Anda di halaman 1dari 5

PANDANGAN SOSIOLOGIS TERHADAP : DINAMIKA JARINGAN SOSIAL DALAM PENGRAJIN AGEL Oleh : Ibrahim Yazdi, S.

Pd

Kerajinan merupakan hasil seni yang sangat memiliki nilai. Terlebih melihat proses pengerjaannya yang tidak mudah. Indonesia memiliki hasil kerajinan yang beraneka ragam jumlahnya. Ini dapat ditemukan dari Sabang sampai Merauke. Tentunya dengan ciri-ciri yang berbeda-beda. Akan tetapi itu semua merupakan kekayaan khasanah bangsa yang sangat besar bagi bangsa Indonesia. Salah satu hasil kerajinan yang dimilki bangsa Indonesia adalah kerajinan agel. Kerajinan agel merupakan salah satu hasil seni budaya Indonesia yang memiliki nilai jual yang tinggi. Kerajinan agel merupakan warisan dari nenek moyang dengan bahan baku dari daerah setempat. Dahulu, agel digunakan untuk bahan pengikat atau tali dan untuk anyaman sebagai pembungkus buah-buahan supaya tidak dimakan serangga. Setelah itu produksinya mengalami peningkatan, yaitu agel dipakai sebagai bahan untuk membuat bagor. Pada tahun 60 an, kerajinan bagor mengalami kejayaan. Namun setelah bahan dari plastik masuk ke Indonesia, maka bahan agel tersaingi menjadi tidak laku, kemudian ada instruksi dari pemerintah supaya pohon gebang dibongkar dan diganti dengan tanaman produktif. Ternyata setelah itu kerajinan agel muncul lagi dan tahun demi tahun prospeknya semakin meningkat, terutama produksi tas dan sejenisnya. Karena banyak permintaan, daerah setempat kekurangan bahan baku. Untuk menutup kekurangan itu, maka pengrajin harus mendatangkan bahan baku dari Banyuwangi dan sekitarnya. Sebab untuk membudidayakan gebang lagi harus menunggu waktu sekitar 15-16 tahun lagi baru bisa.

Pada mulanya kerajinan ini merupakan pekerjaan sampingan yang dikerjakan dikala waktu senggang sebagai pekerjaan sambilan ketika menunggu waktu panen. Barang kerajinan yang mereka buat pada awalnya terbatas untuk keperluan pribadi dan tidak diperjual belikan, oleh sebab itu jumlahnya terbatas karena tidak ada upaya untuk melipat gandakan produksi. Baru beberapa saat kemudian ketika barang kerajinan mulai diperjual belikan dan semakin terasa fungsi ekonomisnya, para petani tersebut tidak lagi membuat barang kerajinan sebagai pekerjaan sambilan, tetapi sudah menjadi mata pencaharian mereka. Bahkan sekarang sudah banyak masyarakat yang

menggantungkan penghasilannya pada industri kerajinan ini. Produk kerajinan tersebut saat ini sudah mencapai perdagangan ekspor karena hampir 70% produk kerajinan ini untuk eksport, dimana para buyer dari luar negeri banyak yang melirik kerajinan ini. Kerajinan agel ini memiliki jangkauan berbagai negara, antara lain: Amerika Serikat, Italia, Swiss, Paris dan Jepang dan masih banyak lagi negara yang menjadi tujuan ekspor. Kerajinan agel ini juga memiliki daerah pemasaran di kota-kota besar di Indonesia, seperti; Bali, Jakarta, Bandung. Produk yang dihasilkan memang sangat unik dan menarik, antara lain keperluan fashion acecoris yakni berbagai model tas, dompet, topi dan lain sebagainya. Selain itu juga diproduksi barang-barang untuk kebutuhan perengkapan rumah tangga berupa sarung bantal, box-box tempat pakaian kotor, taplak meja dan lain sebagainya. Hampir 80% barang kerajinan agel saat ini diproduksi sesuai dengan permintaan atau pesanan pasar, sedangkan yang 20% adalah hasil kreativitas dari para pengrajin.

Sentra industri kerajinan agel ini banyak tersebar di Kabupaten Kulon Progo, tepatnya di Desa Salamrejo Kecamatan Sentolo. Selain sebagai petani, sebagian besar mata pencaharian masyarakat desa Salamrejo adalah sebagai pengrajin agel. Desa ini menjadi sentra kerajinan agel karena jumlah pengrajin dan bahan baku yang cukup banyak. Selain itu di desa ini dapat kita lihat banyak pengrajin agel yang sudah berkembang besar karena sudah mampu menjangkau pasar ekspor. Dengan menjadinya desa ini menjadi sentra industri kerajinan agel maka semua itu tidak terlepas dari unit-unit usaha yang ada. Jika kita melihat sepintas saja hasil kerajinan agel ini tentu kita tidak membayangkan bahwa untuk menghasilkan barang-barng kerajinan tersebut tidaklah mudah. Untuk menghasilkan barang-barang tersebut harus melewati beberapa proses dan proses tersebut menyerap beberapa unit produksi. Unit-unit atau komponen-komponen tersebut kemudian membentuk suatu relasi produksi. Dimulai dari petani gebang yang menghasilkan bahan dasar untuk kerajinan agel. Kemudian perajin tampar yang membuat tamparan agel dengan diplintir. Perajin upahan dan perajin unit mandiri yang membuat barang kerajinan tersebut. Juragan merupakan orang yang menampung barang-barang hasil kerajinan dan kemudian memasarkan atau yang menerima pesanan dari eksportir. Unit-unit atau komponen-komponen produksi tersebut tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya, karena semua memiliki hubungan yang saling mendukung. Barang kerajinan agel ini memang harus melewati proses-proses dan hal tersebut dilakukan oleh unit-unit atau komponen-komponen produksi tadi. Jadi juragan tidak dapat berdiri sendiri dalam menghasilkan barang kerajinan agel tanpa ada bantuan dari unit-unit atau komponen-komponen produksi lainnya. Untuk itu di sini yang sangat menarik peneliti untuk meneliti industri kerajinan agel ini adalah peneliti ingin melihat bagaimana dinamika jaringan sosial yang ada di

dalam industri kerajinan agel. Dilihat dari relasi produksi tersebut dapat kita lihat bagaimana jalannya relasi yang terbentuk dari usaha kerajinan ini. Karena jaringan sosial yang ada tidak dapat kita lihat dengan begitu saja dengan mengamati. Untuk itu peneliti perlu meneliti lebih jauh lagi bagaimana bentuk kerjasama di dalam jaringan sosial yang terbentuk di industri kerajinan agel. Selain melihat kerjasama apakah dalam jaringan yang terbentuk tersebut ada hubungan yang mungkin kurang harmonis, terlebih lagi melihat industri ini juga tentunya memiliki persaingan. Apalagi kerajinan ini mampu menyerap tenaga kerja yang sangat banyak dan juga pemasaran yang sudah mencapai taraf ekspor. Mulai dari petani gebang, perajin tampar, perajin upahan, perajin unit mandiri, juragan. Semua dapat diteliti lebih jauh lagi. Bagaimana jaringan sosial yang ada di dalam relasi produksi tersebut serta bentuk interaksi sosial yang terjadi pada relasi produksi. Akan tetapi kita dapat memfokuskan satu unit produksi saja yang menjadi sentral yaitu juragan karena dari situ kita dapat melihat bagaimana jaringan sosial yang terbentuk dan yang ada di komponen produksi tersebut. Namun tidak terlepas juga dari komponen produksi lainnya. Hanya saja penelitian lebih difokuskan pada juragan. Dengan memfokuskan penelitian pada juragan, kita dapat melihat bagaimana jaringan sosial yang terbentuk dari kerjasama juragan dengan eksportir dan komponen-komponen produksi lainnya. Dengan ini kita dapat gambarkan bagaimana jaringan sosial dalam relasi produksi tersebut. Sehingga akan terlihat pola-pola yang berbeda-beda dari satu juragan dengan juragan lainnya dalam bentuk jaringan sosial yang dibangunnya. Dengan demikian dinamika jaringan sosial yang ada akan semakin jelas dan nyata dapat kita lihat.

CP: ib.sosiologi@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai