Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS SOSIAL-EKONOMI DALAM KAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN PEMANFAATAN POTENSI TANAH LIAT DI DESA LUMBIR KABUPATEN BANYUMAS

By tobirinMay 17th, 2010

PENDAHULUAN

Merosotnya kondisi lingkungan pada akhir-akhir ini ternyata sudah pada kondisi yang sangat memprihatinkan. Sebagai salah satu penyebabnya adalah gencarnya ekspansi industri yang digunakan sebagai dasar pembangunan, melalui perkembangan industri terbukti mampu menjawab permasalahan kemiskinan dan kesenjangan sosial, tetapi keberhasilan ini harus dibayar mahal dengan dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan. Dampak yang muncul diantaranya adalah deteriosasi ekologis, baik yang berupa kerusakan tanah (soil depletion), penyusutan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable resources), berkurangnya lahan produktif pertanian dan pengundulan hutan yang akhirnya menyebabkan musibah banjir. Pada sisi lain air semakin tercemar dan tidak layak untuk diminum, udarapun semakin terpolusi akibat meningkatnya kadar CO 2sehingga bukan hanya akan menyesakan nafas namun juga menyebabkan perubahan atmosfir. Dampak yang kemudian muncul adalah pemanasan global (global warming). Selain itu kelestarian plasma nutfah semakin tidak terselamatkan.

Apabila kondisi tersebut dibiarkan bukan mustahil kehidupan ekosistem alam akan rusak dan kehidupan manusia akan lebih sengsara karena alam tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan dasar bagi manusia. Kondisi inilah yang menimbulkan peningkatan kesadaran dan kepedulian lingkungan masyarakat dunia, selain itu telah melahirkan berbagai gerakan serta kampanye lingkungan sebagai reaksi atas kerusakan alam. Salah satunya adalah gerakan konsumen hijau (green consumer) yang cenderung mempengaruhi masyarakat luas untuk mengkonsumsi produk yang peduli lingkungan. Gerakan ini melahirkan persyaratan dalam perdagangan internasional sepertiecolabelling, cleaner production, dan eco-efisiensi.

Hal inilah yang dijadikan dasar bagi industri untuk peduli terhadap lingkungan, kondisi ini juga yang berpengaruh terhadap berbagai usaha yang pemanfaatan sumberdaya alam harus memperhatikan isu-isu lingkungan dalam mengelola usahanya. Namun kesadaran ini ternyata hanya sebagian kecil yang memahami dan memperhatikan keseimbangan dan keberlanjutan lingkungan. Ekploitasi atas keterdesakan ekonomi menjadi trend di berbagai daerah, bahkan temuan LSM yang bergerak dibidang lingkungan mengindikasikan 70 % Perda di daerah bersifat ekploitatif (Kompas, 31/1/2008).

Tidak heran apabila bencana alam semakin dekat dan terbiasa dengan kehidupan masyakat di Indonesia. Atas nama ekonomi, alam diekploitasi tanpa memperhatikan dampak lingkungan yang dapat mengancam kehidupan manusia itu sendiri. Atas nama PAD daerah mengekploitasi sumberdaya alam yang ada didaerahnya dengan berbagai cara tanpa memperhatikan unsur-unsur kelestarian alam. Dalam jangka pendek ekploitasi sumberdaya alam dapat saja menguntungkan, namun dampak ekploitasi sumberdaya alam tanpa memperhatikan keseimbangannya akan berkibat besar terhadap keselamatan dan kehidupan masyarakat di daerah tersebut.

Halnya di Kabupaten Banyumas sebagai salah satu daerah yang memiliki berbagai kekayaan sumberdaya alam, tercatat Kabupaten Banyumas memiliki berbagai Potensi untuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui upaya pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA). Salah satu Potensi SDA yang potensial adalah bahan galian. Kabupaten Banyumas mempunyai berbagai sumber daya mineral yang tersebar di berbagai daerah.

Bahan galian khususnya tanah liat cukup potensial mencapai 51.435.374 ton yang ada di Kedung Banteng. Namun di daerah lain juga memiliki cadangan tanah liat yang cukup besar dan telah dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan genteng, batu bata maupun kerajinan keramik. Salah satu daerah tersebut adalah di wilayah Darmakradenan Kecamatan Ajibarang, Grumbul Cikadu, Grumbul kalisalak Desa Lumbir Kecamatan Lumbir. Di Daerah tersebut tanah liat sudah dimanfaatkan oleh penduduk setempat sejak tahun 1960-an untuk kerajinan genteng dan batu bata.

Khusus di Grumbul Cikadu yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Lumbir yang terletak 45 km dari kota Purwokerto mampu memanfaatkan tanah liat yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Terdapat kerajinan tanah liat bernuansa etnik suku Asmat. Nuansa etnis yang disajikan kerajinan ini mempunyai bermacam bentuk produk semisal gantungan kunci, tempat tissu, lampu meja, asbak, vas, hiasan dinding, patung, hampir mencapai 70 jenis desain. Setiap pengrajin memiliki desain produk yang berbeda dan memiliki cirikhas masing-masing.

Untuk mendapatkan bahan baku kerajinan ini berasal dari tanah liat yang didapat di sekitar tempat tinggal pengrajin. Potensi tanah liat diwilayah sekitar Cikadu dan Kalisalak Kecamatan Lumbir sebenarnya sangat melimpah. Masyarakat bahkan memiliki lahan pribadi yang tanahnya dapat digunakan untuk berbagai kerajinan terutama untuk pembuatan genteng pres dan batu bata. Bahkan seolah tanah liat tersebut tidak ada habisnya, namun upaya untuk memanfaatkan potensi tanah liat itu dihadapkan pada kondisi sarana dan prasarana yang kurang memadai terutama jalan yang tidak mendukung.

Upaya untuk pemanfaatan tanah liat inipun tidak lepas dari dimensi sosial-ekonomi dan dampak lingkungan yang melekat dalam permasalahan pemanfaatan sumberdaya alam. Untuk itu dalam penelitian ini dapat dirumuskan pertanyaan, Bagaimana tinjauan Analisis Sosial-Ekonomi Dalam Kajian Dampak Lingkungan Potensi Tanah Liat Di Desa Lumbir Kabupaten Banyumas.

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam mengkaji tinjauan sosial ekonomi Dalam kajian dampak ligkungan potensi tanah liat di Desa Lumbir Kabupaten Banyumas menggunakan analisis diskriftif studi kualitatif, dimana lokasi ditentutakan berdasarkan kemungkinan besar potensi tanah liat di wilayah Desa Lumbir Kabupaten Banyumas. Berdasarkan pengamatan dan uji laboratorium yang telah dilakukan sebelumnya (Tim Peneliti Lemlit Unsoed Potensi Tanah Liat Tahun 2007), daerah yang perlu dikaji yang memiliki potensi tanah liat adalah di wilayah, sekitar Kecamatan Ajibarang sampai wilayah Kecamatan Lumbir. Dimensi sosial ekonomi wilayah tersebut khususnya di daerah Darmakradenan, Lumbir khusunya grumbul Cisalak dan Cikadu. Diwilayah tersebut masyarakat setempat telah melakukan kegiatan pemanfaatan tanah liat sejak tahun 1960-an, khusunya untuk membuat genteng dan batu bata. Khusus di daerah Grumbul Cikadu terdapat pengrajin keramik yang memanfaatkan tanah liat yang berhasil menembus pangsa pasar sampai kepulau Dewata Bali dan beberapa wilayah di daerah Jakarta. Pengrajin tersebut adalah pengrajin Keramik Sanggar Asmat milik Mad Ropinggi Grumbul Cikadu, RT 04/II Lumbir Kecamatan Lumbir Kabupaten Banyumas.

Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data melalui wawancara mendalam (indepth interview) untuk lebih mengetahui dan memahami dimensi sosial ekonomi dalam pemanfaatan potensi tanah liat di Desa Lumbir. Sebagai sumber informan adalah beberapa warga di sekitar Grumbul Cikadu Lumbir Kecamatan Lumbir Kabupaten Banyumas. Informan yang dianggap paling memahami (key informan) di wawancarai berkaitan dengan dimensi sosial ekonomi kajian dampak lingkungan pemanfaatan tanah potensi tanah liat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Aspek Sosial-Ekonomi Pemanfaatan Tanah Liat

Perhatian pada aspek sosial-ekonomi dalam setiap kajian dan penerapan kebijakan pemanfaatan sumberdaya alam menjadi semakin penting. Hal ini seiring dengan menjadikan aspek sosial-ekonomi menjadi semakin signifikan karena adanya kecenderungan terjadinya hambatan aksesibilitas masyarakat

terhadap sumberdaya alam untuk memanfaatkannya. Dewasa ini masyarakat cenderung untuk memanfaatkan secara lebih intensif terhadap sumberdaya alam. Pada akhirnya situasi ini dapat memberi dampak yang serius terhadap eksploitasi yang berlebihan bagi sumberdaya alam. Kondisi ini dapat membawa pada situasi kemungkinan adanya percepatan kerusakan sumber daya alam.

Mengingat hal ini, mengkaji potensi tanah liat dalam suatu wilayah perlu dikaitkan dengan aspek sosial ekonomi sebagai upaya untuk menjaga keseimbangan ekologis. Tinjuan sosial ekonomi menjadi penting apabila dikaitkan dengan penggunaan tanah liat sebagai bagian dari sumberdaya tanah. Sumberdaya tanah merupakan aset yang memiliki nilai tinggi bagi stakeholder daerah tersebut, tidak hanya pada situasi saat ini tetapi lebih penting lagi pada masa yang akan datang dalam peningkatan pendapatan masyarakat maupun sebagai upaya untuk menjaga keberlanjutan lingkungan. Untuk itu tinjauan sosial ekonomi memiliki arti strategis dalam kajian lingkungan khususnya dalam penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya tanah liat.

Selain itu menurut Usman (1998) aspek sosial dalam kajian lingkungan terutama dalam pemanfaatan sumbedaya alam diperlukan bagi para pengambil kebijakan. Hal ini berkaitan dengan keberadaan suatu usaha atau kegiatan mempunyai dampak positif sekaligus negatif terhadap kehidupan masyarakat disekitarnya. Kegagalan mengidentifikasi dan mengantisipasi dampak negatif tidak hanya mengganggu keberlangsungan usaha atau kegiatan tersebut, melainkan juga dapat mengganggu kehidupan masyarakat. Untuk itu aspek sosial ekonomi yang berkaitan dengan suatu kegiatan lingkungan dapat dikategorikan dalam hal berikut : 1) demografi dan budaya yang meliputi angkatan kerja produktif, pranata-pranata sosial atau lembaga kemasyarakatan yang tumbuh dikalanagan masyarakat, proses sosial yang meliputi kerjasama akomodasi, konflik dan akomodasi, sikap dan persepsi masyarakat terhadap rencana atau usaha kegiatan. 2) ekonomi berkaitan dengan kesempatan kerja dan berusaha, pola kepemilikan dan penguasaan sumberdaya lahan, tingkat pendapatan penduduk, prasarana dan sarana perekonomian (jalan, pasar, pelabuhan, perbankan, pusat pertokoan, dan pola pemanfaatan sumberdaya alam.

Selain itu itu menurut Adiwikarta (dalam Usman 1998) paling tidak ada tiga isu pokok yang perlu dipertimbangkan dalam melihat dampak dari sautu usaha atau kegiatan ekonomi dan lingkungan, yaitu perubahan pola ekonomi keluarga, perubahan pola kegiatan usaha ekonomi, dan peruahan situasi kerja. Pola usaha ekonomi adalah bentuk mata pencaharian penduduk lokal setelah ada kegiatan. Apabila bentuk pencaharian penduduk lokal menjadi bervariasi, dampaknya dapat dikatakan positif dan sebaliknya. Waktu usaha kegiatan ekonomi adalah jumlah jam kerja yang dihabiskan penduduk lokal untuk bekerja sesuai dengan mata pencahariannya. Sedangkan yang dimaksud dengan kesempatan kerja adalah jumlah lowongan kerja yang disediakan oleh suatu usaha atau kegiatan untuk penduduk Lokal.

Kemudian pemahaman yang lebih lengkap dikemukakan oleh Usman (1998) bahwa dalam aspekekonomi kajian lingkungan meliputi hal sebagai berikut ; Kesempatan Kerja dan Berusaha, Pola Kepemilikan dan Pengusaan Lahan, Tingkat Pendapatan Penduduk, Kondisi Sarana dan Prasarana Perekonomian, Pemanfaatan Sumberdaya Alam. Berdasarkan pendapat tersebut aspek sosial-eknomi dalam pemetaan potensi tanah liat di Kabupaten Banyumas khususnya di wilayah Darmakradenan, Lumbir, Cikadu dan Cisalak akan dilihat dari aspek berikut ;

1.

1. Kesempatan Kerja dan Berusaha

Diwilayah Darmakradenan, Lumbir, Cikadu dan Cisalak, merupakan sentra usaha kerajinan genteng dan batu bata yang sudah berangsung sejak lama yaitu di tahun 60-an. Usaha atau kegiatan kerajinan yang menggunakan bahan tanah liat tersebut merupakan usaha yang turun temurun, khususnya di Grumbul Cikadu Desa Lumbir Kecamatan Lumbir usaha tersebut sudah dilakukan kurang lebih oleh 40 pengrajin yang difokuskan kepada kerjinan genteng press dan Batu bata. Menurut penuturan penduduk setempat Grumbul Cikadu terdapat pengrajin yang meiliki beberapa pekerja yaitu untuk membuat genteng press itu sendiri maupun untuk menjemur dan membakar perlu tenaga khusus. Untuk masingmasing pengrajin genteng atau batu bata paling tidak memiliki pekerja lebih dari 4 orang. Kondisi demikian seharusnya ditempat tersebut tidak ada pengganggur sehingga untuk mendapatkan pekerja pengrajin genteng paling tidak harus memesan terlebih dahulu dua sampai tiga hari sebelumnya.

Kesempatan kerja dan berusaha semakin terbuka dengan semakin berkembangnya upaya pemanfaatan tanah liat melalui kerajinan keramik. Usaha ini dimulai sejak tahun 1998 oleh Mad Ropinggi yang berasal dari Grumbul Cikadu Desa Lumbir Kecamatan Lumbir. Kerajinan keramik yang memfokuskan pada kerjainan cendera mata bernuansakan etnik Suku Asmat telah mampu mendesain produknya sampai 70 jenis. Usaha ini terus berkembang seiring pemesanan yang semakin bertambah. Sehingga untuk kebutuhan tenaga kerja terus bertambah mencapai 12 orang perhari. Namun masalah baru muncul yaitu kebutuhan akan bahan baku yang harus dipasok dari Plered Kabupaten Purwakarta Propinsi Jawa Barat. Kondisi ini mengakibatkan biaya bahan baku yang cukup mahal. Padahal potensi tanah liat diwilayah sekitar sangat melimpah khususnya di Grumbul Cikadu. Namun akibat kondisi infrastuktur yang tidak memungkinkan untuk memanfaatkan tanah liat di Grumbul Cikadu, pengrajin tersebut membelinya dari daerah lain.

Dari aspek kesempatan kerja juga membuka peluang bagi para penyalur untuk menjual barang kerjajinan khussnya genteng dan batu bata sampai kewilayah Cilacap, Tasik dan beberapa daerah lain di sekitar Purwokerto. Khusus untuk keramik belum dapat berkembang secara maksimal, Kerjjinan Keramik Cikadu belum mampu membina pengrajin lain untk membuka usaha bersama. Usaha bersama justru atas

kerjasama dengan daerah lain di Sidareja dan Purwakarta. Prospek keramik untuk membuka kesempatan kerja baru belum dapat terwujud. Kendala bahan baku dan permodalan menjadi permasalahan tersendiri.

1.

2. Pola Kepemilikan dan Pengusaan Lahan

Pola kepemilikan usaha berbahan baku tanah liat di wilayah Darmakradenan, Lumbir, Cikadu dan Kalisalak merupakan usaha perseorangan. Usaha tersebut dilakukan atas usaha turun temurun yang sudah berlangsung sejak lama, sehingga usaha tersebut tidak terbentuk secara rapi. Organisasi yang berperan dalam menjalankan usaha inpun tidak ada, upaya pemerintah desa setempat untuk mendirikan koperasi tidak disambut oleh masyarakat akibatnya para pengrajin berbahan baku tanah liat terutama genteng press dan batu bata sering kali menghadapi masalah dalam menyeragamkan masalah harga.

Dalam pengusaan lahan dikuasai oleh para pemilik pribadi atau perseorangan, potensi tanah liat diwilayah tersebut dimiliki oleh masyarakat setempat. Kondisi ini memungkingkan tataniaga penjualan tanah liat tanpa peran pemerintah. Akibatnya terkadang para pengrajin dihadapkan pada kendala harga bahan baku yang setiap saat dapat naik. Lokasi tanah liat diwilayah tersebut sebenarnya potensial untuk meningkatkan pendapatan bagi masyarakat setempat maupun kontribusi positif bagi peningkatan PAD. Namun hal ini tidak ada implikasinya karena masyarakat setempat tidak dibebani oleh pungutan apapun dari pemerintah desa maupun yang lainnya.

1.

3. Tingkat Pendapatan Penduduk

Usaha genteng dan batu bata sebenarnya sudah menguntungkan bagi para pengrajin, apalagi usaha keramik yang sudah memiliki omset puluhan juta rupiah. Usaha Genteng Press dan batu bata mampu memberikan kontribusi pendapatan yang stabil, bahkan menurut penuturan salah satu warga Cikadu di desanya tidak ada yang namanya krisis ekonomi karena masyarakatnya selalu diuntungkan dengan usaha genteng dan batu bata tersebut. Untuk sekarang dengan harga genteng persatu genteng Rp 450,- dan dengan bahan baku tanah liat yang satu rit (untuk ukuran 1 colt l-300) seharga Rp 105 ribu masih cukup menghasilkan untuk menutup modal usaha.

Sebenarnya usaha yang berbahan baku tanah liat dapat menjanjikan, apabila dikembangkan menjadi kerajinan keramik yang bernilai ekonomis tinggi. Namun upaya ini terkendala dengan bahan baku yang tidak memungkinkan karena jenis tanah liat di wilayah tersebut masih harus dicampur dengan tanah liat dari Plered maupun Wonosobo. Upaya untuk mengembangkan kerajinan keramaik terbentuk pada upaya keseriusan pemerintah daerah untuk memberikan pelatihan dan pendidikan kepada masyarakat setempat dalam mengusai kerjinan keramik

1.

4. Kondisi Sarana dan Prasarana Perekonomian

Pada umumnya potensi tanah liat khususnya diwilayah Lumbir dihadapkan pada medan yang sulit terutama berkaitan dengan kondisi infrastruktur yang tidak memungkinakan. Upaya untuk pemanfaatan dihadapkan pada jalan yang tidak dapat dilalui oleh kendaraan untuk mengangkut tanah liat/lempung tersebut. Masyarakat sebenarnya sudah mengusahakan melalui Ketua RW Grumbul Cikadu untuk mengusahakan dibuatnya jalan tembus melalui Dinas PU Kabupaten Banyumas, namun sampai sekarang belum ada alternatif untuk memanfaatkan potensi tanah liat disekitar grumbul Cikadu. Akibatnya pengrajin genteng dan batu bata serta keramik membeli bahan baku dari daerah lain. Bahkan untuk keramik sampai ke Purwakarta. Selain kualitasnya bagus bahan baku tersebut diantar sampai tempat tujuan.

Upaya pemetaan potensi tanah liat, harus diikuti upaya untuk membangun sarana dan prasarana yang memadai baik berupa jalan, maupun pasar sebagai tempat usaha untuk jual beli hasil kerajinan yang berbahan baku tanah liat. Upaya dapat dilakukan melalui peran pemerintah daerah dalam peningkatan sarana dan prasarana pedesaan melalui program pemerintah daerah setempat.

1.

5. Pemanfaatan Sumberdaya Alam

Seiring dengan kebutuhan masyarakat yang semakin mendesak, upaya pemetaan potensi tanah liat dapat berpengaruh positif terhadap pemanfaatan sumberdaya alam secara maksimal. Dalam arti potensi tanah liat yang berlimpah harus diikuti dengan pola pemanfaatan yang baik dan tepat. Apabila selama ini tanah liat hanya dimanfaatkan untuk kerjinan genteng dan batu bata, bagaimana kedepan dimanfaatkan untuk kerajinan yang memiliki potensi ekonomis yang lebih tinggi.

Tanah liat/lempung untuk bernilai ekonomis tinggi dimanfaatkan sebagai bahan baku kerjinan yang memiliki nilai estetika tinggi, berupa cenderamata, keramik, dan lainnya. Potensi yang berlimpah diwilayah Darmakradenan, Lumbir dan sekitarnya akan lebih bermanfaat apabila dikelola dengan baik melalui teobosan dan alternatif-alternatif yang tepat. Bagaimana mengembangkan kerjinan keramik Grumbul Cikadu Mad Ropingi untuk menularkan keahliannya kepada masyarakat sekelilingnya. Harapannya masyarakat setempat dapat mengusai bagaimana cara membuat keramik. Usaha yang lebih lanjut adalah mengembangkan usahanya melalui usaha kerjasama yang melibatkan semua pihak.

B. Keberlanjutan Lingkungan

Keberlanjutan secara normatif dinyatakan sebagai ekstrasi aliran manfaat pada tingkatan yang lestari. Penghilangan terbesar adalah pada tingkatan pembaharuan, sehingga aliran manfaat itu dapat dinikamti dalam waktu jangka panjang. Dengan demikian keberlanjutan adalah upaya untuk membukakan aliran manfaat tercapainya efektifitas pengelolaan sumberdaya alam yang lestari. Konsep keberlanjutan mewajibkan adanya tanggungjawab generasi yang akan datan untuk menikmati hal yang sama, dengan meperhatikan kelestarian fungsi-fungsi sumberdaya alam (Fakih dalam analisis CSIS, 1995).

Sementara itu kondisi Kabupaten Banyumas dapat dikatakan sebagai Kabupaten yang belum mampu peduli terhadap keberlanjutan lingkungan. Hal ini ditunjukan sebanyak 17 ribu hektare (ha) lahan di Kab Banyumas dinyatakan kritis. Walaupun ada upaya dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Banyumas untuk menanggulanginya melalui penghijauan. Sehingga area lahan kritis di wilayahnya terus berkurang, penghijauan telah dilaksanakan di delapan desa di enam kecamatan, yakni Watuagung (Tambak), Bogangin, Banjar Panepen dan Ketanda (Sumpiuh), Kemawi (Somagede), Cibangkong (Pekuncen), Kaliwangi (Purwojati) serta Cirahab (Lumbir).

Selain kondisi tersebut Kabupaten Banyumas merupakan daerah yang rawan terhadap bencana tanah longsor. 14 kecamatan di Banyumas merupakan daerah yang rawan tanah ongsor. Kemudian dari 14 kecamatan yang rawan bencana tanah longsor, baru tujuh di antaranya telah dipetakan oleh Dinas Sumber Daya Air Pertambangan dan Energi. Tahun 2008, direncanakan pemetaan di Kecamatan Jatilawang dan Purwojati. (www.jateng.com).

Berdasarkan kondisi tersebut dalam upaya memetakan potensi tanah liat perlu diperhatikan keberlanjutan lingkungannya, terutama diwilayah Lumbir dan Darmakradenan yang termasuk wilayah dalam rawan tanah longsor. Upaya pemetaan potensi tanah liat paling tidak memperhatikan unsur-unsur lingkungan secara lebih konferehensif. Bagaimana mengupayakan keberlanjutan sumberdaya alamnya sehingga perlu diperhatikan mekanisme eksploitasinya. Serta bagaimana memberikan pendidikan sadar lingkungan bagi masyarkat untuk memanfaatkan sumber daya alam secara baik dan tepat. Wilayah Darmakradenan sampai lumbir merupakan salah satu wilayah perbukitan yang memiliki berbagai sumber bahan galian yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Bahan galian tanah liat, kapur menjadi barang yang dapat dijadikan sumbermata pencaharian masyarakat setempat. Untuk itu jangan jadikan kebutuhan ekonomi akan menjadikan keterdeakan lingkungan dengan memanfaatkan sumberdaya alam secara tidak teratur. Akibat yang muncul adalah bencana tanah longsor, dan kerusakan lingkungan yang sudah terjadi di beberpa wilayah Banyumas

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian mengenai tinjauan sosial-ekonomi dan keberlnjutan lingkungan dalam pemetaan potensi tanah liat di Kabupaten Banyuas dapat disimpulkan hal sebagai berikut :

1.

Potensi tanah liat di wilayah Desa Lumbir Kabupaten Banyumas sangat berlimpah, untuk itu diperlukan upaya untuk memanfaatkan potensi tersebut secara ekonomis untuk peningkatan pendapatan masyarakat maupun peneingkatan PAD Kabupaten Banyumas

2. Upaya pemanfaatan potensi tanah liat masih terbatas pada usaha tradisional yaitu genteng dan batu bata yang belum dikelola dengan baik. Usaha untuk mengembangkan dalam bidang yang lebih bernilai ekonomis tinggi seperti keramik terkendala pada bahan baku dan pengrajin yang masih terbatas 3. Sebenarnya upaya pemanfaatan potensi tanah liat berpengaruh positif terhadap kesempatan bekerja dan berusaha. Namun masih terbatas pada kegiatan pembuatan genteng press dan batu bata. 4. Upaya pemanfaatan tanah liat masih terbatas pada kondisi infrastuktr yang kurang mendukung. Akibatnya potensi yang sebenarnya terdapat diwilayahnya justru memanfaatkan dari tempat lain melalui jual beli tanah liat/lempung dengan nilai tinggi. 5. Dalam pemanfaatan potensi tanah liat hendaknya harus meperhatikan keberlajutan lingkungan. Apalagi kondisi Desa Lumbir kabupaten Banyumas merupakan wilayah yang rawan longsor. Untuk itu pemanfaatan tanah liat harus berbasis pada kelestarian lingkungan. DAFTAR PUSTAKA

Bryson, Johnn, 1995 Strategic Planing For Public and Non Provit Organization, Jossey bass Publishers.

Eaton, Josep W, 1972, Institution Building and Development : From Concept to Application, Sage Publication, Beverly Hills, London.

Effendi, Tadjudin N, Strategi Pembangunan Masyarakat, Alternatif Pemikiran Reformatif, JSP Fisipol UGM, Vol 3 No. 2, Yogyakarta.

Guritno dan Aldi Jeni, 1986, Pengembangan Lembaga dan Pembangunan, Dari Konsep ke Aplikasi, UI Press, Jakarta.

Kaho, Joseph Riwu, 1991, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta

Keraf, A.Sonny, 2002, Etika Lingkungan, Cet I, PT. Kompas Media Utama, Jakarta.

Moeloeng, Lexy, 2000, Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet XI, PT Remaja Rosda Karya Offset, Bandung

Srivastava, 1995, Ecosentric Management for the Risk Society, Vol .20. No.I Academy of managent review

Sudarminto, J, 1992, Filsafat Organisme Whitehead dan Etika Lingkungan Hidup, Driyakarya, No.1/XIX, Jakarta.

Sudriyanto, J, 1992, Relevansi Deep Eclogy Terhadap Dunia Ketiga , Driyakarya, No.1/XIX, Jakarta.

Sumartana, Th, 1993, Etika Untuk Menjaga Integritas Lingkungan Hidup , Kompas, Jakarta.

Sumodinigrat, Gunawan, 1999, Pemberdayaan Masyrakat dan JPS, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Syaukani, dkk, 2002, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Pustaka Pelajar Yogyakarta.

Tienberg, Tom, 1992, Enviromental and Natural Resource Economics, Harper Collins Publisher, New York, USA

Usman, Sunyoto, 1998, Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, Cet I, Pustakan Pelajar, Yogyakarta.

Kompas, 31 Januari 2008 , Jakarta

Anda mungkin juga menyukai