempah dan buahbuahan (Pujimulyani, 2003). Beberapa vitamin, mineral, dan senyawa alam seperti fenol, flavonoid, dan karotenoid diketahui mempunyai kemampuan untuk mencegah kerusakan akibat radikal bebas dengan menetralkan radikal bebas (Majeed et al, 1995). E. Pengukuran aktivitas antioksidan dengan uji penangkapan radikal Pengukuran aktivitas radikan dengan cara ini dilakukan dengan mengukur penangkapan radikal sintetik dalam pelarut organik polar seperti metanol atau etanol pada suhu kamar. Radikal sintetik yang digunakan adalah 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH) dan 2,2-azinobis (3-etil benztiazolin-asam sulfonat) (ABTS). Dengan uji radikal DPPH, penangkapan radikal DPPH oleh suatu senyawa diikuti dengan penurunan absorbansi pada 515 nm yang terjadi karena reduksi radikal tersebut oleh antioksidan (AH) atau bereaksi dengan spesies radikal lain menurut reaksi berikut:

Gambar 2. Reaksi radikal antara DPPH dengan senyawa antioksidan (Josephy, 1997).

F. Pengukuran aktivitas antioksidan dengan uji pengkhelatan logam Pengujian ini didasarkan pada jumlah ion Fe2+ yang bebas, yang dapat diukur dengan menambahkan reagen Ferrozin (3-(2-Pyridyl)-5,6 diphenyl-1,2,3-triazin-4,4-disulfonic acid sodium salt ). Kompleks ferrozin-Fe2+ yang terbentuk berwarna merah ungu. Dengan menggunakan ferrozin, pengkhelatan Fe2+ oleh senyawa diikuti dengan mengamati penurunan absorbansi pada panjang gelombang 562 nm yang terjadi karena jumlah Fe2+ yang bebas berkurang sehingga kompleks ferrozin Fe2+ yang terbentuk juga berkurang (Senevirathne et al, 2006). Ferrozin merupakan suatu reagen yang digunakan sebagai indikator untuk penetapan kadar besi yang mana semakin banyak ion Fe2+ bebas maka larutan akan bewarna semakin ungu dan semakin tinggi nilai absorbansinya. Aktivitas antioksidan pada pengkhelatan logam terkait dengan kemampuan antioksidan mengkhelat logam Fe2+.

Gambar 3. Struktur molekul Ferrozin (Stookey, 1970)

Parameter yang digunakan untuk aktivitas antioksidan dengan metode pengkhelatan logam ini adalah IC50, yakni konsentrasi senyawa uji yang dibutuhkan untuk menghambat pembentukan kompleks ferrozin-Fe2+ sebesar 50% (Ebrahimzadeh et al, 2008). G. Pengukuran aktivitas antioksidan dengan metode reduksi besi (III) menjadi besi (II) Reduksi besi (III) menjadi besi (II) sering digunakan sebagai indikator donor elektron yang merupakan mekanisme penting dari senyawa fenolik sebagai antioksidan (Hinneburg et al, 2006; Zhang et al., 2009). Kemampuan senyawa fenolik untuk mereduksi besi (III) tergantung pada pola hidroksilasi dan derajad polimerisasi (Shahidi dan Naczk, 1995). Metode reduksi besi (III) ini berdasarkan pada kemampuan antioksidan untuk mendonorkan elektron pada reaksi redoks (Le et al, 2007; Tung et al, 2009), yaitu pada pembentukan kompleks Perls Prussian Blue (Fe3+)4[Fe2+(CN-)6]3 yang merupakan hasil

dari reduksi [Fe(CN-)6]3- menjadi [Fe(CN-)6]4- dengan penambahan ion Fe3+ (Zhang et al., 2009). Kompleks tersebut akan memberikan absorbansi yang kuat pada panjang gelombang 700 nm (Nam et el., 2006). Semakin besar absorbansi yang dihasilkan berarti semakin tinggi pula kemampuannya dalam mereduksi (Chun et al., 2006) H. Senyawa fenolik Senyawa fenolik/ polifenol merupakan sekelompok metabolit sekunder yang mempunyai cincin aromatik yang terikat dengan satu atau lebih substituen gugus hidroksi (OH) yang berasal dari jalur metabolisme asam sikimat dan fenilpropanoid. Termasuk dalam kelompok senyawa fenolik adalah fenol sederhana, asam fenolat, kumarin, tanin, dan flavonoid. Senyawa-senyawa fenolik umumnya ditemukan pada tanaman dan dilaporkan memiliki sejumlah aktivitas biologis termasuk antioksidan (Kahkonen et al, 1999). Kandungan senyawa fenolik total dapat ditetapkan dengan metode spektrofotometri sesuai dengan Chun et al (2003). I. Senyawa flavonoid Flavonoid merupakan golongan senyawa dengan stuktur umum C6-C3-C6 yang artinya dua cincin aromatik dihubungkan oleh 3 atom karbon yang dapat/tidak dapat berupa cincin ketiga. Dua cincin aromatik diberi tanda A dan B, cincin A merupakan bagian dari benzoil sedang cincin B merupakan bagian dari sinamoil (Mabry et al, 1970; Manitto, 1981; Robinson,1995).

Gambar 4. Struktur kerangka flavonoid (Robinson, 1995)

Aktivitas flavonoid yang bermanfaat untuk kesehatan antara lain efek antioksidan, antikarsinogenik, antiproliferatif, antiangiogenik, antiinflamasi, dan antiestrogenik dengan tidak ada atau sedikit efek samping atau toksik. Berdasarkan sifat tersebut, saat ini banyak suplemen makanan atau produk herbal yang mengandung flavonoid dapat diterima secara komersial oleh masyarakat (Zhang and Moris, 2003). Kandungan flavonoid total dapat ditentukan secara spektrofotometri sesuai metode Zou et al (2004).

Metode Pelaksanaan

A. Alat dan Bahan 1. Alat Isolasi Minyak Buah Merah : Vacuum rotary evaporator, kontainer sampel Uji aktivitas antioksidan : Spektrofotometer UV-Vis, inkubator, Delivery pipet, yellow tip, blue tip, dan alat-alat gelas. 2. Bahan Bahan yang digunakan adalah fraksi heksan ekstrak buah merah (Pandanus conoideus Lam Lam.), etanol 50%, vitamin E, 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH), Ferrozin (3(2-Pyridyl)-5,6 diphenyl-1,2,3-triazin-4,4-disulfonic acid sodium salt), FeCl2, EDTA, asam galat, kuersetin, pereaksi Folin-Ciocalteu, natrium karbonat, natrium nitrit, aluminium klorida, natrium hidroksida, natrium sulfat anhidrat, kalium hidrogen fosfat (K2HPO4), kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4), kalim ferisianida, FeCl3, vitamin C, TCA, metanol, aqua bidestilata, dan aquadest. B. Jalannya Penelitian
Pengumpulan Bahan (fraksi heksan) Pembuatan simplisia kelopak Isolasi minyak bunga Pembuatan simplisia kelopak Pengujian aktivitas antioksidan bunga Penentuan kadar fenolik total Penentuan kadar flavonoid total

Analisis Data Pembuatan simplisia kelopak bunga Pembuatan simplisia kelopak Gambar 5. Skema jalannya penelitian bunga

1. Pengumpulan bahan Fraksi heksan ekstrak buah merah (Pandanus conoideus Lam Lam.) diperoleh dari ............................................. 2. Isolasi Minyak Minyak buah merah diisolasi menggunakan Vacuum rotary evaporator.

dengan

penguapan

pelarut

(heksan)

3. Penentuan aktivitas antioksidan dengan DPPH

Sebanyak 1,0 mL DPPH 0,4 mM dimasukkan ke dalam labu takar, ditambah sejumlah tertentu sampel uji lalu ditambah etanol sampai volume 5,0 mL, divorteks selama 1 menit hingga tercampur sempurna, dan didiamkan selama 30 menit di tempat terlindung dari cahaya agar reaksi berjalan sempurna. Dilakukan juga penentuan aktivitas antioksidan dari vitamin E sebagai pembanding dengan metode dan prosedur yang sama. Konsentrasi ekstrak yang diperoleh dibuat sedemikian rupa sehingga memberikan nilai IC50 yakni konsentrasi sampel uji yang mampu menangkap 50% radikal DPPH dibanding kontrol melalui suatu persamaan garis regresi linear. Absorbansi larutan dibaca pada panjang gelombang hasil scanning. Blanko yang digunakan adalah etanol yang mengandung fraksi larutan uji pada tiap-tiap konsentrasi yang diujikan. Dilakukan pula pembacaan absorbansi larutan kontrol yaitu tanpa penambahan larutan uji. Aktivitas antioksidan (%) =

4. Penentuan aktivitas antioksidan dengan Metode Pengkhelatan Logam Penentuan aktivitas antioksidan menggunakan metode pengkhelatan logam dilakukan dengan menguji kemampuan sampel untuk menghambat terbentuknya kompleks Fe2+Ferrozin. Sebagaimana dilaporkan oleh Senevirathne et al. (2006), dengan cara: Sampel dengan jumlah tertentu ditambah dengan 0,2 mL FeCl2 2 mM. Campuran ditambah 0,2 mL Ferrozin 5 mM, lalu digojog kuat-kuat dan dibiarkan pada suhu ruang selama 10 menit. Dilakukan pula penentuan aktivitas pengkhelatan logan oleh EDTA yang digunakan sebagai kontrol positif dengan metode dan prosedur yang sama. Konsentrasi sampel dibuat sedemikian rupa sehingga memberikan nilai IC50 yakni konsentrasi sampel uji yang mampu menghambat pembentukan khelat sebesar 50% dibandingkan dengan kontrol melalui suatu persamaan garis regresi linear. Absorbansi larutan dibaca pada panjang gelombang 562 nm terhadap blanko etanol yang mengandung fraksi larutan uji pada tiap-tiap konsentrasi yang diujikan. Dilakukan pula pembacaan absorbansi larutan kontrol yaitu tanpa penambahan larutan sampel.

Keterangan: APL : aktivitas pengkhelatan logam : absorbansi kontrol : absorbansi sampel 5. Penentuan aktivitas antioksidan dengan Metode Reduksi

Aktivitas antioksidan yang ditentukan dengan metode reduksi besi (III) menjadi besi (II). Dilakukan sebagaimana dalam Le et al (2007) dan Tung et al (2009). Sejumlah tertentu sampel uji dicampur 500L kalium ferrisianida 1% dan 500 L larutan dapar phosphat 0,2M (pH 6,6) lalu dipanaskan dalam suhu 50oC selama 20 menit. Campuran selanjutnya ditambah 500L asam trikloroasetat 10% untuk menghentikan reaksi. Campuran disentrifugasi dengan kecepatan 3000rpm selama 10 menit. Sebanyak 500l supernatan selanjutnya dicampur dengan 500 L aquadest dan 100 L FeCl3 0,1% dan absorbansinya diukur pada panjang gelombang 700 nm dengan blanko larutan dapar phosphat. Vitamin C digunakan sebagai pembanding. Dilakukan pula pembacaan absorbansi larutan kontrol yakni tanpa penambahan larutan uji. Aktivitas mereduksi ekstrak atau larutan uji ditentukan sebagai ekuivalen asam askorbat (mg asam askorbat/g ekstrak) (Duan et al 2006) 6. Penentuan kandungan fenolik total Kandungan fenolik total ditentukan menggunakan metode spektrofotometri sesuai dengan Chun et al (2003). a). Pembuatan kurva baku asam galat Dibuat larutan induk (Li) asam galat dengan konsentrasi 1,004 mg/mL dalam aquadest. Sebanyak 10,0; 20,0; 30,0; 40,0; 50,0; 60,0; 70,0 L Li dimasukkan ke dalam labu takar 10,0 mL, ditambah dengan 0,4 mL reagen Folin-Ciocalteu, dan didiamkan selam 5-8 menit. Larutan ini selanjutnya ditambah dengan Na2CO3 7% sebanyak 4,0 mL dan aqua bidestilata sampai batas tanda. Setelah dua jam pendiaman, absorbansi dibaca pada panjang gelombang 750 nm terhadap blanko yang terdiri atas aqua idestilata dan reagen Folin-Ciocalteu. b). Penentuan kandungan fenolik total sampel uji Sejumlah tertentu sampel uji (100,0 L fraksi kloroform 1%; 100,0 L fraksi etil asetat 1%; 200,0 L ekstrak etanol 1% yang tidak dipartisi; serta 200,0 L fraksi air 1%) lalu dimasukkan ke dalam labu takar 10,0 mL dan dilanjutkan sebagaimana perlakuan pada pembuatan kurva baku asam galat. Kandungan fenolik total dinyatakan sebagai gram ekuivalen asam galat dalam setiap 100 gram berat kering ekstrak (g EAG/100 g). 7. Penentuan kandungan flavonoid total Kandungan flavonoid total ditentukan secara spektrofotometri sesuai dengan metode Zou et al (2004). a). Pembuatan kurva baku kuersetin Dibuat larutan induk (Li) kuersetin dengan konsentrasi 8,16 mg/mL dalam aquadest. Sebanyak 100,0; 200,0; 300,0; 400,0; 500,0; 600,0; 750,0; dan 900,0 L Li dimasukkan ke dalam labu takar 10,0 mL, ditambah 4,0 mL aquadest, dan 0,30 mL larutan NaNO2 10% lalu didiamkan selama 6 menit. Selanjutnya larutan ditambah dengan 0,30 mL AlCl3 10% dan didiamkan selama 5 menit. Larutan ini ditambah dengan 4,0 mL NaOH 10% dan aquadest sampai 10,0 mL. Larutan didiamkan selama

15 menit dan dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 510 nm terhadap blanko (campuran seluruh pereaksi di atas tanpa penambahan kuersetin). b). Penentuan kandungan flavonoid total sampel uji Sejumlah tertentu sampel uji (50,0 L fraksi kloroform 5%; 50,0 L fraksi etil asetat 5%; 400,0 L ekstrak etanol 10% yang tidak dipartisi; serta 400,0 L fraksi air 10%) lalu dimasukkan ke dalam labu takar 10,0 mL dan dilanjutkan sebagaimana perlakuan pada pembuatan kurva baku kuersetin. Kandungan flavonoid total dinyatakan sebagai gram ekuivalen kuersetin dalam setiap 100 gram berat kering ekstrak (g EK/100 g). 8. Analisis Data 1. Dibuat persamaan regresi linear yang menyatakan hubungan antara konsentrasi sampel uji (x) dengan aktivitas antioksidan (y) untuk mendapatkan nilai IC50. 2. Kandungan senyawa fenolik total dan flavonoid total dianalisis menggunakan persamaan regresi linear secara intrapolasi. 3. Analisis statistika menggunakan SPSS ANOVA searah untuk melihat signifikansi dari setiap data.

DAFTAR PUSTAKA Amarowicz, R., Naczk, M., and Shahidi, F., 2000, Antioxidant Activity of Crude Tannins of Canola and Rapeseed Hulls, JAOCS, 77, 957-961. Anonim, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, cetakan pertama, hal. 6, 13-38, Departemen kesehatan RI, Jakarta. Chun, O. K., Kim, D.O., and Lee, C.Y., 2003, Superoxide Radical Scavenging Activity of Major Polyphenols in Fresh Plums, J. Agric. Food Chem., 51, 8067-8072. Donatus, I. A., 1994, Antaraksi Kurkumin dengan Parasetamol, Kajian terhadap Aspek Farmakologi Perubahan Hayati, Disertasi, fakultas Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta, 127. Ebrahimzadeh, M.A., Pourmorad, F., and Bekhradnia, A. R., 2008 Iron Chelating Activity, Phenol, Flavonoid Content of Some Medicinal Plants from Iran, Afr. J. Biotechnol. Vol. 7 (18), pp. 3118-3192 Halliwell, B. And Gutteridge, J. M.C., 1999, Free Radical in Biology and Medicine, 3th ed, pp. 1-231, 353-425, Oxford University Press, Inc., New York. Ikhsan, W., 2007, Penentuan Aktivitas Antioksidan Brokoli (Brassica oleraceae L. var. Botrytis), 11-12, Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta. Harborne, J. B.., 1987, Metode Fitokimia : Penentuan Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, Ed. 2, hal 47-109, diterjemahkan oleh Padmawinata K. dan Sudiro I., ITB, Bandung. Hinneburg, I., Dorman, H. J. D. and Hiltunen, R., 2006, Antioxidant Activities of Extracts from Selected Culinary Herbs and Spices, J Food Chem., 97, 122-129. Josephy, P. D., 1997, Molecular Toxicology, hal. 44-103, Oxford University Press, New York. Kahkonen, M.P., Hopia, A.I., Vuorela, H.J., Rauha, J.P., Pihlaja, K., Kujala, T.S., and Heinonen, M., 1999, Antioxidant Activity of Extract Containing Phenolic Compounds, J. Agric. Food Chem., 47, 3954-3962. Lautan, J., 1997, Radikal Bebas pada Eritrosit dan Leukosit, Cermin Dunia Kedokteran, 116,49-50. Le, K. Chiu, F., and Ng, K., 2007, Identification Quantification of Antioxidanus in Fructus lycii, J. Agric. Food Chem., 105, 353-363. Liu LC, Wang CJ, Lee CC, Su SC, Chen HL, Hsu JD, Lee HJ., 2010, Aqueous extract of Hibiscus sabdariffa L. L. decelerates acetaminophen-induced acute liver damage by reducing cell death and oxidative stress in mouse experimental models. J Sci Food Agric. 2010 Jan 30;90(2):329-37. Mabry, T. J., Marjham, K.R., and Thomas, M.B., 1970, The Systematic Identification of Flavonoid, hal. 1-343, Springe-Verlag, New York. Majeed, M., Badmaev. V., Shivakumar, U., and Rajendran, R., 1995, Curcuminoid : Antioxidant Phytonutrients, hal. 32-63, Nutri Science Publisher Inc., Piscataway, New Jersey. Manitto, P., 1980, Biosynthesis of Natural Product, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, Penerbit ITB, Bandung. McKay DL, Chen CY, Saltzman E, Blumberg JB. , 2010, Hibiscus sabdariffa L. L. tea (tisane) lowers blood pressure in prehypertensive and mildly hypertensive adults.J Nutr. 2010 Feb;140 (2):298-303. Nam, S. H., Choi, S. P., Kang, M. Y., Koh, H. J., Kozukue, N. And Friedman, M., 2006, Antioxidative Activities of Bran Extracts from Twenty One Pigmented Rice Cultivars, J. Food Chem., 94, 613-620.

Pokorny, J., Yanishlieva, N. And Gordon, M., 2001, Antioxidant in Food, Practical Applications, pp. 1-123, Wood Publishing Limited, Cambridge, England. Pujimulyani, D., 2003, Pengaruh Bleanching terhadap Sifat Antioksidan Sirup Kunir Putih (Curcuma mangga, Val.), Agritech., 23(3), 137-141. Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, hal. 191-213, terjemahan oleh Padmawinata, K., Penerbit ITB, Bandung. Senevirathne, M, S.-H. Kim, N. Siriwardhana, J.-H. Ha, K.-W. Lee and Y.-J. Jeon., 2006, Natioxidant Potential of Ecklonia cava on Reactive Oxygen Species Scavenging, Metal Chelating, Reducing Power and Lipid Peroxidation Inhibition, Food Sci and Tech., 12(1), pp. 27-38. Shahidi, F., and Naczk, M., 1995, Food Phenolic Sources, Chemistry Effect, Applications, 291-292, tehnomic Publishing Company, USA. Silalahi J., 2002, Senyawa Polifenol sebagai Komponen Aktif yang Berkhasiat dalam Teh, Majalah Kedokteran Indonesia, 52 (10) : 361-4. Sjabana, D. Dan Bahalwan, R.R., 2002, Seri Referensi Herbal : Pesona Tradisional dan Ilmiah Buah Mengkudu (Morinda citrafolia, L) 5-20, Salemba Medika, Jakarta. Soeksmanto, Arif dkk, 2007, Kandungan Antioksidan pada Beberapa Bagian Tanaman Mahkota Dewa, Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl. (Thymelaceae), Biodiversitas Vol. 8 No. 2 Hlm: 92-95. Stookey L. L., 1970, Ferrozin-A New Spectrrophotometric Reagen for Iron. Anal Chem., 42, 779-781. Tepe, B., Sokmen, M., Alpulkat, H. A., Sokmen, A., 2006, Screening of The Antioxidant Potentials of Six Salvia Species from Turkey, Food Chem, 95, 200-204. Tung, Y.T., Wu, J.H., Huang, C.H., Kuo, Y.H., and Chang, S.T., 2009, Antioxidant Activities and Phytochemical Characteristics of Extracts from Acasia confusa bark, J. Bior. Tech., 100, 509-514. WHO, 2002, Death and DALY estimates by cause, accessed online from: http://www.who.int/entity/healthinfo/statistics/ bodgbddeathdalyestimates.xls/ Yang MY, Peng CH, Chan KC, Yang YS, Huang CN, Wang CJ., 2010, The hypolipidemic effect of Hibiscus sabdariffa L. polyphenols via inhibiting lipogenesis and promoting hepatic lipid clearance. J Agric Food Chem. 2010 Jan 27;58(2):850-9. Zhang, S., and morris, M.E., 2003, Effect of The Flavonoids Biochanin A and Silymarin on The p-Glycoprotein-Mediated Transport of Digoxin and Vinblastine in Human Intestinal Caco-2 Cell, Pharm. Res., 20(8), 1184-1191. Zhang, Q.F., Zhang, Z.R. and Cheung, H.Y., 2009, Natioxidant activity of Rhizoma Smilacis Glabrae Extracts and Its Key Constituent-Astilbin, J. Food Chem, 115, 297-303. Zou, Y., Lu, Y., and Wei, D., 2004, Antioxidant Activity of Flavonoid-Rich Extract of Hypericum perforatum, L., in vitro, J. Agric. Food Chem., 52, 5032-5039.

Anda mungkin juga menyukai