Anda di halaman 1dari 3

URGENSI SERTIFIKASI HALAL Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam.

Ada sekitar 85,2% umat muslim atau 199.959.285 jiwa dari total 234.693.997 jiwa penduduk dan InsyaAllah akan bertambah setiap tahunnya. Pertambahan jumlah penduduk ini tentunya akan diikuti oleh pertambahan kebutuhan pangan, baik yang diolah maupun yang tidak diolah. Produksi pangan sendiri akan berlangsung terus-menerus karena pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia untuk tetap bisa mempertahankan hidup. Jenis pangan yang dikonsumsi akan mempengaruhi kualitas manusia baik dari segi fisik maupun akal pikiran. Harapannya sumber daya manusia di Indonesia tidak hanya unggul dalam kuantitas tapi juga dalam kualitas. Namun, akhir-akhir ini muncul berbagai isu tentang ketidakamanan produk olahan. Masyarakat pun menjadi resah dalam memilih produk-produk seperti makanan, kosmetik, dan obat-obatan. Hal ini disebabkan pengetahuan mereka tentang zat-zat apa saja yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan masih terbatas. Sebenarnya wajar jika mereka masih kesulitan dalam menentukan jenis-jenis makanan yang aman dan halal untuk dikonsumsi karena pada kenyataannya ilmu yang mempelajari tentang penggunaan zat-zat tersebut hanya didapatkan segelintir orang yang memang fokus mempelajari bidang itu, misalnya peneliti, lulusan farmasi dan teknologi pertanian. Seiring berkembangnya zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi semakin berkembang, termasuk cara pengolahan pangan yang semakin variatif. Di pasaran dapat ditemukan beratus-ratus produk olahan dari berbagai bahan dasar, baik yang diproduksi pabrik makanan lokal maupun impor dari perusahaan asing. Bahkan, sekarang banyak pembuatan makanan olahan yang bersifat kompleks, namun makanan tersebut dibuat dari berbagai kandungan yang tidak semuanya jelas kehalalannya. Halal menjadi syarat utama makanan kita sebagai umat muslim, seperti dinyatakan dalam firman-Nya: Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu (QS. Al-Baqarah:168). Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal dan baik, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya (QS. Al-Maidah:88). Dari

kedua ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa kita diperintahkan untuk mengkonsumsi makanan yang halal dan baik. Sebagian masyarakat awam mengira bahwa makanan yang sehat dan baik sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi. Padahal, semua asupan yang sehat dan baik itu tidak akan menambah kesehatan dan kebaikan jika tidak dilengkapi dengan faktor halal. Menurut anggota dewan pelaksana IPB Halal Science Center, Prof. Dr. Ir. Irawadi Jamaran, Phd. sebagian masyarakat yang sudah menyadari akan pentingnya jaminan kehalalan suatu produk makanan sebatas mengetahui yang tergolong haram adalah makanan yang terbuat dari daging babi, namun mereka tidak tahu apakah suatu produk pangan itu mengandung bahan dasar turunan dari babi atau tidak, karena memang tidak bisa dilihat secara kasat mata, harus melalui penelitian yang hanya bisa dilakukan oleh peneliti yang ahli di bidang tersebut. Di Indonesia, sertifikasi kehalalan produk pangan ditangani oleh Majelis Ulama Indonesiasecara spesifik Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia. Hal ini merupakan salah satu upaya untuk melindungi hak konsumen masyarakat Indonesia yang sebagian besar beragama islam. Produsen-produsen makanan juga mulai menyadari bahwa halal menjadi tuntunan pasar saat ini, sehingga mereka berinisiatif mendaftarkan produk mereka untuk mendapat sertifikat halal dari LPPOM MUI. Hasilnya, pada tahun 2010, jumlah produk bersertifikat halal meningkat hingga dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Persoalannya, tidak semua produsen setuju akan diterapkannya kewajiban sertifikasi halal. Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) menyuarakan penolakan itu sejak Januari 2002 ketika ada Keputusan Menteri Agama No 518/2001 tentang Pedoman dan Tata Cara Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal. Pasalnya , setiap produk pangan harus dikenakan label halal agar bisa masuk ke pasar. Untuk setiap produk pangan (makanan) berkualitas biasa dikenakan Rp 10 per label dan Rp 35 untuk kualitas baik. Hal ini tentunya akan memberatkan produsen sebab bisa meningkatkan harga produksi. Demikian juga banyak tempat makan, toko kue bahkan yang memiliki brand terkenal belum jelas status kehalalannya. Kita yang mengkonsumsi makanan dalam bentuk siap saji tidak mengetahui bagaimana bahan-bahan dasar makanan tersebut

didapat dan diolah. Tentunya kita sebagai konsumen yang harus lebih selektif dalam membeli makanan, dengan cara membeli yang sudah jelas kehalalannya dan meninggalkan yang tidak jelas atau diragukan kehalalannya. Untuk memudahkan masyarakat dalam memilih produk yang halal, setiap bulannya LPPOM MUI mengeluarkan buku panduan produk halal yang bisa diunduh melalui internet oleh siapa saja. Selangkah maju, Pemerintah dan DPR-RI saat ini tengah merancang UU Jaminan Produk Halal. Jika nantinya RUU ini disahkan, tentunya masyarakat Indonesia akan merasa lebih aman dalam mengkonsumsi berbagai produk makanan. Selain itu, pemerintah juga mendorong dan akan membantu Usaha Kecil dan Menengah (UKM) bidang pangan untuk melakukan sertifikasi halal.

Yogyakarta, 24 September 2011

Hanifah Ridha Rabbani FA/08643

Anda mungkin juga menyukai