Anda di halaman 1dari 9

A.

COUNTRY PROFILE (Source: Department of Statistics of Malaysia, 2007)

Malaysia merupakan negara berkembang dengan jumlah penduduk pada tahun 2007 mencapai 27,17 juta orang. Komposisi penduduk dari klasifikasi usia menunjukkan bahwa kelompok usia kurang dari 15 tahun berjumlah 32,2%, kelompok usia antara 15-64 tahun mencapai 63,4% dan kelompok usia di atas 65 tahun hanya 4,4%. Dengan perekonomian yang terus tumbuh sebesar 6,3% Malaysia memiliki tingkat pendapatan per kapita sebesar US$ 6,477. Dari keseluruhan pengeluaran konsumen di Malaysia, pengeluaran untuk makanan dan minuman adalah yang paling tinggi, yaitu sekitar US$ 10,9 milyar atau 23% pada tahun 2005. Pengeluaran untuk makanan dan minuman ini disusul oleh belanja perumahan (21%), transportasi (16%) serta hotel dan catering (13%). Tingkat inflasi dan tingkat pengangguran tercatat cukup rendah yaitu 2% dan 3,3%. Terkait dengan sektor kakao dan produk kakao, Malaysia merupakan negara produsen biji kakao terbesar ke-10 dan eksportir produk kakao olahan terbesar ke-8 di dunia setelah Belanda (15,2%), Amerika Serikat (15%), Pantai Gading (8%), Jerman (7%), Brazil (6,9%), Inggris (5,9%) dan Perancis (4,2%). Di Asia sendiri, Malaysia mencatatkan diri sebagai negara yang memiliki industri pengolah biji kakao terbesar. Industri pengolah biji kakao ini menghasilkan produk kakao intermediate/semi-finished, meliputi cocoa paste/liquor, cocoa butter, cocoa cake dan cocoa powder. Produk setengah jadi ini selanjutnya diproses lagi menjadi produk jadi cokelat berbentuk chocolate confectionery dan beverage yang sebagian besar diujukan untuk pasar ekspor di manca negara.

B. 1.

KONDISI PASAR MALAYSIA Produksi

Meskipun pada tahun-tahun terakhir ini Pemerintah Malaysia aktif mengintensifkan upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman kakao, namun produksi biji kakao Malaysia dalam 10 tahun terakhir terus mengalami penurunan. Tingkat penurunan produksi tersebut cukup signifikan yakni sebesar 201,3%, atau dari 106.027 ton di tahun 1997 menjadi 35.180 ton di tahun 2007 (Grafik 1). Hal ini terutama disebabkan adanya penurunan substansial dalam areal perkebunan kakao di Malaysia, dari 168.200 hektar (1996) menjadi 29.231 hektar (2007) karena konversi jenis tanaman dari kakao menjadi kelapa sawit.

Grafik 1 Malaysia Cocoa Bean Production

Dry Cocoa Beans Production By Region (tonne)


120,000 100,000 80,000 60,000 40,000 20,000 0
20 07 e 19 99 20 01 20 03 19 97 20 05

T ta P d c n o l ro u tio

Peninsular Malaysia Sabah Sarawak Malaysia

Year

Source: Malaysian Cocoa Monitor, Desember 2007

Di lain pihak, untuk produk semi-finished kakao, produksi Malaysia tahun 2007 meningkat 194% dibandingkan 10 tahun lalu, yaitu dari 105.266 ton pada tahun 1997 menjadi 310.001 ton (2007). Peningkatan kinerja ini disebabkan karena Pemerintah Malaysia telah mencanangkan untuk menerapkan kebijakan ekonomi moving up the value chain yaitu transformasi dari aktivitas produksi primer (primary manufacturing) dan beralih kepada sektor manufaktur dan jasa manufaktur (manufacturing-related services). Kebijakan ini antara lain diterapkan di sektor perkakaoan Malaysia dalam bentuk mendorong industri pengolahan intermediate goods dan finished product agar dapat memberikan nilai tambah dan perolehan ekspor yang lebih besar. Grafik 2 Malaysia Grinding of Cocoa Beans

Malaysia Grinding of Cocoa Beans (tonne)


Volume (tonne) Total Grinding 400,000 300,000 200,000 100,000 0
19 97 19 98 19 99 20 00 20 01 20 02 20 03 20 04 20 05 20 06 20 07 e

Year

Source: Malaysian Cocoa Monitor, Desember 2007

2.

Konsumsi

Permintaan pasar Malaysia akan biji kakao diperkirakan sebesar 160.000 ton per tahun, diatas permintaan pasar Amerika Serikat (140.000 ton), Australia (80.000 ton), China (20.000 ton) dan Thailand (kurang dari 2000 ton). Belum dapat diperoleh data konsumsi produk kakao olahan di Malaysia. Sementara untuk produk jadi kakao, tingkat konsumsi perkapita penduduk Malaysia adalah 0,6 kg/tahun, relatif sangat rendah dibandingkan dengan tingkat konsumsi per kapita masyarakat Eropa (9,6 kg) dan Amerika Serikat (5,58 kg). Hal ini disebabkan karena meskipun hampir semua tingkat usia dapat mengkonsumsi produk jadi kakao (chocolate confectionary, ice cream atau chocolate beverage), namun masyarakat Malaysia secara historis tidak memiliki tradisi mengkonsumsi cokelat sebagaimana masyarakat Barat yang memiliki tradisi frekuensi mengkonsumsi cokelat lebih banyak pada hari besar Halloween, Easter, Thanksgiving Day, Christmas dan New Year.

3.

Industri

Malaysia memiliki industri kakao olahan yang cukup kuat dan terintegrasi dari hulu hingga ke hilir. Hal ini disebabkan karena Malaysia berhasil menarik investasi asing dari beberapa perusahaan multinasional seperti Nestle, Cadbury, ADM, dan Barry Callebaut. Perusahaanperusahaan ini adalah pemain industri tingkat dunia yang menguasai perdagangan komoditi pertanian, termasuk kakao, sekaligus industri processing dan manufacturingnya. Untuk pemrosesan bahan baku menjadi produk setengah jadi (grinding), Malaysia memiliki 10 grinders lokal dengan produksi diproyeksikan mencapai 360.000 ton pada tahun 2010. Di samping perusahaan multinasional yang memiliki teknologi pengolahan modern, termasuk fasilitas R&D yang memadai, Malaysia juga memiliki sejumlah produsen chocolate confectionary lokal yang merupakan home industry dan sangat didukung Pemerintah dalam hal pengembangan produk, pengembangan branding dan pemasaran ekspor.

4.

Ekspor

Pada tahun 2007 perolehan ekspor Malaysia dari biji kakao dan produk kakao meningkat 23,7% dari US$ 472,5 milyar menjadi US$ 584,3 milyar. Komoditi biji kakao hanya memberikan kontribusi sebesar 4,1% pada perolehan ekspor tersebut. Produk yang memberikan kontribusi terbesar berturut turut adalah: cocoa butter (60,8%), cocoa powder (18,2%), chocolate (8,0%), cocoa paste not defatted (7,5%), dan cocoa paste, wholly or partly defatted (1,4%). Kinerja ekspor yang cukup bagus ini ditunjang oleh beroperasinya industri processing dan manufacturing besar di Malaysia yang merupakan bagian dari supply chain perusahaan multinasional asing. Negara tujuan ekspor utama Malaysia berturut-turut adalah : cocoa beans: Jepang, Singapura, Thailand, Colombia, New Zealand. cocoa paste, not defatted: Jepang, Singapura , Korea, Australia, China. cocoa paste, wholly or party defatted: Philipina, Thailand, AS, Brazil, Mesir. cocoa butter: AS, Belanda, Jepang, Prancis, Estonia. 3

cocoa powder, not containing added sugar: AS, Rusia, China, Turki, Indonesia. cocoa powder, containing added sugar : Jepang, Indonesia, Singapura, Philipina, Turki. chocolate: Indonesia, India, Philipina, Yaman, AS, Saudi Arabia.

Tabel ekspor Malaysia selengkapnya terdapat pada Lampiran 1-7.

5.

Impor

Pada tahun 2007 total impor kakao dan produk kakao meningkat 29,8% menjadi US$ 705,6 milyar. Komoditi impor utama Malaysia adalah cocoa beans (91,6%), disusul oleh chocolate (5%), cocoa butter (0,8%), cocoa powder (0,5%), cocoa paste not defatted (0,5%), dan cocoa paste wholly or partly defatted (0,1%). Negara-negara asal impor utama terdiri atas : cocoa beans: Indonesia, Ghana, Pantai Gading, PNG dan Nigeria. cocoa paste, not defatted: Singapura, AS, Pantai Gading, Ghana, Turki cocoa paste, wholly or partly defatted: Thailand, Myanmar, Belanda, Indonesia. cocoa butter: Thailand, Indonesia, Singapura, Jerman, Belanda. cocoa powder, not containing added sugar: Thailand, Singapura, Indonesia, Belanda, AS. chocolate: AS, New Zealand, Australia, China, Belgia. pada

Tabel impor Malaysia selengkapnya untuk periode lima tahun terakhir terdapat Lampiran 8-13.

6.

Saluran Distribusi

Saluran distribusi penjualan kakao dan produk kakao secara umum dapat dilihat pada Diagram di bawah ini.

Diagram Saluran Distribusi

Multinational Manufacturers Regional Processors (South East Asia) Multinational Processors

Multinational Traders n>8

Local Exporters

Multinational Affiliate Exporters n <5

Local Traders n = 1,000 Local Collectors n = 9,000 Smallholder Farmers n = 400,000

Source: USAID Report, 2007

7.

Selera Pasar (Market Trend)

Dibandingkan negara lain seperti Amerika Serikat, pasar Malaysia dapat dikategorikan sebagai relatif tidak terlalu ketat dalam penerapan persyaratan impor biji kakao. Sebagai contoh adalah Malaysia menerima importasi biji kakao yang tidak difermentasi tanpa pemotongan harga. Hal tersebut disebabkan karena biji kakao Indonesia hanya digunakan sebagai filler dan pemanfaatannya lebih kepada kandungan lemaknya yang cukup tinggi. Untuk menambahkan aroma (flavor), industri pemroses mencampur biji kakao Indonesia dengan biji kakao dari negara-negara Afrika Barat (Ghana, Pantai Gading) yang memiliki kandungan aroma lebih kuat.

Selera yang digemari oleh Malaysia dan dunia (karena Malaysia merupakan supplier dunia) saat ini adalah dark chocolate. Preferensi terhadap dark chocolate ini kiranya dipengaruhi oleh pola hidup sehat yang mengutamakan kandungan cokelat dan menghindari konsumsi gula yang berlebihan (hasil penelitian mengungkapkan bahwa kakao memiliki kandungan flavanal yang bersifat antioksidan di samping kandungan lemak palmitic acid, stearic acid dan oleic acid yang tidak meningkatkan kolesterol darah). Jenis chocolate confectionery Malaysia yang populer dan telah diekspor ke manca negara adalah cokelat dengan filling pasta buah seperti durian, mangga, apel, strawberries, melon, wijen, green tea, ginseng bahkan cabai. Hal ini kiranya merupakan pengembangan produk yang inovatif karena di samping lebih appealing, penambahan unsur buah-buahan juga meningkatkan asupan nutrisi.

8.

Peraturan Pendukung Iklim Usaha

Kinerja perkakaoan Malaysia yang cukup baik ini tidak dapat dilepaskan dari kebijakan umum pemerintah Malaysia yang sangat pro business. Dalam upaya mempercepat transformasi ekonomi Malaysia menuju negara maju pada tahun 2010, Pemerintah Malaysia menitik beratkan upaya pada pembangunan iklim usaha yang kondusif bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di Malaysia. Beberapa langkah yang telah diambil adalah menerbitkan sejumlah paket insentif komprehensif, stimulus pajak maupun non pajak seperti rendahnya bunga bank, efisiensi distribusi, minimnya biaya kepelabuhanan, infrastruktur yang mendukung serta dukungan permodalan dan pemasaran melalui agensi-agensi pemerintah yang terkait. Di samping itu, pelaku usaha di Malaysia juga sangat terdukung dengan adanya industri pendukung perdagangan yang meliputi packaging dan laboratorium pengembangan produk yang berjalan secara simultan dengan berkembangnya sektor manufaktur di Malaysia. Secara khusus, industri pengolahan kakao di Malaysia mangalami percepatan pertumbuhan karena diterapkannya berbagai stimulus fiskal yang bersifat menunjang ekspor dan melindungi industri domestik. Beberapa kebijakan dimaksud diantaranya adalah pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pembebasan pajak pembelian bahan baku, pembebasan PPN impor bahan baku, pembebasan Bea Masuk impor bahan baku, dan penerapan Bea Masuk impor kakao olahan sebesar 10-25 %.

9.

Kebijakan Impor

a. Tarif Tarif impor (MFN) yang diterapkan Malaysia adalah 0% untuk biji kakao dan 10%-25% untuk produk kakao olahan. Sementara dengan menggunakan fasilitas ASEAN-CEPT, tarif impor untuk biji kakao dan produk kakao berkisar antara 0%-5%. Tarif impor selengkapnya terdapat pada Lampiran 14.

b. Non Tarif Pemerintah Malaysia memberlakukan larangan impor untuk cocoa pod berdasarkan alasan pencegahan penyebaran hama penyakit pada manusia, hewan dan tumbuhan.

B.

UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH NEGARA PESAING

Meskipun Indonesia adalah pemasok utama Malaysia untuk biji kakao (70%), namun perlu diwaspadai karena trend impor biji kakao Malaysia dalam periode 2003-2007 menunjukkan bahwa kinerja negara pesaing utama Indonesia yaitu Ghana, Pantai Gading, Papua Nugini dan Kamerun terus meningkat. Data perkembangan impor biji kakao Malaysia dari Indonesia dan negara pesaing periode 2003-2007 di bawah ini antara lain menunjukkan bahwa trend impor Malaysia dari Ghana, Pantai Gading, Papua Nugini dan Kamerun lebih besar dari trend impor Malaysia dari dunia (30,42%) atau dari Indonesia (20,61%), yaitu masing-masing sebesar 66,09%, 63,46%, 52,00% dan 176,39%. Hal ini disebabkan karena biji kakao yang diimpor dari negara-negara pesaing Indonesia tersebut secara genetis memiliki aroma yang lebih kuat dan sudah difermentasi sehingga cocok digunakan untuk memproduksi kakao olahan dengan kualitas premium.
TABEL PERKEMBANGAN IMPOR BIJI KAKAO NEGARA MALAYSIA DARI INDONESIA DAN NEGARA PESAING, PERIODE: 2003-2007 (RIBU US$)

HS 4 DIGIT 1801

NEGARA ASAL

2003

2004

2005

2006

2007

TREND (%) 20032007

PER UBH (%) 06-07

COCOA BEANS, WHOLE OR BROKEN, RAW OR ROASTED. WORLD GHANA COTE D'IVORE PAPUA NEW GUINEA CAMEROON GUINEA ASEAN INDONESIA 290,713,789 19,649,206 11,400,466 3,277,367 112,092 349,513,635 23,582,707 40,747,549 13,210,870 5,852,846 256,586,242 641,686 401,872,552 48,989,047 44,641,949 22,192,356 6,515,469 265,649,241 664,978,884 109,755,309 123,436,367 20,454,252 18,926,825 54,856.00 367,541,623 1,209,811 9,039 795,127,731 115,116,010 76,449,570 21,368,823 10,053,848 245,178 536,675,298 139,928 53,446 30.42 66.09 63.46 52.00 176.39 20.61 20% 5% -38% 4% -47% 100% 46% 88.43 % 491%

251,706,560 -

SINGAPORE VIETNAM EMERGING MARKET INDIA Source: Dept. Statistics of Malaysia

2,186,036

100%

C.

PELUANG DAN TANTANGAN BAGI INDONESIA SERTA REKOMENDASI


PERLUASAN PASAR EKSPOR

Dapat diprediksi bahwa impor Malaysia akan biji kakao dari dunia akan terus meningkat seiring dengan trend meningkatnya produksi barang setengah jadi dan produk jadi kakao Malaysia. Hal ini juga didorong karena Malaysia merupakan negara alternatif tujuan ekspor produsen biji kakao karena pasar tradisional AS dan Eropa menerapkan peraturan Sanitary dan Phytosanitary yang sangat ketat. Sebaliknya Indonesia memiliki peluang kecil untuk mengekspor produk setengah jadi atau produk jadi kakao ke Malaysia karena industri pengolahan Malaysia relatif telah mature. Tantangan utama yang dihadapi oleh ekspor Indonesia adalah: 1) harga biji kakao dunia fluktuatif dan lebih banyak ditentukan oleh bursa komoditi dunia. Negara produsen biji kakao hanya bersifat sebagai price taker, 2) tanaman kakao sangat rentan terhadap hama penyakit, 3) biji kakao Indonesia hanya digunakan sebagai filler dan hanya dimanfaatkan kandungan lemaknya yang tinggi karena biji kakao yang diekspor pada umumnya adalah non fermentasi. Rekomendasi peningkatan ekspor yang dapat diberikan adalah Indonesia tidak dapat lagi hanya mengandalkan pada ekspor biji kakao. Guna dapat memanfaatkan bahan baku yang berlimpah dan mampu bertahan di sektor perkakaoan, Indonesia harus mengupayakan peningkatan utilitas kapasitas industri pengolahan biji kakao nasional dan mengekspornya ke negara konsumen produk kakao olahan dunia atau negara-negara emerging market sebagai pasar alternatif.

D.

PROFIL IMPORTIR DAN INDUSTRI MANUFAKTUR Lihat Lampiran 15.

E.

PAMERAN DAGANG DIREKOMENDASIKAN

INTERNASIONAL

DI

MALAYSIA

YANG

1. Malaysia International Commodity Conference & Showcase (MICCOS) MICCOS adalah pameran dagang utama untuk komoditi primer di Malaysia yang diselenggarakan sekali dalam dua tahun. MICCOS diorganisir oleh Ministry of Plantation Industries and Commodities bekerjasama dengan Malaysian Palm Oil Board, Malaysian Rubber Board, Malaysian Timber Industry Board, Malaysian Cocoa Board, Malaysian Pepper Board dan National Tobacco Board. Pameran ini akan diselenggarakan pada bulan Agustus 2009 di Putra World Trade Centre, Kuala Lumpur. 2. Malaysia International Food & Beverage (MIFB)

MIFB adalah pameran makanan dan minuman olahan terbesar di Malaysia dan diorganisir oleh Ministry of Agriculture & Agro-based Industry bekerjasama dengan Malaysian Agricultural Research and Development Institute, Marditech Corporation Sdn Bhd, Small & Medium Enterprise International Co-operation Association of Malaysia, Food and Foodstuff 8

Association of Ho Chi Minh, Malaysia Selangor and Federal Territory Ku Su Shin dan Choong Hung Restaurant Association. Pameran ini akan diadakan pada tanggal 9-11 Juli 2009 bertempat di Putra World Trade Centre (PWTC), Kuala Lumpur

*********

Anda mungkin juga menyukai