Anda di halaman 1dari 137

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) PROVINSI

BALI TAHUN 2008-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a bahwa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) merupakan dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode 5 (lima) tahunan sebagai penjabaran dari visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan Kepala Daerah; bahwa untuk menciptakan integrasi, sinkronisasi dan mensinergikan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan dalam kurun waktu 5 (lima) tahun perlu menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Bali Tahun 2008-2013; bahwa sesuai dengan amanat peraturan perundangundangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) ditetapkan dengan peraturan daerah; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Bali Tahun 2008-2013; Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1649); Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

Mengingat

1.

2.

3.

4.

5.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 20052025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700); Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817); Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833); Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 11);

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI BALI dan GUBERNUR BALI MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) PROVINSI BALI TAHUN 2008-2013. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Provinsi Bali. 2. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Bali. 3. Gubernur adalah Gubernur Bali. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Bali. 5. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut SKPD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah pada Pemerintah Provinsi Bali. 6. Pembangunan Daerah adalah pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yang nyata, baik dalam aspek pendapatan, kesempatan kerja, lapangan berusaha, akses terhadap pengambilan kebijakan, berdaya saing, maupun peningkatan indeks pembangunan manusia. 7. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang selanjutnya disebut RPJMD adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode 5 (lima) tahunan yang merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah dengan berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah serta memperhatikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. 8. Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut dengan Renstra-SKPD adalah dokumen perencanaan SKPD untuk periode 5 (lima) tahun. 9. Rencana Kerja Pembangunan Daerah yang selanjutnya disebut RKPD adalah penjabaran dari RPJM Daerah untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja

dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat, dengan mengacu pada rencana kerja pemerintah. 10. Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut Renja-SKPD adalah dokumen perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk periode 1 (satu) tahun. 11. Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan. 12. Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi. 13. Strategi adalah langkah-langkah berisikan program-program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi. BAB II MATERI MUATAN DAN FUNGSI RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH Pasal 2 1) RPJMD memuat arah kebijakan keuangan Daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program SKPD, lintas SKPD dan program kewilayahan disertai dengan rencana kerja dalam kerangka regulasi dan pendanaan yang bersifat indikatif. 2) RPJMD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi pedoman penyusunan RKPD, Renstra-SKPD, Renja-SKPD, dan perencanaan teknis pelaksanaan dan pengendalian pembangunan Daerah. 3) Rincian RPJMD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. BAB III SISTEMATIKA Pasal 3 RPJMD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) terdiri dari : a. BAB I Pendahuluan; b. BAB II Kondisi Umum Daerah; c. BAB III Analisis Lingkungan Strategis; d. BAB IV Visi, Misi, Strategi dan Kebijakan Daerah; e. BAB V Matrik Indikasi Rencana Program Prioritas; f. BAB VI Pedoman Transisi dan Kaidah Pelaksanaan; dan g. BAB VII Penutup.

BAB IV PENGENDALIAN DAN EVALUASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Pasal 4 1) Gubernur melakukan pengendalian terhadap perencanaan pembangunan daerah lingkup provinsi, antar kabupaten/kota dalam wilayah provinsi. 2) Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. kebijakan perencanaan pembangunan daerah; dan b. pelaksanaan rencana pembangunan daerah. BAB V PENUTUP Pasal 5 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Bali. Ditetapkan di Denpasar pada tanggal 28 April 2009 GUBERNUR BALI,

MADE MANGKU PASTIKA

Diundangkan di Denpasar pada tanggal 28 April 2009 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI BALI,

I NYOMAN YASA LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI TAHUN 2009 NOMOR 9.

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) PROVINSI BALI TAHUN 2008-2013 I. UMUM

Untuk menjamin penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis, transparan, akuntabel, efisien dan efektif di bidang perencanaan pembangunan daerah, diperlukan adanya tahapan, tata cara penyusunan, pengendalian dan evaluasi perencanaan pembangunan daerah. Penerapan peraturan perundangan yang berkaitan dengan perencanaan daerah merupakan alat untuk mencapai tujuan pelayanan publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Untuk itu, pelaksanaan otonomi daerah perlu mendapatkan dorongan yang lebih besar dari berbagai elemen masyarakat melalui perencanaan pembangunan daerah agar demokratisasi, transparansi, akuntabilitas dapat terwujud. Penyelenggaraan tahapan, tata cara penyusunan pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan daerah dimaksudkan untuk: 1. Meningkatkan konsistensi antarkebijakan yang dilakukan berbagai organisasi publik dan antara kebijakan makro dan mikro maupun antara kebijakan dan pelaksanaan; 2. Meningkatkan transparansi dan partisipasi dalam proses perumusan kebijakan dan perencanaan program; 3. Menyelaraskan perencanaan program dan penganggaran; 4. Meningkatkan akuntabilitas pemanfaatan sumber daya dan keuangan publik; 5. Terwujudnya penilaian kinerja kebijakan yang terukur, perencanaan, dan pelaksanaan sesuai RPJMD, sehingga tercapai efektivitas perencanaan. Penyelenggaraan tahapan, tata cara penyusunan, pengendalian dan evaluasi rencana daerah dilakukan dengan pendekatan politik, teknokratik, partisipatif, atas-bawah (top down) dan bawah-atas (bottom up). Dilaksanakannya tata cara dan tahapan perencanaan daerah bertujuan untuk mengefektifkan proses pemerintahan yang baik melalui pemanfaatan sumber daya publik yang berdampak pada percepatan proses perubahan sosial bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, atau terarahnya proses pengembangan ekonomi dan kemampuan masyarakat, dan tercapainya tujuan pelayanan publik.Penyelenggaraan tata cara dan tahapan perencanaan daerah mencakup proses perencanaan pada masing-masing lingkup pemerintahan (pusat, provinsi, kabupaten/kota) terdiri dari proses (1) penyusunan kebijakan, (2) penyusunan program, (3) Penyusunan alokasi pembiayaan, dan (4) monitoring dan evaluasi kinerja pelaksanaan kebijakan, rencana program, dan alokasi pembiayaan program.

Tata cara dan tahapan perencanaan daerah dilakukan oleh lembaga atau badan perencanaan di lingkup pemerintahan pusat dan daerah maupun unit organisasi publik, meliputi: (1) lembaga negara dan lembaga daerah, (2) departemen/nondepartemen dan dinas/nondinas daerah. Proses kegiatan penyelenggaraan perencanaan dilakukan baik pada masingmasing lingkup pemerintahan (pusat, provinsi, kabupaten/kota) maupun koordinasi antarlingkup pemerintahan melalui suatu proses dan mekanisme tertentu untuk mencapai tujuan nasional. Proses penyelenggaraan perencanaan harus dapat memberikan arahan bagi peningkatan pengembangan sosial-ekonomi dan kemampuan masyarakat, oleh karena itu diperlukan adanya sinkronisasi antara rencana program/kegiatan oleh organisasi publik dengan rencana kegiatan masyarakat dan pemangku kepentingan. Proses penyelenggaraan perencanaan perlu diikuti oleh adanya mekanisme pemantauan kinerja kebijakan, rencana program, dan pembiayaan secara terpadu bagi penyempurnaan kebijakan perencanaan selanjutnya; dan mekanisme koordinasi perencanaan horizontal dan vertikal yang lebih difokuskan pada komunikasi dan dialog antarlembaga perencanaan dengan prinsip kebersamaan, kesetaraan, dan saling ketergantungan satu sama lain. Proses perencanaan dilaksanakan dengan memasukkan prinsip pemberdayaan, pemerataan, demokratis, desentralistik, transparansi, akuntabel, responsif, dan partisipatif dengan melibatkan seluruh unsur lembaga negara, lembaga pemerintah, masyarakat dan pemangku kepentingan.

II. Pasal 1

PASAL DEMI PASAL Cukup jelas

Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5 Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) PROVINSI BALI TAHUN 2008-2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Pembangunan Daerah Bali pada masa lima tahun mendatang masih akan menghadapi tantangan yang berat mengingat kondisi perekonomian daerah yang belum benar-benar pulih dari kondisi krisis, angka kemiskinan dan pengangguran yang masih tinggi, serta terbatasnya secara nyata sumber-sumber pembiayaan pembangunan. Perhatian pemerintah, sektor swasta dan segenap komponen masyarakat sangat diperlukan guna menyikapi tantangan tersebut, termasuk pula keharusan pemerintah untuk terus melakukan regulasi, deregulasi, debirokratisasi, rekapitalisasi, reposisi, relokasi dan restrukturisasi berbagai aspek penyelenggaraan pemerintahan untuk mewujudkan iklim usaha yang lebih kondusif dan kehidupan masyarakat yang lebih nyaman dan sejahtera. Dengan diberlakukannya otonomi daerah sejak tahun 1999 serta perubahan lingkungan strategis yang cepat, maka ada dua tantangan yang akan dihadapi Provinsi Bali ke depan: pertama, kesiapan dalam menghadapi globalisasi dan perdagangan bebas dunia, dan kedua adalah upaya membangun kerjasama antar daerah yang sinerjik dan saling menguntungkan berdasarkan potensi yang dimiliki masing-masing daerah. Dengan adanya tantangan ini diharapkan Provinsi Bali mampu memanfaatkan peluang dan potensinya untuk memainkan peranan dan kontribusi lebih besar bagi kepentingan masyarakat, daerah dan bangsa. Untuk menggerakkan segenap potensi pembangunan yang ada di daerah, sesuai dengan kewenangan dan kewajiban dalam penyelenggaraan otonomi daerah hendaknya dilakukan secara terencana dan terukur. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan pembangunan daerah sebagai suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat secara sistematis, terarah, terpadu, menyeluruh, dan tanggap terhadap perubahan dan tantangan yang semakin berat. Perencanaan pembangunan daerah juga mengalami perubahan yang sangat nyata dengan diberlakukannya beberapa peraturan perundang-undangan yang baru, diawali dengan amandemen UUD 1945 8

yang mengamanatkan beberapa hal seperti ditiadakannya GBHN, pemilihan Presiden dan Kepala Daerah secara langsung dan demokratis. Tidak digunakannya GBHN sebagai landasan perencanaan pembangunan nasional, maka dibutuhkan pengaturan lebih lanjut terhadap proses perencanaan pembangunan, di mana Pemerintah kemudian memberlakukan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Sesuai amanat ketentuan UndangUndang Nomor 25 Tahun 2004, perencanaan pembangunan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya menghasilkan rencana pembangunan jangka panjang, rencana pembangunan jangka menengah, dan rencana pembangunan tahunan. Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah juga merevisi UndangUdang Nomor 22 Tahun 1999 menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dengan butir-butir penting hasil revisi, antara lain mengamanatkan pemilihan Kepala Daerah secara langsung. Dalam kaitannya dengan reformasi pengelolaan keuangan negara, sebelumnya pemerintah juga telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Undang-Undang ini menegaskan, bahwa penyusunan RAPBN/RAPBD berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah dan Pemerintahan Daerah Prinsip pengelolaan anggaran yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 menggunakan 3 (tiga) pendekatan yaitu : a. pendekatan penganggaran dalam kerangka pengeluaran jangka menengah; b. penganggaran terpadu; dan c. penganggaran berbasis kinerja Berdasarkan beberapa landasan hukum tersebut di atas, maka penyusunan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Provinsi Bali Tahun 2008-2013 bersifat sangat strategis. 1.2 MAKSUD DAN TUJUAN

Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Provinsi Bali Tahun 2008-2013 dimaksudkan untuk: a. menjabarkan visi, misi dan program Kepala Daerah ke dalam rencana pembangunan periode 5 (lima) tahun yang bersifat indikatif; b. menjabarkan kebijakan pembangunan jangka panjang daerah; dan c. mensinergikan dan menyelaraskan kebijakan dan program pembangunan, baik di tingkat pusat maupun di daerah, serta mampu menampung aspirasi masyarakat.

Sedangkan tujuan Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Provinsi Bali Tahun 2008-2013 adalah: 1. Mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan, serta menyediakan acuan resmi bagi seluruh satuan kerja perangkat daerah dalam penyusunan Renstra SKPD, Renja SKPD, sekaligus merupakan acuan penentuan prioritas program dan kegiatan tahunan daerah yang akan dibahas dalam rangka forum Musyawarah Pembangunan Daerah secara berjenjang. 2. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antardaerah, antarruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah, maupun antara pusat dan daerah. 3. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan. 4. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat. 5. Memudahkan pemahaman bagi seluruh jajaran aparatur pemerintah daerah dan DPRD dalam menentukan programprogram pembangunan yang ditindaklanjuti dengan kegiatan yang nantinya diukur dengan indikator-indikator. 6. Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan. 1.3 LANDASAN HUKUM

Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Provinsi Bali Tahun 2008-2013 berpedoman pada: a. Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur; b. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; c. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaaraan Negara; d. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; e. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara; f. Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; g. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; h. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dengan Pemerintahan Daerah; i. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025; j. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; k. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Penataan Ruang; 10

l. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah; m. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; n. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; o. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan; p. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah, LKPJ Kepala Daerah kepada DPRD dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Masyarakat; q. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota; r. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah; s. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan; t. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah; u. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; v. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2008; w. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Keuangan Daerah. 1.4 HUBUNGAN RPJM DAERAH PERENCANAAN LAINNYA DENGAN DOKUMEN

Ketentuan peraturan perundang-undangan mengamanatkan bahwa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Bali Tahun 2008-2013 merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Kepala Daerah. Penyusunan RPJMD juga mengacu pada RPJP Daerah Provinsi Bali Tahun 2005-2025. RPJMD Provinsi Bali Tahun 2008-2013 selanjutnya dijabarkan dalam program tahunan berupa Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan menjadi pedoman dalam penyusunan Renstra dan Renja SKPD (Gambar 1). Secara garis besar RPJM Daerah Provinsi Bali Tahun 2008-2013 memuat tentang kondisi umum daerah, analisis lingkungan strategis, visi, misi, kebijakan dan strategi, matrik indikasi rencana program prioritas, serta pedoman transisi dan kaidah pelaksanaan. 11

Diacu

RPJP RPJP Provinsi Nasional

RPJM RPJM Provinsi Pedoman Pedoman Nasional Renstra SKPD

Diperhatikan

Dijabarkan

Pedoman Diacu

RKPD Renja SKPD

Pedoman Pedoman

RAPBD RKA SKPD

RAPBD Rincian APBD

Gambar 1.1 Hubungan RPJMD Provinsi Bali Tahun 2008-2013 dalam perencanaan pembangunan daerah

1.5

PROSES PENYUSUNAN

Penyusunan dokumen RPJMD didasarkan pada beberapa pendekatan yaitu: 1. Politik Pendekatan ini memandang bahwa pemilihan Kepala Daerah adalah proses penyusunanan perencanaan, karena rakyat pemilih menentukan pilihannya berdasarkan program-program pembangunan yang ditawarkan para calon kepala daerah. Oleh karena itu, rencana pembangunan adalah penjabaran dari agenda-agenda pembangunan yang ditawarkan Kepala Daerah saat kampanye ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah. 2. Teknokratik Pendekatan ini dilaksanakan dengan menggunakan metode dan kerangka berpikir ilmiah oleh lembaga yang secara fungsional bertugas untuk itu. 3. Partisipatif Pendekatan ini dilaksanakan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) terhadap pembangunan. Pelibatan ini adalah untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki. 4. Atas-bawah (top-down) dan Bawah-atas (bottom-up) Pendekatan top-down dan bottom-up dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Rencana hasil proses atas-bawah dan bawah-atas tersebut diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan baik ditingkat nasional, provinsi, kabupaten/Kota, kecamatan, dan kelurahan. Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi Bali Tahun 2008-2013 disusun melalui tahapan perencanaan partisipatif 12

Musrenbang konsultasi dengan RPJM RPJPD RPJM ditetapkanRancangan Akhir RPJM RPJM Musrenbang RPJM Nasional Mengacu kepada Menteri Perumusan menjadi Perda setelahhasil valuasi Pembangunan Daerah Provinsi Bali

dengan mengedepankan proses evaluasi, proyeksi dan analisis terhadap faktor-faktor internal dan eksternal yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap pembangunan daerah Provinsi Bali. Penyusunan RPJM Provinsi Bali 2008-2013 telah dilaksanakan melalui berbagai tahapan yang melibatkan berbagai stakeholder baik dari pihak pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan kota, dunia usaha, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat serta masyarakat. Proses penyusunannya secara rinci dapat dilihat pada bagan dibawah ini. PROSES PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) PROVINSI BALI TAHUN 2008-2013

13

1.6

SISTEMATIKA

Sistematika penulisan RPJM Provinsi Bali Tahun 2008-2013 adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Memuat latar belakang, maksud dan tujuan, landasan hukum dan proses penyusunan serta sistematika penyusunan. BAB II KONDISI UMUM DAERAH Memuat evaluasi pembangunan daerah selama 5 tahun di berbagai bidang pembangunan BAB III ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS Memuat penjelasan tentang isu-isu strategis yang merupakan tantangan maupun peluang di berbagai bidang pembangunan untuk 5 tahun kedepan. BAB IV VISI, MISI, STRATEGI DAN KEBIJAKAN DAERAH Menguraikan visi, misi, strategi dan arah kebijakan pembangunan daerah yang ditempuh dalam rangka mengubah kondisi masa sekarang ke arah kondisi yang diharapkan lima tahun mendatang. BAB V MATRIK INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS Memuat matrik tentang indikasi rencana program dan kegiatan baik yang akan dibiayai oleh APBD maupun yang akan dibiayai oleh sumber-sumber pendapatan lainnya yang sah. BAB VI PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN Memuat tentang rencana program satu tahun sebelum ditetapkannya RPJMD yang baru dan menjelaskan prinsipprinsip dasar pelaksanaan RPJMD serta kaidah pelaksanaanya. BAB VII PENUTUP

14

BAB II KONDISI UMUM DAERAH


2.1 KONDISI GEOGRAFIS Provinsi Bali terdiri atas beberapa pulau, dengan Pulau Bali sebagai pulau terbesar dan beberapa pulau kecil antara lain Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Lembongan, Pulau Nusa Ceningan, Pulau Serangan, dan Pulau Menjangan. Secara geografis, Provinsi Bali terletak pada posisi 08o-03 40 - 08o 50 48 Lintang Selatan dan 114o 2523 115o 42 40 Bujur Timur. Batas-batas wilayah Provinsi Bali adalah sebelah utara Laut Bali, sebelah timur Selat Lombok, sebelah selatan Samudera Indonesia dan sebelah barat Selat Bali (Gambar 2.1).
11430 ' 11450 ' 11510 ' 11530 '
KABUPAT EN BAN GLI
L O M B O K
N W S E

P. Menjangan 8 ' 10

T L A U

I B A L

KABUPATEN BULELENG

KABUPATEN T ABANAN KABUPAT EN GIANYAR

8 ' 30
KABUPAT EN BADUN G

KABUPAT EN KLUNGKUNG

N A DU AT B S EL

KOTA DENPASAR

P. Lembongan P. Ceningan

P. Serangan

P. Nusa Penida

S A M U D E R A

I N D O N E S I A

8 ' 50

BAL I

10

S E L A T

T L A S E L I B A

KABUPAT EN JEMBRANA

KABUPATEN KARANGASEM

10 KM

15

Gambar 2.1. Peta letak geografis Provinsi Bali Luas wilayah Provinsi Bali adalah 5.636,66 km2 atau 0,29% luas wilayah Republik Indonesia. Secara administratif Provinsi Bali terbagi atas 9 kabupaten/kota, 57 kecamatan dan 701 desa/kelurahan. Adapun luas masing-masing wilayah kabupaten/kota disajikan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Luas wilayah menurut kabupaten/kota, jumlah kecamatan, jumlah desa/kelurahan di Provinsi Bali tahun 2007
Luas Wilayah (km2) 1 Jembrana 841,80 2 Tabanan 839,33 3 Badung 418,52 4 Gianyar 368,00 5 Klungkung 315,00 6 Bangli 520,81 7 Karangasem 839,54 8 Buleleng 1.365,88 9 Denpasar 127,78 Jumlah 5.636,66 Sumber: Data Bali Membangun 2007 No Kabupaten/Kota Jumlah Kecamatan 5 10 6 7 4 4 8 9 4 57 Jumlah Desa/Kelurahan 51 123 62 69 59 69 77 148 43 701

Berdasarkan relief dan topografi, di tengah-tengah Pulau Bali terbentang pegunungan yang memanjang dari barat ke timur dan diantara pegunungan tersebut terdapat gugusan gunung berapi yaitu Gunung Batur dan Gunung Agung serta gunung yang tidak berapi yaitu Gunung Batukaru, Gunung Merbuk, Gunung Patas, dan Gunung Seraya. Adanya pegunungan tersebut menyebabkan Daerah Bali secara Geografis terbagi menjadi 2 (dua) bagian yang tidak sama yaitu Bali Bagian Utara dengan dataran rendah yang sempit dan kurang landai, dan Bali Bagian Selatan dengan dataran rendah yang luas dan landai. Kemiringan lahan Pulau Bali terdiri dari lahan datar (0-2%) seluas 122.652 ha, lahan bergelombang (2-15%) seluas 118.339 ha, lahan curam (15-40%) seluas 190.486 ha, dan lahan sangat curam (>40%) seluas 132.189 ha. Provinsi Bali memiliki 4 (empat) buah danau yang berlokasi di daerah pegunungan yaitu: Danau Beratan, Buyan, Tamblingan dan Danau Batur. 2.2. MAKRO EKONOMI

2.2.1. Makro Ekonomi 2003-2007 16

Kondisi makro ekonomi Provinsi Bali selama kurun waktu lima tahun terakhir yaitu dari tahun 2003 sampai dengan 2007, bila dilihat dari indikator angka pertumbuhan ekonomi menunjukkan kecederungan perkembangan yang terus meningkat, terkecuali pada tahun 2006 mengalami sedikit penurunan dari 5,56% pada tahun 2005 menjadi 5,28% pada tahun 2006, dan kemudian pada tahun 2007 kembali mengalami peningkatan yang signifikan mencapai 5,92%. Terjadinya penurunan angka pertumbuhan ekonomi pada tahun 2006, dipengaruhi oleh peristiwa tragedi Bom Kuta-Jimbaran yang terjadi pada bulan Oktober 2005. Sepanjang tahun 2007, kinerja ekonomi Bali menunjukkan adanya perbaikan seiring dengan semakin pulihnya kondisi keamanan yang merupakan faktor penting pendukung sektor pariwisata. Berdasarkan indikator PDRB Bali, juga menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007. Tingkat inflasi untuk daerah Bali, menunjukkan angka yang stabil pada kisaran satu digit di bawah 6%, terkecuali pada tahun 2005 terjadi peningkatan sampai di atas dua digit yaitu menyentuh angka 11,31%. Kondisi ini disebabkan oleh karena pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan tentang kenaikan harga BBM pada akhir tahun 2005. Untuk mengendalikan laju inflasi, maka sinergi kebijakan fiskal, moneter dan sektor riil terus perlu diupayakan, sekaligus menjaga likuiditas agar sesuai kebutuhan perekonomian dan menurunkan ekspektasi inflasi. Struktur perekonomian daerah Bali selama lima tahun terakhir, dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007, kondisinya tetap didominasi oleh sektor tersier, kemudian diikuti oleh sektor primer dan terakhir ditempati oleh sektor sekunder dalam kontribusinya terhadap PDRB Provinsi Bali. Dalam perkembangannya selama lima tahun terakhir, menunjukkan bahwa sektor primer secara terus-menerus mengalami penurunan dari 22,34% pada tahun 2003 dan menjadi 20,04% pada tahun 2007, sebaliknya sektor tersier mengalami peningkatan dari 62,96% pada tahun 2003 menjadi 64,97 pada tahun 2007. Begitu pula kontribusi sektor sekunder terus mengalami peningkatan dari 14,70% pada tahun 2003 menjadi 14,99% pada tahun 2007, terkecuali pada tahun 2005 sedikit mengalami penurunan. Penduduk merupakan aset pembangunan bila mereka dapat diberdayakan secara optimal. Sekalipun demikian, jika tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas penduduk maka justru akan menjadi beban pembangunan. Berdasarkan registrasi penduduk tahun 2007, jumlah penduduk di Bali sebanyak 3.480.300 jiwa, terdiri atas 1.750.800 (50,31%) jiwa penduduk laki-laki dan 1.729.500 (49,69%) jiwa penduduk perempuan. Masalah ketenagakerjaan di Bali, khususnya ditinjau dari perkembangan kondisi pengangguran masih merupakan fenomena pelik, karena sekitar 1,1 juta orang bekerja disektor informal. Pasar tenaga kerja di Bali akan semakin terintegrasi di masa mendatang karena faktor geografis yang mudah dijangkau. Implikasinya terhadap masalah tenaga kerja adalah arus migrasi dan urbanisasi semakin tidak terkendalikan. Pada realitanya, dalam masa dua tahun terakhir yaitu pada periode tahun 17

2006-2007 terlihat kondisinya membaik, di mana persentase angka pengangguran terlihat menurun dari 6,04% pada tahun 2006 menjadi 3,80% pada tahun 2007. Investasi pembangunan, secara umum juga mengalami perkembangan yang semakin meningkat, baik yang dilakukan oleh Pemerintah maupun oleh Swasta/Masyarakat. Pada tahun 2003 investasi pembangunan sebesar Rp. 3,196 trilyun lebih dan pada tahun 2007 meningkat menjadi Rp 7,720 trilyun lebih. Demikian pula terjadi pada indikator aktivitas perdagangan luar negeri (ekspor-impor), secara umum terjadi peningkatan Surplus perdagangan luar negeri dengan nilai surplus nilai perdagangan sebesar USD 176.467.686 pada tahun 2003 dan menjadi USD 501.656.251 pada tahun 2007, terkecuali pada tahun 2005 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Kinerja kepariwisataan pada tahun 2007 mengalami peningkatan signifikan dengan semakin meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan. Angka kunjungan wisatawan mancanegara yang langsung datang ke Bali selama lima tahun terakhir, mengalami fluktuasi dengan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara pada tahun 2003 sebanyak 995.272 orang, tahun 2004 meningkat 46,74% menjadi 1.460.420 orang, tahun 2005 menurun 4,89% menjadi 1.388.984 orang, tahun 2006 menurun lagi sebanyak 9,10% menjadi 1.262.537 orang, dan tahun 2007 baru kembali meningkat sebanyak 32,16% menjadi 1.668.531 orang. Berdasarkan asal wisatawan, jumlah kunjungan pada tahun 2007 asal Asean sebanyak 168.160 orang, Asia tanpa Asean sebanyak 760.371 orang, Amerika sebanyak 84.449 orang, Eropa sebanyak 425.583 orang, Oseania sebanyak 219.700 orang, dan Afrika sebanyak 10.268 orang. Dengan demikian jumlah kunjungan wisatawan mancanegara langsung datang ke Bali masih didominasi oleh wisatawan Asia (65,03%) yang nota bene agak kurang royal dalam membelanjakan uangnya dibandingkan wisatawan asal Amerika dan Eropa. Mengenai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) daerah Provinsi Bali dari tahun 2004 sampai tahun 2007 terus mengalami peningkatan, yakni pada tahun 2004 sebesar 69,10; tahun 2005 sebesar 69,80; tahun 2006 sebesar 70,10; dan tahun 2007 sebesar 72,47. Jika dibandingkan dengan priode sebelum tahun 2003 sesungguhnya IPM Bali telah mengalami penurunan dari 71,11 pada tahun 2002 menjadi 69,1 pada tahun 2004. Hal tersebut berdampak pada posisi Bali yang pada tahun 2002 menempati ranking 15 nasional, sedangkan mulai tahun 2004 sampai 2007 posisi Bali tetap pada ranking 16 nasional. Menyangkut tentang angka kemiskinan untuk daerah Provinsi Bali, secara umum mengalami penurunan selama periode tahun 20032006, namun secara khusus sedikit mengalami peningkatan lagi menjadi 229.000 orang pada tahun 2007. Selama periode 2003-2004 sedikit mengalami penurunan sebanyak 0,49%, yakni dari 246.100 orang (7,34%) pada tahun 2003 menjadi 231.900 orang (6,85%) pada tahun 2004. Pada tahun 2003, kabupaten yang persentase penduduk miskinnya tertinggi adalah Kabupaten Buleleng sebesar 10,18% dan terendah terjadi di Kota 18

Denpasar sebesar 3,77%. Kemudian pada tahun 2004, kabupaten yang persentase penduduk miskinnya tertinggi dan terendah masih tetap berada pada dua kabupaten/kota tersebut di mana yang tertinggi terjadi di Kabupaten Buleleng sebesar 10,13% dan terendah terjadi di Kota Denpasar sebesar 2,95%. Sedangkan data per 31 Mei 2006 jumlah rumah tangga miskin di Bali mencapai 147.044 rumah tangga atau 16,9% dengan rincian per kabupaten meliputi Kabupaten Jembrana: 6.998 RT, Tabanan: 11.672 RT, Bandung: 5.201 RT, Gianyar: 7.629 RT, Klungkung: 8.460 RT, Bangli: 13.191 RT, Karangasem: 41,826 RT, Buleleng: 47.908 RT, dan Denpasar: 4.159 RT. Bervariasinya jumlah dan persentase penduduk miskin di masing-masing kabupaten/kota di Bali disebabkan karena karakteristik demografi dan potensi wilayah yang dikembangkan di masing-masing wilayah tersebut. Dengan demikian, berdasarkan seluruh indikator makro ekonomi Bali maka secara umum dapat dikatakan bahwa kondisi perekonomian Bali selama periode tahun 2003-2007 adalah relatif stabil. Gambaran secara menyeluruh tentang kondisi makro ekonomi Provinsi Bali, dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut.
Tabel 2.2 Kondisi makro ekonomi Provinsi Bali, periode Tahun 2003-2007
N o 1 2 Indikator Makro 2003 Pertumb. ekonomi (%) PDRB (Rp Trilyun): a. Atas dasar harga berlaku b. Atas dasar harga konstan PDRB per kapita atas dasar harga berlaku (Rp juta) Tingkat inflasi (%) Struktur perekonomi-an, kontribusi sektor (dalam persen): a. Primer b. Sekunder c. Tersier Ketenagakerjaan: a. Jml penduduk (jiwa) b. Angkatan kerja (%) c. Kesempatan kerja (dalam persen) d. Pengangguran (%) Investasi (Rp Juta) : a. Pemerintah 3,57 26,168 19,081 7,781 2004 4,62 28,987 19,963 8,352 Tahun 2005 5,56 33,946 21,072 10,032 2006 5,28 37,388 22,185 10,895 2007 5,92 42,336 23,497 12,170

4 5

4,56

5,97

11,31

4,30

5,91

22,34 14,70 62,96 3.287.500 68,86 92,42 7,58 3.196.444 969.261 2.227.183 227.660.594

21,42 14,71 63,87 3.333.700 77,16 95,34 4,66 3.623.370 1.072.657 2.550.713 236.690.278

20,95 14,57 64,48 3.378.500 86,12 94,68 5,32 4.045.686 1.279.081 2.766.605 224.442.264

20,65 14,92 64,43 3.431.585 76,33 96,23 6,04 4.648.650 1.631.439 3.017.211 298.629.095

20,04 14,99 64,97 3.480.300 59,19 96,20 3,8 7.720.000 1.630.000 6.270.000 504.066.358

19

b. 9 10 11

Swasta/masyar akat

51.192.908 176.467.686 993.029 71,11 *) 246.100

29.232.063 207.458.215 1.458.309 69,1 231.900

88.745.434 135.696.830 1.386.449 69,8 228.400

27.769.303 270.859.792 1.262.537 70,1 285.284

2.410.107 501.656.251 1.660.000 72,47 229.000

Neraca Perdag LN ($) a. Ekspor b. Impor c. Surplus Kunjungan Wisman (orang) Indeks Pembangun-an Manusia (IPM) Kemiskinan (orang)

Keterangan : *) IPM tahun 2002 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Bali

2.3. 2.3.1.1.

BIDANG-BIDANG PEMBANGUNAN Kependudukan

2.3.1. Sosial Dasar dan Sosial Budaya a. Jumlah, Kepadatan, dan Laju Pertumbuhan Penduduk Berdasarkan data lima tahun terakhir penduduk Provinsi Bali pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 mengalami pertumbuhan yang befluktuasi dimana pada tahun 2003 berjumlah 3.351.353 jiwa dan meningkat menjadi 3.480.300 jiwa pada tahun 2007. Bali dilihat dari sex ratio-nya selama lima tahun terakhir jumlah penduduk laki-laki lebih besar dari pada penduduk perempuan dan tahun 2003 sex rationya 103,76 yang artinya setiap 100 penduduk perempuan terdapat 104 penduduk laki-laki demikian juga pada tahun 2007 sex ratio-nya sebesar 101,23 artinya setiap 100 penduduk perempuan akan terdapat 101 penduduk laki-laki. Pertumbuhan penduduk baik yang disebabkan oleh tingkat kelahiran, kematian serta migrasi menunjukan kecendrungan yang terus meningkat berakibat pada tingkat kepadatan penduduk yang terus mengalami peningkatan pula. Dengan membandingkan jumlah penduduk Bali dari hasil Sensus Penduduk (SP) tahun 2000 dan jumlah penduduk data Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2005, terlihat bahwa rata-rata pertumbuhan penduduk Provinsi Bali adalah 1,47% dalam satu tahun. Pertumbuhan penduduk tertinggi dijumpai di Kabupaten Badung yaitu 2,47% dan paling rendah di Kabupaten Karangasem yaitu 0,90% dalam satu tahun. Pada tahun 2008, Badan Pusat Statistik (BPS) bekerja sama dengan Bappeda Provinsi Bali telah melakukan Survei Sosial Ekonomi Daerah (SUSEDA). Pada Tabel 2.4 disajikan pertumbuhan penduduk Bali dan masing-masing kabupaten/kota dengan membandingkan ketiga data tersebut (SP tahun 2000, SUPAS 2005 dan SUSEDA 2008). 20

Tabel 2.3 Penduduk menurut jenis kelamin, sex ratio, dan kepadatannya di Provinsi Bali Tahun 2003-2007
Tahun Luas Wilayah (km2) Laki-laki 2003 2004 2005 2006 2007 5.662,85 5.636,66 5.636,66 5.636,66 5.636,66 1.697.433 1.708.746 1.710.201 1.710.202 1.750.800 Penduduk (jiwa) Perempuan 1.635.920 1.677.004 1.673.371 1.673.865 1.729.500 Jumlah 3.351.353 3.385.750 3.383.572 3.431.585 3.480.300 103,76 101,89 102,20 103,14 101,23 591,81 600,67 608,76 608,79 617,44 Sex Ratio Kepadatan (jiwa/km2)

Sumber : Data Bali Membangun 2003-2007

Tabel 2.4
Kabupaten/ Kota

Jumlah dan pertumbuhan penduduk per kabupaten/kota


Tahun 2000 2005 247.102 398.389 388.548 421.067 163.291 208.508 376.711 599.866 574.610 3.378.092 2008 257.013 414.852 414.031 434.849 167.157 216.875 384.960 623.319 590.962 3.504.018 2000-2005 1,32 1,19 2,47 1,42 1,03 1,52 0,90 1,49 1,58 1,47 2000-2008 1,36 1,29 2,46 1,33 0,96 1,49 0,85 1,46 1,37 1,42

Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar BALI

231.806 376.030 345.863 393.155 155.262 193.776 360.486 558.181 532.440 3.146.999

*) Penduduk SP2000, SUPAS 2005, SUSEDA 2008

b. Komposisi Penduduk dan Angka Ketergantungan Bila dilihat piramida penduduk tahun 2000 (data SP 2000) dan 2008 (data SUSEDA 2008) terlihat bahwa penduduk Bali semakin tua dimana proporsi penduduk usia anak-anak semakin berkurang dan proporsi penduduk usia lanjut semakin meningkat. Angka ketergantungan (dependency ratio) penduduk Bali pada tahun 2008 (SUSEDA 2008) adalah 43 yang artinya bahwa 100 orang penduduk umur produktif (15-64 tahun) menanggung 43 orang penduduk usia tidak produktif (umur 0-14 dan diatas 64 tahun). Pada 21

Tabel 2.5 terlihat bahwa angka ketergantungan paling tinggi berada di Kabupaten Karangasem yaitu sebesar 49 dan paling rendah di Kabupaten Tabanan dan Kota Denpasar yaitu sebesar 40.
Gambar 2.2 Piramida penduduk Bali Tahun 2000 dan Tahun 2008

Tabel 2.5 Tingkat ketergantungan penduduk Provinsi Bali pada Tahun 2008
Kabupaten/Kota Laki-laki + Perempuan 0-14 Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar 60.218 73.458 93.382 97.467 34.288 52.186 92.126 145.341 146.516 15-64 178.169 296.907 293.300 303.334 115.898 147.984 257.916 434.540 421.987 65+ 18.626 44.487 27.349 34.048 16.971 16.705 34.918 43.528 22.459 259.091 257.013 414.852 414.031 434.849 167.157 216.875 384.960 623.319 590.962 3.504.018 40 41 43 44 47 49 43 40 43 44 Total Dependency Ratio

BALI 794.982 Sumber: SUSEDA 2008

65+
2.449.945

2.3.1.2 Jumlah Penduduk Miskin

Untuk mengetahui proporsi dan jumlah penduduk miskin, tersedia dua sumber data di Indonesia termasuk Provinsi Bali, yaitu persen penduduk miskin dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dilaksanakan setiap tiga tahun, dan jumlah rumah tangga miskin yang pendataannya dilaksanakan oleh BPS pada tahun 2006 dan diulang pada tahun 2008 dalam rangka penyaluran bantuan langsung tunai (BLT) oleh

60 - 64 55 - 59 50 - 54

22

pemerintah pusat. Kedua jenis data tersebut berbeda dalam beberapa hal. Pertama, data SUSENAS adalah hasil survei, tanpa nama dan tanpa alamat. Tujuannya untuk memantau persen penduduk miskin setiap 3 tahun. Alat ukurnya juga berbeda, yaitu pola komsusi masyarakat, yang kemudian disimpulkan menjadi kilokalori. Bila komsumsi per orang dibawah 2100 kilokalori per hari maka dikategorikan sebagai penduduk miskin. Proporsi penduduk miskin Provinsi Bali hasil SUSENAS disajikan pada Tabel 2.6. Pendataan rumah tangga miskin (RTM) dalam rangka penyaluran BLT, beras miskin, jaminan kesehatan, dan lain-lainnya ditentukan dengan mempergunakan 14 variabel, ada nama dan alamat, dan dikelompokkan menjadi hampir miskin, miskin dan sangat miskin. Hasil pendataan rumahtangga miskin tahun 2006 per kabupaten/kota disajikan pada Tabel 2.7 dan Tabel 2.8. Dari dua tabel ini terlihat bahwa, proporsi RTM yang tinggi dijumpai di Kabupaten Karangasem, Buleleng, Bangli dan Klungkung. Bila dilihat persen RTM sangat miskin dari jumlah RTM di masing-masing kabupaten/kota, proporsi yang diatas rata-rata Bali (30,27%) dijumpai di Kabupaten Jembrana, Badung, Gianyar dan Karangasem. Tabel 2.6 Persentase penduduk miskin (komsumsi dibawah 2100 kalori per hari) per kabupaten (SUSENAS)
Kabupaten 2005 Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar Bali 9,1 9,2 5,3 5,1 8,1 6,7 7,7 9,2 2,2 6,7 Penduduk miskin (%) 2006 10,5 7,8 4,6 6,3 9,5 7,9 9,4 9,2 2,7 7,1 7,5 4,3 6.0 9.1 7,5 9,0 8,7 2,1 6,6 2007 9,9

Sumber: BPS Provinsi Bali, 2008

Tabel 2.7

Jumlah rumah tangga miskin (dengan memakai 14 varia-bel) per kabupaten hasil pendataan yang dilaksanakan oleh BPS (tahun 2006) dalam rangka penyaluran bantuan langsung tunai (BLT)
Jumlah rumah tangga 67.738 Jumlah rumah tangga miskin 6.998 % 10.33

Kabupaten/Kota Jembrana

23

Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar Bali

114.122 86.130 91.827 41,407 56.541 101.058 162.234 100.256 821.313

11.672 5.201 7.629 8.460 13.191 41.826 47.908 4.159 147,044

10.23 6.04 8.31 20.43 23.33 41.39 29.53 4.15 17.90

Sumber: BPS Provinsi Bali, 2006

Tabel 2.8 Jumlah rumah tangga sangat miskin, miskin dan hampir miskin, hasil pendataan yang dilaksanakan oleh BPS (Tahun 2006) dalam rangka penyaluran bantuan langsung tunai (BLT)
Kabupaten/ Kota Jumlah rumah tangga miskin 6.998 11.672 5.201 7.629 8.460 13.191 41.826 47.908 4.159 Rumah tangga sangat miskin Rumah tangga miskin Rumah tangga hampir miskin

Jumlah Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar Bali 2.272 1.496 1.714 3.032 1.909 3.792 15.275 14.339 678

% 32,47 12,82 32,96 39,74 22,57 28,75 36,52 29,93 16,30 30,27

Jumlah 3.563 8.464 3.337 4.496 3.329 4.678 19.464 20.135 3.239 70.705

% 50,91 72,52 64,16 58,93 39,35 35,46 46,54 42,03 77,88 48,08

Jumlah 1.163 1.712 150 101 3.222 4.721 7.087 13.434 242 31.832

% 16,62 14,67 2,88 1,32 38,09 35,79 16,94 28,04 5,82 21,65

147,04 44.507 4 Sumber: BPS Provinsi Bali, 2006

2.3.1.3 Angkatan Kerja Jumlah penduduk Bali tahun 2003 sebanyak 3.351.353 jiwa dengan angkatan kerja sebanyak 1.811.798 jiwa (54,06%). Dari jumlah angkatan kerja tersebut yang bekerja sebanyak 1.740.138 jiwa (96,04%) dan yang menganggur sebanyak 71.660 jiwa (3,96%). Perkembangan pada tahuntahun berikutnya mengalami fluktuasi baik jumlah, angkatan kerja, 24

penduduk yan bekerja, maupun jumlah pengangguran. Terakhir jumlah penduduk Bali tahun 2007 sebanyak 3.480.300 jiwa dengan angkatan kerja sebanyak 2.059.711 jiwa (59,18%). Jumlah angkatan kerja tersebut bekerja sebanyak 1.982.134 jiwa (96,23%) dan pengangguran sebanyak 77.577 jiwa (3,77%). Rinciannya sebagaimana pada Tabel 2.9.
Tabel 2.9 Angkatan kerja (jiwa) di Provinsi Bali Tahun 2003-2007
Tahun 2003 2004 2005 2006 Angkatan kerja Bekerja 1.811.798 1.924.805 2.027.343 1.950.654 1.740.138 1.835.165 1.920.913 1.846.824 1.982.134 Status Pengangguran 71.660 89.640 106.430 103.830 77.577

2007 2.059.711 Sumber: BPS Provinsi Bali, 2008

Penduduk bekerja pada tahun 2007 menurut lapangan usaha utama, paling banyak terserap pada sektor tersier sebesar 45,3%. Pada urutan kedua, terserap pada sektor primer sebesar 38,15% dan pada urutan ketiga terserap pada sektor sekunder sebesar 16,52% (Tabel 2.10). Tabel 2.10 Penduduk bekerja menurut kelompok sektor di Provinsi Bali Tahun 2007
Kabupaten Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar Jumlah
Sumber : SUSENAS 2004

Lapangan usaha utama (%) Primer Sekunder Tersier 7,61 4,79 42.59 18,96 7,83 30.41 5,71 12,06 65.27 8,65 13,23 41.83 5,68 3,61 42.81 11,28 3,92 22.39 18,30 5,64 25.63 22,47 12,07 39.50 1,30 17,52 81.86 38,15 16,52 45.33

2.3.1.4 Kondisi Kesehatan a) Umur Harapan Hidup Angka harapan hidup penduduk Bali dari tahun 2003-2007 mengalami peningkatan dari 72,11 tahun 2003 menjadi 72,40 tahun 2007. Hal tersebut dapat dilihat dari Angka Harapan Hidup Provinsi Bali Tahun 2003-2007 pada Tabel 2.11. 25

Tabel 2.11 Umur Harapan Hidup Tahun 2003-2007


Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 Rata-rata Umur Harapan Hidup 72,11 72,57 72,11 72,40 72,40

Sumber : SUSENAS 2003-2007

b) Angka Kematian Anak Umur Dibawah Lima Tahun (Balita) Salah satu indikator keberhasilan program pembangunan kesehatan adalah dengan melihat perkembangan angka kematian dari tahun ke tahun. Terdapat enam penyakit penyebab utama kematian balita yaitu sistem pernafasan, gangguan perinatal, diare, infeksi dan parasit lainnya, saraf dan tetanus. Angka kematian balita di Bali mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2003 menjadi 18,74 per 1000 kelahiran hidup, tahun 2004 menjadi 7,50 per 1000 kelahiran hidup, tahun 2005 menjadi 7,55 per 1000 kelahiran hidup, tahun 2006 menjadi 10,04 per 1000 kelahiran hidup dan tahun 2007 menjadi 7,60 per 1000 kelahiran penduduk. Angka kematian balita pada tahun 2007 menurut kabupaten/kota berkisar 7,69 16,79 per 1000 kelahiran hidup, angka tertinggi terjadi di Kabupaten Jembrana yaitu 8,94 per 100 kelahiran dan terendah di Kabupaten Badung yaitu 5,26 per 1000 kelahiran. Angka kematian balita relatif tinggi juga terdapat di Kabupaten Jembrana, Bangli dan Denpasar.
Tabel 2.12 Angka Kematian Balita (AKB) menurut kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2007
AKB per 1000 Kelahiran Hidup 8,94 8,48 5,26 10,83 9,31 9,62 5,25 6,35 8,02 7,60

Jumlah Kematian Balita Kelahiran (0 4 tahun) Hidup Jembrana 4.587 50 Tabanan 5.661 48 Badung 8.179 50 Gianyar 7.476 86 Klungkung 3.222 31 Bangli 3.952 39 Karangasem 8.190 44 Buleleng 12.598 83 Denpasar 12.088 97 Provinsi Bali 65.953 528 Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Bali (2008) Kabupaten/Kota

c) Angka Kematian Ibu (AKI) Angka kematian ibu (AKI) sebagai akibat komplikasi kehamilan dan persalinan berguna untuk menggambarkan tingkat kesadaran dan perilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu, kondisi kesehatan 26

lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan untuk ibu hamil, pelayanan kesehatan waktu melahirkan dan masa nifas. Angka Kematian ibu di Bali tahun 2003 telah menurun dari tahun sebelumnya menjadi 63,37 per 100.000 kelahiran hidup, pada tahun 2004 meningkat menjadi 92,28 per 100.000 kelahiran hidup. Tahun 2005 menurun menjadi 58,61 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2006 meningkat menjadi 79,50 per 100.000 kelahiran hidup dan tahun 2007 menurun menjadi 63,68 per 100.000 kelahiran hidup. d) Penolong Persalinan Anak Terakhir Hasil SUSEDA tahun 2008 menunjukkan bahwa sebanyak 95% ibu bersalin telah ditolong oleh tenaga medis (bidan atau dokter) dan hanya 5% oleh tenaga non medis (keluarga atau dukun bersalin). Bila dilihat per kabupaten, penolong non medis masih cukup banyak dijumpai di Kabupaten Karangasem, Bangli, dan Klungkung (Nusa Penida) dan paling rendah di Kabupaten Tabanan (Tabel 2.13). Tabel 2.13 Penolong persalinan anak terakhir per kabupaten/kota (SUSEDA 2008)
Medis 96,81 99,47 97,94 99,48 92,18 87,80 84,56 95,71 98,27 95,45 3,19 0,53 2,06 0,52 7,82 12,20 15,44 4,29 1,73 4,55 Non-Medis

Kabupaten/Kota Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar Bali
Sumber: SUSEDA 2008

e) Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif (ASI Eksklusif) Hasil SUSEDA 2008 menunjukkan bahwa pemberian air susu ibu saja pada bayi umur dibawah 6 bulan (ASI eksklusif) masih amat rendah di Provinsi Bali seperti disajikan pada Tabel 2.14. Hanya 16,86% anak umur 2-4 tahun diberikan ASI eksklusif ketika mereka berumur kurang dari 6 bulan. Bila dilihat per jenis kelamin anak, terlihat amat sedikit perbedaan, tetapi terlihat lebih banyak variasi bila dilihat per kabupaten, yaitu paling tinggi di Kabupaten Klungkung (29,83%) dan paling rendah di Kabupaten Karangasem (8,29%).
Tabel 2. 14 Pemberian ASI eksklusif per kabupaten/kota (SUSEDA 2008)

27

Kabupaten/Kota Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar

Anak Laki-laki (%) 12,95 24,24 16,62 27,41 24,44 8,89 8,54 13,31 12,85

Anak Perempuan (%) 15,09 23,58 12,14 21,52 35,42 12,16 8,00 12,32 25,84 17,70

Total (%) 13,98 23,93 14,54 24,62 29,83 10,54 8,29 12,78 19,21 16,86

Bali 16,06 Sumber: SUSEDA, 2008

f) Imunisasi Lengkap Hasil SUSEDA 2008 menunjukkan bahwa imunisasi lengkap hanya mencapai 65,9%. Bila dilihat per jenis kelamin anak, terlihat amat sedikit perbedaan, tetapi terlihat lebih banyak variasi bila dilihat per kabupaten, yaitu lebih tinggi di Kabupaten Jembrana, Badung, Gianyar dan Buleleng, dan lebih rendah di Kabupaten Bangli, Klungkung, dan Karangasem (Tabel 2.15).
Tabel 2.15 Imunisasi lengkap per kabupaten/kota (SUSEDA 2008)
Kabupaten/Kota Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar Bali Sumber: SUSEDA, 2008 Laki-laki (%) 90,56 62,64 81,08 73,62 45,07 45,32 52,55 73,83 58,59 66,09 Perempuan (%) 81,84 61,68 80,56 76,09 46,09 44,19 59,28 69,53 57,34 65,72 Total (%) 86,14 62,19 80,83 74,82 45,57 44,77 55,73 71,59 58,00 65,91

g) Sumber Air Minum Terlindung Hasil SUSEDA 2008 menunjukkan bahwa 87,5% rumahtangga di Bali telah memproleh air minum dari sumber air yang terlindung dan 12,5% dari sumber yang tidak terlindung. Kebanyakan rumahtangga yang belum memperoleh air minum dari sumber terlindung adalah di Kabupaten Karangasem dan Bangli (Tabel 2.16).
Tabel 2.16 Sumber air minum per kabupaten/kota (SUSEDA 2008)

28

Kabupaten/Kota Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar Bali

Sumber terlindung 85,23 92,27 95,19 97,11 81,54 62,25 69,13 89,23 98,73 87,47

Sumber tak terlindung 14,77 7,73 4,81 2,89 18,46 37,75 30,87 10,77 1,27 12,53

Sumber: SUSEDA 2008

h) Kejadian Beberapa Penyakit Menular Kasus dan angka kesakitan yang dominan terjadi adalah Demam Berdarah Dengue (DBD), TBC Paru, HIV/AIDS, penyakit lumpuh layu (AFP). Pada tahun 2007 di Provinsi Bali terdapat 6.391 kasus DBD, hampir setengahnya (3.264 kasus) terdapat di Kota Denpasar. Kasus DBD yang relatif tinggi juga terjadi di Kabupaten Badung, Tabanan, dan Gianyar yaitu masing-masing 1.378 kasus, 536 kasus dan 534 kasus. Sementara di kabupaten lainnya relatif rendah dengan jumlah kasus berkisar 38 406. Penyakit menular lain yang terus meningkat kejadiannya di Provinsi Bali adalah HIV/AIDS. Jumlah kasus kumulatif sejak tahun 1987 sampai dengan Juli 2008 yang dilaporkan ke Dinas Kesehatan Provinsi Bali sebanyak 2.228. Karena sebagian besar penduduk yang terifeksi HIV tidak akan mengetahui bahwa dirinya telah tertular HIV maka jumlah kasus yang dilaporkan akan jauh lebih kecil dibanding yang sebenarnya telah terjadi di masyarakat. Dengan metode estimasi, jumlah penduduk Bali yang diperkirakan mengidap HIV ada pada awal tahun 2007 adalah sebanyak 4.041. Bila dilihat per kabupaten/kota maka kebanyakan kasus HIV/AIDS dijumpai di Kota Depasar, Badung dan Buleleng. Penyakit TBC paru yang juga merupakan penyakit re-emerging, tahun 2003, ditemukan 218 orang (TBC positif) meningkat 1.080 pada tahun 2004. Pada tahun 2005 ditemukan meningkat menjadi 1.211 orang penderita dan tahun 2006 meningkat menjadi 1.340 orang. Pada tahun 2007 ditemukan penyakit TBC paru mencapai 1.343 dengan angka kesembuhan mencapai 87,79%. Meningkatnya kasuskasus TBC juga berkaitan dengan meningkatnya kasus-kasus HIV/AIDS karena sekitar 50% orang yang menderita HIV/AIDS terinfeksi oleh kuman TBC. Penyakit lumpuh layu (AFP), pada tahun 2007 di Bali ditemukan sebanyak 32 kasus tersebar di seluruh kabupaten/kota. Kasus terbanyak yang dilaporkan tahun 2007 terdapat di Denpasar yaitu 29

sebanyak 8 orang.

Tabel 2.17 Kejadian beberapa penyakit menular per kabupaten/kota


Kabupaten/ Kota
DBD thn 2007
a)

Jumlah Kasus
TB Paru thn 2007a) HIV/AIDS AFP thn 2007a)

Kasus Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar 74 536 1.378 534 68 38 93 406 3.264

IRb) 28,8 129,2 332,8 122,8 40,7 17,5 24,2 65,1 552,3

Kasus Sembuh Kumulatifc) Perkiraand) 112 90 138 100 94 29 144 240 396 111 77 102 80 94 29 141 224 274 52 98 389 72 22 19 41 411 1.127 186 176 1.042 159 40 44 63 362 1.967 2 4 6 1 2 2 6

Kasus 1

8 32

Bali 6.391 182,4 1.343 1.132 2.228 4.041 a) Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2008 (kasus tahun 2007)

b) IR** = per 100.000 penduduk c) Sumber: Dinkes Prov. Bali (jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS yang dilaporkan ke Dinkes s/d Juli 2008) d) Sumber: KPAP Bali (perkiraan jumlah kasus HIV/AIDS per kabupaten di Bali pada awal tahun 2007)

i)

Penyakit-penyakit Sebagai Akibat Prilaku

Sejalan dengan meningkatnya penyakit menular seperti HIV/AIDS dan TBC yang juga erat kaitannya dengan perilaku, penyakit sebagai akibat perilaku juga setiap tahun mengalami peningkatan secara signifikan seperti misalnya penyakit yang muncul karena kecanduan alkohol, narkoba, merokok, kegemukan dan lain-lain. Data pengguna narkoba dan minuman keras (miras) secara kumulatif dalam 3 (tiga) tahun terakhir berjumlah 1.588 kasus. Sedangkan jumlah kasus narkoba sampai dengan bulan Mei tahun 2008 adalah 273 kasus. Terhadap penyalahgunaan narkoba para pelaku ternyata lebih banyak pada usia produktif antara usia 15 sampai dengan 30 tahun. 30

Meningkatnya pengguna narkoba dengan jarum suntik secara signifikan juga berpengaruh dengan meningkatnya kasus HIV/AIDS. j) Keluarga Miskin yang Mendapat Pelayanan Kesehatan Untuk mencapai pembangunan di bidang kesehatan, pemerintah memberikan pelayan kesehatan kepada keluarga miskin dimana pada tahun 2007 di Provinsi Bali terdapat 573.028 orang masyarakat miskin dan 455.312 (79,46%) diantaranya sudah mendapatkan Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) berkisar antara 22,95%100%. Kabupaten yang belum mencapai 100% adalah Kabupaten Tabanan (72,10%), Bangli (22,95%) dan Karangasem (63,45%). k) Keluarga Berencana (KB) Dari hasil SUSENAS dan SUSEDA terlihat bahwa pemakaian kontrasepsi di Provinsi Bali berkisar antara 65-68% (Tabel 2.18), dimana Denpasar, Buleleng dan Karangasem selalu berada dibawah rata-rata Provinsi Bali. Hal ini kemungkinan erat kaitannya dengan penduduk migran di Denpasar dan penduduk miskin yang lebih banyak di Kabupaten Buleleng dan Karangasem. Bila dilihat jenis-jenis metode/alat kontrasepsi yang dipakai (Tabel 2.19), terlihat adanya suatu kecendrungan dimana pemakaian metode IUD cendrung terus menurun dan metode suntikan serta pil terus meningkat. Sedangkan metode lainnya (tubektomi, vasektomi, implan) relatif tetap. Karena tingkat kegagalan metode pil dan suntikan lebih tinggi dari metode jangka panjang seperti IUD, implan dan tubektomi/vasektomi yang disebabkan karena akseptor sering lupa minum pil atau telat suntik maka kecendrungan ini akan menyebabkan meningkatnya angka kelahiran dan pertumbuhan penduduk.
Tabel 2.18 PUS yang sedang memakai kontrasepsi pada saat survei per kabupaten/kota
Kabupaten PUS yang sedang memakai kontrasepsi pada saat survei (current users) 2005 (%)a) Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar 72,8 77,6 70,1 68,3 69,3 74,4 65,7 67,4 56,1 2006 (%)a) 70,0 76,4 68,8 70,0 63,9 73,6 64,8 64,5 60,4 2007 (%)a) 69,2 79,0 64,8 71,4 65,5 74,0 66,8 70,9 52,0 2008 (%)b) 68,5 78,7 67,5 73,8 66,0 67,0 62,9 63,1 53,3

31

Bali
a) b)

68,2

67,4

67,2

65,9

Data SUSENAS Data SUSEDA

Tabel 2.19

PUS yang sedang memakai kontrasepsi pada saat survei berdasarkan jenis alat kontrasepsi yang dipakai*)
2005 41,7 39,6 10,6 1,3 4,4 0,8 0,7 1,0 2006 39,9 41,1 11,6 0,8 4,1 0,7 0,7 1,0 36,1 42,2 13,0 1,0 4,1 0,9 1,1 1,3 2007

Jenis kontrasepsi yang dipakai IUD Suntikan Pil Implant (KB Susuk) Tubektomi Vasektomi Kondom Lainnya
*)

Data SUSENAS

l) Rata-rata Jumlah Anak (Total Fertility Rate) Total Fertility Rate (TFR) adalah jumlah rata-rata anak yang pernah dilahirkan oleh seorang ibu selama masa suburnya. Karena data survei selalu bersifat cross-sectional, maka TFR selalu diperoleh dengan metode penyesuaian dari data tentang jumlah rata-rata anak yang pernah dilahirkan per kelompok umur ibu yang diperoleh dari suatu survei. Dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), diperoleh TFR per kabupaten/kota untuk Provinsi Bali seperti disajikan pada Tabel 2.20. Tabel 2.20 Rata-rata Jumlah Anak (Total Fertility Rate) per kabupaten/kota*)
Kabupaten 2005 Jembrana Tabanan Badung 2,83 1,98 1,96 Total Fertility Rate (TFR) 2006 3,08 2,10 2,37 2,41 2,50 2007 3,07

32

Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar Bali


*)

2,86 3,78 2,67 4,19 3,25 2,32 2,81

2,99 3,14 2,78 3,54 2,96 3,11 2,87

2,96 2,80 2,68 3,42 2,61 2,25 2,87

Data SUSENAS (dihitung oleh BPS Prov. Bali mengacu pada Model Mortara dan Arriaga dengan menggunakan Program MORTPAK)

m) Sumberdaya Manusia Kabupaten/Kota

Kesehatan

dan

Sebarannya

per

Keberadaan tenaga kesehatan menurut jenisnya di Bali sejak tahun 2003 sampai 2007 jumlahnya berfluktuasi dengan kecenderungan menurun dan pada tahun 2007 mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pada tahun 2003, jumlah dokter umum 305 orang. Pada tahun 2004 meningkat menjadi 861 orang. Tahun 2005 berjumlah 607 orang dan tahun 2006 meningkat menjadi 696 orang dan tahun 2007 sebanyak 1.112 orang. Rasio dokter umum terhadap penduduk 9,10 per 100.000 penduduk pada tahun 2003 dan meningkat lagi menjadi 25,43 per 100.000 penduduk pada tahun 2004, sebesar 24,42 per 100.000 tahun 2005, untuk tahun 2006 rasio mencapai 28,66 per 100.000 dan 31,96 per 100.000 tahun 2007. Keberadaan dokter spesialis kecenderungannya sama seperti dokter umum, dimana pada tahun 2003 menjadi 119 orang dengan rasio hanya 3,55 per 100.000 penduduk dan pada tahun 2004 meningkat menjadi 428 dengan rasio hanya 12,64 per 100.000 penduduk. Tahun 2005 menjadi 452 orang dengan rasio 23,11 per 100.000, tahun 2006 menjadi 367 orang dengan ratio 10,63 per 100.000 jumlah penduduk. Dan tahun 2007 berjumlah menjadi 478 dengan rasio 13,74 per 100.000 jumlah penduduk. Keberadaan dokter gigi juga kecenderungannya berfluktuatif seperti dokter umum dan dokter spesialis, dimana tahun tahun 2003 hanya 98 orang dan meningkat pada tahun 2004 menjadi 133 orang, tahun 2005 berjumlah 141 orang, tahun 2006 berjumlah 195 orang dan tahun 2007 sebanyak 216 orang dengan rasio 6,21 per 100.000 penduduk. Tenaga paramedis tahun 2003 sebanyak 2.793 orang dan pada tahun 2004 menjadi 7.433 orang tahun 2005 sebanyak 5.780 orang dan pada tahun 2006 menjadi 5.915 orang serta tahun 2007 sebanyak 5.990 orang
Tabel 2.21 Jumlah tenaga kesehatan dan rasio tenaga kesehatan per 100.000 penduduk menurut jenis tenaga kesehatan di Provinsi Bali tahun 2003 2007
Tah un Jumlah Penduduk Dokter Umum Jumla h Rasio Dokter Spesialis Jumlah Rasio Dokter Gigi Jumlah Rasio Paramedis Jumlah Rasio

33

200 3 200 4 200 5 200 6 200 7

3.351.353 3.385.750 3.431.368 3.453.664 3.479.785

305 861 607 696 1.112

9,10 25,43 24,42 28,66 31,96

119 428 452 367 478

3,55 12,64 13,17 10,63 13,74

98 133 141 195 216

2,92 3,93 4,11 5,65 6,21

2.793 7.433 5.780 5.915 5.990

83,34 219,54 168,45 171,27 172,14

Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2008

Sebaran jumlah tenaga kesehatan dan rasionya terhadap jumlah penduduk menurut kabupaten/kota di Bali masih belum merata. Rasio dokter umum per 100.000 penduduk menurut kabupaten/kota bervariasi antara 0,89 sampai 17,96, dimana terendah di Kabupaten Jembrana dan tertinggi di Kota Denpasar. Rasio dokter spesialis per 100.000 penduduk menurut kabupaten/kota bervariasi antara 0,20 sampai 9,60 dimana angka terendah di Kabupaten Karangasem dan tertinggi di Kota Denpasar Rasio dokter gigi per 100.000 penduduk bervariasi antara 0,29 sampai 1,75 dengan rasio terendah di Kabupaten Klungkung dan tertinggi di Kota Denpasar Rasio tenaga bidan per 100.000 penduduk berkisar 2,70 sampai 13,39, terendah di Kabupaten Klungkung dan tertinggi di Kota Denpasar dan rasio tenaga perawat per 100.000 penduduk berkisar antara 57,24 dan 4,48 rasio terendah ada di Kabupaten Jembrana dan tertinggi di Kota Denpasar.
Tabel 2.22 Rasio tenaga kesehatan per 100.000 penduduk menurut kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2007
Kabupaten/ Kota Jumlah Penduduk Dokter Umum Juml ah Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar Jumlah Rasio 0,89 2,50 1,87 1.93 1,01 1,75 1,75 2,30 17,96 31,96 Dokter Spesialis Juml Rasi ah o 12 31 14 28 13 12 7 27 334 478 0.34 0,89 0,40 0,80 0,37 0,34 0,20 0,78 9,60 13,74 Dokter Gigi Juml ah 12 28 28 22 10 17 16 22 61 216 Rasi o 0,34 0,80 0,80 0,63 0,29 0,49 0,46 0,63 1,75 621 Bidan Juml ah 156 405 212 394 184 340 240 382 1.992 4.305 Rasio 3,51 6,64 3,76 5,35 2,70 3,22 3,94 5,92 13,39 48,42 Perawat Juml ah 156 405 212 394 184 340 240 382 1992 4305 Rasio 4,48 11,64 6,09 11,32 5,29 9,77 6,90 10,98 57,24 123,71

253.998 408.936 408.126 432.999 166.294 214.801 383.504 618.843 592.284 3.479.78 5

31 87 65 67 35 61 61 80 625 1.112

Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2008, (data jumlah penduduk: data dari BPS)

n) Jaminan Kesehatan Masyarakat Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Bali (2007), penduduk yang terlindungi asuransi kesehatan baru mencapai 43,52%, mengalami penurunan dari 51,76% pada tahun 2006. Bentuk jaminan 34

pemeliharaan kesehatan terdiri dari Askes 12,87%, Jamsostek 1,79%, Kartu Sehat 14,29%, dan lainnya 14,57%. Proporsi penduduk yang paling tinggi telah terlindungi oleh JPK terdapat di Kabupaten Jembrana yang mencapai 64,51%, sedangkan proporsi penduduk yang paling rendah terlindungi terdapat di Kabupaten Badung yaitu 27,00%. Sementara itu, penduduk yang terlindungi oleh JPK di Kabupaten Buleleng tahun 2007 baru mencapai 49,69%, Tabanan mencapai 51,00%, Gianyar mencapai 37,13%, Klungkung mencapai 59,62%, Bangli mencapai 31,30%, Karangasem, 33,62% dan Kota Denpasar 54,08% .

Tabel 2.23 Jumlah penduduk menurut ketersediaan jaminan pembiayaan kesehatan (JPK)di Bali tahun 2007
No Kabupaten/ Kota Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangase m Buleleng Denpasar Jumlah Jumlah Penduduk 253.998 408.936 408.126 432.999 166.294 214.801 383.504 618.843 592.284 3.479.785 Askes JamsosTek 65 2.841 3.650 7.285 686 0 0 7.843 39.816 63.186 Kartu Sehat 20.396 42.558 19.037 30.315 31.233 47.535 112.37 6 176.58 3 17.204 497.23 7 Lainnya 124.91 6 0 61.461 88.235 1.594 2.470 3.173 145.37 3 79.825 507.04 7 Jumlah

1 2 3 4 5 6 7 8 9

18.469 163.16 1 26.049 34.948 15.737 17.220 11.088 43.228 117.94 1 447.84 1

163.846 208.560 110.197 160.783 49.250 67.225 126.637 307.479 320.334 1.514.31 1

Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2008

2.3.1.5. Kondisi Pendidikan a) Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan Pendidikan tertinggi yang ditamatkan penduduk umur 15 tahun keatas di Provinsi Bali tahun 2006 disajikan pada Tabel 2.24. Jumlah penduduk umur 15 tahun ke atas pada tahun 2006 di Provinsi Bali yang tidak punya/belum punya ijazah 13,47%, berpendidikan tertinggi SD/MI 29,45%, berpendidikan tertinggi SLTP/MTs 18,67%, berpendidikan tertinggi tamat SMU/SMK/MA 29,84%, tamat D1/D2 2,53%, tamat D3/SM 1,26%, tamat D4/S1 4,40% dan S2/S3 0,38%. Peningkatan kualitas 35

sumberdaya manusia melalui pendidikan formal memerlukan waktu relatif lama. Namun demikian, secara umum tingkat pendidikan penduduk Bali dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Sebagai contoh, proporsi penduduk yang tamat D4/S1 meningkat dari 2,78% tahun 2004 menjadi 3,37% pada tahun 2005, D1/D2 meningkat dari 1,52% menjadi 1,75%, D3 dari 1,10% menjadi 1,17%.

Tabel 2.24

Persentase penduduk 15 tahun keatas menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan per kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2006
Ijazah Tertinggi yang Ditamatkan Tidak Punya % SD/MI % 34.14 35.52 23.10 24.21 36.52 42.52 36.64 33.84 17.12 29.45 SLTP/MTs % 20.01 18.78 16.33 19.36 17.56 16.61 18.72 18.75 20.01 18.67 SMA/ SMK % 26.56 26.44 39.48 35.13 26.23 18.69 20.47 22.78 39.68 29.84 D1/D2 % 1.50 2.31 4.53 4.21 2.13 1.59 1.89 0.84 3.06 2.53 D3/SM % 0.57 0.88 2.04 1.71 0.89 0.69 0.31 0.65 2.32 1.26 D4/S1 % 2.48 3.08 4.15 5.45 2.56 2.23 2.17 1.89 10.26 4.40 S2/S3 % 0.19 0.13 0.16 0.48 0.00 0.14 0.00 0.13 1.30 0.38

No

Kabupaten / Kota

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangase m Buleleng Denpasar Jumlah

14.55 12.87 10.20 9.45 14.10 17.52 19.80 21.12 6.24 13.47

Sumber: Susenas 2006

Status pendidikan penduduk menurut kabupaten/kota di Bali masih menunjukkan kesenjangan antar wilayah. Padahal dilihat dari distribusi penyediaan fasilitas pendidikan khususnya jenjang pendidikan dasar dan menengah antar wilayah kabupaten/kota di Bali sudah hampir merata. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat faktor-faktor lain selain penyediaan fasilitas pendidikan yang turut mempengaruhi partisipasi pendidikan, seperti tingkat perekonomian dan kesadaran masyarakat. Di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung yang merupakan dua wilayah dengan tingkat perekonomian relatif lebih maju menunjukkan kualitas pendidikan formal penduduknya cenderung lebih baik dimana penduduk yang 36

berpendidikan tertinggi SMA/SMK ke atas mencapai masing-masing 39.68% dan 39.48%. Kondisi ini sangat kontras dengan tingkat pendidikan penduduk di Kabupaten Bangli dan Karangasem, dimana penduduk yang berpendidikan tertinggi tamat SMA/SMK ke atas hanya 18.69% dan 20.47%. Di Kabupaten Buleleng, Jembrana dan Klungkung tingkat pendidikan penduduknya juga masih relatif rendah dimana penduduk usia di atas 15 tahun yang tamat SMA/SMK ke atas proporsinya di bawah rata-rata Provinsi Bali. b) Penduduk Buta Huruf Persentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang tergolong buta huruf (tidak bisa membaca dan menulis) menurut kabupaten/kota di Bali tahun 2007 mencapai 14,02% atau dengan kata lain sebanyak 85.98% penduduk usia 15 tahun keatas mampu membaca dan menulis (Tabel 2.25).

Tabel 2.25
No

Persentase angka melek huruf di Provinsi Bali Tahun 2003 - 2007


Tahun Dapat Baca Tulis LakiPeremp. L+P Laki 92,25 80,22 86,96 92,39 81,20 86,83 92,53 79,91 86,22 92,50 79,52 85,79 92,43 79,68 85,98 Tidak Dapat Baca Tulis LakiPeremp. L+P Laki 7,77 18,42 13,16 7,61 18,80 13,17 7,50 18.87 13,18 8,00 20,42 14,21 7,57 20,32 14,02

2003 1 2004 2 2005 3 2006 4 2007 5 Sumber: BPS, 2007

Persentase penduduk buta huruf menurut kabupaten/kota tahun 2006 berkisar antara 6,23%-27,94%, tertinggi di Kabupaten Karangasem dan terendah di Kota Denpasar. Persentase penduduk buta huruf di atas rata-rata provinsi adalah Kabupaten Karangasem, Klungkung, Bangli, Gianyar dan Buleleng. Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, penduduk perempuan yang buta huruf di Bali tahun 2007 lebih dari dua kali lipat penduduk laki-laki yang buta huruf, yaitu 20,42% berbanding 8,00%. Kondisi ini terjadi di seluruh kabupaten/kota dimana persentase penduduk perempuan yang buta huruf lebih dari dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan penduduk lakilaki. c) Pemerataan Pendidikan Tingkat pemerataan pendidikan berdasarkan angka partisipasi kasar (APK) Sekolah Dasar (SD) di Bali selama tahun 2003-2007 37

mengalami fluktuasi. Pada tahun 2003 APK SD di Bali mencapai 114,31% namun mengalami penurunan di tahun-tahun berikutnya dan akhirnya menjadi 113,61% di tahun 2007. Sementara itu angka partisipasi murni (APM) SD di Bali juga mengalami fluktuasi seperti APK (Tabel 2.26). Sebaran APK SMP dari tahun 2003 sampai tahun 2007 menunjukkan bahwa pemerataan pendidikan SMP terus meningkat begitu juga dilihat dari sisi APM. APK SMP di Bali tahun 2007 telah mencapai 99,69% dan APM mencapai 78,64%. Sedangkan APK dan APM untuk SMA/SMK selama kurun waktu tahun 2003 sampai tahun 2007 juga terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2003 APK SMA/SMK di Bali mencapai 66,33% dan tahun 2007 telah mencapai 69,12%. Untuk nilai APM SMA/SMK di Bali tahun 2003 mencapai 49,57% dan pada tahun 2007 talah mecapai 56,11%.

Tabel 2.26 Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) SD, SMP dan SMA/SMK di Provinsi Bali Tahun 20032007
No Tahun APK (%) SD APM (%) SMP APK (%) 90,65 91,12 91,86 93,23 99,65 APM (%) 64,37 65,81 72,71 74,03 78,64 SMA/SMK APK (%) 66,33 66,50 66,55 67,38 69,12 APM (%) 49,57 49,69 51,13 52,10 56,11

2003 1 114,31 98,11 2004 2 109,84 94,89 2005 3 107,14 94,58 2006 4 108,92 95,21 2007 5 113,61 99,69 Sumber: Data Bali Membangun, 2007

d) Tenaga Kependidikan Dalam mewujudkan out put dari pendidikan yang lebih baik maka jumlah guru memegang peranan penting dalam menunjang proses belajar mengajar. Rasio antara jumlah murid terhadap jumlah guru akan dapat mencerminkan kelancaran proses belajar mengajar. Semakin kecil rasio jumlah murid terhadap jumlah guru maka akan semakin baik, artinya bila rasionya semakin kecil maka jumlah murid yang diasuh oleh seorang guru akan semakin kecil pula dan demikian sebaliknya. Rasio murid dengan guru di Provinsi Bali selama tahun 2003 - 2007 untuk tingkat SD berkisar antara 17,36 dan 18,04 artinya setiap 17 atau 18 anak didik diasuh oleh satu orang guru. Untuk SMP, rasio jumlah murid terhadap jumlah guru di Bali tahun 2003 - 2007 berkisar antara 12,21 dan 16,66, rasio terendah terjadi pada tahun 2006 dan rasio yang paling besar terjadi pada tahun 2004 (Tabel 2.27). 38

Untuk SMA, rasio jumlah murid terhadap jumlah guru di Bali tahun 2003-2007 mengalami rasio yang paling besar (buruk) terjadi pada tahun 2003 yaitu 17,83 dan semakin menurun hingga mencapai 11,72 pada tahun 2007. Sementara itu, rasio jumlah murid terhadap jumlah guru untuk SMK di Bali mengalami rasio yang paling besar (buruk) terjadi pada tahun 2007 yaitu 12,72 dan rasio paling kecil terjadi pada tahun 2004 yaitu 9,25. Secara umum rasio pendidikan baik SD, SMP, SMA dan SMK di seluruh kabupaten/kota di Bali rasionya masih ideal yaitu di bawah 30.
Tabel 2.27 Jumlah dan Rasio Murid-Guru pada SD dan SMP di Provinsi Bali Tahun 2003-2007
No Tahun Murid (orang) SD Guru (orang) Rasio 1 : 18 1 : 17 1 : 17 1 : 18 1 : 18 Murid (orang) 131.619 138.160 140.862 138.325 152.596 SMP Guru (orang) 10.125 8.288 10.766 11.324 11.248 Rasio 1 : 13 1 : 17 1 : 13 1 : 12 1 : 14

2003 1 380.460 21.103 2004 2 389.291 22.412 2005 3 396.084 22.816 2006 4 405.049 22.912 2007 5 420.242 23.291 Sumber: Data Bali Membangun, 2007

Tabel 2.28 Jumlah dan Rasio Murid-Guru pada SMA dan SMK di Provinsi Bali Tahun 2003-2007
No Tahun Murid (orang) SMA Guru (orang) 4.069 5,987 6.290 6.465 6.508 Rasio 1 : 18 1 : 12 1 : 12 1 : 12 1 : 12 Murid (orang) 32.552 29.816 30.102 31.633 38.046 SMK Guru (orang) 3.180 3.222 3.087 3.147 2.990 Rasio 1 : 10 1:9 1 : 10 1 : 10 1 : 13

2003 1 72.580 2004 2 74.395 2005 3 74.974 2006 4 76.438 2007 5 76.308 Sumber: Data Bali Membangun,2007

Tabel 2.29 Data jumlah SMA/SMK di Provinsi Bali Tahun 2007


Kabupaten/Kota SMA Jembrana 13 Tabanan 17 Badung 18 Denpasar 30 Gianyar 17 Klungkung 10 Bangli 7 Karangasem 19 Buleleng 35 Bali 166 Sumber : Data Bali Membangun 2007 SMK 8 10 13 21 22 3 8 5 12 102 Jumlah 21 27 31 51 39 13 15 24 47 268

39

Tabel 2.30 Jumlah Siswa yang berasal dari Rumah Tangga Miskin (RTM) di Provinsi Bali
Kabupaten/Kota Jumlah Siswa (orang) Jembrana 5.134 Tabanan 8.600 Badung 3.885 Denpasar 3.992 Gianyar 6.843 Klungkung 6.998 Bangli 10.660 Karangasem 38.192 Buleleng 41.505 Bali 125.809 Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Bali per 13 Oktober 2007

2.3.1.6.

Agama

Penduduk Daerah Bali selama tahun 2003-2007 sebagian besar (diatas 80%) menganut Agama Hindu. Proporsi penduduk beragama Hindu terus mengalami penurunan dari 92,25% pada tahun 2003 menjadi 82,97% tahun 2007. Penduduk beragama Budha di Bali dari tahun 20032007 berkisar 0,61% - 0,70%. Proporsi penduduk beragama Islam pada tahun 2003-2007 terus mengalami pertambahan dari 5,72% pada tahun 2002 menjadi 14,05% di tahun 2007. Persentase penduduk beragama Protestan juga mengalami peningkatan dari 0,71% pada tahun 2003 menjadi 1,44% tahun 2007, sedangkan proporsi penduduk beragama Katolik berkisar 0,71% - 0,91% dan tertinggi pada tahun 2005 yaitu 0,91% (Tabel 2.31).
Tabel 2.31 Proporsi penduduk menurut agama yang dianut di Provinsi Bali Tahun 2003-2007
Agama Persentase Penduduk menurut Agama yang Dianut 2005 91,14 0,60 5,93 1,42 0,91 100,00 2006 89,08 0,58 8,62 0,82 0,89 100,00 2007 82,97 0,70 14,05 1,44 0,84 100,00

2003 2004 Hindu 92,25 92,26 Budha 0,61 0,61 Islam 5,72 5,72 Protestan 0,71 0,71 Katolik 0,71 0,71 Jumlah 100,00 100,00 Sumber: Data Bali Membangun, 2007

Tempat suci atau tempat peribadatan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan umat beragama. Jumlah dan sebaran tempat suci (pura) umat Hindu, Islam, Budha, Protestan, dan Katolik pada tahun 2003-2007 disajikan pada Tabel 2.32.
Tabel 2.32 Tempat peribadatan agama Hindu, Islam, Budha, Katolik, dan Protestan di Provinsi Bali

40

Tahun 2003-2007
Tahun Hindu Islam Budha 2003 5.617 600 64 2004 5.617 614 66 2005 5.581 642 63 2006 7.717 758 57 2007 7.717 758 57 Sumber: Data Bali Membangun, 2007 Katolik 32 33 33 33 33 Protestan 123 123 133 148 148

Membangun kehidupan beragama yang lebih baik sesuai dengan ajaran agama itu sendiri tidak terlepas dari peranan pemuka agama. Keberadaan pemuka agama di Provinsi Bali pada tahun 2003 - 2007 disajikan pada Tabel 2.33 dan Tabel 2.34
Tabel 2.33 Jumlah pemuka agama (Agama Hindu dan Agama Islam) Tahun 2003-2007
Tahun Agama Hindu Ulama 141 272 141 69 69 Agama Islam Khotib 938 938 938 381 381 Mubaligh 451 424 451 381 381

Pandita Pemangku 2003 817 18.992 2004 817 18.992 2005 817 18.922 2006 963 23.670 2007 963 23.670 Sumber: Bali Membangun, 2007

Tabel 2.34 Jumlah pemuka agama (Agama Budha, Protestan, dan Katolik) Tahun 2003-2007
Agama Budha Tahun Upasaka/ Upasika 2003 6 41 87 2004 7 46 19 2005 8 46 22 2006 15 68 2007 4 57 Sumber: Bali Membangun, 2007 Biksu Pandita Pendeta 127 163 163 146 29 Pastur 30 30 29 27 27 Bruder 2 2 2 2 2 Suster 46 48 51 59 59 Protestan Agama Katolik

2.3.1.7.

Kebudayaan Daerah

a) Sistem Kemasyarakatan dan Kelembagaan Sistem kemasyarakatan merupakan perwujudan tingkah laku yang berpola, yang diatur oleh sistem norma dan peralatan guna memenuhi kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial. Beberapa sistem kemasyarakatan yang terkait dengan kebutuhan manusia secara umum antara lain: pranata yang berhubungan dengan kekerabatan seperti soroh; pranata yang terkait dengan kebutuhan ekonomi (economic institutions) seperti koperasi, pasar; pranata yang bertujuan untuk memenuhi 41

kebutuhan penerangan dan pendidikan (educational institutions) seperti pendidikan formal dan informal; pranata yang berhubungan dengan keagamaan (religious institutions) seperti pura, mesjid, gereja, dan wihara; pranata yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang terkait dengan kesenian dan rekreasi (aesthetic and recreational institutions) seperti seni suara, seni tari, seni kerawitan, dan olah raga. Dalam kehidupan masyarakat Bali pada umumnya, sistem kemasyarakatan yang terbentuk guna memenuhi kebutuhan individu maupun kelompok terakomodasi dalam dua lembaga kemasyarakatan yaitu lembaga yang menangani masalah kedinasan dan lembaga adat yang mengatur tentang keadatan dan tradisi yang berlaku di desa-desa. Di Bali dikenal adanya sistem kelembagaan pemerintahan desa dengan dua pengertian. Pertama, sistem pemerintahan desa pakraman atau desa adat, dan yang kedua sistem pemerintahan desa dinas yaitu desa sebagai satu kesatuan wilayah secara struktural berada di bawah kecamatan dalam sistem pemerintahan RI yang berfungsi dalam bidang kehidupan formal. Pada tahun 2003, di Daerah Bali terdapat 692 desa dinas dan 1.404 desa pakraman yang terdiri dari banjar adat sebanyak 3.945 banjar (Tabel 2.35). Pada tahun 2007 jumlah desa dinas telah mencapai 701 desa, desa pakraman 1.453 yang terdiri dari 4.325 banjar adat.

Tabel 2.35 Jumlah desa dinas, desa pakraman, dan desa adat di Provinsi Bali Tahun 2003-2007 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 Desa Dinas 692 693 701 701 701 Desa Pakraman 1.404 1.420 1.424 1.430 1.453 Banjar Adat 3.495 3.495 3.495 4.325 4.325

Sumber: Data Bali Membangun, 2007

Desa pakraman atau desa adat di Provinsi Bali mempunyai identitas, eksistensi, peranan dan kewajiban-kewajiban yang dibangun atas dasar konsep Tri Hita Karana yaitu unsur Parhyangan (keterikatan terhadap tempat pemujaan yang sama), unsur Pawongan (keterikatan terhadap sesama warga atau krama adat khususnya yang beragama Hindu), dan unsur Palemahan (keterikatan terhadap wilayah teritorial). Dari Tabel 2.35 di atas terlihat bahwa dalam satu desa dinas dapat terbagi atas beberapa desa pakraman. Begitu juga dalam satu banjar dinas dapat terdiri atas lebih dari satu banjar adat. Kebalikannya juga dapat terjadi dimana dalam satu desa pakraman dapat terdiri lebih dari satu desa dinas. Selama periode 2003-2007, jumlah desa pakraman 42

secara terus menerus mengalami peningkatan, yaitu dari 1.404 buah menjadi 1.453 buah, sedangkan jumlah desa dinas cenderung tidak mengalami perubahan. a) Tradisi Adat istiadat dan pola kebiasaan yang menjadi tradisi dan berlaku di desa-desa di Bali pada umumnya hampir sama. Masyarakat Bali mempunyai nilai budaya, sistem norma dan kebiasaan yang dihormati dan disepakati oleh setiap warga, baik yang tertulis berupa awig-awig ataupun ketentuan yang tidak tertulis (pararem) sesuai desa kalapatra dan desa mawacara. Adat istiadat yang berlaku terkait erat dengan agama yang dianut oleh masyarakat setempat dan diwarisi secara turun temurun. Bagi masyarakat Hindu di Bali, agama dan kebudayaan memiliki keterkaitan yang harmoni sebagai landasan dalam kehidupan masyarakat Bali. Aturan-aturan atau konsepsi-konsepsi yang mengatur kegiatan manusia dalam kaitannya dengan interaksi manusia dengan lingkungan alam pada masyarakat Bali yang telah dilaksanakan secara mentradisi, yaitu : Tri Hita Karana Secara harfiah, konsep Tri Hita Karana berarti tiga hal yang menyebabkan kesejahteraan atau kebahagiaan yakni hubungan yang harmonis dan seimbang antara manusia denganTuhan (parhyangan), manusia dengan sesama manusia (pawongan), dan manusia dengan alam/lingkungan (palemahan). Dalam kehidupan keseharian masyarakat Bali konsep Tri Hita Karana diwujudkan dengan pura sebagai unsur Parhyangan, masyarakat adat atau organisasi sosial sebagai unsur pawongan, dan alam atau lingkungan fisik sebagai unsur palemahan. Filosofi Tri Hita Karana mengajarkan orang Bali untuk hidup yang berkeseimbangan dan harmonis antara manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam semesta ini. Tat Twam Asi Dalam ajaran agama Hindu dikenal konsep Tat Twam Asi yang artinya dia adalah kamu. Ajaran ini mengandung makna yang sangat dalam bahwa setiap individu adalah sama dengan individu lain ataupun mahluk yang lain karena berasal dari sumber yang sama yakni Tuhan atau Brahman. Konsep Tat Twam Asi mengajarkan umat Hindu untuk saling menghormati dan menganggap bahwa eksistensi seseorang sama dengan orang lain. Selaras dengan konsep Tat Twam Asi dalam masyarakat Bali dikenal pula konsep menyama-braya yaitu saling menghormati secara vertikal (nyama/saudara) dan horizontal (braya/kerabat). Di era global sekarang ini masyarakat Bali cenderung bersifat plural dan heterogen. Nilai-nilai Tat Twam Asi dan menyamabraya sangat relevan untuk diimplementasikan dalam mewujudkan masyarakat multikultur, yang saling menghormati satu sama lainnya. 43

Rwa Bhineda Konsepsi ini merupakan keyakinan masyarakat Bali bahwa di dunia terdapat dua unsur yang selalu berbeda (oposisi-binier/binary opposition) seperti: luan-teben, kaja-kelod, suci-leteh, laki-perempuan, baik-buruk, siang-malam. Apabila dihayati, konsep tersebut mengajarkan orang Bali tentang keseimbangan dan keselarasan untuk mencapai tujuan. Dua unsur yang berbeda itu senantiasa ada dalam kehidupan dan mempunyai kedudukan yang sama, serta tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Konsep Rwa Bhineda juga mengajarkan kepada orang Bali bahwa perbedaan itu adalah sesuatu yang wajar. Desa-Kala-Patra Secara harfiah, konsep desa, kala, dan patra berarti tempat, waktu, dan kondisi atau keadaan. Konsep tempat/ruang, waktu, dan keadaan sangat menentukan dalam kehidupan orang Bali. Berlandaskan konsep desa, kala, dan patra orang Bali dapat menerima perbedaan yang disebabkan oleh faktor ruang/tempat, waktu, dan keadaan atau kondisi tertentu. Hal ini menunjukkan fleksibelitas kebudayaan Bali, lebih-lebih di era global sekarang ini yang dicirikan oleh adanya pluralitas kebudayaan, multietnik, dan multikultur. Sejalan dengan berkembangnya industri pariwisata telah terjadi perubahan yang sangat signifikan dalam kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali. Kehidupan masyarakat Bali yang semula berbasis budaya agraris telah bergeser atau berubah ke budaya industri dan jasa. Fenomena ini telah mempengaruhi gaya hidup dan kebudayaan orang Bali secara keseluruhan. Dalam budaya agraris kehidupan orang Bali lebih dekat dengan alam karena mereka merasa ketergantungan dengan alam sehingga nilainilai Tri Hita Karana lebih menjadi acuan. Sedangkan budaya industri dan jasa sebagai representasi dari era globalisasi, manusia lebih mementingkan keuntungan/profit atau uang. Di era global sekarang ini kebudayaan Bali tengah menghadapi proses komodifikasi. Pengaruh globalisasi menyebabkan masyarakat Bali cenderung memenuhi hasrat material yang berlebihan sehingga uang menjadi tujuan utama. Neolibralisme yang berorientasi kepada pasar dan mementingkan keuntungan atau profit kini mencekoki pola pikir masyarakat Bali. Budaya konsumerisme yang cenderung bersifat pamer kini menjadi pola atau gaya hidup orang Bali. Hal ini dapat dilihat dengan adanya perubahan atau peralihan kawasan suci pura, sempadan pantai, daerah pegunungan yang dianggap suci telah dimanfaatkan untuk pembangunan vila atau fasilitas pariwisata yang dianggap mendatangkan uang. Alih fungsi lahan pertanian yang diperuntukkan sebagai fasilitas penunjang kegiatan pariwisata dan perumahan tampaknya tidak dapat dihindari lagi karena berubahnya orientasi orang Bali. Di sisi lain, etos kerja orang Bali juga mengalami perubahan. Di masa lalu ketika budaya agraris masih menjadi basis kehidupan orang 44

Bali maka sifat religiusitas orang Bali masih tinggi, demikian pula budaya ngayah masih hidup di masyarakat. Namun kini nilai-nilai spiritualitas telah berubah dan cenderung mengarah kepada materialisme. Orang Bali yang dulu dikenal dengan etos kerja sebagai pekerja yang ulet, rajin, dan toleran, kini telah berubah. Orang Bali cenderung bersifat egois, individualistis, materialistis, memilih-milih pekerjaan dan lebih mementingkan gengsi, penampilan dan pencitraan. Kegiatan pertanian dianggap kotor, rendahan dan kurang bergengsi sehingga ditinggalkan oleh generasi muda Bali. Di sisi lain, orang Bali kurang memiliki keterampilan dan kemampuan manajerial sehingga tidak jarang kalah bersaing dengan pendatang, terutama di sektor informal. Masyarakat Bali dewasa ini sering mengalami konflik internal yang dipicu oleh berbagai faktor antara lain: batas desa, kuburan, dan masalah adat. Nilai-nilai baru dari budaya global yang bersifat materialistis belum sepenuhnya dipahami, dan sering kali bertentangan dengan nilai-nilai lama dan tradisi yang diwarisi oleh masyarakat Bali. Berbagai konflik internal dalam masyarakat belakangan ini perlu mendapat perhatian yang seksama dari pemerintah maupun seluruh komponen masyarakat Bali. Konflik internal perlu dicarikan solusinya agar dapat ditekan seminimal mungkin karena hal itu dapat melemahkan persatuan masyarakat Bali.

b) Kesenian Tradisional Daerah Bali sangat terkenal dengan keseniannya. Berbagai jenis kesenian yang berkembang di Bali antara lain: seni tari, seni kerawitan/tabuh, seni rupa (patung, ukir, lukis), dan seni drama. Seni tari dan seni kerawitan di Bali secara umum dapat dipilah menjadi tiga jenis yaitu seni wali, bebali, dan balih-balihan. Seni tari yang tergolong wali antara lain: tari Sanghyang, Baris untuk upacara, Rejang, dan Gayung. Seni bebali antara lain: Wayang Wong, Wayang Kulit, Barong, Andir, Joged Pingitan, dan Topeng. Sedangkan seni tari yang tergolong balih-balihan antara lain sebagai beikut: Joged Bumbung, Janger, Legong, Prembon, dan Arja. Seni kerawitan yang tergolong wali antara lain: Gong Gede, Gong Luang, dan Selonding. Seni kerawitan yang termasuk ke dalam kelompok bebali antara lain: Angklung, Semara Pagulingan, Gambang, Gender Batel, dan Baleganjur. Seni kerawitan yang termasuk balih-balihan antara lain: Gong Kebyar, Gong Suling, Geguntangan, Okokan, Rindik, dan Gerantang Pelog. Seniman Bali senantiasa memproduksi benda-benda budaya. Belakangan ini muncul berbagai persoalan di masyarakat terkait dengan hak kekayaan intelektual (property right) seniman Bali. Berbagai bentuk 45

produk budaya diduga telah dipatenkan oleh pihak-pihak dari luar Bali atau luar negeri. Dalam hubungan ini pemerintah perlu memberikan perlindungan terhadap hasil karya seniman Bali yang terkenal sangat kreatif. Namun seniman Bali memiliki kendala antara lain kurangnya pemahaman tentang hukum ataupun keterbatasan pendanaan untuk mengurus hak kekayaan intelektual ataupun paten hasil karya mereka. 2.3.2 Ekonomi

2.3.2.1 Pertanian dan Kelautan Dalam pembangunan sektor pertanian dan kelautan diarahkan untuk mendorong kecukupan kebutuhan pangan daerah dan mendorong peningkatan produksi dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat melalui pengembangan komoditi sub sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan. Di bawah ini diuraikan perkembangan produksi pertanian dan kelautan dari tahun 2003 - 2007 untuk beberapa jenis komoditas. : a) Pertanian Tanaman Pangan Lahan pertanian yang berpotensi untuk pengembangan tanaman pangan meliputi lahan sawah dan lahan kering (pekarangan/tegal/kebun). Luas sawah pada tahun 2007 adalah 80.125 ha, luas pekarangan 46.763 ha dan luas tegal/kebun 138.352 ha. Dari luas sawah ini, lahan yang ditanami padi 2 (dua) kali setahun seluas 68.478 ha dan sisanya 11.647 ha hanya dapat ditanami sekali setahun. Pemanfaatan lahan sawah di Bali cukup baik dengan indek pertanaman (IP) dalam setahun sebesar 235%, tetapi pemanfaatan lahan kering masih belum optimal. Lahan kering umumnya dimanfaatkan untuk beberapa jenis tanaman hortikultura seperti jeruk, salak, bawang merah, kentang dan sayuran dataran tinggi lainnya. Produksi komoditas tanaman pangan berfluktuasi setiap tahun, antara lain disebabkan karena fluktuasi luas tanam/panen yang dipengaruhi oleh iklim, sadangkan produktivitasnya cendrung meningkat sebagai akibat dari peningkatan penggunaan teknologi pertanian. Rata-rata produktiviatas padi tahun 2003 sebesar 55,60 ku/ha gabah kering giling meningkat menjadi 57,90 ku/ha tahun 2007; jagung tahun 2003 sebesar 30,00 ku/ha pipilan kering menurun menjadi 28,81 ku/ha tahun 2007; kedelai pada tahun 2003 sebesar 13,59 ku/ha biji kering meningkat menjadi 14,63 ku/ha tahun 2007. b) Perkebunan Komoditas perkebunan yang diusahakan mencapai dua puluh jenis lebih dan tujuh jenis diantaranya merupakan komoditas andalan yakni kopi arabika, kopi robusta, kakao, jambu mete, kelapa dalam, 46

cengkeh dan panili. Keberadaan komoditas perkebunan selain sebagai sumber pendapatan masyarakat, juga memiliki fungsi hydrorologis. Luas areal kopi arabika pada tahun 2007 adalah 7.927 ha dengan produksi 3.145 ton dengan jumlah petani yang terlibat sebanyak 13.807 KK. Untuk kopi robusta, luas areal pada tahun 2007 adalah 23.599 ha dengan produksi 11.813 ton dan jumlah petani yang terlibat 69.330 KK. Jenis komoditi Kelapa Dalam diusahakan pada areal seluas 69.853 ha dengan produksi 67.309 ton dan petani yang terlibat sebanyak 203.076 KK. Cengkeh juga dibudidayakan oleh 57.179 KK dengan luas areal total pada tahun 2007 15.559 ha dengan produksi 5.664 ton. Budidaya kakao akhirakhir ini mendapat perhatian oleh petani, terbukti sebanyak 53.036 KK petani membudidayakan kakao dengan luas areal 12.328 ha dengan produksi 8.013 ton pada tahun 2007. Perkembangan luas areal dan produksi dari komoditas andalan tersebut dalam lima tahun terakhir cendrung mengalami penurunan, sejalan dengan perkembangan harga yang cendrung berfluktuasi, sehingga menurunkan minat petani untuk mengusahakannya. Perkembangan luas areal tahun 20032007 mengalami penurunan yakni luas areal kopi arabika mengalami penurunan 4,21%, kopi robusta 5,45%, jambu mete 1,48%, kelapa dalam 1,42% dan cengkeh 10,31%. Komoditas kakao luas arealnya mengalami peningkatan 20,94%, dan vanili 31,23%. Sedangkan produktivitas untuk kopi arabika mengalami penurunan 5,72%, kopi robusta 6,35%, kakao 7,15%, jambu mete 2,38%, kelapa dalam 2,87%, cengkeh 4,68% dan panili 1,72%. c) Peternakan Populasi sapi potong pada tahun 2007 sebanyak 633.789 ekor, meningkat sebanyak 4,11% per tahun sejak tahun 2003. Demikian pula populasi babi sebanyak 879.740 ekor dan populasi kambing 74.322. Ayam buras populasinya 4.112.108 ekor, ayam petelur sebanyak 3.156.476 ha, ayam pedaging 4.846.644. Secara umum populasi unggas mengalami peningkatan tiap tahun, kecuali populasi itik mengalami penurunan sebesar 4,37% per tahun yaitu dari 974.10 ekor tahun 2003 menjadi 747.636 ekor pada tahun 2007. d) Perikanan dan Kelautan Produksi perikanan mengalami peningkatan 6,80% dari 246.615 ton yang terdiri atas perikanan tangkap 77.851 ton dan budidaya 168.764 ton pada tahun 2006, menjadi 263.390,50 ton terdiri atas perikanan tangkap 106.895,90 ton dan budidaya 156.494,30 ton pada tahun 2007. Peningkatan produksi perikanan diikuti juga dengan peningkatan ekspor hasil perikanan. Ekspor hasil perikanan dari 17.724,04 ton dan 476.441.785 ekor dengan total nilai USD 67.817.328, menjadi 29.843,91 ton dan 251.676.769 ekor dengan total nilai USD 91.706.495,21 pada tahun 2007. Ekspor dari 47

bukan bahan makanan mengalami penurunan hal ini disebabkan oleh karena ekspor tersebut berupa ikan hias, nener dan benih ikan kerapu dimana ekspornya tidak semuanya langsung dari Bali akan tetapi ada beberapa yang melewati/melalui provinsi lain. Pendapatan per kapita nelayan, pembudidaya ikan tahun 2007 sebesar Rp. 9.687.960/kapita/tahun. Apabila dibandingkan dengan pendapatan per kapita nelayan, pembudidaya ikan tahun 2006, yaitu sebesar Rp. 6.055.224,00/kapita/tahun, maka pendapatan per kapita nelayan, pembudidaya ikan dan pengolah ikan pada tahun 2007 mengalami peningkatan 59,99%. Faktor pendukung meningkatnya pendapatan nelayan dan pembudidaya disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: 1) meningkatnya produktivitas dan produksi usaha nelayan, pembudidaya ikan dan pengolah ikan; 2) berkembangnya sarana dan prasarana penangkapan ikan; 3) meningkatnya luas areal budidaya perikanan; 4) meningkatnya kemampuan usaha dan keterampilan nelayan, pembudidaya ikan dan pengolah ikan melalui pelatihan dan penguatan modal usaha; 5) prospek pasar yang baik; 6) meningkatnya kerjasama usaha dan pemasaran antara nelayan/pembudidaya ikan/pengolah ikan dengan pengusaha perikanan. Konsumsi ikan di Provinsi Bali mengalami peningkatan sebesar 14,94% dari 22,29 kg/kapita/tahun pada tahun 2006 menjadi 25,62% pada tahun 2007 namun bila dibandingkan dengan konsumsi ikan tingkat nasional sebesar 26.50 kg/kapita/tahun di Bali baru mencapai 96,68%. Peningkatan konsumsi ikan tersebut dicapai melalui pelaksanaan kegiatan Gema Ikan (Gerakan Makan Ikan), pameran dan promosi serta meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya mengkonsumsi ikan untuk kesehatan dan kecerdasan. Rumah tangga miskin bidang kelautan dan perikanan sebanyak 3.850 jiwa (Data BPS/BPMD) dengan rincian 3.320 sebagai nelayan dan buruh nelayan, 530 jiwa sebagai pembudidaya. 2.3.2.2 Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi (UMKM-K) sebagai pelaku utama perekonomian Daerah Bali, telah mampu dan teruji mengatasi berbagai permasalahan yang terkait dengan makro ekonomi, khususnya dalam mengatasi pengangguran, kemiskinan, dan keterbelakangan. Meningkatnya kemitraan usaha mikro kecil menengah dan koperasi dengan pengusaha besar, BUMD, BUMN, dan swasta yang didukung oleh kebijakan pengembangan iklim usaha yang kondusif, pengembangan kewirausahaan dan daya saing pengusaha kecil menengah dan koperasi sangat kita harapkan. Kemitraan usaha bertujuan untuk menumbuhkan struktur dunia usaha yang lebih kokoh dan efisien, sehingga dapat menguasai dan mengembangkan pasar sekaligus meningkatkan daya saing baik pasar lokal, regional maupun global. 48

Kelembagaan ekonomi telah tumbuh dan berkembang antara lain lembaga keuangan desa adat, koperasi simpan pinjam, unit simpan pinjam koperasi, lembaga perkreditan desa (LPD), kelompok-kelompok pra-koperasi di banjar-banjar, subak, sekaha. Tingkat pencapaian kinerja dan realisasi dari masing-masing indikator pembangunan UMKM dan koperasi, adalah sebagai berikut: meningkatnya kemampuan SDM pengelola koperasi, pengusaha kecil dan menengah dalam bidang administrasi, manajemen dan usaha dengan target 180 UMKM telah terealisasi 100 persen; meningkatnya jumlah pengusaha kecil dan menengah yang difasilitasi dengan target 9 sentra telah terealisasi 100 persen; meningkatnya jumlah koperasi dengan target 8 buah telah terealisasi 100 persen; meningkatnya jumlah anggota koperasi dengan target 400 orang telah terealisasi 100 persen; meningkatnya volume usaha koperasi dengan target 15 persen telah terealisasi 100 persen; meningkatnya sisa hasil usaha koperasi dengan target 20 persen telah terealisasi 100 persen. Usaha mikro, kecil menengah dan koperasi dapat ditunjukkan dengan jumlah koperasi sampai dengan akhir tahun 2003 sejumlah 2.084 unit dan tahun 2007 sebanyak 3.218 unit, ada peningkatan sebanyak 1.134 unit atau meningkat 54,41 persen. Jumlah anggota koperasi pada tahun 2003 sebanyak 636.474 orang dan tahun 2007 sebanyak 788.744 orang, dengan jumlah modal luar meningkat sebesar Rp. 13,14 miliar (9,6 persen) dari tahun 2003 sebesar Rp. 123,86 miliar menjadi Rp. 137 miliar pada tahun 2007. Modal sendiri meningkat sebesar Rp. 319,34 miliar (51,85 persen) dari tahun 2003 sebesar Rp. 296,52 miliar menjadi Rp. 615,86 miliar pada tahun 2007. Sedangkan jumlah pengusaha kecil menengah di Provinsi Bali pada tahun 2003, sebagai berikut: sektor perdagangan sebanyak 58.618 unit; sektor industri pertanian sebanyak 19.187 unit; sektor industri non pertanian sebanyak 30.187 unit dan sektor aneka jasa sebesar 18.135 unit dan pada tahun 2007 jumlah pengusaha kecil dan menengah di Provinsi Bali untuk sektor perdagangan sebanyak 89.289 unit; sektor industri pertanian sebanyak 26.110 unit; sektor industri non pertanian sebanyak 48.408 unit dan sektor aneka jasa sebesar 25.001 unit. Maka jumlah pengusaha kecil dan menengah di Provinsi Bali pada tahun 2003 s/d 2007 terjadi peningkatan untuk semua sektor. 2.3.2.3 Penanaman Modal Dalam memacu pertumbuhan ekonomi pemerintah Provinsi Bali mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia, salah satunya ditempuh melalui penciptaan iklim investasi yang mampu mendorong minat investor untuk berinvestasi di daerah Bali. Oleh karenanya salah satu sasaran yang ingin dicapai dalam mengembangkan ekonomi Bali adalah dengan memanfaatkan sumberdaya secara produktif dan berkelanjutan, melalui pelibatan investor yang berpihak pada pengembangan ekonomi Bali yang dilandasi upaya-upaya pelestarian 49

lingkungan. Peningkatan daya saing investasi dan pelayanan prima merupakan kebijakan yang ditempuh dalam rangka pencapaian sasaran tersebut. Kebijakan tersebut didukung melalui dua program utama, yaitu: 1) pengembangan dan peningkatan akses informasi investasi dan kemitraan; 2) peningkatan SDM, sarana dan prasarana penunjang investasi. Realisasi pencapaian dari target yang telah ditetapkan pada masing-masing indikator adalah sebagai berikut: realisai PMA dan PMDM Tahun 2007 sebesar Rp. 4.551.700.000.000 naik 372,52% dibandingkan tahun 2006 yang hanya mencapai Rp. 963.200.000.000. Peningkatan ini didorong oleh meningkatnya PMA tahun 2007 sebesar Rp. 4.536.000.000.000 naik 391,71% dibandingkan tahun 2006 yang hanya mencapai Rp. 922.500.000.000. Peningkatan PMA tidak terlepas dari semakin kodusifnya tingkat keamanan di Bali pasca peledakan Bom Bali Tahun 2005. Sedangkan PMDM kondisinya sangat berfluktuasi dimana tahun 2007 menurun 61,43% atau sebesar Rp. 15.700.000.000 dibandingkan tahun 2006 yang mencapai Rp. 40.700.000.000 hal ini dipengaruhi oleh tingkat suku bunga yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang relatif masih tinggi disamping karena faktor-faktor lain seperti naiknya harga bahan bakar minyak dunia.

2.3.2.4.

Pariwisata

Berkembangnya kepariwisataan Bali seperti sekarang ini tidak terlepas dari lima pilar pembangunan pariwisata yang terdiri dari; (1) masyarakat, (2) pelaku pariwisata, (3) pemerintah, (4) akademis, dan (5) pers. Masyarakat Bali sebagai pelaku budaya Bali memegang peranan yang sangat penting dalam membangun kepariwisataan di Bali berbasis pariwisata budaya. Kebudayaan Bali yang sangat menekankan pada konsep keseimbangan dan keharmonisan merupakan modal dasar dalam mengembangkan kepariwisataan Bali yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 3 Tahun 1991 tentang Pariwisata Budaya. Namun sebaliknya, sektor pariwisata merupakan bisnis jasa paling rentan terhadap perubahan kondisi sosial, ekonomi, politik dan keamanan yang sifatnya lokal, regional dan global yang akan berpengaruh terhadap jumlah kunjungan wisatawan. Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara pada lima tahun terakhir disajikan pada Tabel 2.36.
Tabel 2.36 Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara

50

Tahun 2003 2004 2005 2006 2007

Jumlah Wisatawan (orang) 993.029 1.458.309 1.386.449 1.260.317 1.664.854

Perkembangan (%) - 22,77 + 46,85 - 4,93 - 9,10 + 32,10

Sumber : BPS Provinsi Bali, 2007

Apabila dilihat dari jumlah negara asal wisatawan yang berkunjung ke Bali, dari tahun ke tahun mengalami suatu peningkatan. Sampai tahun 2006, jumlah negara asal wisatawan yang berkunjung ke Bali sebanyak 184 negara. Sepuluh negara diantaranya telah menjadi pasar utama yaitu; Jepang, Australia, Taiwan, Korea Selatan, Malaysia, Inggris, Jerman, Perancis, USA, dan Belanda. Perkembangan jumlah usaha jasa dan sarana pariwisata di Bali dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, mengikuti peningkatan jumlah kunjungan wisatawan. Jumlah usaha jasa dan sarana yang tersedia pada lima tahun terakhir sebagaimana tersaji pada Tabel 2.37.

Tabel 2.37 Jumlah usaha jasa dan sarana pariwisata periode 2003-2007
Usaha jasa dan sarana pariwisata Akomodasi (hotel bintang, hotel melati, pondok wisata) Restoran Biro perjalanan wisata Pramuwisata Obyek dan daya tarik wisata Wisata tirta Tahun 2003 35.349 15.084 439 6.826 226 159 Tahun 2004 36.232 15.534 455 7.039 226 157 Tahun 2005 37.371 16.010 492 7.039 225 162 Tahun 2006 41.514 14.937 522 7.039 225 167 Tahun 2007 42.334 16.010 437 7.039 255 172

Sumber : BPS Provinsi Bali, 2007

Melihat perkembangan jumlah usaha akomodasi seperti tersebut di atas, telah terjadi peningkatan yang cukup tinggi, jika dibandingkan dengan jumlah wisatawan yang datang ke Bali selama lima tahun terakhir. Hal ini mengakibatkan tingkat hunian kamar semakin menurun pada periode waktu 2004 sampai 2006. Kemudian, terjadi peningkatan pada tahun 2007 seperti terlihat pada Tabel 2.38.

51

Tabel 2.38 Tingkat hunian kamar Tahun 2003-2005 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 Tingkat Hunian Kamar (%) 43,17 48, 65 46, 45 40, 35 54,58

Sumber : BPS Provinsi Bali, 2007

2.3.2.5 Sektor Perdagangan Peranan sektor perdagangan luar negeri memiliki peran yang sangat penting dalam menggerakan sektor perekonomian disamping sebagai penghasil devisa, juga menyediakan lapangan kerja yang mempunyai dampak pada sektor lainnya, yang didukung dengan produkproduk unggulan Daerah Bali seperti; tekstil dan produk tekstil, ikan dalam kaleng, ikan tuna, rumput laut, kopi, vanili, kerajinan kayu, kerajinan perak, dan kerajinan lainnya. Realisasi ekspor selama periode tahun 2003 2007 menunjukkan angka atau trend yang berfluktuasi, dengan realisasi ekspor pada tahun 2003 mencapai USD490.969.090,66 sedangkan tahun 2004 sebesar USD499.968.973,16 mengalami kenaikan sebesar 1,63% dan tahun 2005 realisasi ekspor sebesar USD458.410.714, 67 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya sebesar 8,13%. Hal ini disebabkan adanya tragedi Bom Bali yang sangat dirasakan oleh pelaku bisnis dan disatu sisi diberlakukannya bebas kuota yang mulai berlaku pada Januari 2005. Pada tahun 2006, realisasi ekspor sebesar USD 458.789.262,74 mengalami peningkatan yang sangat kecil yakni sebesar 0,08% dari tahun sebelumnya dan realisasi ekspor tahun 2007 sebesar USD 504,066.358,22. Hal ini berarti telah mengalami peningkatan sebesar 9,87% dari tahun sebelumnya. Perdagangan dalam negeri sesungguhnya memberikan andil yang cukup besar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi Bali khususnya dari perdagangan antar daerah dan konsumsi rumah tangga. Dalam kegiatan pengawasan perdagangan dilakukan dengan menerapkan ukur, takar, timbang dan perlengkapan (UTTP) yang mengacu pada Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Meterologi dan Perda Nomor 6 Tahun 2004 tentang Retribusi Tera/Tera Ulang dan kalibrasi 52

UTTP perkembangannya pada Tahun 2003-2007 mengalami penurunan dari 144.016 buah UTTP menjadi 47.500 buah UTTP (67,2%). Ini berarti kesadaran masyarakat/pedagang belum maksimal dalam mewujudkan perlindungan terhadap konsumen. 2.3.2.6 Sektor Industri Sektor industri di Daerah Bali, pengembangannya terbatas pada sektor industri kecil dan menengah. Industri besar dan berat tidak dikembangkan mengingat sumber daya yang dimiliki sangat terbatas. Industri yang dikembangkan didaerah Bali utamanya industri yang berorientasi pada pemanfaatan bahan baku lokal dan diarahkan untuk mendukung industri pariwisata. Pengembangan industri kecil dan menengah yang pembinaannya dilaksanakan melalui sentra-sentra industri kecil yang tersebar di sembilan kabupaten/kota selama periode Tahun 2003-2007 menunjukkan peningkatan yang berfluktuasi dengan jumlah sentra industri Tahun 2003 mencapai 840 buah dan Tahun 2007 mencapai 906 buah, mengalami peningkatan sebesar 7,86%. Perkembangan unit usaha periode Tahun 2003-2007 menunjukkan peningkatan, dimana jumlah unit usaha Tahun 2003 sebanyak 68.009 buah dan pada Tahun 2007 sebanyak 72.077 buah, mengalami peningkatan sebesar 5,98%. Penyerapan tenaga kerja pada sektor industri, mengalami peningkatan dari Tahun 2003 sebanyak 196.310 orang menjadi sebanyak 217.925 orang pada Tahun 2007, mengalami peningkatan sebesar 11.01%. Nilai produksi sektor industri mengalami penurunan, di mana Tahun 2003 sebesar Rp 3.596.459.240.000,- dan pada Tahun 2007 sebesar Rp 3.377.386.672.000,- mengalami penurunan sebesar 6,09%. Hal ini disebabkan adanya pengaruh tragedi bom Bali I dan II yang sangat dirasakan oleh para pelaku bisinis dan pelaku usaha di Bali.

2.3.3. Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Belum terbangunnya masyarakat dengan budaya IPTEK menyebabkan penguasaan, pengembangan, serta pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) belum optimal dalam berbagai aspek kehidupan. Masih banyak potensi yang dimiliki Bali belum tergarap secara optimal akibat lemahnya penguasaan, pengembangan, dan pemanfaatan IPTEK. Selain itu lembaga-lembaga penelitian yang ada diperguruan tinggi dan tenaga-tenaga penelitinya juga amat terbatas baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Masih terbatasnya sumber daya IPTEK tercermin dari rendahnya kualitas SDM dan kesenjangan pendidikan di bidang IPTEK . Komponen litbang IPTEK yang terdiri dari peneliti, teknisi, dan staf pendukung di Provinsi Bali jumlahnya masih sangat sedikit. Rasio tenaga peneliti di Provinsi Bali per 10.000 penduduk dan rasio anggaran IPTEK terhadap PDB masih sangat rendah. Sementara itu menurut rekomendasi 53

UNESCO, rasio anggaran IPTEK yang memadai adalah sebesar 2 persen, sementara saat ini masih pada kisaran 0,25%. Kecilnya anggaran IPTEK berakibat pada terbatasnya fasilitas riset, kurangnya biaya untuk operasi dan pemeliharaan. Dalam beberapa hal, budaya IPTEK di Bali sudah berkembang pesat sejak jaman dahulu antara lain arsitektur tradisional Bali, sistem irigasi, sistem penanggalan/kalender, dan seni tari. Namun, dalam era modern dengan semakin berkembangnya persaingan global di bidang IPTEK menyebabkan adanya kemandegan budaya IPTEK yang sebagian besar disebabkan oleh kurangnya dukungan pembiayaan dan sistem pengembangan IPTEK. Mekanisme intermediasi IPTEK dalam bidang industri kerajinan di Bali pada umumnya telah berjalan dengan baik. Namun, dalam bidang lainnya mekanisme intermediasi IPTEK belum berjalan dengan optimal antara penyedia IPTEK dengan kebutuhan pengguna. Masalah ini dapat terlihat dari belum tertatanya infrastruktur IPTEK, seperti institusi yang mengolah dan menterjemahkan hasil Pembangunan IPTEK menjadi preskripsi teknologi yang siap pakai untuk difungsikan dalam sistem produksi. Lemahnya sinergi kebijakan IPTEK menyebabkan kegiatan IPTEK belum sanggup memberikan hasil yang signifikan. Kebijakan bidang pendidikan, industri, dan IPTEK belum terintegrasi sehingga mengakibatkan kapasitas yang tidak termanfaatkan pada sisi penyedia, tidak berjalannya sistem transaksi, dan belum tumbuhnya permintaan dari sisi pengguna. Di samping itu kebijakan fiskal juga dirasakan belum kondusif bagi pembangunan kemampuan IPTEK. Kegiatan penelitian terapan yang dibiayai oleh Pemerintah Provinsi Bali periode tahun 2003-2007 mengalami penurunan dari 333 buah menjadi 46 buah, tetapi jumlah penelitian sebagian besar merupakan penelitian bidang ekonomi. Sebagai contoh data tahun 2007, dari 46 buah penelitian terapan, 19 buah merupakan penelitian bidang ekonomi, 13 buah bidang sosbud, 14 buah bidang fisik prasarana. Dari 19 buah penelitian terapan bidang ekonomi, hanya 2 buah merupakan penelitian pertanian dalam arti luas termasuk bidang IPTEK. Selain itu, peran pemerintah kabupaten/kota dalam melaksanakan penelitian semakin menurun. Provinsi Bali sampai saat ini belum memiliki lembaga litbang yang definitif. Koordinasi kegiatan litbang dilaksanakan secara terbatas oleh Bidang Penelitian Bappeda Provinsi Bali. Perguruan tinggi yang diharapkan menjadi sebuah pusat keunggulan juga belum berhasil mengarusutamakan IPTEK. Hal ini disebabkan oleh dua hal utama yakni pertama, tidak adanya pemisahan atau fokus antara tugas riset dan tugas lainnya. Kedua, lemahnya sistem insentif bagi peneliti di perguruan tinggi. 2.3.4. Politik, Hukum dan Pemerintahan 54

Dalam bidang politik, masuknya berbagai kepentingan politik di daerah telah menyebabkan kerawanan Bali terhadap konflik, baik horizontal maupun vertikal. Semua ini pada akhirnya telah mengganggu stabilitas politik di daerah, hal tersebut antara lain dapat diketahui baik dari adanya konflik antar individu maupun antar kelompok pada berbagai tempat di Bali yang dipicu oleh kepentingan politik. Wawasan gender dalam politik belum mendapat perhatian sebagaimana mestinya, walaupun politik merupakan salah satu sektor yang dijadikan sasaran pengarusutamaan gender. Dalam bidang hukum, penegakan supremasi hukum dan hak azasi manusia sampai saat ini belum dapat diwujudkan secara optimal, disebabkan oleh berbagai faktor yang terkait dengan substansi hukumnya, kualitas SDM penegak hukum, dan budaya hukum masyarakat, serta terbatasnya sarana dan prasarana. Belum optimalnya upaya penegakan hukum ini menyangkut antara lain bidang tata ruang dan lingkungan, perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual (HKI) mencakup hak cipta maupun hak paten, tertib administrasi pertanahan khususnya pelaba pura yang belum keseluruhan dapat dilakukan persertifikatannya, dan konflik-konflik sosial termasuk di dalamnya konflik adat yang belum dapat diselesaikan secara tuntas. Dalam bidang pemerintahan, perubahan sistem pemerintahan dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi merupakan peristiwa penting bagi pemerintahaan di daerah provinsi dan kabupaten/kota. Sistem desentralisasi berdasarkan Undang-Undang No.22/1999 (yang telah diubah dengan Undang-Undang No.32/2004) menekankan otonomi pada tingkat kabupaten/kota. Dalam perubahan sistem ini masih banyak hambatan yang dialami dan tantangan yang harus dihadapi dalam bidang pemerintahan. Pemerintahan yang bersih dan berwibawa (clean government) dan tatakelola kepemerintahan yang baik (good governance) yang diharapkan oleh masyarakat belum dapat diwujudkan sebagaimana mestinya. Secara umum, sistem administrasi pemerintahan di daerah dapat dikatakan belum berjalan dengan efektif dan efisien. 2.3.5. Keamanan, Ketentraman dan Ketertiban Kondisi keamanan, ketentraman dan ketertiban masyarakat daerah Bali secara umum relatif terkendali, meskipun pernah mengalami gangguan Tragedi Bom Bali. Dampak tragedi dirasakan semakin berkurang sejalan dengan relatif cepatnya penanganan kasus tersebut. Sekalipun demikian, dengan masih seringnya terjadi tindakan kriminal seperti perampokan, pembunuhan, penodongan, penjambretan, premanisme, serta konflik sosial yang terjadi inter dan antar desa pakraman, semuanya telah mengganggu stabilitas dalam masyarakat, sehingga menyebabkan masyarakat Bali belum sepenuhnya dapat menikmati perasaan aman dan tentram. 55

2.3.6. Sarana dan Prasarana Wilayah 2.3.6.1 Prasarana dan Sarana Permukiman a) Pelayanan Air Minum Sumber air baku untuk air minum di Provinsi Bali berasal dari air permukaan (sungai, danau, dan mata air) dan sumur dalam. Produksi air baku untuk air minum pada tahun 2003 adalah sebesar 2.396,23 liter/detik dengan kapasitas pemanfaatan sebesar 468,44 liter/detik. Sedangkan tahun 2007 produksi air baku sebesar 3.780,44 liter/detik dengan kapasitas pemanfaatan sebesar 2.578,84 liter/detik. Tingkat cakupan pelayanan air minum perkotaan dan perdesaan tahun 2003 dengan PDAM masing-masing sebesar 72% dan 31%. Jumlah penduduk yang terlayani sebanyak 666.320 jiwa dengan jumlah sambungan rumah 166.999 buah. Sedangkan pelayanan air minum nonPDAM untuk kawasan perkotaan dan perdesaan masing-masing sebesar 1,23% dan 18%. Tahun 2007 tingkat cakupan pelayanan air minum perkotaan dan perdesaan dengan PDAM masing-masing sebesar 77,57% dan 36,09%. Jumlah penduduk yang terlayani sebanyak 1.581.219 jiwa dengan jumlah sambungan rumah 2003.688 buah. Sedangkan pelayanan air minum nonPDAM untuk kawasan perkotaan dan perdesaan masing-masing sebesar 10,29% dan 36,35%. Kurangnya pelayanan air minum terutama di perdesaan diakibatkan oleh tidak meratanya sumber air baku, tempat tinggal penduduk yang menyebar menuntut sistem jaringan air minum yang panjang dan mahal. Beberapa desa yang tidak tersedia sumber air, penyediaan air minum dilakukan dengan membangun embung, cubang tadah hujan dan membangun reservoir melalui distribusi mobil tangki air. b) Pengelolaan Sampah Volume dan karakteristik sampah yang dihasilkan pada suatu wilayah tergantung pada jumlah penduduk, jenis dan aktivitas penduduk, komposisi penduduk, serta pola penanganan dan pengelolaan sampah yang diterapkan pada suatu kawasan. Terbatasnya alokasi pembiayaan yang dimiliki oleh pemerintah daerah dalam penyediaan sarana dan prasarana persampahan menyebabkan belum semua wilayah dapat terjangkau pelayanan dan penanganan sampah secara maksimal. Sebagai upaya untuk mengurangi volume sampah pada sumbernya, telah dilakukan melalui beberapa langkah yaitu sosialisasi kepada masyarakat, penanganan sampah secara swadaya oleh masyarakat melalui cara pemilahan, ditanam dan dilakukan komposting serta pengolahan sampah secara terpusat. Di beberapa wilayah dan desa telah pula dilakukan pola penanganan sampah dengan 3 R (Reuse, Recycle, Reduce). Untuk 56

kawasan SARBAGITA (Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan) di daerah Suwung (Denpasar) saat ini sedang dibangun pola penanganan sampah secara terpadu dengan mengubah sampah menjadi energi listrik dan kompos. Untuk kawasan Bangli, Klungkung, Karangasem, dan Gianyar Timur akan dibangun TPA Regional di Banglet (Bangli). Volume sampah yang tercatat sampai ke TPA tahun 2003 sebanyak 4.539 m3 per hari, sedangkan pada tahun 2007 mengalami peningkatan menjadi 4.798 m3 per hari dengan tempat pembuangan akhir (TPA) seluas 51,22 ha. Pengelolaan sampah pada TPA sebagian besar menggunakan sistem open dumping. c) Pengelolaan Air Limbah Sebagai salah satu daerah tujuan wisata dunia, sanitasi menjadi hal yang sangat penting untuk mendapatkan perhatian semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat. Timbulnya beberapa kasus belakangan ini, sangat terkait dengan keberadaan sanitasi. Berbagai kebijakan dan program telah dirintis dalam rangka meningkatkan kualitas sanitasi lingkungan, khususnya pada kawasan pariwisata dan kawasan permukiman padat penduduk. Penanganan dan pengelolaan air limbah dibagi kedalam sistem perpipaan dan sistem komunal atau Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas). 1. Penanganan air limbah sistem perpipaan Penanganan air limbah pada kawasan Kota Denpasar dan Kabupaten Badung ditangani melalui sistem perpipaan yaitu sistem Denpasar Sewerage Development Project (DSDP) telah beroperasi secara bertahap mulai bulan Juni 2007. Kawasan yang terlayani dari sistem perpipaan DSDP meliputi Kota Denpasar, Kawasan Sanur, Nusa Dua dan Kuta dengan cakupan pelayanan sebanyak 21.100 Sambungan Rumah (SR). 2. Penanganan air limbah sistem komunal (Sanimas) Penanganan air limbah dengan sistem komunal (Sanimas), yang telah dilakukan dari tahun 2003-2007 meliputi 4 (empat) kabupaten/kota yaitu Kota Denpasar, Kabupaten Buleleng, Tabanan dan Gianyar. Jumlah Kepala Keluarga (KK) atau jiwa yang terlayani adalah sebanyak 743 KK atau 3.667 jiwa. Penanganan air limbah yang belum terjangkau sistem perpipaan dan sistem komunal/sanitasi berbasis masyarakat dilakukan melalui swadaya masyarakat berupa pengelolaan air limbah dengan menggunakan septic tank, waste water garden (WWG), dan sebagainya. 2.3.6.2 Prasarana dan Sarana Sumber Daya Air

a) Daerah Irigasi 57

Prasarana dan sarana pengairan merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembangunan pedesaan dan ketahanan pangan daerah melalui mekanisme pengelolaan daerah irigasi yang efektif dan efisien. Berdasarkan pengelolaannya, sesuai Undang Undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, daerah irigasi (DI) dapat dibedakan atas daerah irigasi yang menjadi kewenangan pemerintah pusat (di atas 3.000 ha), daerah irigasi yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi (1.000 3.000 ha) dan kewenangan pemerintah kabupaten/kota (di bawah 1.000 ha). Daerah irigasi yang berada secara utuh dalam satu kabupaten mencakup 14 daerah irigasi dengan luas keseluruhan 17.928 ha. Untuk daerah irigasi (1.000 3.000 ha) yang berada di lintas kabupaten/kota mencakup 3 daerah irigasi dengan luas keseluruhan 3.908 ha. Kewenangan Pemerintah Provinsi pada daerah irigasi yang berada pada lintas kabupaten/kota dengan luasan lebih kecil dari 1.000 ha mencakup 12 daerah irigasi dengan luas keseluruhan 4.125 ha. Daerah irigasi yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota (di bawah 1.000 ha dan secara utuh berada dalam satu kabupaten/kota) mencakup daerah irigasi dengan luas keseluruhan 79.396 ha. b) Jaringan Irigasi Jumlah bendung pada daerah irigasi (DI) di Provinsi Bali sebanyak 403 buah pada tahun 2003, meningkat menjadi 417 buah pada tahun 2007. Jumlah bangunan air pada tahun 2003 sebanyak 5.213 buah, menurun menjadi 5.203 buah pada tahun 2007. Panjang saluran pembawa pada tahun 2003 adalah 1.772.167 m menurun menjadi 1.344.774 m pada tahun 2007. Saluran pembuang pada tahun 2003 sepanjang 38.970 m, menurun menjadi 34.827 m pada tahun 2007. Fasilitas bangunan lainnya adalah fasilitas eksploitasi sebanyak 290 buah, tanggul banjir 9.026 m dan jalan inspeksi 309.851 m. Dari 417 buah bendung pada daerah irigasi di wilayah Bali, sebanyak 54,59% dalam kondisi baik, 37,22% rusak ringan, dan 8,19% rusak berat. Bendung nonpemerintah tahun 2007 berjumlah 829 buah, 176 buah kondisinya baik, 347 buah rusak ringan dan 301 rusak berat.

2.3.6.3

Prasarana dan Sarana Transportasi

a) Transportasi Darat Prasarana dan sarana transportasi darat terdiri atas dua sub sistem yaitu sarana prasarana angkutan jalan dan sarana prasarana pelabuhan penyeberangan yang merupakan jembatan apung untuk menghubungkan simpul kegiatan dari wilayah satu ke wilayah lainnya yang dipisahkan oleh perairan. 1. Prasarana dan Sarana Angkutan Jalan Untuk menunjang kelancaran lalu lintas angkutan jalan di Bali, 58

panjang prasarana jaringan jalan yang tersedia pada tahun 2003 adalah 6.644,25 km, terdiri dari jalan negara 405,93 km, jalan provinsi 846,89 km dan jalan kabupaten 5.391,43 km sedangkan pada tahun 2007 panjang jalan menjadi 6.765,66 km, terdiri dari jalan negara 501,64 km, jalan provinsi 883,07 km dan jalan kabupaten 5.424,14 km. Dari total jaringan jalan tersebut, 85,6% merupakan jalan beraspal, 3,5% jalan kerikil dan 10,9% jalan tanah. Kondisi jalan negara yang ada di Bali sampai dengan tahun 2007, sebagian besar berada dalam keadaan baik yaitu 59,08%, sisanya 22,35% dalam kondisi sedang dan hanya 18,56% dalam kondisi rusak. Sementara itu, kondisi jalan provinsi dalam kondisi baik hanya 55,55%, kondisi sedang 38,08%, kondisi rusak 6,37%. Berdasarkan fungsinya, jaringan jalan dapat dibedakan atas jalan arteri, jalan kolektor dan jalan lokal. Panjang jaringan jalan arteri di Bali sampai tahun 2007 adalah 199,63 km, jalan kolektor 1141,89 km dan jalan lokal 5.391,43 km. Berdasarkan jenis permukaan, seluruh panjang jalan negara dan provinsi telah beraspal, sedangkan jalan kabupaten masih terdapat 4,29% berupa jalan kerikil dan 13,48% jalan tanah. Dengan kondisi topografi daerah Bali yang banyak terdapat aliran sungai, maka agar prasarana jalan menjadi satu kesatuan sistem jaringan, prasarana jalan tersebut memerlukan adanya bangunan jembatan. Jumlah seluruh jembatan sampai dengan tahun 2007 sebanyak 646 buah dengan panjang bentang jembatan 13.335,55 meter, terdiri dari jembatan nasional 209 buah dengan panjang bentang 5.855,60 meter, jembatan provinsi 175 buah dengan panjang bentang 3.019,80 meter dan jembatan kabupaten 315 buah dengan panjang bentang 4.370,15 meter. Berdasarkan hasil survei Origin-Destination (OD) tahun 2007 total pergerakan penumpang asal Bali ke seluruh provinsi di Indonesia sebanyak 22.926.774 orang dan barang sebanyak 79.340.734 ton dengan persentase pergerakan antar wilayah di dalam Provinsi Bali untuk orang 34,29% dan barang 34,36%, atau total pergerakan kendaraan harian rata-rata pada jaringan prasarana jalan di Provinsi Bali sebanyak 4.131.113 pergerakan, terdiri atas 65,34% pergerakan sepeda motor, 25,93% pergerakan mobil penumpang, 7,95% pergerakan mobil barang dan 0,78% sepeda/dokar. Panjang jaringan jalan di Provinsi Bali adalah 6.765,66 km, yang terdiri atas jalan negara 501,64 km, jalan provinsi 839,88 km dan jalan kabupaten 5.424,14 km. Jumlah kendaraan bermotor di Bali sebanyak 1.300.531 unit, yang terdiri atas 84,39% sepeda motor, dan 7,54% (11.187 unit) adalah kendaraan angkutan penumpang umum. Berdasarkan jumlah mobil penumpang di Bali dan pergerakan kendaraan harian rata-rata, maka kondisi jaringan jalan di Bali utamanya di wilayah Bali Selatan telah mencapai Velocity Capacity Ratio (V/C ratio) lebih dari 0,60 atau sudah mulai mengalami stagnasi. Ruas-ruas jalan yang V/C rationya sama atau lebih dari 0,60 atau telah mengalami stagnasi adalah ruas jalan AntosariTabanan (0,72), Kediri-Mengwitani (0,74), 59

MengwitaniDenpasar (0,76), Simpang Cokroaminoto-Simpang Tohpati (0,66), SakahBlahbatuh (0,74), BlahbatuhSemebaung (0,60), Semebaung -Gianyar (0,85), GianyarSidan (0,72), Sidan-Klungkung (0,67), KlungkungAngentelu (0,66), Denpasar-Pesanggaran (0,83) dan Denpasar-Tuban (0,86) yang merupakan akses keluar-masuk Bandar Udara Internasional Ngurah Rai. 2. Prasarana dan Sarana Angkutan Penyeberangan Sesuai dengan fungsinya, di Provinsi Bali terdapat 3 (tiga) pelabuhan penyeberangan yaitu pelabuhan penyeberangan GilimanukKetapang yang terletak di ujung Barat Pulau Bali dan PadangbaiLembar terletak di ujung Timur Pulau Bali, yang merupakan pelabuhan penyeberangan lintas nasional serta pelabuhan penyeberangan Nusa Penida-Gunaksa yang berfungsi untuk memperlancar arus lalu lintas dari Bali daratan ke Pulau Nusa Penida. Pelabuhan Penyeberangan Lintas Gilimanuk Ketapang Sarana dan prasarana yang tersedia pada pelabuhan penyeberangan lintas Gilimanuk - Ketapang sampai dengan tahun 2007 terdiri dari 5 unit dermaga, kapasitas parkir siap muat 273 unit terdiri dari 90 unit mobil sedan, 48 unit bus dan 135 unit truck, dan jumlah kapal yang beroperasi 26 unit dengan kapasitas muat per hari 31.275 penumpang dan 4.221 unit kendaraan. Produktivitas angkutan pelabuhan penyeberangan lintas Gilimanuk - Ketapang berdasarkan perkembangan lalu lintas muatan tahun 2003 2007 untuk penumpang rata-rata naik 7,79% per tahun, barang naik 0,80% per tahun dan muatan kendaraan naik 2,04% per tahun. Dari data lalu lintas muatan tersebut dapat diketahui bahwa pada tahun 2007 jumlah penumpang rata-rata per hari adalah 13.194 orang, barang 10.837 ton dan kendaraan 3.566 unit atau utilitas terpakai pada tahun 2007 untuk penumpang 42,19% dan kendaraan 84,48%. Dengan utilitas muatan kendaraan terpakai sebesar 84,48%, maka Pelabuhan Penyeberangan lintas GilimanukKetapang seringkali mengalami stagnasi/antrian kendaraan terutama pada hari-hari puncak seperti Lebaran, liburan sekolah, Natal dan Tahun Baru. Pelabuhan Penyeberangan Lintas Padangbai-Lembar Sarana dan prasarana yang tersedia pada pelabuhan penyeberangan lintas Padangbai (Bali)-Lembar (Lombok) sampai dengan tahun 2007 terdiri dari 1 unit dermaga, kapasitas parkir 120 unit terdiri dari 50 unit mobil sedan dan 70 unit bus/truk, dan jumlah kapal yang beroperasi 16 unit dengan kapasitas muat per hari 6.375 penumpang dan 430 unit kendaraan. Intensitas angkutan pelabuhan penyeberangan lintas Padangbai (Bali)-Lembar (Lombok) berdasarkan perkembangan lalu lintas muatan 60

tahun 20032007 untuk penumpang rata-rata naik 40,29% per tahun, barang naik 22,38% per tahun dan muatan kendaraan naik 4,40% per tahun. Dari data lalu lintas muatan tersebut dapat diketahui bahwa pada tahun 2007 jumlah penumpang rata-rata per hari adalah 3.203 orang, barang 3.280 ton dan kendaraan 503 unit atau utilitas terpakai pada tahun 2007 untuk penumpang 50,24% dan kendaraan 116,98% dengan utilitas muatan kendaraan terpakai sebesar 116,98%, maka pelabuhan penyeberangan lintas PadangbaiLembar perlu adanya tambahan dermaga. Pelabuhan Penyeberangan Nusa Penida Sarana dan prasarana yang tersedia pada Pelabuhan Penyeberangan Nusa Penida sampai dengan tahun 2007 adalah 1 (satu)unit dermaga dan 1 (satu)unit kapal 500 GT dengan kapasitas muat per-hari 200 penumpang, 8 unit truck dan 6 unit kendaraan penumpang. Sambil menunggu selesainya pembangunan Pelabuhan Gunaksa, untuk sementara Pelabuhan Nusa Penida dipasangkan dengan Pelabuhan Padangbai dan mulai beroperasi pada bulan November 2006 dengan jadwal penyeberangan 1 (satu)kali roundtrip per-hari. Data lalu lintas tahun 2007 pada Pelabuhan Penyeberangan Nusa Penida, tercatat bahwa muatan penyeberangan PadangbaiNusa Penida rata-rata per hari untuk penumpang sebanyak 259 orang, kendaraan roda empat sebanyak 23 unit, sepeda motor 37 unit dan barang 38 ton, atau utilitas terpakai untuk penumpang 64,75% dan muatan kendaraan 100%. Dengan demikian maka kapasitas muat penyeberangan lintas Padangbai Nusa Penida, sudah perlu ditambah. b) Transportasi Laut Di Provinsi Bali, banyak terdapat pelabuhan yang menunjang kegiatan transportasi laut yaitu Pelabuhan Benoa yang menurut hirarkinya berfungsi sebagai pelabuhan umum International Hub dan Pelabuhan Celukan Bawang yang berfungsi sebagai pelabuhan nasional. Pelabuhan Manggis berfungsi sebagai pelabuhan khusus bongkar-muat Bahan Bakar Minyak (BBM), Pelabuhan Pengambengan berfungsi sebagai pelabuhan khusus bongkar-muat perikanan dan pelabuhan kecil lainnya yaitu Pelabuhan Sangsit, Labuhan Lalang, Pegametan, Padangbai, Kusamba, Sanur dan Kedonganan yang berfungsi untuk pelayanan kapal pelayaran rakyat/kapal boat muatan lokal/regional. Pelabuhan Laut Benoa Pelabuhan Laut Benoa terletak di bagian Selatan Pulau Bali, dengan luas perairan 227,6 ha dan lahan daratan 52,5 ha. Sampai dengan tahun 2007 prasarana yang tersedia meliputi alur pelayaran dengan panjang 3.600 meter; lebar 150 meter dan kedalaman -9,50 meter Low Water Surface (LWS). Dermaga penumpang kapal cruises/container dengan panjang 290 meter dan kolam pelabuhan berukuran 150 x 400 61

m2, kedalaman -9,00 m LWS; kolam pelabuhan dengan kedalaman 4,00 m LWS dengan fasilitas dermaga marina 30 meter; dermaga kapal Mabua 20 meter; dermaga kapal Bali Hai 20 meter; kolam pelabuhan 350 x 750 m2 kedalaman 7,00 m LWS dengan fasilitas dermaga umum panjang 206 meter dan dermaga khusus pertamina 2 unit panjang 40 meter; dermaga Kapal Perikanan Samudera Besar (PSB) panjang 60 meter; kolam pelabuhan khusus perikanan 150 x 900 m2 dengan kedalaman 5,0 m LWS dengan fasilitas dermaga beton 150 meter dan 8 unit dermaga swasta total panjang dermaga 403 meter; terminal penumpang 1.300 m2; terminal peti kemas 6.400 m2 dan prasarana jalan masuk pelabuhan 23 m x 2,9 km. Dengan keterbatasan kedalaman alur masuk pelabuban yang hanya 9,5 m LWS, maka kapasitas maksimum kapal yang dapat dilayani di Pelabuhan Benoa adalah kapal barang 10.000 DWT atau setara kapal penumpang kapasitas 20.000 GRT. Kondisi Pelabuhan Laut Benoa seperti diuraikan diatas adalah berdasarkan hasil pengembangan tahun 1990 sampai 1996 yang dibagi menjadi 3 (tiga) zona yaitu zona pelabuhan umum, zona kapal wisata/marina dan zona perikanan untuk target kunjungan kapal 16.650 kali, penumpang 1.100.000 orang dan barang 1.985.000 ton. Pelabuhan Laut Celukan Bawang Pelabuhan Laut Celukan Bawang terletak di bagian Utara Pulau Bali. Pada Tahun 2007 prasarana yang tersedia terdiri atas 3 unit dermaga umum dengan panjang masing-masing 50 meter, 58 meter, dan 160 meter; dengan kedalaman kolam rata-rata 14,0 m LWS; baching plant Semen Tonasa dengan kapasitas 600.000 ton per tahun; lapangan penumpukan 5.600 m2; dan gudang penumpukan 90 m2. Sesuai dengan kondisi prasarana yang tersedia, Pelabuhan Celukan Bawang hanya mampu untuk melayani kapal barang dengan kapasitas maksimum 10.000 DWT atau setara dengan kapasitas kapal penumpang 20.000 DWT dengan target kunjungan kapal 585 kali dan barang 984.000 ton. c) Transportasi Udara Sarana dan prasarana angkutan udara di Bali ditunjang oleh keberadaan Bandar Udara Ngurah Rai yang terletak di bagian Selatan Pulau Bali dan berfungsi untuk pelayanan penerbangan domestik dan internasional, serta lapangan terbang Letkol Wisnu yang terletak di bagian Utara Pulau Bali dan masih berfungsi untuk pelayanan pesawat sejenis Cassa. Bandar Udara Internasional Ngurah Rai, mempunyai luas area 295,30 ha. Sampai dengan tahun 2007 prasarana yang tersedia meliputi: landasan pacu (runway) 45 x 3.000 meter untuk pendaratan dan tinggal landas pesawat terbang kapasitas maksimum jenis B-747; parallel taxiway 23 x 3.000 meter dan exit taxiway 7 buah; tempat parkir pesawat (apron) seluas 214.457 m2 dengan kapasitas 38 unit terdiri atas 9 unit jenis B747, 2 unit jenis A-330, 2 unit jenis MD-11, dan 25 unit jenis A-320 untuk 62

target penerbangan 81.100 pergerakan pesawat per tahun. Selain itu juga tersedia terminal penumpang internasional seluas 63.246 m2 untuk target penumpang 6.100.000 orang per tahun; terminal penumpang domestik 10.520 m2 untuk target penumpang 3.400.000 orang per tahun; terminal kargo internasional seluas 2.680 m2 untuk target 116.000 ton per tahun; terminal kargo domestik seluas 3.658 m2 target 31.900 ton per tahun; car parking seluas 1.287 m2, kapasitas 1.287 lot; sistem navigasi udara ILS; Resque and Fire Fighting (ICAO) Category 9; fuel supply kapasitas 20,040 kl; water supply kapasitas 3.670 m3/detik; electric 4.190 KVA, dan acces road 2 jalur masing-masing 2 lajur. Jumlah airlines yang beroperasi melalui Bandar Udara Ngurah Rai pada tahun 2007 terdiri atas 26 airlines penerbangan internasional ke 20 kota tujuan dan 11 airlines domestik ke 16 kota tujuan. Berdasarkan perkembangan pelayanan barang dan jasa periode tahun 2003-2007, jumlah penerbangan rata-rata naik 7,70% per tahun dengan jumlah penumpang rata-rata naik 14,35% per tahun dan jumlah kargo rata-rata naik 4,10% per tahun. Rincian jumlah penerbangan domestik rata-rata naik 9,68% per tahun, penumpang domestik rata-rata naik 14,58% per tahun dan kargo domestik naik 8,54% per tahun. Jumlah penerbangan internasional naik 3,89% per tahun, jumlah penumpang internasional rata-rata naik 14,30% per tahun dan kargo internasional ratarata naik 2,19% per tahun. Berdasarkan data pelayanan barang dan jasa, utilitas terpakai prasarana yang tersedia di Bandara Ngurah Rai pada tahun 2007 untuk jumlah penerbangan 77,16%, terminal penumpang 79,79% dan terminal kargo 41,75%. Namun demikian, apabila dirinci menurut penerbangannya maka utilitas terpakai untuk terminal penumpang domestik adalah 116,25% dan terminal kargo domestik 65,14%, sedangkan utilitas terminal penumpang internasional adalah 59,46% dan terminal kargo internasional 35,36%. Berdasarkan utilitas prasarana terpakai tersebut juga dapat diketahui bahwa pelayanan pada terminal penumpang domestik sudah tidak memenuhi persyaratan kenyamanan, ditambah lagi sebagian besar ruangan untuk pelayanan penumpang baik pada terminal penumpang domestik maupun terminal penumpang internasional dipergunakan untuk consesioner. 2.3.6.4 Prasarana dan Sarana Telekomunikasi

Sarana dan prasarana telekomunikasi yang ada di Provinsi Bali, untuk sambungan rumah dilayani oleh PT Telekomunikasi Indonesia Kandatel Bali. Hingga tahun 2007 telah dilayani oleh 27 lokasi STO yang memiliki kapasitas sentral terpasang 202.809 sst dengan jumlah tersambung 180.778 sst. Tingkat keberhasilan pelayanan dibidang telekomunikasi terlihat dari menurunnya jumlah gangguan per 100 pelanggan, dimana pada 63

tahun 2006 ditunjukkan dengan nilai 19,30 dan pada tahun 2007 menurun menjadi 2,81. Untuk keberhasilan panggilan lokal pada tahun 2003 keberhasilannya 76,24% dan tahun 2007 naik menjadi 78,66%. Keberhasilan panggilan SLJJ pada tahun 2003 sejumlah 68,77% dan tahun 2007 naik menjadi 73,02%. Sarana telekomunikasi selain sambungan rumah, juga diselenggarakan dengan menggunakan mobile phone atau telepon bergerak. Dewasa ini perkembangan penggunaan mobile phone amat pesat yang ditunjukkan dengan makin banyaknya penyelenggara/operator seluler yang beroperasi di wilayah Bali, baik yang menggunakan sistem GSM maupun CDMA. Sarana fisik yang menonjol dari mobile phone ini adalah digunakannya tower/menara untuk memancarkan sinyal agar pelayanan mobile phone ini dapat melingkupi seluruh wilayah Bali. Sampai dengan tahun 2007 jumlah menara telekomunikasi yang ada di Bali telah mencapai lebih dari 600 buah. Untuk menghindari semakin banyaknya pembangunan menara, pada tahun 2007 Pemerintah Provinsi Bali telah mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 55 Tahun 2007 tentang Lokasi Pembangunan Bangunan Menara Penerima dan/atau Pemancar Telekomunikasi yang bertujuan mengendalikan jumlah menara telekomunikasi di Bali dengan titik lokasi yang telah ditentukan secara efektif namun dapat menjangkau seluruh wilayah Bali. Menurut hasil studi perencanaan induk menara seluler terpadu di Provinsi Bali, sampai dengan tahun 2010 hanya dibutuhkan sejumlah 319 buah menara seluller. 2.3.6.5. Sarana dan Prasarana Energi Kebutuhan listrik di Bali di suplai dari empat sumber energi yaitu sistem interkoneksi Jawa Madura Bali (Jamali) melalui kabel bawah laut , PLTG Gilimanuk, PLTG Pemaron, dan unit pembangkit Pesanggaran, dengan kapasitas terpasang sampai tahun 2007 sebesar 657,19 MW. Untuk memenuhi kebutuhan listrik di Nusa Penida telah dibangun PLTD Kutampi dan PLTD Jungut Batu dengan kapasitas terpasang masingmasing 2,663 MW dan 1,008 MW. Sampai tahun 2007 seluruh Desa/Kelurahan (706 Desa/Kelurahan) di Provinsi Bali sudah memperoleh layanan listrik, namun masih terdapat 45 dusun tersebar di empat kabupaten yaitu Kabupaten Buleleng, Karangasem, Klungkung dan Bangli yang belum memperoleh layanan listrik Kebutuhan tenaga listrik di Provinsi Bali diperkirakan terus meningkat sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan tuntutan pembangunan daerah. Kebututan tenaga listrik pada tahun 2007 (total kebutuhan daya) sebesar 664,67 MW meningkat dari tahun 2006 sebesar 599,8 MW. Besarnya kebutuhan listrik pada beban puncak sangat tergantung dari pola penggunaan tenaga listrik . Pada tahun 2007 beban puncak mencapai 511,28 MW meningkat dari tahun 2006 sebesar 461,44 MW. Untuk memenuhi kebutuhan energi listrik di Provinsi Bali 64

diperlukan pembangunan pembangkit baru yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan seoptimal mungkin sumber-sumber energi primer setempat serta energi alternatif terbarukan (Renewable Energy) untuk pembangkit tenaga listrik skala kecil. Beberapa energi listrik terbarukan yang telah dibangun sampai dengan tahun 2007 antara lain pembangkit listrik tenaga angin (PLT Bayu) dan tenaga surya (PLT Surya) di Nusa Penida Kabupaten Klungkung dengan kapasitas masing-masing 2x80 KW dan 2x30 KW; pembangkit listrik tenaga air atau Mikro Hydro (PLT-MH) di Desa Jeruk Manis Kab. Karangasem dengan kapasitas 25 KW; serta PLT Biomas dengan memanfaatkan sampah sebagai sumber energi berlokasi di Suwung Denpasar dengan kapasitas 9,6 MW. Namun dengan keterbatasan potensi sumber energi primer yang ada di Bali, maka pesokan energi listrik dari sistem Jawa Madura Bali tetap dipertahakna bahkan ditingkatkan. 2.3.7 Pengembangan Wilayah, Tata Ruang, dan Lingkungan Hidup Penerapan tata ruang Bali sampai saat ini menunjukkan adanya indikasi berbagai pelanggaran dalam pemanfaatan ruang. Pembangunan yang dilaksanakan pada beberapa wilayah atau kawasan di Provinsi Bali banyak dilakukan tanpa mengikuti rencana tata ruang, belum mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan serta belum memperhatikan kerentanan suatu wilayah terhadap kemungkinan terjadinya bencana alam. Beberapa penyebab terjadinya pelanggaran terhadap pemanfaatan ruang antara lain karena rendahnya kualitas rencana tata ruang, belum semua rencana tata ruang wilayah memiliki kekuatan hukum yang diatur dalam Peraturan Daerah, rencana tata ruang wilayah belum sepenuhnya dipakai sebagai pedoman dalam menyusun kebijakan dan program pembangunan daerah, pelaksanaan investasi, serta lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang yang terjadi. Sesuai Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, rencana tata ruang dapat dibagi menjadi rencana umum dan rencana rinci tata ruang. Rencana umum tata ruang meliputi rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota. Sedangkan rencana rinci tata ruang meliputi rencana tata ruang kawasan strategis provinsi, rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota dan rencana detail tata ruang (RDTR) kawasan. Status rencana umum tata ruang sampai tahun 2007 yang masih berlaku sampai tahun 2010 adalah rencana tata ruang wilayah (RTRW) Provinsi Bali, dan 4 (empat) rencana tata ruang wilayah (RTRW) kabupaten/kota yang masa berlakunya sampai tahun 2009 (Denpasar, Karangasem, Gianyar, dan Jembrana), 2 (dua) rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota telah habis masa berlakunya (Tabanan dan Badung), sedangkan 3 (tiga) kabupaten belum pernah memiliki Perda rencana tata ruang wilayah kabupaten (Bangli, Klungkung, Buleleng). 65

Rencana rinci tata ruang kawasan berupa rencana detail tata ruang kawasan telah tersusun sebanyak 121 buah dokumen terdiri dari 51 dokumen dengan status hukum berupa Peraturan Bupati/Keputusan Bupati, 5 buah dokumen masih dalam draf Peraturan Bupati/Keputusan Bupati dan sisanya masih berupa dokumen. Sumberdaya alam dan lingkungan hidup Provinsi Bali sebagai satu ekosistem pulau mempunyai peranan penting dalam perekonomian Bali, meliputi kondisi eksisting sumberdaya hutan, keanekaragaman hayati, pesisir dan laut, sumberdaya tak terbarukan, sumberdaya air (sungai, danau, air bawah tanah). Wilayah pegunungan yang membentang di tengah-tengah Pulau Bali dari barat sampai timur merupakan daerah resapan air bagi Bali Utara dan Selatan, sangat rawan mengalami kerusakan yang disebabkan oleh meningkatnya bahaya erosi dan longsor. Curah hujan di daerah tersebut cukup tinggi berkisar 2.5003.000 mm per tahun. Kondisi kemiringan lahan tergolong curam berkisar antara 1540% bahkan sampai lebih dari 45% dengan jenis tanah andosol dan regosol yang peka erosi. Penutupan vegetasi yang jarang dan banyaknya pertanian tanaman pangan dengan konservasi tanah yang kurang memadai juga dapat mempercepat kerusakan lahan dan meningkatnya sedimentasi. Luasan wilayah di Bali yang memiliki lahan kritis dan sangat kritis pada tahun 2004 seluas 55.313 ha dengan tingkat erosinya tergolong sedang sampai berat, luasan wilayah di Bali yang memiliki tingkat erosi tergolong sedang adalah 60.326,2 ha (10,7%), berat 68.204,3 ha (12,1%), dan sangat berat 99.252,6 ha (17,1%). Kerusakan lahan akan berlanjut apabila kondisi ini dibiarkan terus. a) Sumberdaya Hutan

Hutan merupakan kekayaan alam yang tak ternilai harganya karena sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan. Bali merupakan satu kesatuan ekosistem pulau yang merupakan satu kesatuan wilayah, ekologi dan sosial budaya dengan kondisi sumber daya hutannya sampai dengan tahun 2007, ditunjukkan oleh keberadaan kawasan hutan yang secara keseluruhan di Provinsi Bali seluas 130.686,01 Ha, yang terdiri dari hutan di daratan seluas 127.271,01 Ha (22,59%) dan hutan di perairan seluas 3.415 Ha. Kondisi ini masih berada di bawah ideal ( 30%). Berdasarkan fungsinya, hutan di Bali dibagi menjadi 3 yaitu hutan lindung seluas 95.766,06 Ha (73,28%), hutan konservasi seluas 26.293,59 (20,12%) dan hutan produksi seluas 8.626,36 Ha (6,60%). Permasalahan utama yang dihadapi sektor kehutanan adalah luasnya lahan kritis yaitu seluas 55.313 Ha di dalam dan luar kawasan hutan dengan rincian: dalam kawasan hutan seluas 22.925 Ha, sedangkan di luar kawasan hutan seluas 32.388 Ha. Tahun 2007 luas lahan kritis mengalami penurunan yang saat ini tersisa seluas 26.435 Ha di dalam dan luar kawasan hutan. Permasalahan lain yang terkait dengan sumber daya hutan yaitu gangguan keamanan hutan seperti penebangan liar atau pencurian hasil kayu hutan, perambahan hutan dan kebakaran hutan. Kasus penebangan 66

liar pada tahun 20032007 adalah sebanyak 239,70 m3 (tahun 2003); 229,48 m3 (tahun 2004); 4,58 m3 (tahun 2005); 21,68 m3 (tahun 2006) dan 38,80 m3 (tahun 2007). Kasus perambahan hutan pada tahun 2003 2007 adalah seluas 1.447,52 Ha (tahun 2003); 65,34 Ha (tahun 2004); 23,50 Ha (tahun 2006) dan 70,50 Ha (tahun 2007). Sedangkan untuk kasus kebakaran hutan dari tahun 20032007 adalah masing-masing sebagai berikut: 217,50 Ha (tahun 2003); 442,70 Ha (tahun 2004); 102,25 Ha (tahun 2005); 467,70 Ha (tahun 2006) dan tahun 2007 seluas 83,52 Ha. Penurunan dari kasus-kasus tersebut dari tahun ke tahun disebabkan oleh karena adanya upaya-upaya dari pemerintah dalam hal pengelolaan sumber daya hutan seperti: pelaksanaan rehabilitasi dan rebosasi, serta pelaksanaan GERHAN. Pelaksanaan rehabilitasi dan reboisasi dari tahun 20042007 seluas 2.168 Ha, sedangkan untuk pelaksanaan GERHAN selama 4 tahun adalah seluas 26.710 Ha. Disamping permasalahan tersebut bidang kehutanan juga menghadapi masalah internal seperti: sumber daya manusia, sarana prasarana dan sistem informasi kehutanan. b) Keanekaragaman Hayati

Flora dan fauna, jenisnya sangat beraneka ragam kendati keberadaanya pada wilayah Bali yang relatif sempit dan kecil. Berbagai jenis flora dan fauna dijumpai dalam ekosistem hutan pada sebaran hutan cagar alam, hutan lindung, taman nasional, taman wisata alam, taman hutan raya (mangrove), hutan wisata, dan hutan rakyat. Kawasan Cagar Alam Batukaru misalnya memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan yang relatif tinggi. Jenis flora yang dijumpai mencapai 182 jenis, dan yang perlu dilindungi karena menyerupai tegakan murni adalah Cemara Pandak (Podocarpus imbricatus). Jenis fauna yang teridentifikasi mencapai 45 jenis antara lain yang endemik dan yang telah dilindungi yaitu Jalak Bali (Leucopsar rothscildi), Kijang (Muntiachus muncak) dan Sapi Putih (Bibos banteng Albino). Tekanan pada keanekaragaman hayati di Bali meliputi tekanan terhadap habitat, pemanfaatan yang berlebih dan pemburuan liar. Permasalahan keanekaragaman hayati yang paling menonjol di Bali adalah pemanfaatan penyu hijau (Chelonia mydas). Bali telah banyak mendapatkan sorotan akibat masih tingginya pemanfaatan penyu untuk berbagai kepentingan khususnya di Bali bagian selatan. c) Pesisir dan Laut

Secara umum kondisi pantai Bali berpasir hitam dan sebagian lainnya berpasir putih. Sumberdaya alam yang menonjol di pantai Bali adalah padang lamun, rumput laut, hutan bakau dan terumbu karang. Ekosistem padang lamun di Bali sudah banyak terdegradasi sebagai akibat dari aktivitas masyarakat dan pembangunan. Terumbu karang di Bali secara umum sampai dengan tahun 2007 dalam kondisi sebagai berikut: status buruk (20,8%); sedang (39,6%); baik (35,8%) dan sangat baik hanya 3,8%. Berdasarkan data tersebut hampir 67

60,4% kondisinya sudah mengalami tekanan ekologis, dan statusnya sudah menurun secara kualitas maupun secara kuantitas. Ada 2 (dua) sumber ancaman terhadap kondisi terumbu karang secara umum yaitu: oleh faktor alam (badai gelombang, pemanasan global, erosi dan sedimentasi) dan aktivitas manusia. Habitat mangrove murni dalam kawasan hutan tersebar di kabupaten/kota seluas 2.759 Ha kecuali Kabupaten Bangli (tanpa ada kawasan pantai). Sedangkan habitat mangrove murni di luar kawasan hutan diperkirakan mencapai luas 1.459 Ha (berdasarkan status lingkungan hidup daerah Provinsi Bali tahun 2007). Degradasi pada hutan mangrove disebabkan karena kegiatan perambahan, pembuangan plastik dan kaleng-kaleng. Panjang garis pantai wilayah Bali 436,50 km dan pada tahun 2003 pantai yang terabrasi sepanjang 120,08 km, sedangkan sampai dengan tahun 2007 terjadi penurunan kerusakan pantai yang terabrasi sepanjang 91,07 km. Dari total keseluruhan garis pantai di Bali yang mengalami abrasi sudah ditangani sepanjang 44,999 Km, sehingga abrasi pantai di Bali yang belum ditangani sampai tahun 2007 sepanjang 46,071 Km. Dampak abrasi adalah berkurangnya suplai sedimen pengisi pantai baik dari arah daratan dan laut serta hilang atau rusaknya penahan gelombang alami seperti beting pasir, terumbu karang, padang lamun, mangrove dan spesies pantai lainnya. d) Sumberdaya Tak Terbarukan

Produksi pertambangan di Provinsi Bali seluruhnya merupakan bahan galian golongan C. Tempat-tempat produksi bahan galian golongan C tersebar di 209 dusun, terlingkup dalam 123 desa dengan luas areal eksploitasi sekitar 734,730 Ha. Potensi keseluruhan tahun 2003 adalah 13.943.935.300 m3 yang tersebar di sembilan kabupaten/kota. Bahan galian tersebut antara lain batu kapur sebanyak 11.218.245.780 m3, batu padas 711.401.880 m3, tanah liat 945.436.790 m3, sirtu 15.922.190 m3, tanah urug 5.563.140 m3, batu tabas 182.510 m3, batu andesit 988.727.690 m3, batu apung 41.753.130 m3, batu lahar/merah 16.458.870 m3, batu pilah 224.810 m3, batu permata 18.530 m3. Sedangkan untuk produksi rata-rata bahan galian golongan C setiap bulan dalam tahun 2003 adalah sebesar 5.105.680. m3. Sedangkan potensi keseluruhan bahan galian golongan C tahun 2007 adalah 12.161.453.350 m3 tersebar di sembilan kabupaten/kota. Bahan galian tersebut antara lain batu kapur sebanyak 10.217.426.000 m3, batu padas 415.040.400 m3, tanah liat 43.003.000 m3, sirtu 653.280.000 m3, tanah urug 80.908.450 m3, batu tabas 17.600.000 m3, batu andesit 655.515.000 m3, batu apung 5.500.000 m3, batu lahar/merah 31.120.000 m3, batu pilah 42.060.000 m3, batu permata 500 m3, dengan produksi rata-rata bahan galian golongan C setiap bulannya sebesar 147.065 m3.

68

e)

Sumberdaya Air

Sumberdaya air di Provinsi Bali terdiri dari air permukaan dan air bawah permukaan (air tanah). Air permukaan antara lain meliputi air sungai, mata air dan danau. Tahun 2003 Pulau Bali memiliki 165 sungai utama (main rivers) yang tersebar di seluruh kabupaten dimana sifat alirannya ada yang bersifat kontinyu pharennial ada juga yang musiman (intermitten). Dalam pengelolaan sungai Bali masuk dalam Wilayah Sungai Strategis Nasional dengan nama WS Bali-Penida yang terbagi dalam 20 Sub Wilayah Sungai (Sub SWS). Dari sumber potensi air sungai yang ada di Bali diperkirakan sebesar 4.127,55 juta M3 yang dapat dimanfaatkan saat ini adalah dari 21 sungai dengan potensi 2.848,68 juta M3. Sampai dengan tahun 2007 teridentifikasi sebanyak 1.321 sumber mata air yang tersebar di 8 kabupaten yaitu kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Klungkung, Bangli, Karangasem dan Buleleng. Sebagian besar kondisi sumber mata air mengalir sepanjang tahun yaitu sebanyak 1.259 mata air atau 95,31% dari total sebanyak 1321 sumber mata air yang teridentifikasi. Sedangkan 1,14% mengalir pada musim hujan saja dan dalam keadaan tidak mengalir/mati (3,56%). Namun kuantitas (kinerja) sumber mata air sebagian besar (86%) mempunyai kinerja yang kurang memuaskan karena debit air yang dihasilkan lebih kecil dibanding dengan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Ditinjau dari aspek sosial ekonomi 83,2% sumber mata air dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan primer (rumah tangga) atau 42,47% digunakan sekaligus untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga maupun pertanian, serta digunakan untuk upacara adat, industri (PDAM dan air kemasan) dan obyek wisata. Berdasarkan tingkat kemudahan pemanfaatannya 441 mata air (33,38%) tergolong mudah diakses, 390 atau 29,52% yang aksesnya sedang dan sejumlah 490 (37,08%) mata air tergolong sulit diakses. Dari 1.321 mata air yang teridentifikasi di Provinsi Bali terdapat 499 buah (37,77%) dimana masyarakat sangat-sangat tergantung pada mata air tersebut. Untuk itu perlu segera dilakukan penanganan. Terdapat 4 (empat) danau yang berfungsi sebagai penyimpan air, yaitu Danau Tamblingan, Danau Buyan, Danau Beratan serta Danau Batur, dengan total luasan sebesar 26,6 Km2 dan daerah tangkapan hujan seluas 151,0 Km2. Besarnya volume daerah genangan air keempat danau tersebut 1.058,1 juta m3. Ke empat danau kaldera tersebut tidak mempunyai saluran keluar menuju sungai, kecuali Danau Beratan yang mempunyai sistem pelimpah. Air dari masing-masing danau ini akan meresap dan mengalir ke wilayah sungai terdekat sebagai mata air. Walaupun Danau Buyan menunjukkan tingkat perubahan yang variatif tiap tahun, tetapi pada umumnya tingkat permukaan dari masing-masing danau bervariasi dalam jumlah kecil dari 1 sampai 2 meter. Air pada empat danau alam di Bali tersebut tidak digunakan untuk skala tertentu dari pengembangan sumber daya air kecuali untuk penggunaan perorangan skala kecil oleh masyarakat sekitarnya. 69

f) Bencana Alam Berdasarkan data bencana Provinsi Bali Tahun 2003 telah terjadi tanah longsor di Kelurahan Bebalang, Kec. Bangli, Kabupaten Bangli dan di Desa Kedisan Kecamatan Tegalalang Kabupaten Gianyar; kebakaran hutan di Desa Pujungan Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan, dan angin puyuh di lingkungan penamparan kelurahan Padang Sambian Denpasar Barat. Pada tahun 2004 telah terjadi beberapa bencana yaitu bencana gempa bumi dengan kekuatan 6,1 skala richter di Kabupaten Karangasem dengan korban luka-luka 9 orang, total kerugian mencapai Rp. 4.070.000.000, di barat daya Denpasar dengan kekuatan 1,5 skala richter; di Kabupaten Badung dengan korban jiwa dua orang meninggal serta dua orang luka-luka. Bencana angin ribut terjadi di Desa Seraya Kabupaten Karangasem dengan kerugian mencapai Rp. 750.000.000,- (tidak ada korban jiwa); di 5 kabupaten di Bali (Buleleng, Karangasem, Tabanan, Bangli dan Badung) dengan korban jiwa meninggal 1 orang di Kabupaten Buleleng serta kerugian material berupa 1.044 unit rumah rusak dan 46 unit tempat ibadah. Bencana tanah longsor di terjadi Banjar Singakerta, Desa Ubud, Desa Temesi Kabupaten Gianyar dan di Kabupaten Buleleng dengan korban jiwa 3 orang meninggal dunia, 6 orang mengalami lukaluka. Bencana angin kencang di Kabupaten Gianyar dengan korban jiwa 6 orang warga luka-luka tertimpa pohon dengan kerugian material berupa sebuah bale gong Pura Setyana rusak berat. Sepanjang tahun 2005 telah terjadi bencana seperti bencana tanah longsor Kecamatan Sukawati dan di Kabupaten Bangli, dengan menelan korban jiwa 1 orang luka-luka, 1 rumah rusak berat, 2 tanggul irigasi jebol, pagar tembok sepanjang 15 meter jebol serta badan jalan jebol 15 meter. Bencana angin siklun terjadi di Desa Sinabun Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng dengan korban jiwa nihil. Bencana gempa bumi dengan pusat gempa 86 arah selatan Kota Denpasar dengan korban jiwa dan kerugian material nihil. Bencana alam banjir di Kabupaten Buleleng, Kota Denpasar dan Kabupaten Badung dengan korban jiwa 1 orang meninggal, 2 orang luka-luka, 3 rumah roboh, beberapa rumah rusak dan ruas jalan Lukluk Darmasabha di Banjar Perang jebol. Bencana alam banjir bandang terjadi di Kabupaten Jembrana dengan korban jiwa nihil, 64 rumah tergenang air dan jalan desa rusak berat. Pada bulan Desember terjadi bencana alam angin puyuh di Desa Tigawasa, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng dengan korban jiwa nihil, 3 rumah roboh, 5 buah atap rumah rusak dan sejumlah tanaman masyarakat. Bencana alam gelombang pasang terjadi di Pantai Utara Kabupaten Buleleng dengan korban jiwa nihil, 5 buah rumah rusak berat dan 2 buah perahu hanyut. Korban jiwa nihil, 3 buah jukung rusak dan 2 buah bangunan rusak disebabkan oleh adanya bencana alam angin puting beliung. Bencana yang terjadi pada tahun 2006 antara lain angin puting beliung, banjir, tanah longsor, angin puyuh, air laut pasang, banjir 70

bandang dan kebakaran hutan dengan total kerugian atau kehilangan sebagai berikut 1 buah rumah roboh, 4 buah rumah penduduk mengalami kerusakan ringan, kerugian ditaksir sebesar 32 juta rupiah, jembatan jebol 5 m, empelan desa rusak berat, rusaknya senderan sepanjang 200 m, 1 buah pelinggih meru rusak berat, kerugian berupa tanggul rusak, beberapa perahu pecah dan terjadi abrasi pantai sepanjang 100 m, rumah terendam 91 KK dan 1 ekor sapi tenggelam, dengan kerugian 5 hektar hutan terbakar dan 5,55 hektar hutan sono keling dan ampupu terbakar. Sedangkan tahun 2007 telah terjadi di hampir seluruh Kabupaten/Kota di Bali. seperti: angin puting beliung, tanah longsor, kebakaran hutan, banjir dan hujan deras, hujan lebat dan angin kencang, angin kencang, angin topan dan gelombang pasang. Kerugian akibat bencana alam di Tahun 2007 ini ditaksir sebesar 6 M. g) Intrusi Air Laut

Masuknya air laut ke dalam air tanah sering disebut intrusi air laut. Beberapa faktor yang menyebabkan keadaan ini antara lain karena rusaknya daerah hulu yang berfungsi sebagai sumber imbuhan air tanah (recharge area) dan pengambilan air tanah yang melampui batas-batas kemampuannya. Berdasarkan hasil penelitian air tanah tahun 2005 menunjukkan bahwa disepanjang Pantai Sanur di Desa Sanur kauh intrusi air laut mencapai jarak maksimum 1136 meter dan minimum 69,8 meter dari garis pantai, di Kelurahan Sanur jarak maksimum intrusi air laut 120,7 meter dan minimum 31,7 meter dari garis pantai. Sedangkan di Desa Sanur Kaja jarak maksimum intrusi air laut 394,1 meter dan minimum 19 meter dari garis pantai. Daerah Pantai Bali Utara dan Pantai Selatan Negara juga merupakan daerah yang rawan terjadi intrusi air laut, seperti di sepanjang Pantai Buleleng bagian barat dan daerah pantai di sekitar Perancak. h) Pencemaran Lingkungan (Air dan Udara)

Perkembangan pembangunan di Provinsi Bali dicerminkan oleh pesatnya pertumbuhan usaha/kegiatan sosial ekonomi. Namun disisi lain, juga terjadi peningkatan beban limbah yang mengancam terjadinya pencemaran lingkungan seperti pencemaran pada sumber daya air maupun udara. Penyebab utama pencemaran ini adalah adanya berbagai aktivitas domestik dan non domestik meliputi: industri, pabrik, pertanian, peternakan, perikanan, periwisata dan sumber lainnya. Disamping oleh perkembangan fisik pembangunan, pencemaran lingkungan juga disebabkan karena prilaku masyarakat yang belum mengoptimalkan pengelolaan limbah. Secara umum telah terjadi peningkatan parameter yang melampaui baku mutu air pada air danau, air sungai dan air laut. Berdasarkan hasil kajian pada tahun 2003 bahwa indikasi pencemaran telah terjadi di Danau Beratan dan Danau Buyan. Hal ini ditunjukkan oleh kandungan BOD, COD, nitrat, phosfat dan cuprum yang telah melebihi baku mutu air. Hasil 71

penelitian pada tahun 2005 terhadap ke 4 danau juga menunjukkan adanya indikasi pencemaran. Parameter yang melebihi baku mutu air adalah BOD dan total coliform untuk Danau Beratan dan Danau Batur, sedangkan untuk Danau Buyan dan Tamblingan terdapat 3 parameter yang telah melampaui baku mutu air yaitu BOD, phosfat dan minyak/lemak. Indikasi pencemaran air laut juga telah berlangsung terjadi di beberapa lokasi pantai di Bali. Hasil penelitian tahun 2003 menunjukkan bahwa parameter kekeruhan telah melewati baku mutu di lokasi pantai Kuta, Tabanan, Kedonganan, Jimbaran, Nusa Dua dan Tanjung Benoa. Parameter nitrit telah melebihi baku mutu pada 7 lokasi pantai yaitu: Canggu, Petitenget, Legian, Kuta, Jimbaran, Sawangan dan Pererenan. Logam Cd telah melampui baku mutu air pada Pantai Nusa Dua. Kandungan parameter coliform yang telah melewati baku mutu air laut terjadi di Pantai Pererenan. Berdasarkan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Bali (2007) disebutkan bahwa secara umum air laut di pesisir Pengambengan (Jembrana), Pantai Lovina dan Pantai Singaraja (Buleleng), Pantai Kuta, Seminyak, Kedonganan (Badung), Tanjung Benoa, Sanur (Denpasar) terindikasi mengalami pencemaran. Beberapa parameter yang telah melewati baku mutu yang telah ditetapkan yaitu phosfat, logam Cu dan besi (Fe). Air sungai di Provinsi Bali umumnya menunjukkan kandungan fosfat yang relatif tinggi, dan di bagian tengah hingga hilir sungai yang disampling telah melampaui baku mutu dan cenderung meningkat ke arah hilir. Berdasarkan penelitian pada tahun 2007, menunjukkan bahwa beberapa kabupaten air sungainya telah menunjukkan indikasi tercemar oleh fosfat, coli tinja, BOD, COD, DO dan besi terutama di lokasi tengah dan hilir. Pencemaran udara diartikan adanya bahan-bahan/zat-zat di alam (udara atmosfir) yang dapat menyebabkan berubahnya susunan udara dari keadaan normalnya dalam waktu yang cukup lama sehingga dapat mengganggu kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan. Berdasarkan hasil pemantauan kualitas udara yang dilakukan tahun 2006 di beberapa lokasi pengukuran di Provinsi Bali menunjukkan bahwa secara umum kualitas udara masih tergolong baik, hal ini ditunjukkan oleh parameter kimia yaitu SO dan CO di semua lokasi uji, masih di bawah nilai ambang batas (NAB) baku mutu walaupun terdapat parameter yaitu debu yang konsentrasinya di udara ambien telah melebihi baku mutu lingkungan. Selain pencemaran udara, emisi gas rumah kaca ke udara diperkirakan mengalami peningkatan dengan meningkatnya alih fungsi lahan, transportasi dan sebagainya. 2.4. KEUANGAN DAERAH Dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Bali untuk tahun anggaran 2003 sampai dengan 2006 mengacu pada Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 72

tentang Pengurusan, Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, beserta peraturan pelaksanaannya, dengan struktur dan besaran anggarannya seperti tersaji pada tabel berikut.
Tabel 2.39 Target dan Realisasi Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Bali, Periode 2003-2006
NO URAIAN 2003 I 1.1 1.1. 1 1.1. 2 1.1. 3 1.1. 4 1.2 1.2. 1 1.2. 3 1.2. 4 1.3 PENDAPATAN DAERAH Pendapatan Asli Daerah Pajak Daerah Retribusi Daerah Bagian Laba Usaha Daerah Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah Dana Perimbangan Bagi Hasil Pajak/ Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Lain-lain pendapatan daerah yang sah BELANJA Aparatur Daerah Belanja Administrasi Umum Belanja Pegawai/ Personalia Belanja Barang dan Jasa Belanja T R T R T R T R T R T R T R T R T R T R T R 591.155.150.000,00 618.902.051.566,77 357.405.150.000,00 381.854.486.892,77 310.000.000.000,00 335.105.154.572,98 4.439.479.000,00 4.752.468.280,54 18.076.752.000,00 18.231.231.057,25 24.888.919.000,00 23.765.632.982,00 233.750.000.000,00 237.047.564.694,00 43.480.000.000,00 46.704.798.712,00 184.870.000.000,00 185.184.760.050,00 5.100.000.000,00 5.137.920.263,00 00,00 00,00 TARGET DAN REALISASI ANGGARAN 2004 722.334.455.000,00 806.566.457.351,36 474.389.455.000,00 559.689.357.943,36 433.800.000.000,00 508.913.728.026,00 4.764.859.000,00 6.522.653.264,25 20.925.615.000,00 21.352.431.572,97 14.898.981.000,00 22.910.545.080,14 238.006.000.000,00 236.938.134.408,00 45.200.000.000,00 236.938.134.408,00 192.806.000.000,00 192.805.720.000,00 0,00 0.00 9.939.000.000,00 9.938.965.000,00 2005 906.053.280.000,00 1.013.082.502.029,94 645.997.280.000,00 742.885.074.751,94 576.670.736.000,00 663.349.780.137.50 7.493.334.000,00 9.693.181.947,00 34.763.210.000,00 35.305.175.984,33 27.070.000.000,00 34.537.936.683.11 251.224.000.000,00 261.364.427.278,00 51.300.000.000,00 61.440.427.278,00 199.924.000.000,00 199.924.000.000,00 0,00 0.00 8.832.000.000,00 8.832.000.000,00 0.00 2006 1.074.485.989.000,00 1.150.934.289.321,51 652.638.986.000,00 729.338.159.744,51 572.031.163.000,00 638.538.476.543,00 9.528.534.000,00 11.684.382.607,00 40.486.804.000,00 40.839.904.218,86 30.592.485.000,00 38.275.396.375,65 421.847.003.000,00 421.596.129.577,00 68.541.003.000,00 68.290.129.577,00 353.306.000.000,00 353.306.000.000,00 0,00 0.00 0,00

II 2.1 2.1. 1 2.1. 1.1 2.1. 1.2 2.1.

T R T R T R T R T R T

655.429.529.000,00 610.749.037.616,84 163.780.456.500,00 154.833.842.847,84 100.247.927.000,00 93.499.628.990,00 65.561.736.000,00 61.372.505.314,00 20.564.489.000,00 18.916.150.591,00 5.721.311.900,00

709.084.455.000,00 664.634.244.815,23 198.034.376.000,00 182.040.180.542,93 120.294.658.000,00 107.313.386.148,93 76.291.949.000,00 66.970.645.612,00 28.873.798.000,00 26.443.389.763,93 5.794.096.000,00

906.053.280.000,00 841.184.886.021,07 287.646.840.500,00 259.484.004.574,80 142.555.939.000,00 131.366.826.445,80 90.583.808.000,00 85.200.874.248,80 31.069.502.000,00 27.339.786.327,00 8.266.996.000,00

1.317.275.457.191,68 1.215.474.103.452,00 452.504.755.238,68 404.298.446.687,00 318.110.704.851,68 292.639.110.162,00 236.709.561.250,00 223.112.494.487,00 39.273.869.851,68 35.109.160.394,00 21.084.958.750,00

73

1.3 2.1. 1.4 2.1. 2 2.1. 2.1 2.1. 2.2 2.1. 2.3 2.1. 2.4 2.1. 3. 2.2

Perjalanan Dinas Belanja Pemeliharaan Belanja Operasional dan Pemeliharaan Belanaja Pegawai dan Personalia Belanja Barang dan Jasa Belanja Perjalanan Dinas Belanja Pemeliharaan Belanja Modal/ Pembangunan Belanja Pelayanan Publik Belanja Adminitrasi Umum Belanja Pegawai Personalia Belanja Barang dan Jasa Belanja Perjalanan Dinas Belanja Pemeliharaan

R T R T R T R T R T R T R T R T R T R T R T R T R T R

5.667.743.250,00 8.400.390.100,00 7.543.229.835,00 44.788.623.500,00 42.965.248.934,84 13.274.084.000,00 13.396.610.910,84 20.547.224.000,00 19.453.396.358,00 8.528.932.000,00 7.720.637.919,00 2.438.383.500,00 2.394.603.747,00 18.743.906.000,00 18.368.964.923,00 257.198.706.500,00 234.812.991.319,00 135.012.306.000,00 127.107.049.108,00 116.959.054.000,00 110.800.584.612,00 9.293.634.000,00 8.277.752.364,00 4.891.480.000,00 4.371.716.210,00 3.868.138.000,00 3.656.995.922,00

4.980.553.086,00 9.334.815.000,00 8.918.797.687,00 58.078.368.200,00 55.447.807.533,00 24.457.504.300,00 23.696.612.000,00 21.308.170.660,00 20.293.446.373,00 11.356.496.000,00 10.508.668.750,00 956.197.240,00 949.080.410,00 19.661.349.800,00 19.278.986.861,00 283.442.779.000,00 258.698.516.452,00 156.101.630.500,00 139.083.356.520,00 135.285.250.500,00 121.045.560.542,00 11.254.918.000,00 9.536.377.548,00 4.191.329.000,00 3.319.118.400,0 5.370.133.000,00 5.182.300.030,00

7.418.657.280,00 12.635.633.000,00 11.407.508.590,00 106.339.474.600,00 91.537.336.903,00 37.603.287.200,00 36.850.821.926,00 34.474.764.860,00 28.369.974.867,00 25.152.138.800,00 17.874.806.410,00 9.109.283.740,00 8.441.733.700,00 38.751.426.900,00 36.579.841.226,00 618.406.439.500,00 581.700.881.446,27 123.285.141.000,00 118.889.355.447,20 103.121.803.000,00 100.309.637.569,20 11.734.406.000,00 10.404.710.367,00 1.852.069.000,00 1.762.838.200,00 6.576.863.000,00 6.412.169.311,00

14.805.065.640,00 21.042.315.000,00 19.612.389.641,00 474.389.455.000,00 559.681.557.943,36 8.008.190.890,00 6.810.340.626,00 52.830.507.159,00 45.801.060.230,00 29.933.016.500,00 22.498.465.450,00 11.656.100.680,00 11.346.696.000,00 31.966.235.158,00 25.202.774.219,00 864.770.701.953.,00 811.175.656.765,00 23.036.693.250,00 21.628.305.058,00 12.782.135.000,00 12.092.655.000,00 6.087.457.250,00 5.519.702.674,00 720.100.000,00 689.835.840,00 3.447.001.000,00 3.326.111.544,00

2.2. 1 2.2. 1.1 2.2. 1.2 2.2. 1.3 2.2. 1.4

2.2. 2 2.2. 2.1 2.2. 2.2 2.2. 2.3 2.2. 2.4 2.2. 3 2.3

Belanja Operasional dan Pemeliharaan Belanja Pegawai / Personalia Belanaj Barang dan Jasa Belanja Perjalanan Dinas Belanja Pemeliharaan Belanja Modal/ Pembangunan Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan Belanja Bagi Hasil dan

T R T R T R T R T R T R T R

69.309.236.500,00 60.788.432.543,00 19.176.739.000,00 16.645.573.716,00 39.820.601.500,00 36.467.343.939,00 6.808.726.000,00 5.454.124.990,00 3.503.170.000,00 3.221.389.898,00 52.877.164.000,00 46.917.509.668,00 229.550.366.000,00 218.541.038.850,00

76.330.169.200,00 71.457.930.687,00 25.666.462.700,00 24.943.220.000,00 36.834.188.675,00 33.632.449.790,00 6.941.710.600,00 6.276.783.600,00 6.887.807.225,00 6.605.477.297,00 51.010.979.300,00 48.157.229.245,00 222.207.300.000,00 220.011.760.051,00

99.483.274.200,00 92.599.928.930,00 6.033.403.000,00 5.837.933.905,00 44.350.923.050,00 40.119.102.170,00 10.570.085.400,00 9.371.590.915,00 38.528.862.750,00 37.271.301.940,00 51.244.088.100,00 37.971.189.010,00 338.393.936.200,00 330.598.045.259,07

193.758.794.868,00 178.459.112.052,00 42.383.868.000,00 40.714.912.100,00 61.222.095.733,00 55.624.868.457,00 12.770.818.400,00 11.446.449.410,00 77.382.012.735,00 70.672.882.085,00 110.191.353.475,00 96.670.536,730 % 531.783.275.360,00 512.862.058.560,00

2.3. 1

T R

229.550.366.000,00 218.541.038.850,00

222.207.300.000,00 220.011.760.051,00

338.393.936.200,00 330.598.045.259,07

531.783.275.360,00 512.862.058.560,00

74

Bantuan Keuangan 2.4 Belanja tidak tersangka Belanja Tidak tersangka Surplus/Defisit T R T R T R T R T R T R 4.900.000.000,00 2.561.164.600,00 4.900.000.000,00 2.561.164.600,00 54.384.379.000,00 18.045.666.949,93 54.384.379.000,00 18.045.666.949,93 148.459.861.941,18 148.459.861.941,18 148.459.861.941,18 148.459.861.941,18 5.400.000.000,00 3.883.787.769,30 5.400.000.000,00 3.883.787.769,30 13.250.000.000,00 141.924.412.536,13 13.250.000.000,00 141.924.412.536,13 104.432.618.338,68 104.440.418.338,68 104.432.618.338,68 104.432.618.338,68 6.000.000.000,00 1.642.362.800,00 6.000.000.000,00 1.642.362.800,00 0,00 171.897.616.008,87 0,00 171.897.616.008,87 171.280.904.136,81 171.280.904.136,81 171.280.904.136,81 171.280.904.136,81 6.000.585.000,00 1.555.644.735,00 6.000.585.000,00 1.555.644.735,00 242.789.468.191,68 64.539.814.130,49 242.789.468.191,68 64.539.814.130,49 256.294.874.191,68 256.294.874.191,68 256.294.874.191,68 256.294.874.191,68

2.4. 1

III

Pembiayaan

3.1

Penerimaan Daerah Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu Perhitungan Pihak Ketiga Pengeluaran Daerah Transfer ke Dana Cadangan Penyertaan Modal Pembayaran Utang Pokok yang Jatuh Tempo Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Berjalan

3.1. 1

3.1. 5 3.2

T R T R T R T R T R T R

0,00 0.00 94.075.482.941,18 166.505.528.891,11 0,00 0.00 40.000.000.000,00 40.000.000.000,00 0,00 0.00 32.002.272.388,75 104.432.618.338,68

0,00 7.800.000,00 117.682.618.338,68 246.364.830.874,81 0,00 0.00 60.000.000.000,00 60.000.000.000,00 0,00 0.00 42.598.691.600,68 171.280.904.136,81

0,00 0.00 171.280.904.136,81 343.178.520.145,68 35.000.000.000,00 0.00 26.250.000.000,00 26.250.000.000,00 0,00 0.00 49.390.350.743,81 256.287.966.752,68

0,00 0.00 13.505.406.000,00 191.755.060.061,19 6.716.500.000,00 6.716.500.000,00 6.788.906.000,00 6.788.906.000,00 0,00 0.00 0,00 178.249.654.061,19

3.2. 1 3.2. 2 3.2. 3 3.2. 4

3.2. 5

Kewajiban Perhitungan APBD Tahun 2003

T R

22.073.210.552,43 22.072.910.552,43

15.083.926.738,00 15.083.926.738,00

60.640.553.393,00 60.640.553.393

0,00 0,00

Sumber : Biro Keuangan T = Target R = Realisasi

Ket : - DAK Tahun 2004,2005,2006 Rp.0 karna tidak ada dari pusat. - Perhitungan pihak ketiga 7.800.000. yaitu PPN belum disetor ke kas negara.

Sedangkan untuk Tahun Anggaran 2007 dan seterusnya mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tanggal 15 Mei 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2007; dengan struktur dan besaran anggarannya sebagai berikut:

75

Tabel 2.40a

Target dan Realisasi Keuangan Tahunan Pemerintah Daerah Provinsi Bali, Periode Tahun 2007
TARGET DAN REALISASI ANGGARAN T R T R T R T R T R T R T R T R T R T R T R T R T R T R T R T R T R 0,00 1.360.684.000,00 8.225.112.103,00 1.364.709.692.092,57 1.263.342.275.337,37 854.981.198.882,57 828.894.562.595,37 331.203.890.622,00 317.882.473.614,00 3.451.800.000,00 3.451.800.000,00 100.861.632.000,00 100.660.752.000,00 1.282.579.145.844,00 1.368.004.403.646,78 756.144.461.844,00 834.475.057.578,78 659.411.000.000,00 735.938.830.650,00 13.508.022.000,00 15.321.960.941,00 46.442.423.844,00 46.934.096.255,49 36.783.016.000,00 36.280.169.732,29 505.074.000.000,00 525.304.233.965,00 68.541.000.000,00 88.771.233.965,00 436.533.000.000,00 436.533.000.000,00 21.360.684.000,00 8.225.112.103,00 20.000.000.000,00

Kode Rekening 1 1.1 1.1.1 1.1.2 1.1.3 1.1.4 1.2 1.2.1 1.2.2 1.3 1.3.4 1.3.6 2 2.1 2.1.1 2.1.3 2.1.4

URAIAN PENDAPATAN DAERAH Pendapatan Asli Daerah Pajak Daerah Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Dana Perimbangan Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus Sumbangan Pihak Ketiga BELANJA DAERAH BELANJA TIDAK LANGSUNG Belanja Pegawai Belanja Subsidi Belanja Hibah

76

2.1.5 2.1.6

Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil Kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintahan Desa Belanja Bantuan Keuangan Kepada Provinsi/ Kabupaten/Kota dan Pemerintahan Desa Belanaja Tidak Terduga BELANJA LANGSUNG Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal PEMBIAYAAN DAERAH Penerimaan Pembiayaan Daerah Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Daerah Tahun Sebelumnya Penerimaan Piutang Daerah Pengeluaran Pembiayaan Daerah Pembentukan Dana Cadangan Pernyetaan Modal ( Investasi ) Pemerintah Daerah SILPA

T R T R T R

15.574.642.000,00 15.101.002.035,00 271.477.153.445,57 266.865.089.445,57 126.284.540.000,00 124.250.190.500,00

2.1.7

2.1.8 2.2 2.2.1 2.2.2 2.2.3 3 3.1 3.1.1 3.1.6 3.2 3.2.1 3.2.2

T R T R T R T R T R T R T R T R T R T R T R T R T R

6.127.540.815,00 683.255.000,00 509.728.493.210,00 434.447.712.742,00 48.270.850.500,00 43.997.187.000,00 282.095.244.438,00 246.170.533.400,00 87,27 % 179.362.398.272,00 144.279.992.342,00 150.005.122.863,60 169.235.549.402,96 178.437.032.863,60 178.282.653.622,13 178.377.194.876,19 178.249.653.561,19 59.837.987,41 33.000.060,94 28.431.910.000,00 9.047.104.219,17 12.500.000.000,00 2.944.219,17 15.931.910.000,00 9.044.160.000,00 67.874.576.615,03 273.897.677.712,37

Sumber : Biro Keuangan

Tabel 2.40b

Target dan Realisasi Keuangan Tahunan Pemerintah Daerah Provinsi Bali, Periode s/d Agustus 2008

77

Kode Rekeni ng 1 1.1 1.1.1 1.1.2 1.1.3 1.1.4 1.2 1.2.1 1.2.2 1.2.3 1.3 1.3.6 2 2.1 2.1.1 2.1.3 2.1.4 2.1.5 2.1.6

URAIAN PENDAPATAN DAERAH Pendapatan Asli Daerah Pajak Daerah Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Dana Perimbangan Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Sumbangan pihak ketiga BELANJA DAERAH BELANJA TIDAK LANGSUNG Belanja Pegawai Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil Kepada T R T R T R T R T R T R T R T R T R T R T R T R T R T R T R T R T R T R T

TARGET DAN REALISASI ANGGARAN 1.288.985.862.000,00 1.051.568.543.723,22 730.500.904.000,00 704.244.173.568,22 635.847.000.000,00 610.655.940.309,00 15.051.947.000,00 13.018.991.684,55 48.886.903.000,00 45.244.572.332,37 30.715.054.000,00 35.324.669.242,30 556.948.660.000,00 345.861.906.155,00 87.127.240.000,00 40.580.090.155,00 448.187.420.000,00 298.791.616.000,00 21.634.000.000,00 6.490.200.000,00 1.536.298.000,00 1.462.464.000,00 1.536.298.000,00 1.462.464.000,00 1.507.294.539.923,00 658.588.555.845,00 1.039.836.567.724,00 547.271.398.971,00 377.263.115.424,00 242.182.139.826,00 3.300.000.000,00 1.688.853.000,00 227.642.987.300,00 78.908.492.825,00 145.850.348.000,00 133.642.729.320,00 238.841.500.000,00

78

Provinsi/ Kabupaten/Kota dan Pemerintahan Desa 2.1.7 Belanja Bantuan Keuangan kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintahan Desa Belanaja Tidak Terduga BELANJA LANGSUNG Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal PEMBIAYAAN DAERAH Penerimaan Pembiayaan Daerah Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Daerah Tahun Sebelumnya Pencairan Dana Cadangan Pengeluaran Pembiayaan Daerah Pernyetaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah SILPA Sumber : Biro Keuangan

R T R

75.091.519.000,00 40.938.617.000,00 15.757.665.000,00

2.1.8 2.2 2.2.1 2.2.2 2.2.3 3 3.1

T R T R T R T R T R T R T R T R T R T R T R T R

6.000.000.000,00 0,00 467.457.972.199,00 111.317.156.874,00 53.704.356.750,00 20.214.145.427,00 294.255.753.706,00 80.465.160.497,00 119.497.861.743,00 10.637.850.950,00 213.308.677.923,00 271.897.677.712,37 223.308.677.923,00 273.897.677.712,37 204.092.177.923,00 273.897.677.712,37 19.216.500.000,00 0,00 10.000.000.000,00 2.000.000.000,00 10.000.000.000,00 2.000.000.000,00 5.000.000.000,00 664.877.665.590,59

3.1.1

3.1.2 3.2 3.2.2

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Pembangunan Daerah Bali oleh pemerintah Provinsi Bali, selain didanai dari APBD Provinsi Bali, juga didanai dari APBN. Dana Pembangunan yang bersumber dari APBN pada tahun 2008 mencapai Rp.505.004.808.000,-. Hal ini mengalami peningkatan sebesar Rp 3.549.550.370,- (0,7%) dari Rp. 501.455.257.630,- tahun 2007 79

Untuk dana APBN dekonsentrasi pada tahun 2008, sebesar Rp.505.004.808.000,dialokasikan kepada 24 SKPD. Dinas Pendidikan Provinsi Bali memperoleh alokasi dana APBN terbesar yakni Rp.382.111.252.000,- sedangkan alokasi terkecil penerima dana APBN Dekonsentrasi adalah Dinas Perhubungan Informasi dan Komunikasi Provinsi Bali pada tahun 2008, hanya memperoleh dana sebesar Rp. 128.578.000,Sedangkan untuk Dana APBN Tugas Pembantuan (TP) untuk Provinsi Bali pada tahun 2008 sebesar Rp 16.425.875.000,- mengalami penurunan sebesar Rp. 20.746.091.000,(55,81%) dibandingkan dengan alokasi APBN Tugas Pembantuan menjadi sebesar Rp. 37.171.966.000,- pada tahun 2007. Untuk lebih jelasnya, distribusi alokasi dana APBN berupa dana dekonsentrasi yang diterima Provinsi Bali melalui SKPD Provinsi Bali sebagaimana terlihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.41a Alokasi Dana APBN Dekonsentrasi Per SKPD di Provinsi Bali Tahun 2007
SKPD JUMLAH

No

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
No

Badan Kesbanglinmas Bawasda BPMPD BITD Bappeda Biro Keuangan Biro Tata Pemerintahan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Dinas Perkebunan Dinas Peternakan Dinas PU
SKPD

172.714.000 741.131.000 350.920.000 95.430.000 287.848.000 196.000.000 1.917.701.000 25.394.099.000 3.481.250.000 6.827.687.000 1.714.475.000
JUMLAH

12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.

Dinas Pendidikan Dinas Tenaga Kerja Dinas Sosial Dinas Kehutanan Dinas Kesehatan Dinas Perikanan dan Kelautan Disperindag Dinas Koperasi & UKM Badan Perpustakaan Jumlah

306.024.645.000 5.518.890.000 28.246.276.000 2.429.042.000 44.020.143.630 18.819.000.000 5.937.520.000 6.171.000.000 5.937.520.000 464.283.291.630

Sumber : Bapeda Provinsi Bali, 2007

Tabel 2.41 Alokasi Dana APBN Dekonsentrasi Per SKPD di Provinsi

80

Bali Tahun 2008

No
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.

SKPD
Kesbangpolinmasda Sekretariat DPRD BPMPD Dinas Perhubungan, Informasi dan Komunikasi Bappeda BKD Badan Diklat Biro Keuangan Biro Pemerintahan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Dinas Perkebunan Dinas Peternakan Dinas PU Dinas Pendidikan, Pemuda & Olahraga Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi & Kependudukan Dinas Sosial Dinas Kehutanan Dinas Kesehatan Dinas Kelautan dan Perikanan Disperindag Badan Perpustakaan dan Arsip Dinas Koperasi & UKM BLH Jumlah

JUMLAH
445.000.000 275.000.000 6.264.241.000 128.578.000 288.894.000 151.932.000 449.900.000 226.136.000 890.767.000 23.936.193.000 4.155.370.000 3.347.402.000 2.110.000.000 382.111.252.000 4.533.628.000 21.876.635.000 2.862.141.000 13.973.957.000 11.654.542.000 3.217.365.000 2.045.000.000 3.135.000.000 500.000.000 488.578.933.000

Sumber : Bapeda Provinsi Bali, 2008

Pada tahun 2008, alokasi APBN tugas pembantuan terbesar berada pada Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali yakni sebesar Rp 10.950.295.000,- kemudian Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Bali sebesar Rp 2.723.310.000,- Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali sebesar Rp 1.563.000.000,- dan yang mendapatkan alokasi terkecil adalah Dinas Peternakan Provinsi Bali sebesar Rp 1.189.270.000,- Rincian lengkapnya disajikan pada tabel berikut:
Tabel 2.42 Rekapitulasi Dana APBN Tugas Pembantuan Provinsi Bali, Tahun 2007-2008
NO 1. 2. 3. 4. SKPD Dinas Pertanian Tanaman Pangan Dinas Peternakan Dinas PU Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Alokasi Anggaran (Rp) Tahun 2007 Tahun 2008 1.835.000.000 1.563.000.000 1.959.050.000 1.189.270.000 6.181.172.000 10.950.295.000 20.521.282.000 2.723.310.000

81

5. 6.

Dinas Kesehatan Rumah Sakit Indra Jumlah

5.675.462.000 1.000.000.000 37.171.966.000

16.425.875.000

Dana Masyarakat dan Mitra Dalam melaksanakan seluruh program pembangunan yang dicanangkan oleh Provinsi Bali dengan didukung sumber pendanaan dari APBD Provinsi Bali dan APBN, diperlukan pula dukungan dana dan kontribusi dari semua pihak. Dana pembangunan tidak saja berasal dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, namun juga bersumber dari swasta (private) dan masyarakat. Proporsi dana yang berasal dari swasta dan masyarakat ini sangat besar dibandingkan dana pembangunan yang bersumber dari pemerintah.

Tabel 2.43 Investasi Provinsi Bali Tahun 2001-2007


Tah un Investasi Pemerintah Investasi Swasta Investasi Rumah Tangga [4] 536.952,90 545.994,67 560.621,54 575.212,45 590.810,14 607.505,29 626.965,34 626.965,34 Perubahan Stock Perubahan Tenaga Kerja [8] = [8t] [8t-1] (129.037,00 ) 131.535,00 49.865,00 69.848,00 60.576,00 (25.453,00) 111.846,00

Investasi

Tenaga Kerja

[1] 200 0 200 1 200 2 200 3 200 4 200 5 200 6 200 7

[2] 902.963,25 998.928,24 1.032.003,78 678.312,07 758.520,94 755.392,51 780.474,78 794.555,53

[3] 1.059.331,65 938.419,47 948.585,74 1.320.374,16 1.407.899,90 1.469.024,70 1.486.754,25 3.138.840,69

[5] 40.684,06 42.077,29 43.678,39 45.123,45 46.112,05 47.436,04 48.955,55 57.945,30

[6]=[2]++[5] 2.539.931,86 2.525.419,67 2.584.889,46 2.619.022,12 2.803.343,03 2.879.358,54 2.943.149,92 4.618.306,85

[7] 1.712.954,00 1.583.917,00 1.715.452,00 1.765.317,00 1.835.165,00 1.895.741,00 1.870.288,00 1.982.134,00

82

Tahun

PDRB Konstan 2000


[9]

Perubahan PDRB
[9] = [9t] - [9t-1]

ICOR = I / Y
[10]=[6]/[9]

ILOR = L / Y
[12]=[8]/[9]

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007


Rata-rata

17.268.228,46 17.879.875,31 18.423.860,69 19.080.895,84 19.963.243,81 21.072.444,79 22.184.679,28 23.497.047,07 611.646,84 543.985,38 657.035,15 882.347,97 1.109.200,98 1.112.234,49 1.312.367,79

4,13 4,75 3,99 3,18 2,60 2,65 3,52 3,54 (0,21) 0,24 0,08 0,08 0,05 (0,02) 0,09 0,04

Sumber

: BPS dan hasil perhitungan Bappeda

Incremental Capital Output Ratio (ICOR) atau rasio kenaikan output akibat kenaikan kapital adalah indikator ekonomi makro untuk menilai kinerja investasi. Dalam aplikasinya nilai output disetarakan dengan nilai produk Domestik Bruto, sehingga secara praktis perhitungan ICOR diformulasikan secara sederhana sebagai berikut. It = ICOR(LPE(t+1)/100)PDRBt ; Di mana : It PDRBt ICOR LPE(t+1) = nilai investasi yang dibutuhkan pada Tahun t = nilai PDRB Tahun t = angka ICOR = angka Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) yang ditargetkan pada Tahun t+1

Nilai ICOR dapat menunjukkan tingkat efisiensi ekonomi suatu daerah, semakin kecil nilai ICOR menunjukkan semakin efisien kegiatan produksi yang diterapkan. Selama kurun waktu 6 (enam) Tahun (20012007), nilai ICOR Bali dalam range 3,3-5,5 dengan arah yang semakin membesar, menunjukkan bahwa Bali tingkat efisiensi ekonomi yang ada perlu lebih ditingkatkan.

83

BAB III ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS


3.1 MAKRO EKONOMI Sejalan dengan arah reformasi yakni terwujudnya sistem pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa maka pembangunan yang dilaksanakan hendaknya bersifat akuntabel. Artinya, hasil-hasil pembangunan harus dapat dipertanggung jawabkan, mengacu pada sasaran pembangunan yang jelas dan terukur baik sasaran dibidang ekonomi, sosial budaya, maupun prasarana dan sasaran wilayah serta lingkungan hidup. Sasaran pembangunan disusun dengan pertimbangan kondisi dan potensi serta permasalahan yang didukung oleh analis-analis yang bersifat teknis, ekonomi, dan politis. Berdasarkan pada pendekatan tersebut maka sasaran pembangunan ekonomi khususnya sasaran makro ekonomi tahun 200884

2013 adalah seperti diuraikan dibawah ini. a) PDRB

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh sektor ekonomi yang meliputi sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas, dan air bersih; bangunan/konstruksi; perdagangan, hotel, dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan; serta jasa-jasa, baik menurut harga berlaku maupun harga konstan. PDRB juga mencerminkan tingkat produktivitas dari suatu sektor. Semakin tinggi produktivitas maka nilai tambah yang dihasilkan juga semakin tinggi. Untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi perlu didukung oleh sumber daya yang tersedia seperti investasi, SDM, SDA, dan teknologi. Selama periode 2009-2013 total PDRB Provinsi Bali diperkirakan mencapai Rp. 54,09 trilyun pada tahun 2009 dan meningkat menjadi Rp 91,52 trilyun pada tahun 2013. b) Pertumbuhan

Pertumbuhan sering dipergunakan sebagai indikator untuk mengukur kemajuan ekonomi suatu negara atau daerah. Pertumbuhan disebabkan karena meningkatnya nilai tumbuh yang dihasilkan oleh sektor-sektor ekonomi dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Agar pertumbuhan ekonomi dapat meningkat maka harus ada peningkatan dasar PDRB dan untuk meningkatkan PDRB perlu mengoptimalkan seluruh potensi yang dimiliki. Semakin tinggi tingkat pertumbuhan yang dicapai maka akan memberi dampak positif pada pembukaan lapangan kerja baru, pendapatan masyarakat, dan tingkat kesejahteraan masyarakat dengan asumsi pertumbuhan yang dicapai berkualitas artinya bermanfaat bagi masyarakat dan diikuti oleh pemerataan pendapatan. Mengingat pertumbuhan memiliki peran yang sangat penting akan upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pada tahun 2009 pertumbuhan direncanakan sebesar 6,65% dan diharapkan selama periode 5 tahun mengalami peningkatan sehingga tingkat pertumbuhan ekonomi mencapai 7,64% pada tahun 2013. Secara ratarata perekonomian daerah Bali selama periode 2009-2013 direncanakan mampu mencapai 7,25%. c) PDRB per kapita

Masyarakat dikatakan makin sejahtera bila PDRB per kapitanya meningkat. Agar PDRB semakin meningkat maka pertumbuhan juga harus meningkat yang dibarengi dengan pengendalian tingkat 85

pertumbuhan penduduk karena sekalipun pertumbuhan tinggi apabila jumlah penduduk juga tinggi maka bisa saja PDRB per kapita akan menjadi rendah. Disamping itu, yang lebih penting dalam perhitungan PDRB per kapita adalah dari aspek pemerataan pendapatan antara masyarakat yang berpengasilan rendah, menengah, dan tinggi. PDRB per kapita yang tinggi juga tidak berdampak positif apa bila hanya dinikmati oleh sekompok masyarakat berpengasilan menengah keatas. Untuk itu, perlu dilakukan upaya-upaya agar distribusi pendapatan antar kelompok masyarakat menjadi semakin merata agar tidak terjadi ketimpangan pendapatan. Selama periode 2009 s/d 2013 PDRB per kapita direncanakan sebesar Rp 15,18 juta pada tahun pertama yaitu tahun 2009 dan diperkirakan meningkat menjadi Rp 24,48 juta pada akhir periode yaitu 2013. d) Inflasi

Persoalan ekonomi yang sering berkembang dan mempunyai dampak yang cukup luas bagi masyarakat adalah masalah inflasi dan ini dapat dijadikan komoditas politik disamping juga pengangguran. Suatu pemerintahan akan dianggap gagal bila tidak mampu mengatasi kedua hal tersebut. Inflasi dapat dipicu oleh beberapa faktor seperti adanya tekanan permintaan terhadap kebutuhan pokok mayarakat yang dibarengi dengan kenaikan harga akibat terbatasnya cadangan dan juga disebabkan oleh kebijakan pemerintah dibidang keuangan, baik kebijakan moneter maupun kebijakan fiskal. Masalah inflasi pada umumnya disebabkan oleh faktor-faktor ekternal baik oleh kebijakan pemerintah maupun pengaruh ekonomi global. Mempertimbangkan hal-hal tersebut diatas maka selama periode 2009-2013 angka inflasi diharapkan mampu ditekan pada kisaran antara 6 hingga 7%. e) Struktur Ekonomi

Perekonomian daerah akan lebih mantap apabila didukung oleh struktur perekonomian yang tangguh di mana antara sektor primer, sekunder, dan tersier berperan secara proporsional sehingga terjadi keseimbangan. Hal ini penting agar bila terjadi goncangan terhadap salah satu sektor maka sektor lainnya masih bisa bertahan dan tetap mampu memberikan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat. Selama ini, perekonomian daerah Bali peranannya didominasi oleh sektor tersier terutama oleh sektor jasa pariwisata. Namun, sektor ini sangat rentan terhadap berbagai isu, sehingga sering menyebabkan terganggunya perekonomian daerah. Bercermin terhadap hal tersebut maka pemantapan dan penguatan peran sektor primer dan sekunder perlu diupayakan dimasa-masa yang akan datang. Hal ini dimaksudkan agar perekonomian daerah Bali lebih tahan terhadap guncangan atau tekanan dari lingkungan eksternal. Untuk itu, peranan masing-masing sektor dalam tahun 2009 untuk 86

sektor primer diharapkan menjadi sebesar 19,07%; sektor sekunder menjadi 15,08%, dan sektor tersier menjadi 65,84% sedangkan pada tahun 2013 untuk keseimbangan struktur ekonomi maka sektor primer diharapkan memberikan kontribusi sebesar 16,61%; sektor sekunder sebesar 14,43%; dan sektor tersier sebesar 68,96%. f) Pengangguran Pengangguran dapat diartikan sebagai tidak terserapnya sebagian angkatan kerja ke dalam kesempatan kerja yang diciptakan oleh pencapaian tingkat pertumbuhan. Tingkat pengangguran yang melebihi 5% dari total angkatan kerja akan berdampak tidak baik bagi pembangunan daerah, maka dari itu sasaran pengangguran terbuka selama periode lima tahun kedepan yaitu dari tahun 2009-2013 mampu ditekan rata-rata sebesar 5,2% per tahun. Sementara itu, angkatan kerja pada tahun 2009 diperkirakan mencapai 2,05 juta orang dan pada tahun 2013 sebanyak 2,14 juta orang. Oleh karena itu, untuk memantapkan sasaran tersebut maka kesempatan kerja dan berusaha hendaknya terus dapat ditingkatkan melalui pembangunan diberbagai sektor, terutama pada sektor unggulan daerah Bali.

3.2 SOSIAL DASAR DAN SOSIAL BUDAYA 3.2.1 Kependudukan Seperti diuraikan di atas bahwa besarnya PDRB per kapita amat tergantung dari jumlah penduduk. Tantangan dalam masalah kependudukan dalam lima tahun kedepan antara lain: a) pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, b) migrasi masuk yang tinggi, c) urbanisasi, d) ketimpangan pertumbuhan penduduk antar kabupaten, e) perubahan komposisi penduduk yang semakin tua, f) kualitas penduduk yang rendah, g) administrasi kependudukan yang belum baik. Bila dibandingkan jumlah penduduk saat Sensus Penduduk (SP) tahun 1980 dan SP 1990, terlihat bahwa rata-rata pertumbuhan penduduk hanya 1,18%. Pada kurun waktu 1990-2000 (SP 1990 dan SP 2000) naik menjadi 1,26%. Sedangkan setelah tahun 2000 menjadi 1,42%. Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat akan sangat berpengaruh terhadap daya dukung Bali terutama dalam hal penyediaan lapangan kerja dan infrastruktur, antara lain: lahan perumahan, sekolah, sarana kesehatan, air bersih, sarana jalan, dan lain sebagainya. Ada tiga faktor yang memberi sumbangan terhadap pertumbuhan penduduk yang terus meningkat yaitu migrasi masuk, angka kelahiran dan meningkatnya umur rata-rata hidup penduduk Bali yang merupakan pencerminan dari menurunnya angka kematian. Pada sekitar tahun 2000 jumlah rata-rata anak yang dimiliki oleh seorang ibu berada pada tingkat yang paling rendah, yaitu dibawah 2,0 tetapi kemudian naik kembali menjadi diatas 2,0 seperti terlihat pada Tabel 3.1. 87

Tabel 3.1 Rata-rata jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh seorang ibu selama masa subur dari tahun 1980-2007 Tahun 1980 (Sensus Penduduk) 1990 (Sensus Penduduk) 2000 (Sensus Penduduk) 2003 (Susenas) 2004 (Susenas) 2005 (Susenas) 2006 (Susenas) 2007 (Susenas) Sumber: BPS Prov. Bali TFR 3,97 2,28 1,89 2,81 2,64 2,81 2,87 2,87

Meningkatnya TFR (tingkat kelahiran) kemungkinan berkaitan dengan dua faktor yaitu: a) pemakaian alat kontrasepsi serta tingkat kelahiran yang lebih tinggi pada penduduk migran, b) pola pemakaian metode/alat KB (kontrasepsi) yang berubah pada dekade 1980-1990 dibandingkan dekade 2000. Pemakaian kontrasepsi yang lebih rendah pada penduduk migran tercermin dari pola pemakaian per kabupaten/kota di Bali (Tabel 2.18), dimana tingkat yang paling rendah dijumpai di Kota Denpasar yang penduduk migran-nya paling tinggi. Pola pemakaian alat kontrasepsi berubah dengan amat mencolok diseluruh Bali yaitu dari metode jangka panjang (IUD atau AKDR) yang tingkat kelangsungan pemakaiannya lebih panjang ke metode jangka pendek yaitu suntikan yang tingkat pemakaiannya lebih pendek. Perubahan ini kemungkinan ada kaitannya dengan komunikasi, edukasi dan informasi (KIE) tentang IUD yang semakin berkurang, akses untuk mendapat pelayanan IUD termasuk kemampuan masyarakat untuk membayar layanan yang terbatas. Selain itu, metode dengan tingkat kegagalan paling rendah, yaitu tubektomi dan vasektomi tidak pernah lebih tinggi dari tingkat sekitar 4% (tubektomi) dan 0,8% (tubektomi). Ketimpangan pertumbuhan penduduk antar kabupaten dan tingkat urbanisasi amat erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi dan tersedianya lapangan kerja di masing-masing wilayah. Pertumbuhan penduduk akibat migrasi masuk amat erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi dan tersedianya lapangan kerja di provinsi lain, dan kemungkinan pula bahwa tingkat kelahiran di kalangan penduduk migran lebih tinggi dibanding penduduk non-migran yang tercermin dari tingkat pemakaian kontrasepsinya. Perubahan komposisi penduduk Bali yang semakin tua akan menimbulkan beberapa konskuensi, antara lain layanan kesehatan serta layanan lain bagi penduduk usia lanjut sedangkan kualitas penduduk tercermin dari indeks pembangunan manusia (IPM) yang amat ditentukan oleh dua faktor yaitu tingkat pendidikan dan kesehatan. 88

Tabel 3.2 Kecendrungan pemakaian metode kontrasepsi di Bali tahun 1995- 2007 Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 IUD (AKDR) 58% 55% 57% 53% 52% 52% 47% 47% 52% 45% 42% 40% 36% Suntikan KB 21% 24% 23% 27% 29% 31% 35% 37% 33% 37% 40% 41% 42%

3.2.2 Kemiskinan Dengan mencermati data penduduk miskin di Provinsi Bali (Tabel 2.7), terlihat dengan jelas bahwa rumah tangga miskin kebanyakan dijumpai pada daerah-daerah yang sumber airnya sangat terbatas, baik air minum maupun air untuk bercocok tanam yaitu daerah-daerah di Karangasem, Nusa Penida, Buleleng Barat dan Buleleng Timur. Upaya penanggulangan kemiskinan dilakukan melalui program penanggulangan kemiskinan yang dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) kluster antara lain: (1) bantuan dan perlindungan sosial dengan instrumennya antara lain beras untuk rakyat miskin (Raskin), jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas), bantuan langsung tunai (BLT), bantuan opersional sekolah (BOS) dan lain-lain; (2) pemberdayaan masyarakat dengan instrumennya Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, antara lain PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan dan Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP); (3) Penguatan Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM) dengan instrumennya Kredit Usaha Rakyat (KUR). Disamping itu Pemerintah Provinsi Bali memberikan bantuan berupa beasiswa bagi siswa yang berasal dari rumah tangga miskin, bantuan kepemilikan dokumen kependudukan bagi rumah tangga miskin, bantuan kelompok usaha bersama bagi rumah tangga miskin, bantuan ternak, dan sebagainya. Untuk mengefektifkan upaya penanggulangan kemiskinan, pemerintah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2005 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK), yang 89

selanjutnya Pemerintah Provinsi Bali membentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Provinsi Bali berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 240/04-H/HK/2008, tanggal 14 April 2008. Tugas Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Provinsi Bali adalah mengkoordinasikan berbagai aspek meliputi (1) aspek pendataan, (2) aspek program, (3) aspek pendanaan dan (4) aspek kelembagaan. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam upaya penanggulangan kemiskinan antara lain: kurang validnya data rumah tangga miskin sebagai sasaran program dan belum sinkronnya berbagai program penanggulangan kemiskinan lintas sektor. 3.2.3 Ketenagakerjaan Pembangunan di bidang ketenagakerjaan diarahkan pada peningkatan keahlian dan keterampilan tenaga kerja untuk meningkatkan daya saing, produktivitas, pertumbuhan ekonomi. Kualitas tenaga kerja relatif tinggi, serta sangat diminati oleh pasar kerja baik dalam maupun luar negeri dan didukung dengan adanya dana penguatan modal bagi tenaga kerja yang melakukan magang dan kerja di luar negeri dan adanya kebijakan yang mewajibkan pemerintah daerah untuk menyusun Perencanaan Tenaga Kerja Daerah (PTKD) sesuai amanat UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam pembangunan bidang ketenagakerjaan, antara lain: masih banyaknya jumlah pengangguran, daya saing tenaga kerja Bali belum optimal, masih rendahnya minat masyarakat Bali untuk bekerja di sektor informal. Pasar kerja bagi tenaga kerja Bali cukup terbuka di luar negeri serta kepercayaan pihak luar dalam menampung tenaga kerja Bali cukup tinggi sehingga memungkinkan tingkat penyerapan tenaga kerja cukup besar. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian dalam pembangunan bidang ketenagakerjaan adalah meningkatkan kualitas SDM melalui pola pelatihan three in one (pelatihan, sertifikasi dan penempatan) dan mengaktifkan program Gerakan Nasional Penanggulangan Pengangguran (GNPP) didaerah secara lintas sektor serta perlu menindaklanjuti UU No. 13 Tahun 2003 kedalam peraturan daerah. 3.2.4 Kesehatan Dalam pembangunan kesehatan, beberapa tantangan yang akan dihadapi antara lain adalah rendahnya kualitas kesehatan penduduk, yang terlihat dengan masih rendahnya perilaku sehat masyarakat; masih tingginya angka kematian bayi, balita, dan ibu melahirkan, tingginya proporsi balita yang mengalami kurang gizi, serta rendahnya pemberian ASI eksklusif; di lain pihak kejadian penyakit-penyakit non-infeksi yaitu penyakit-penyakit kardiovaskuler, kanker dan kesakitan/kematian akibat kecelakaan lalu lintas cenderung meningkat; meningkatnya infeksi HIV dan rendahnya kesadaran (awarness) masyarakat terhadap ancaman 90

infeksi HIV; kejadian luar biasa (KLB) tingginya kasus bunuh diri akibat gangguan kesehatan jiwa masyarakat, penyakit-penyakit infeksi yang memberikan dampak negatif terhadap kunjungan wisatawan mancanegara masih sering terjadi; kesenjangan kualitas kesehatan dan akses terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu antar kelompok pendapatan; belum memadainya sarana dan prasarana kesehatan terutama di puskesmas untuk pelayanan sakit yang bersifat ringan, penyebaran tenaga medis dan paramedis yang belum merata serta fasilitas laboratorium kesehatan yang belum memadai. Selain itu, juga terbatasnya sumber pembiayaan kesehatan serta belum optimalnya alokasi pembiayaan kesehatan. Dalam 5 tahun ke depan masalah-masalah yang akan dihadapi dalam bidang kesehatan akan semakin kompleks. Hal ini disebabkan karena adanya transisi epidemiologi penyakit di Bali. Kejadian beberapa penyakit infeksi masih cukup banyak seperti misalnya demam dengue, diare, infeksi saluran nafas akut, dan lain-lainnya, sementara itu telah/akan muncul penyakit-penyakit infeksi baru (new emerging and reemerging deseases) seperti misalnya SARS, flu burung, HIV/AIDS, TBC, dan lain-lainnya. Penyakit-penyakit sebagai akibat perilaku juga akan terus meningkat seperti misalnya penyakit-penyakit yang muncul karena kecanduan alkohol, narkoba, merokok, kegemukan dan lain-lainnya. Kejadian penyakit-penyakit degeneratif seperti misalnya penyakit jantung koroner, stroke, dan kanker juga akan terus meningkat. Masalah lain yang juga akan terus meningkat adalah kesakitan dan kematian sebagai akibat kecelakaan lalu lintas di jalan raya. Tantangan besar lainnya adalah pembiayaan layanan kesehatan bagi masyarakat. Tantangan ini akan terus meningkat karena semakin melebarnya kesenjangan antara peningkatan biaya pelayanan kesehatan dengan peningkatan penghasilan penduduk. Oleh karena penyakit-penyakit menahun (khronis) akan semakin dominan yang memerlukan masa perawatan panjang dengan biaya lebih tinggi, maka beban pembiayaan kesehatan bagi masyarakat akan semakin meningkat. 3.2.5 Pendidikan Beberapa tantangan yang dihadapi dalam pembangunan pendidikan diantaranya masih adanya kesenjangan aksesibilitas pendidikan antar kelompok masyarakat, seperti antar penduduk kaya dan miskin, laki-laki dan perempuan, antar penduduk daerah perkotaan dan perdesaan, kesenjangan antar daerah kabupaten dan kota, serta rendahnya layanan pendidikan usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah sehingga angka buta aksara dan siswa putus sekolah masih tinggi. Upaya pengadaan guru baik kualitas maupun penempatannya tidak proporsional dimana disatu sisi masih banyak daerah yang kekurangan guru namun diluar itu terjadi kelebihan guru. Mahalnya biaya pendidikan, terutama pendidikan menengah dan pendidikan tinggi menjadi tantangan pembangunan pendidikan. Oleh 91

karena itu, perlu ada regulasi yang mengatur tentang standar biaya pendidikan untuk semua jenjang pendidikan dan terjangkau bagi seluruh masyarakat Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan peluang dalam mengembangkan sekolah-sekolah profesi dan unggulan sehingga melahirkan SDM profesional sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan. Ditunjang dengan upaya meningkatkan kualitas tenaga pendidik melalui pendidikan guru setara D4/S1 untuk memenuhi standar kualifikasi akademis serta dalam rangka sertifikasi. Peluang lainnya dalam bidang pendidikan adalah adanya kemauan politik dari Pemerintah Indonesia sebagai pengejawantahan UU 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan diselenggarakan secara berkeadilan, tidak diskriminatif, menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultur, dan kemajemukan bangsa serta mewajibkan biaya pendidikan minimal 20% dari APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota. Amanat konstitusi ini merupakan acuan bagi peningkatan akses pelayanan pendidikan yang terjangkau dan merata serta semakin meningkatnya kualitas pendidikan. Adanya Nota Kesepakatan Bersama (MoU) antara Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota tentang Rehab Gedung Sekolah SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA dan SMK, program penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dengan capaian APK 95% serta program penuntasan buta aksara menunjukkan komitmen pemerintah dalam pembangunan pendidikan, sekaligus sebagai modal utama dalam merealisasikan program wajib belajar 12 tahun.

3.2.6 Kebudayaan Tantangan yang muncul dalam pembangunan kebudayaan Bali ialah terjadinya pergeseran nilai dan orientasi orang Bali yakni dari spiritualitas dan toleransi yang tinggi mengarah pada individualisme, komersialisasi, dan materialisme. Pengaruh budaya global dengan kemajuan teknologi informasinya telah menerpa hampir semua aspek kehidupan orang Bali. Lembaga tradisional seperti banjar, desa pakraman, subak dan sekaha tampaknya belum mampu membentengi orang Bali dari pengaruh negatif budaya luar. Sikap toleransi dan kebersamaan di kalangan orang Bali tampaknya juga semakin menurun. Perubahan sistem nilai, orientasi, dan gaya hidup orang Bali tersebut telah mendorong terjadinya konflik secara internal di kalangan mereka. Hal ini dapat melemahkan ketahanan kebudayaan Bali. Penduduk yang semakin heterogen merupakan tantangan tersendiri dalam pembangunan kebudayaan Bali. Nilai-nilai universal seperti Tri Hita Karana, Tri Mandala, Tat Twam Asi, Rwa Bhineda, dan Desa, Kala, Patra tampaknya belum dipahami ataupun dihayati secara baik oleh penduduk pendatang (new comers). Di sisi lain, penduduk 92

pendatang justru ingin menunjukkan jati dirinya dan cenderung eksklusif. Eksklusifisme akan dapat menimbulkan prasangka antar golongan ataupun etnik yang pada gilirannya akan dapat memicu terjadinya konflik, baik secara horizontal maupun vertikal. Penguatan jati diri orang Bali perlu dilakukan, dan pada saat yang bersamaan perlu dikembangkan pemahaman multikulturalisme sehingga terjadi kehidupan yang saling menghormati dan menghargai antar sesama dalam masyarakat di Bali. Etos kerja dan daya saing orang Bali cenderung melemah dibandingkan dengan warga pendatang. Sebagai penduduk asli di daerahnya, orang Bali cenderung memilih pekerjaan yang dianggap lebih bergengsi, kurang agresif, dan malas dibandingkan dengan pendatang (new comers). Di sisi lain, orang Bali tampaknya belum siap dengan modernisasi dan memiliki kemampuan manajerial yang rendah sehingga akhirnya mereka termarjinalisasi di daerahnya sendiri. Sehubungan dengan hal itu maka etos kerja, daya saing, dan kemampuan manajerial orang Bali harus ditingkatkan. Peluang didalam pengembangan kebudayaan adalah eksistensi masyarakat Bali yang dijiwai oleh agama Hindu yang menjadi landasan pembangunan di daerah ini. Nilai-nilai luhur seperti Tri Hita Karana, Tri Mandala, Sad Kertih, Tat Twam Asi, Rwa Bhineda, dan Desa, Kala, Patra memiliki sifat yang universal sehingga kebudayaan Bali cenderung fleksibel dan adaptif dalam menerima pengaruh kebudayaan luar. Peran lembaga tradisional seperti banjar, desa pakraman, subak dan sekaha sangat penting dalam pengembangan dan pelestarian kebudayaan Bali Di era global sekarang ini perlindungan terhadap kekayaan intelektual seniman Bali masih sangat lemah. Sering terjadi kasus di masyarakat bahwa pola hias ataupun produk budaya Bali telah diklaim sebagai hasil kekayaan intelektual ataupun dipatenkan oleh orang luar. Kapitalisme global dan kepemilikan modal merupakan ancaman dan telah menyebabkan keterpinggiran seniman dan budaya Bali. Pemerintah sudah semestinya memberikan perlindungan terhadap budaya dan seniman Bali. 3.3 EKONOMI 3.3.1 Pertanian a) Pertanian Tanaman Pangan Tantangan dalam bidang pertanian pada kurun waktu tahun 20032007 adalah alih fungsi lahan. Rata-rata lahan sawah yang mengalami alih fungsi seluas 349 ha per tahun. Jika kecepatan alih fungsi lahan sawah ini berlangsung secara konstan, maka pada tahun 2013 akan terjadi pengurangan lahan sawah seluas lebih dari 1.745 ha atau sekitar 2% dari luas sawah pada tahun 2007 yaitu 80.125 ha. Bila produktivitas padi sawah tidak bisa ditingkatkan, maka penurunan luas sawah akan menyebabkan turunnya produksi beras yang bisa mengancam ketahanan 93

pangan Bali. Selain penyusutan luas sawah, tantangan lainnya adalah tersedianya air irigasi yang diprediksi akan mengalami penurunan dalam kurun waktu 5 tahun ke depan, karena terjadi persaingan penggunaan air untuk keperluan pertanian dan non-pertanian. Indeks Penggunaan Air (IPA) yaitu rasio persediaan air dan penggunaannya di Bali pada tahun 2000 diperkirakan mencapai 1,13 yakni tergolong sangat kritis. Bila persediaan air irigasi untuk sawah berkurang, maka luas tanam dan luas panen untuk padi sawah akan mengalami penurunan yang berimplikasi terhadap penurunan produksi beras. Secara nasional, tingkat konsumsi beras penduduk Indonesia masih relatif tinggi dibandingkan dengan berbagai negara di Asia walaupun sudah mengalami penurunan dari sekitar 130 kg per kapita per tahun menjadi 116 kg per kapita per tahun. Sebagai pembanding, Singapura dan Jepang mengkonsumsi beras hanya sekitar 65-70 per kg per kapita per tahun. Tingkat konsumsi umbi-umbian oleh masyarakat Bali dan Indonesia masih relatif kecil yaitu sekitar 8 kg/kapita/tahun. Bandingkan dengan Amerika Serikat mengkonsumsi 43 kg/kapita/tahun atau Belanda mengkonsumsi umbi sebanyak 82 kg/kapita/tahun. Padahal umbi-umbian sangat mudah diproduksi di Bali dengan produktivitas dan keragaman yang tinggi. Tingkat konsumsi ikan masih relatif rendah yaitu 24,67 kg/kapita/tahun. Masyarakat Malaysia mengkonsumsi ikan lebih dari 30 kg/kapita/tahun; Thailand mengkonsumsi 40 kg/kapita/tahun dan Jepang sebanyak 110 kg/kapita/tahun. Rendahnya tingkat konsumsi ikan tidak hanya terkait dengan ketersediaan dan daya beli masyarakat, tetapi terkait juga dengan budaya, kepercayaan masyarakat, dan masih kurang pahamnya masyarakat terhadap manfaat dari ikan itu sendiri. Kekuatan (strength) bidang pertanian (dalam arti luas) adalah masih terpeliharanya sistem subak dengan kearifan budidaya pertaniannya yang bisa menjamin pengadaan air untuk lahan pertanian basah. Peluang (opportunity) yang masih terbuka luas adalah tersedianya pasar domestik (hotel dan restoran). b) Perkebunan Sub sektor ini mempunyai kedudukan strategis dalam pengembangan perekonomian Bali, karena sub sektor ini selain berperan dalam pembentukan PDRB, juga mempunyai fungsi hidro-orologis bagi sektor pertanian di Bali. Komoditas hasil perkebunan yang potensial dikembangkan dan memiliki peluang ekspor daerah Bali adalah kelapa, kopi, cengkeh, kakao, vanili, dan jambu mete. Secara keseluruhan ada 396.428 KK petani yang membudidayakan berbagai tanaman perkebunan. Permasalahan yang ada adalah, rata-rata penguasaan lahan perkebunan masih relatif sempit disertai dengan teknologi budidaya yang belum optimum. Selain itu, teknologi penanganan pasca panen yang seharus 94

mampu meningkatkan nilai tambah produk perkebunan, selain dapat menciptakan lapangan kerja belum bisa digarap dengan baik, dan sebagian besar produk perkebunan dijual dalam bentuk bahan baku. Salah satu komoditi andalan Bali yang merupakan komoditi ekspor adalah kopi Arabika. Kopi jenis ini dibudidayakan pada daerah dataran tinggi seperti Kintamani, Bangli. Kopi Arabika Bali sudah dikenal di manca negara dengan aroma yang khas dan digemari oleh masyarakat Jepang. Tetapi, luas areal penanaman kopi Arabika secara terus mengalami penurunan. Data pada tahun 2007 menunjukkan luas penanaman kopi Arabika hanya 3.145 ha, menurun sebanyak 29% dari data tahun 2003. Berdasarkan sensus pertanian tahun 2002, kualitas sumber daya petani di Bali relatif rendah, yaitu sekitar 80% petani tidak tamat SD atau hanya tamat SD. Selain itu, minat generasi muda untuk bekerja di sektor pertanian sangat rendah. Hal ini terbukti bahwa hanya 4,28% petani berumur di bawah 25 tahun. c) Peternakan Peluang sub sektor peternakan belum dapat dimanfaatkan secara optimal, karena berbagai keterbatasan yang ada, baik menyangkut teknologi, permodalan, kualitas SDM peternak, maupun akses pasar. Seperti contoh potensi sapi Bali yang memiliki keunggulan komparatif dibandingkan jenis sapi lainnya di Indonesia, belum bisa dikembangkan secara optimal, sehingga kebutuhan pasar terhadap sapi Bali masih belum bisa dipenuhi seluruhnya, karena populasi sapi pada tahun 2007 masih relatif rendah yakni sekitar 633.789 ekor. Ada dua masalah utama yang merupakan tantangan bagi pengembangan sapi Bali ke depan yaitu penyediaan bibit yang berkualitas tinggi dalam jumlah yang cukup dan ketersediaan pakan ternak yang berbasis bahan lokal dengan kualitas baik dan dengan harga terjangkau oleh peternak. Selain itu, kualitas daging sapi Bali masih dianggap relatif alot/keras, sehingga belum banyak diserap untuk memenuhi kebutuhan hotel dan restoran di Bali. Salah satu kendala yang dihadapi terkait dengan penyediaan bibit sapi Bali adalah terbatasnya jumlah dan kualitas inseminator untuk mendukung inseminasi buatan. Adanya beberapa penyakit dari unggas dan ternak lainnya yang berpotensi menular ke manusia, merupakan suatu ancaman karena selain menyebabkan kerugian secara material yaitu kematian unggas, juga menyebabkan ancaman bagi kesehatan masyarakat. Seperti kasus penyakit flu burung yang disebabkan oleh virus yang pada awalnya menyerang unggas. d) Perikanan Bali memiliki potensi perikanan laut (penangkapan dan budidaya) dengan total hasil ikan pada tahun 2007 sebanyak 258.518 ton dan perikanan darat (air tawar) dengan total produksi 4.871,7 ton. Luas areal 95

untuk perikanan budidaya laut 418,5 ha dan untuk budidaya perikanan air tawar seluas 1.671,8 ha. Berdasarkan potensi dan jenis sumberdaya ikan, perairan laut daerah Bali dengan luas 9.634,35 km (jarak dari garis pantai 12 mil) dibagi menjadi 3 (tiga) wilayah perairan laut yaitu : 1) Perairan Bali Utara dengan luas 3.850,03 km yang meliputi perairan pantai sepanjang Kabupaten Buleleng. Potensi lestari sumberdaya ikan diperkirakan 24.606,0 ton/tahun. Jenis potensi sumber terutama terdiri dari jenis ikan bambangan, kakap, terbang, teri, layang, tongkol dan jenis-jenis ikan karang lainnya. 2) Perairan Bali Timur dengan luas 1.730,89 km yang meliputi perairan pantai Kabupaten Karangasem, Klungkung dan Gianyar. Potensi lestari sumberdaya ikan diperkirakan sebesar 19.455,6 ton/tahun. Jenis potensi sumber terutama terdiri dari ikan tongkol, cakalang, cucut, tembang dan jenis-jenis ikan karang lainnya. 3) Perairan Bali Barat dengan luas 4.053,43 km yang meliputi perairan laut sepanjang pantai Kabupaten Badung, Tabanan dan Jembrana. Potensi lestari sumberdaya ikan diperkirakan sebesar 97.326,0 ton/tahun. Jenis potensi sumber terutama terdiri dari ikan lemuru, layang, kembung, manyung, cucut dan jenis-jenis ikan dasar serta ikan karang. Luas perairan umum yang terdiri dari danau, sungai, waduk dan rawa yang dapat dimanfaatkan untuk usaha perikanan + 1.771,80 Ha dengan perkiraan potensi sebesar + 1.500 ton/tahun. Potensi sumberdaya perairan umum yang sudah dimanfaatkan untuk penangkapan ikan tahun 2007 adalah sebesar 684,4 ton atau 45,62% dengan rincian danau 205,10 ton; waduk 110,40 ton; dan sungai 368,90 ton. Luas lahan potensial untuk budidaya laut 1.551,75 Ha dan baru dimanfaatkan untuk usaha budidaya laut seluas 418,50 Ha atau 26,97% dengan jenis komoditas yang sudah dikembangkan adalah dari jenis Eucheuma spinosum dan Eucheuma cotonii. Di samping itu saat ini sedang dirintis dan dikembangkan budidaya kerang mutiara di kawasan Bali Timur dan Utara dan budidaya kerapu telah mulai berkembang di kawasan Bali Barat, Bali Utara dan Bali Timur. Sedangkan untuk budidaya didarat luas lahan potensial untuk usaha budidaya ikan di kolam adalah 1.700,41 Ha dan sawah 25.242,06 Ha. Tahun 2007 lahan yang sudah diusahakan untuk budidaya ikan di kolam 564,50 Ha atau 33,20% dan untuk budidaya ikan di sawah seluas 271 Ha atau 1,07%, saluran irigasai 36,10 Ha dan jaka apung 5,10 Ha. Dengan produksi masing-masing yaitu kolam 785,90 ton; sawah 291,30 ton; saluran irigasi 48,80 ton, dan jaka apung 165,10 ton. Selanjutnya luas lahan potensial untuk budidaya air payau (tambak) adalah 1.667,0 Ha dan pada tahun 2007 baru dimanfaatkan seluas 488 Ha atau 32,20% dengan produksi sebesar 2.896,70 ton. Tantangan yang dihadapi adalah pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap maupun perikanan budidaya yang belum 96

optimal dan dihadapkan pada permasalahan antara lain: struktur armada perikanan yang masih didominasi oleh armada perikanan rakyat skala kecil; terbatasnya fasilitas prasarana Tempat Pendaratan Ikan (TPI), pelabuhan perikanan; naiknya harga BBM serta belum lancarnya distribusi BBM; naiknya harga pakan ikan; belum terkendalinya penyakit ikan; terbatasnya persediaan benih ikan, udang dan rumput laut yang baik kualitas/mutunya; rendahnya keterampilan nelayan dan pembudidaya ikan; serta modal yang terbatas untuk mengembangkan skala usaha; belum adanya tata ruang wilayah pesisir laut dan pulau-pulau kecil berikut zonasinya. Sub sektor perikanan sebagai pendukung ekonomi Bali memiliki peluang ekspor hasil perikanan sangat menjanjikan bagi perolehan devisa Bali di masa mendatang. Jumlah produksi perikanan laut pada tahun 2007 mencapai 258.518 ton atau meningkat sebesar 27% dari data tahun 2003. Berdasarkan Data Bali Membangun 2007, luas areal perikanan budidaya hanya sekitar 1.671 ha. Luas ini sangat kecil dibandingkan dengan potensi laut dan perairan darat (termasuk sawah) yang ada di Bali. Potensi perikanan air tawar di Bali tampaknya belum bisa memenuhi seluruh kebutuhan ikan air tawar untuk keperluan konsumsi di Bali. Tantangan yang dominan saat ini adalah sebagian besar kebutuhan ikan air tawar seperti lele, nila, gurami, ikan mas, mujair masih dipasok dari luar Bali.

3.3.2 Usaha Menengah Kecil Mikro-Koperasi (UMKM-Koperasi) Koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional mengandung pengertian bahwa koperasi harus mampu berperan sebagai penopang utama sistem perekonomian. Dengan demikian koperasi di Provinsi Bali harus mampu memberikan kontribusi yang berarti terhadap produksi daerah, membuka lapangan kerja, memegang peran strategis dalam kegiatan perekonomian dalam rangka mewujudkan ketahanan ekonomi daerah. Sedangkan dalam mengembangkan UMKM-Koperasi dihadapkan pada masalah internal maupun eksternal, untuk masalah internal yaitu; rendahnya kualitas sumber daya manusia, kemampuan UMKM-Koperasi dalam memanfaatkan teknologi informasi, jaringan kerjasama antar KSP/USP koperasi masih terbatas dan kebutuhan tenaga kerja belum optimal, rendahnya kualitas dan produktifitas UMKM-Koperasi. Peluang UMKM-Koperasi adalah adanya kebijakan kredit tanpa agunan yang dapat meningkatkan kegiatan dibidang usaha kecil menengah dan koperasi. Sedangkan tantangan yang muncul dalam mengembangkan UMKMKoperasi adalah adanya masalah eksternal antara lain: belum optimalnya pemberdayaan kerjasama antara instansi pemerintah dan dunia usaha serta kemitraan usaha antara UMKMKoperasi dengan BUMN/BUMD dan perusahaan besar. 97

3.3.3 Penanaman Modal Keberhasilan dalam menarik investor ke Bali tidak terlepas dari beberapa faktor penunjang, yaitu penyebarluasan informasi mengenai potensi investasi dan sumberdaya yang dimiliki, seperti penciptaan iklim investasi yang kondusif, sumberdaya produktif dan berkelanjutan, tersedianya tenaga/SDM yang memadai, dan adanya kerjasama yang optimal antara instansi terkait. Namun, tantangan internal yang dihadapi dalam pengembangan investasi di Bali antara lain: sarana dan prasarana terbatas, ketersediaan lahan terbatas, kualitas SDM belum memadai, dan pelayanan perijinan belum optimal. Tingginya minat investor untuk menanamkan modalnya merupakan peluang terciptanya peningkatan investasi, sedangkan tantangan eksternal yang menghambat, antara lain: kurang satabilnya kondisi politik di dalam negeri, kurang satabilnya kurs rupiah terhadap mata uang asing, kurangnya kepastian hukum, persaingan yang ketat antar daerah dan antar negara, serta hambatan teknis lainnya masalah lahan serta kurang disiplinnya para investor dalam merealisasikan investasinya. 3.3.4 Pariwisata Era globalisasi yang bercirikan terbukanya arus informasi dan perdagangan antar negara berpeluang untuk meningkatkan kunjungan wisatawan, didukung oleh kondisi keamanan negara yang kondusif. Pariwisata yang dikembangkan di Bali adalah pariwisata yang berlandaskan budaya daerah yang dijiwai oleh agama Hindu. Tantangan internal yang dihadapi adalah belum optimalnya pengembangan beberapa kawasan wisata, pembagian kewenangan di sektor pariwisata antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota belum diatur secara jelas dan tegas, belum tersusunnya masterplan pariwisata Bali, terbatasnya promosi, persaingan yang ketat antar negara competitor yang menjadi tujuan wisata, belum terbukanya akses penerbangan langsung dari negara-negara asal wisatawan, dan masih adanya travel warning dari beberapa negara. 3.3.5 Perdagangan Daerah Bali merupakan daerah pariwisata yang sudah terkenal di mancanegara, didukung oleh Bandar Udara Internasional Ngurah Rai dan beberapa pelabuhan laut, sehingga daerah Bali akan menjadi pasar untuk semua produk industri/kerajinan Indonesia dan sektor perdagangan akan mampu memberikan kontribusi pada pertumbuhan perekonomian daerah Bali. Kondisi tersebut merupakan peluang yang amat bagus untuk pengembangan perdagangan, baik domestik maupun internasional. Tantangan di sektor perdagangan antara lain rendahnya: daya 98

saing komoditi ekspor, sumber daya manusia pelaku bisnis dan perlindungan terhadap konsumen dan produsen, terbatasnya bahan baku lokal, belum memiliki tempat promosi yang bertaraf internasional seperti Bali Trade Center, terbatasnya informasi pasar luar negeri dan belum adanya pelabuhan ekspor. 3.3.6 Industri Peluang industri kerajinan daerah Bali cukup potensial untuk dikembangkan menjadi industri unggulan karena didukung adanya tenaga kerja terampil, desain yang unik, adanya pasar ekspor yang mampu menjual kerajinan Bali, adanya sentra-sentra industri yang telah menjadi tujuan wisata, dan didukung oleh faktor budaya Bali. Selain itu, adanya otonomi daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, di mana pemerintah daerah diberi kewenangan untuk membangun daerahnya sesuai dengan potensi dan unggulan yang dimiliki atau one village one product (OVOP). Tantangan yang dihadapi pada sektor industri antara lain: sumber daya yang dimiliki belum siap dalam menghadapi persaingan global, lemahnya daya saing produk komoditi ekspor daerah Bali, kebutuhan modal kerja semakin besar akibat peningkatan biaya produksi, kualitas SDM masih rendah dalam menciptakan inovasi baru, terbatasnya bahan baku lokal, sehingga bahan baku harus didatangkan dari luar daerah, belum terdaftarnya hasil produk/desain industri daerah Bali dalam HKI serta adanya persaingan yang sangat ketat dari negara lain dengan harga yang terjangkau oleh konsumen. 3.4 ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI Kebijakan strategis pembangunan daerah dalam penelitian pengembangan dan penerapan Iptek (termasuk seni) merupakan implementasi falsafah Dewi Saraswati untuk mewujudkan kesejahteraan yang berkelanjutan yang merupakan komitmen pemerintah Provinsi Bali dalam mamajukan Iptek dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. Penerapan sistem Iptek daerah, diupayakan adanya keterkaitan dan sinergis antara kelembagaan, sumber daya dan jaringan Iptek yang utuh. Penyusunan, pemanfaatan, serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah untuk mencerdaskan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini ditegaskan lagi di dalam Pasal 31 Ayat 5 UUD 1945, amandemen yang menyebutkan bahwa Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia serta Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan Iptek sebagaimana 99

tersebut diatas, tantangan yang dihadapi antara lain: lemahnya kelembagaan penelitian, terbatasnya sumber daya manusia peneliti, dan belum terealisasinya anggaran penelitian dan pengembangan sekurangkurangnya 1% dari APBD seperti diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2007. Mengingat rendahnya pembiayaan, maka sistem pengembangan Iptek menjadi sangat lemah, dan mekanisme intermediasi Iptek menjadi tidak optimal. Hal tersebut terlihat dari hasil pembangunan Iptek belum menjadi teknologi yang siap pakai untuk difungsikan dalam sistem produksi, masih lemahnya sinergi kebijakan Iptek, serta belum adanya keterkaitan antara kegiatan riset dengan kebutuhan nyata masyarakat. Situasi ini menyebabkan disefisiensi yang tinggi sebagai akibat duplikasi beberapa penelitian. Peluang yang mungkin dioptimalkan adalah Visi Iptek sebagai implementasi falsafah Dewi Saraswati dengan tujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan. Falsafah tersebut memberikan landasan etika pada penelitian, pengembangan, dan penerapan Iptek untuk mewujudkan sistem inovasi daerah yang tangguh. Sistim inovasi tersebut akan meningkatkan daya saing daerah di era global, meningkatkan difusi Iptek melalui pemantapan jaringan pelaku dan kelembagaan Iptek. Upaya tersebut termasuk juga pembangunan mekanisme dan kelembagaan intermidasi Iptek menuju terwujudnya masyarakat Bali yang cerdas dan kreatif dalam suatu peradaban masyarakat yang berbasis pengetahuan (knowledge based society). Tantangan yang dihadapi dalam pembangunan Iptek adalah belum sinergisnya mekanisme intermediasi antara akademisi, badan usaha, dan pemerintah atau goverment yang disingkat ABG. Tantangan lainnya yaitu kemajuan Iptek sering berdampak pada munculnya berbagai isu lingkungan dan kesehatan manusia. Kemajuan teknologi seperti teknologi informasi dan informasi lainnya dapat berpengaruh terhadap menurunnya peradaban dan kebudayaan bangsa. 3.5 POLITIK, HUKUM DAN PEMERINTAHAN Masalah politik, hukum dan pemerintahan, satu dengan yang lain saling berkaitan. Untuk mewujudkan situasi dan kondisi politik yang kondusif, terciptanya perlindungan dan kepastian hukum serta penyelenggaraan pemerintahan yang baik mutlak diperlukan, dan harus didukung oleh 3 (tiga) pilar utama yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat. Kebijakan pembangunan dibidang politik, hukum dan pemerintahan di daerah didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD, dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum. 100

Beberapa hal yang menjadi tantangan dalam pembangunan bidang politik, antara lain: terciptanya situasi dan kondisi politik yang kondusif dan mencegah terjadinya instabilitas politik untuk menghindari terjadinya perpecahan/disintegrasi di masyarakat. Hal ini dapat diwujudkan dengan adanya elit politik yang berkualitas, dan untuk itu diperlukan adanya pendidikan politik yang sehat dan benar kepada para elit politik. Selain hal tersebut, dalam membangun politik di daerah, para elit politik harus punya komitmen untuk memenuhi kuota minimal 30% bagi keterwakilan perempuan dalam kepengurusan partai politik supaya kesetaraan dan keadilan gender dapat diwujudkan, dan itu berarti pula pencerminan demokrasi. Tidak kalah pentingnya adalah meningkatkan validitas data pemilih sehingga semua warga dapat menggunakan hak pilihnya secara aktif serta penyelenggaraan pemilu secara aman dan tertib. Dalam bidang hukum, pembangunan perlu difokuskan pada penegakan supremasi hukum secara konsekuen. Hal ini dapat diwujudkan apabila ada peraturan hukum yang substansinya jelas, adanya elit penegak hukum yang berkualitas, dan perilaku (budaya hukum) masyarakat yang mentaati hukum. Untuk mewujudkan hal ini diperlukan pengkajian-pengkajian terhadap berbagai peraturan hukum dan hukum yang hidup di masyarakat (hukum adat), pembinaan-pembinaan terhadap para elit penegak hukum dan peningkatan kesadaran hukum warga masyarakat. Juga tidak kalah pentingnya peningkatan sarana prasarana sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Terkait dengan bidang pemerintahan, pembangunan difokuskan pada terbentuknya pemerintahan yang bersih dan berwibawa (clean government) dengan menerapkan prinsip-prinsip tata kelola kepemerintahan yang baik (good governance) yang memperhatikan kepentingan masyarakat Bali. Dalam menjalankan pemerintahan, pemerintah harus memilah-milah kewenangannya secara jelas dan rinci, artinya kewenangan-kewenangan yang diperoleh berdasarkan asas dekonsentrasi, asas desentralisasi dan asas pembantuan (medebewind). Untuk membangun Bali secara optimal, pemerintah juga perlu membangun kerjasama yang baik dengan DPRD dan DPD, serta semua komponen masyarakat lainnya. 3.6 KEAMANAN, KETENTRAMAN DAN KETERTIBAN Keamanan, ketenteraman dan ketertiban daerah Bali sampai sekarang secara umum tergolong cukup baik, namun masyarakat belum sepenuhnya dapat menikmati perasaan aman, karena diberbagai tempat masih sering terjadi tindakan kriminal dan konflik sosial yang menggagu ketenteraman masyarakat. Terkendalinya masalah keamanan dan ketertiban di daerah tidak terlepas dari peranan para petugas keamanan formal seperti TNI, kepolisian, polisi pamong praja, satpol. dan petugas keamanan tradisonal yaitu pecalang di masing-masing-masing desa pakraman. Hal-hal yang menjadi tantangan dalam pembangunan bidang 101

keamanan, antara lain adalah: mencegah terjadinya bencana sosial yang ditimbulkan oleh adanya tindakan-tindakan kriminal, konflik sosial yang dapat mengganggu stabilitas keamanan. Hal ini antara lain dapat diwujudkan dengan mengadakan sistem keamanan terpadu antara petugas keamanan formal dan petugas keamanan tradisional, dengan selalu bekerjasama dan berkoordinasi. Terkait dengan bidang ketertiban, perlu diwaspadai dampak penduduk pendatang yang secara langsung maupun tidak langsung pada gilirannya akan menimbulkan tindakantindakan kriminal, bertambahnya pedagang kaki lima, gepeng, prostitusi, yang semuanya dapat mengganggu ketertiban dan ketenteraman serta mengusik kenyamanan hidup dalam masyarakat. Untuk mengatasinya, petugas ketertiban perlu melakukan pengawasan dan dalam melaksanakan tugas harus bertindak tegas, konsisten dan konsekuen. Pelaksanaan tugas pengawasan dan penertiban dapat dilakukan dengan melibatkan peranserta partisipasi desa pakraman.

3.7 SARANA PRASARANA 3.7.1 Sarana Prasarana Permukiman

Tantangan yang dihadapi dalam pengembangan sarana dan prasarana permukiman terlihat pada menurunnya kualitas sanitasi lingkungan, yang meliputi pengelolaan persampahan, limbah cair, dan air minum. Masalah ini berkaitan erat dengan rendahnya kemampuan pemerintah dalam pembiayaan dan rendahnya pemahaman dan prilaku masyarakat baik di perkotaan maupun di perdesaan. Tantangan lainnya adalah meningkatnya urbanisasi pada kawasan perkotaan yang menyebabkan munculnya kawasan-kawasan kumuh, meningkatnya kebutuhan kualitas pelayanan infrastruktur serta keterbatasan dan ketidakmerataan sebaran sumberdaya alam pada masing-masing kabupaten/kota. Kekuatan yang dimiliki Provinsi Bali sebagai salah satu daerah tujuan wisata utama di Indonesia adalah meningkatnya jumlah dan kualitas kunjungan wisatawan ke Bali. Hal tersebut merupakan peluang untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dari berbagai negara donor untuk berkunjung dan membantu pembangunan infrastruktur yang berkaitan dengan sarana dan prasarana sanitasi di Provinsi Bali. 3.7.2 Sarana dan Prasarana Sumberdaya Air

Salah satu kekuatan pembangunan dan kelestarian pertanian di Provinsi Bali terletak pada keberadaan subak sebagai organisasi pemakai air. Peran subak sangat penting didalam mengatur ketersediaan air irigasi untuk mendukung produktivitas usaha tani secara maksimal. Upaya tersebut dapat diwujudkan dengan membangun jaringan irigasi seperti bendung, bangunan air, saluran air, tanggul banjir, serta melakukan 102

pemeliharaan untuk menjaga dan mengamankan agar jaringan irigasi dapat berfungsi dengan baik. Tantangan utama yang dihadapi dalam pembangunan sarana dan prasarana sumberdaya air adalah meningkatnya kebutuhan air terutama oleh sektor pariwisata, tidak meratanya penyebaran sumberdaya air, dan menurunnya ketersediaan air. Oleh karena itu pembangunan sarana dan prasarana sumberdaya air dalam rangka mengatur tata air harus disertai dengan upaya-upaya pelestarian keberadaan sumberdaya air. Tantangan lain yang dihadapi dalam pengelolaan sarana dan prasarana pengairan antara lain adalah semakin menyusutnya luas daerah irigasi sebagai akibat konversi lahan pertanian menjadi non pertanian dan meningkatnya persaingan antara pemanfaatan air untuk kepentingan irigasi dengan kepentingan sektor-sektor lainnya. 3.7.3 Transportasi dan Komunikasi Sebagai bagian dari prasarana wilayah, transportasi dan komunikasi di wilayah Bali merupakan infrastruktur penting pembangunan Bali terutama dalam mendukung Pulau Bali sebagai tujuan wisata utama di Indonesia. Untuk itu, pembangunan transportasi di Bali yang juga berperan sebagai urat nadi kehidupan ekonomi, sosial budaya, politik dan pertahanan keamanan diarahkan pada terwujudnya Tatanan Transportasi Wilayah (TATRAWIL) Bali dalam satu kesatuan Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS) yang andal, berkemampuan tinggi dan diselenggarakan secara terpadu, tertib, aman, lancar, nyaman dan efisien dalam menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, mendukung mobilitas manusia, barang dan jasa, mendukung pola distribusi nasional serta mendukung pengembangan wilayah Bali. Dalam pembangunan transportasi dan komunikasi, pemerintah pusat, pemerintah provinsi serta pemerintah kabupaten/kota mempunyai peranan sesuai cakupan kewenangannya masing-masing untuk menyusun rencana, merumuskan kebijakan, mengendalikan dan mengawasi perwujudan sistem transportasi dan komunikasi yang efisien dan handal. Tantangan pembangunan transportasi dan komunikasi di Provinsi Bali diantaranya adalah: tingginya penggunaan kendaraan pribadi di kawasan perkotaan Bali Selatan, buruknya kondisi sarana dan kinerja operasi angkutan umum, defisiensi sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi, munculnya dampak negatif transportasi bagi aktivitas kepariwisataan, serta belum merata dan tertatanya dengan baik akses transportasi dan komunikasi di seluruh wilayah Pulau Bali. Untuk itu peningkatan pelayanan angkutan umum menjadi begitu penting untuk segera dibenahi, disamping juga peningkatan sarana prasarana yang telah ada seperti pemeliharaan, peningkatan dan pembangunan jalan dan jembatan disamping pembenahan terhadap penataan simpangan dan manajemen pengaturan lalu lintas. Tantangan lain yang dihadapi dalam pembangunan transportasi dan 103

komunikasi di wilayah Bali adalah adanya kesenjangan pembangunan Bali Utara dan Bali Selatan. Kondisi ini menuntut adanya perbedaan orientasi stategi pembangunan transportasi dan komunikasi di kedua wilayah. Mengingat keterbatasan daya dukung lingkungan, pembangunan transportasi dan komunikasi di wilayah Bali Selatan perlu diarahkan pada strategi penataan dan optimalisasi sarana dan prasarana yang ada dengan konsep aglomerasi. Sementara di wilayah Bali Utara perlu diarahkan pada pembangunan dan pengembangan infrastruktur untuk mendorong pertumbuhan wilayah tersebut. Demikian pula, kondisi topografi Pulau Bali yang ditengah-tengahnya merupakan pegunungan membentang dari ujung Barat sampai ujung Timur dan wilayah Nusa Penida, memberikan hambatan/tantangan yang cukup berat dalam upaya meningkatkan kelancaran distribusi barang dan jasa antar wilayah. Perbedaan sifat pelayanan jasa transportasi dan komunikasi yang terbuka dengan sifat pelayanan wilayah administratif yang tertutup juga menjadi tantangan dalam pembangunan transportasi dan komunikasi. Kondisi ini menuntut adanya koordinasi dan sinkronisasi antar wilayah terkait yang sangat intens mengingat adanya pembagian urusan dan kewenangan pada masing-masing daerah. Beberapa peluang dalam pembangunan transportasi dan komunikasi di Provinsi Bali adalah: peningkatan jumlah pangsa pasar sarana komunikasi, peningkatan ekonomi masyarakat, dan peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara maupun domestik. Selain itu, adanya kebijakan umum pemerintah yang menetapkan Bali sebagai daerah tujuan wisata utama di Indonesia menyebabkan kebutuhan dan distribusi penumpang, barang, dan jasa masuk keluar Bali maupun antar bagian wilayah di Bali semakin meningkat, sehingga menarik bagi kalangan investor. Di sisi lain, kondisi di atas menuntut tersedianya sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi yang memadai serta dapat diandalkan.
.

3.7.4 Sumber Daya Energi Listrik Kekuatan Pemerintah Provinsi Bali dalam perencanaan, pembangunan dan pengembangan industri ketenagalistrikan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat Bali dapat dilihat dari keberadaan sumberdaya alam dan berbagai kebijakan yang ada. Adanya kebijakan pemerintah daerah dalam penyediaan dan pengembangan sistem tenaga listrik (pengembangan pembangkit listrik, pengembangan sistem transmisi, pembangunan gardu induk dan pengembangan sistem distribusi); tersedianya potensi dan pasokan energi primer (potensi tenaga air, panas bumi, surya, biomassa dan angin); serta dengan adanya Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah (RUKD) Tahun 2004. Peningkatan kebutuhan energi listrik di Provinsi Bali memberikan implikasi bahwa masalah penghematan energi listrik dan optimalisasi penyediaan energi listrik di Bali akan semakin penting untuk dilaksanakan. 104

Kelemahan yang ada dalam pengembangan industri ketenagalistrikan antara lain adalah tidak adanya sumber energi primer utama seperti batu bara dan gas bumi, keterbatasan lahan serta masih ketergantungannya Bali pada suplai energi listrik Jawa-Bali dengan tingkat sensitivitas sangat tinggi terhadap gangguan alam. Peluang dalam pembangunan sektor ketenagalistrikan terlihat dari kebutuhan konsumsi dan diversifikasi energi listrik di Indonesia yang selama sepuluh tahun terakhir menunjukkan laju pertumbuhan cukup tinggi, yaitu rata-rata sekitar 15% pertahun. Rasio elektrifikasi di Provinsi Bali juga cukup tinggi, yaitu mencapai 84,12% pada tahun 2003 dan terus meningkat menjadi 87,15% pada tahun 2007. Peningkatan permintaan kebutuhan energi listrik tiap tahunnya disebabkan oleh: pesatnya pembangunan, peningkatan jumlah penduduk, meningkatnya pertumbuhan kegiatan industri, jasa, perhubungan dan rumah tangga, serta besarnya minat pihak swasta untuk berpartisipasi dalam pembangunan pembangkit listrik. Kondisi sumberdaya alam Bali baik topografi, angin, laut, dan matahari memberikan peluang pula bagi pengembangan energi alternatif terbarukan di Provinsi Bali. Tantangan dalam pengembangan sektor ketenagalistrikan di Provinsi Bali adalah adanya persepsi masyarakat yang kurang tepat terhadap keberadaan pembangkit listrik yang ditenggarai berpotensi menimbulkan dampak negatif maupun menimbulkan kerusakan dan degradasi ekosistem serta masih adanya kekhawatiran masyarakat akan penggunaan sumber energi alternatif (nuklir) yang dapat dipakai untuk sistem pembangkit listrik. 3.8 PENGEMBANGAN WILAYAH, TATA RUANG, DAN LINGKUNGAN HIDUP Tantangan yang dihadapi Bali dalam pengembangan wilayah adalah adanya kesenjangan pembangunan antara kawasan Bali Utara dengan kawasan Bali Selatan dan antara perdesaan dengan perkotaan. Kawasan Bali Tengah sampai utara sebagian besar sebagai pusat produksi hasil-hasil pertanian, peternakan, buah-buahan yang merupakan pemasok kebutuhan pangan untuk kawasan Bali bagian selatan. Sedangkan Bali bagian selatan yang meliputi kawasan SARBAGITA merupakan pusat kegiatan jasa, ekonomi, pendidikan dan lain-lain, yang didukung oleh infrastruktur yang relatif lebih lengkap. Kesenjangan pembangunan terjadi pada kawasan Bali Selatan meliputi Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Gianyar, dan Tabanan berlangsung relatif lebih cepat, diikuti pertumbuhan ekonomi yang tinggi sedangkan pada Bali bagian utara kondisi infrastruktur yang kurang memadai yang disebabkan oleh kondisi kawasan secara geografis kurang menguntungkan (kering/tandus), kegiatan ekonomi lebih dominan pada bidang pertanian. Kesenjangan antar wilayah masih terjadi walaupun pemerintah telah menetapkan Perda Nomor 3 Tahun 2005 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali yang mengarahkan pembangunan melalui penetapan wilayah prioritas pembangunan untuk membangkitkan pertumbuhan suatu kawasan sesuai 105

spesifikasi kawasan dengan mengarahkan sektor-sektor dan investasi pada kawasan Bali Utara. Peluang untuk pengembangan wilayah adalah dengan terbitnya Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang mana peranan provinsi dalam penataan ruang yang ketat harus dilakukan sesuai rencana tata ruang wilayah dan mendorong pemerintah kab/kota untuk menyusun rencana rinci tata ruang sesuai kewenangannya. Untuk memperkecil tingkat kesenjangan pembangunan pada dua kawasan tersebut maka perlu ditetapkan zonasi kawasan didukung oleh regulasi yang kuat, serta mengarahkan investasi pada kawasan Bali bagian utara. Kekuatan yang ada dalam pengelolaan lingkungan hidup adalah adanya peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan antara lain: UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan, Peraturan Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Lingkungan, maupun Peraturan Kabupaten/Kota yang berkaitan dengan Lingkungan Hidup. Demikian pula, awig-awig desa pakraman, kearifan lokal (Tri Hita Karana, Tri Mandala, tumpek uduh/kandang, nyegara gunung dan lain-lain), keberadaan desa pakraman, LSM, dan lembaga sosial lainnya memilki peranan yang besar dalam pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Tantangan dalam pengelolaan lingkungan hidup antara lain: masih rendahnya pengetahuan, kesadaran, dan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan, masih kurang jelasnya/ketidakpastian substansi dari produk hukum di bidang lingkungan hidup, dan masih belum jelasnya mekanisme keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup. Tantangan lainnya adalah kurangnya pemahaman masyarakat dan berbagai pemangku kepentingan tentang hakekat dan fungsi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan belum diterapkannya Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) AMDAL secara konsisten. AMDAL bermanfaat untuk menjamin suatu usaha atau kegiatan pembangunan agar layak secara lingkungan. Dengan AMDAL, suatu rencana usaha dan/atau kegiatan pembangunan diharapkan dapat meminimalkan kemungkinan dampak negatif terhadap lingkungan hidup dan mengembangkan dampak positif, sehingga sumberdaya alam dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Pemahaman masyarakat akan dampak pemanasan global yang masih rendah juga merupakan tantangan dalam upaya untuk memilih dan memanfaatkan teknologi yang ramah dengan lingkungan. Peluang pengelolaan lingkungan hidup untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan dalam tahapan perencanaan adalah adanya upaya untuk menyusun Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) merupakan kajian lingkungan hidup yang lebih terfokus pada kajian yang 106

bersifat lebih strategis yakni di tingkat kebijakan, rencana dan program. Penerapan KLHS akan diarahkan pada pemberdayaan rencana pembangunan yang bersifat strategis (RPJP, RPJM, RTRW, dan sebagainya) yang menekankan pada proses kerjasama dan partisipatif dari seluruh komponen terkait/stakeholder secara tripartit (pemerintah, masyarakat dan dunia usaha). Dengan diterapkannya KLHS ini, juga merupakan landasan didalam mengevaluasi pengaruh lingkungan hidup dan menjamin diintegrasikannya prinsip-prinsip berkelanjutan dalam pengambilan keputusan yang bersifat sinergis dari proses perencanaan pembangunan. Selain adanya peluang untuk menerapkan KLHS tersebut, Pulau Bali juga mempunyai potensi sumberdaya alam (sungai, danau, pesisir dan pantai, ekosistem hutan); keindahan alam (lansekap alami dan lansekap buatan), budaya, adat istiadat/kearifan lokal yang cukup besar. Apabila potensi-potensi tersebut dimanfaatkan dengan baik melalui implementasi prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan secara konsisten, maka akan menjadi peluang untuk mengembangkan perekonomian di Bali yang berwawasan lingkungan. Ancaman terhadap meningkatnya degradasi lingkungan dapat terjadi karena kesalahan dalam memformulasikan pengertian otonomi daerah dengan melakukan pembangunan yang berdalih meningkatkan PAD apalagi tidak mengikuti prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Adanya kebijakan yang berorientasi pada peningkatan ekonomi tanpa memperhatikan aspek lingkungan, pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan peruntukan, serta pelanggaran pemanfaatan ruang baik di daerah hulu, tengah, maupun hilir akan menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan yang pada akhirnya akan menurunkan kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Ancaman lainya yang memperparah kerusakan lingkungan adalah aktivitas pembangunan yang dapat merusak terumbu karang, perambahan, dan pembakaran hutan. Alih fungsi lahan menyebabkan rusaknya habitat flora dan fauna sehingga dapat mengancam kelestarian sumberdaya keanekaragaman hayati. 3.9 KEUANGAN DAERAH Sesuai dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara, serta Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan-peraturan Pelaksanaannya (antara lain Peraturan Menteri Dalam Negeri dan Perda Provinsi Bali), keuangan daerah harus dikelola secara tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab, serta taat pada peraturan perundang-undangan 107

dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Prinsip pengelolaan ini akan tercermin pada proses penyusunan anggaran daerah, struktur pendapatan dan struktur belanja daerah. Oleh karena itu, sebelum menentukan arah kebijakan umum pendapatan dan belanja daerah anggaran lima tahun yang akan datang, maka kerangka pendanaan untuk mendukung pembangunan di Provinsi Bali adalah melalui rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah seperti diuraikan dibawah ini. 3.9.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, ditetapkan dengan peraturan daerah, yang strukturnya merupakan satu kesatuan terdiri atas: a) pendapatan daerah; b) belanja daerah; dan c) pembiayaan daerah. a) Pendapatan Daerah Pendapatan daerah adalah semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud dirinci menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, kelompok, jenis, serta obyek dan rincian obyek pendapatan. Pendapatan Daerah, meliputi: 1) Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri atas kelompok Pajakpajak Daerah termasuk Pajak Bumi dan Bangunan, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang sah; Dana Perimbangan yang meliputi Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus; Lain-lain pendapatan daerah yang sah meliputi Hibah, Dana Darurat, Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah lainnya, Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus, dan Dana Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah lainnya. dari dana perimbangan, sebenarnya diluar kendali Daerah karena alokasi dana tersebut ditentukan oleh Pusat berdasarkan formula yang telah ditetapkan. dari dana perimbangan sangat bergantung pada negara dan formula dana alokasi umum. Dengan 108

2)

3)

Pendapatan Pemerintah Pemerintah Penerimaan penerimaan

demikian, untuk menjamin pendapatan daerah, Pemerintah Daerah memfokuskan pada pengembangan pendapatan asli daerah. Selain dana dari pendapatan daerah tersebut, daerah menerima dana yang bersumber dari Pemerintah Pusat berupa dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan, yang mana dana tersebut sesuai dengan kebijakan Pemerintah Pusat diperuntukan bagi kepentingan pelaksanaan pembangunan di Bali. Sedangkan dana masyarakat dan swasta sangat dibutuhkan dan menentukan keberhasilan pembangunan di Provinsi Bali yang memberikan kontribusi dalam pembangunan. b) Belanja Daerah Belanja daerah adalah semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana, merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran, dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Belanja daerah sebagaimana dimaksud, dirinci menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek dan rincian obyek belanja; dan dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, yang terdiri atas urusan wajib, urusan pilihan, dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. Belanja penyelenggaraan urusan wajib diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak, serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat tersebut diwujudkan melalui prestasi kerja dalam pencapaian standar pelayanan minimal sesuai dengan peraturan perundangundangan. Belanja menurut urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu, dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan dijabarkan dalam bentuk program dan kegiatan yang diklasifikasikan menurut urusan wajib dan urusan pilihan. Sedangkan klasifikasi belanja menurut fungsi yang digunakan untuk tujuan keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuangan negara terdiri atas: pelayanan umum; ketertiban dan ketentraman; ekonomi; lingkungan hidup; perumahan dan fasilitas umum; kesehatan; pariwisata dan budaya; pendidikan; dan perlindungan sosial. Klasifikasi belanja menurut organisasi disesuaikan dengan susunan organisasi pada masing-masing pemerintah daerah; serta Klasifikasi 109

belanja menurut program dan kegiatan disesuaikan dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Belanja dikelompokkan menjadi: 1) Belanja Tidak Langsung, merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan, yang terdiri atas: Belanja Pegawai, Belanja Bunga, Belanja Subsidi, Belanja Hibah, Belanja Bagi Hasil, Belanja Bantuan Keuangan, dan Belanja Tidak Terduga . 2) Belanja Langsung, merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang dianggarkan pada belanja SKPD yang bersangkutan, terdiri atas: Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa, serta Belanja Modal. c) Pembiayaan, terdiri atas 1) Penerimaan Pembiayaan, meliputi Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu (SILPA), Pencairan Dana Cadangan, Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, Penerimaan Pinjaman Daerah, Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman, dan Penerimaan Piutang Daerah. 2) Pengeluaran Pembiayaan, meliputi Pembentukan dana cadangan, Penyertaan modal daerah, Pembayaran utang pokok, dan Pemberian pinjaman daerah. 3) Pembiayaan neto, merupakan selisih antara penerimaan pembiayaan dengan pengeluaran pembiayaan yang jumlahnya harus dapat menutup defisit anggaran. Selisih antara Anggaran Pendapatan Daerah dengan Anggaran Belanja Daerah mengakibatkan terjadinya surplus atau defisit APBD. Surplus APBD terjadi apabila Anggaran Pendapatan Daerah diperkirakan lebih besar daripada Anggaran Belanja Daerah. Dalam hal APBD diperkirakan surplus, diutamakan untuk pembayaran pokok utang, penyertaan modal (investasi) daerah, dan/atau pendanaan belanja peningkatan jaminan sosial, yang diwujudkan dalam bentuk program dan kegiatan pelayanan dasar masyarakat yang dianggarkan pada SKPD yang secara fungsional terkait dengan tugasnya melaksanakan program dan kegiatan tersebut. Defisit anggaran terjadi apabila Anggaran Pendapatan Daerah diperkirakan lebih kecil dari Anggaran Belanja Daerah. Batas maksimal defisit APBD untuk setiap tahun anggaran, berpedoman pada penetapan batas maksimal defisit APBD oleh Menteri Keuangan. Dalam hal APBD diperkirakan defisit, ditetapkan pembiayaan untuk 110

menutup defisit tersebut yang diantaranya dapat bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya, pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman, dan penerimaan kembali pemberian pinjaman atau penerimaan piutang. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut diatas, serta memperhatikan target dan realisasi keuangan tahunan pemerintahan daerah selama 6 (enam) tahun terakhir, yaitu dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2008, maka rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah Provinsi Bali untuk 5 (lima) tahun ke depan, yaitu dari tahun 2009 sampai dengan 2013, adalah seperti tersaji pada Tabel 3.3 berikut ini.
Tabel 3.3 Target dan Realisasi Keuangan Tahunan Pemerintah Daerah Provinsi Bali Periode 2003-2006
No I Uraian 2003 Pendapatan Daerah T (Rp) R (Rp) R (%) Pertum (%) P (% ) 1.1 Pendapatan Asli Daerah T (Rp) R (Rp) R (%) Pertum (%) P (% ) 1.2 Dana Perimbangan T (Rp) R (Rp) R (%) Pertum (%) P (% ) 1.3 Lain-lain pendapatan daerah yang sah T (Rp) 591.155.150.000,00 618.902.051.566,77 104,62 101,33% 357.405.150.000,00 381.854.486.892,77 106,95% 246,62 233.750.000.000,00 237.047.564.694,00 101,24% 38,81 0 Target dan Realisasi Anggaran 2004 722.334.455.000,00 806.566.457.351,36 111,66 20,18 121,35% 474.389.455.000,00 559.689.357.943,36 117,98% 32,73 307,45 238.006.000.000,00 236.938.134.408,00 99,55 1,82% 35,64% 9.939.000.000,00 2005 906.053.280.000,00 1.013.082.502.029,94 111,81 25,43 120,43% 645.997.280.000,00 742.885.074.751,94 115,00% 36,17 286,29 251.224.000.000,00 261.364.427.278,00 104,04% 5,55% 31,07% 8.832.000.000,00 2006 1.074.485.989.000,00 1.150.934.289.321,51 107,115 18,59 94,69% 652.638.986.000,00 729.338.159.744,51 111,75% 1,03 %% 180,39 421.847.003.000,00 421.596.129.577,00 99,94% 67,92% 34,68% 0

R (Rp) R (%) Pertum (%) P (% ) II Belanja T (Rp) R (Rp) R (%) Pertum (%) P (% )

0 0.00 0 655.429.529.000,00 610.749.037.616,84 93,18% 100%

9.938.965.000,00 1,49 709.084.455.000,00 664.634.244.815,23 93,73 8,19 100%

8.832.000.000,00 100% -11,14% 1,05% 906.053.280.000,00 841.184.886.021,07 92,84% 27,78 100% 0 -100% 0%

0.00

1.317.275.457.191,68 1.215.474.103.452,00 92,27% 45,39 100%

111

2.1

Aparatur Daerah

T (Rp) R (Rp) R (%) Pertum (%) P (% )

163.780.456.500,00 154.833.842.847,84 94,54% 25,35% 257.198.706.500,00

198.034.376.000,00 182.040.180.542,93 91,92 20,91 27,38% 283.442.779.000,00

287.646.840.500,00 259.484.004.574,80 90,21% 45,25 30,84% 618.406.439.500,00

452.504.755.238,68 404.298.446.687,00 89,35% -10,65 33,26% 864.770.701.953.,00

2.2

Belanja Pelayanan Publik

T (Rp)

R (Rp) R (%) Pertum (%) P (% ) 2.3 Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan T (Rp)

234.812.991.319,00 91,30% 38,44% 229.550.366.000,00

258.698.516.452,00 91,27 10,17% 38,92% 222.207.300.000,00

581.700.881.446,27 94,06% 124,86% 69,15% 338.393.936.200,00

811.175.656.765,00 93,80% 39,45% 66,73% 531.783.275.360,00

R (Rp) R (%) Pertum (%) P (% ) 2.4 Belanja tidak tersangka T (Rp) R (Rp) R (%) Pertum (%) P (% ) Surplus/Defisit T (Rp) R (Rp) R (%) Pertum (%) P (% ) III Pembiayaan T (Rp) R (Rp) R (%) Pertum (%) P (% ) 3.1 Penerimaan Daerah T (Rp) R (Rp) R (%) Pertum (%) P (% ) 3.2 Pengeluaran Daerah T (Rp) R (Rp)

218.541.038.850,00 95,20%

220.011.760.051,00 99,01 0,67%

330.598.045.259,07 97,70% 50,26% 39,30% 6.000.000.000,00 1.642.362.800,00 27,37% -57,71% 0,19% 0 171.897.616.008,87 21,12% 20,43% 0 171.897.616.008,87 21,12% 20,43% 171.280.904.136,81 171.280.904.136,81 100,00% 64,00% 20,36% 171.280.904.136,81 343.178.520.145,68

512.862.058.560,00 96,44% 55,13% 42,19% 6.000.585.000,00 1.555.644.735,00 25, 925 % -5,28% 0,18% 242.789.468.191,68 64.539.814.130,49 26,58% -62,45% 5,30% 242.789.468.191,68 64.539.814.130,49 26,58% -62,45% 5,30% 256.294.874.191,68 256.294.874.191,68 100,00% 49,63% 21,09% 13.505.406.000,00 191.755.060.061,19

35,78% 4.900.000.000,00 2.561.164.600,00 52,27% 0,42% 54.384.379.000,00 18.045.666.949,93 133,18% 2,95% 54.384.379.000,00 18.045.666.949,93 33,18% 2,95% 148.459.861.941,18 148.459.861.941,18 100,00% 24,30% 94.075.482.941,18 166.505.528.891,11

33,10% 5.400.000.000,00 3.883.787.769,30 71,92 51,64% 0,58% 13.250.000.000,00 141.924.412.536,13 360,97 686,47% 21,35% 13.250.000.000,00 141.924.412.536,13 1071,13 686,47% 21,35% 104.432.618.338,68 104.440.418.338,68 100,01 -29,65% 15,71% 117.682.618.338,68 246.364.830.874,81

112

R (%) Pertum (%) P (% )

176,99% 27,26%

209,35 47,96% 37,06%

200,36% 39,30% 40,79%

1419,84% -44,12% 15,78%

Sumber : Biro Keuangan

Keterangan :

T (Rp) = Target dalam satuan rupiah R (Rp) = Realisasi dalam satuan rupiah T (%) = Capaian Target Anggaran dalam satuan persen Pertum (%) = Tingkat Pertumbuhan dalam satuan persen P (%) = Proporsi terhadap APBD dalam satuan persen

Tabel 3.4a Target dan Realisasi Keuangan Tahunan Pemerintah Daerah Provinsi Bali, Periode 2007
Kode Rekening 1 URAIAN PENDAPATAN DAERAH TARGET DAN REALISASI ANGGARAN T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R 1.282.579.145.844,00 1.368.004.403.646,78 106,66 % 756.144.461.844,00 834.475.057.578,78 110,36 % 659.411.000.000,00 735.938.830.650,00 111,61 %

1.1

Pendapatan Asli Daerah

1.1.1

Pajak Daerah

1.1.2

Retribusi Daerah

13.508.022.000,00 15.321.960.941,00 113,43 % 46.442.423.844,00 46.934.096.255,49 101,06 % 36.783.016.000,00 36.280.169.732,29 98,63 % 505.074.000.000,00 525.304.233.965,00 104,01 %

1.1.3

Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah Dana Perimbangan

1.1.4

1.2

1.2.1

Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak Dana Alokasi Umum

68.541.000.000,00 88.771.233.965,00 129,52 % 436.533.000.000,00 436.533.000.000,00 100,00 % 21.360.684.000,00 8.225.112.103,00

1.2.2

1.3

Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah

113

1.3.4

Dana Penyesuaian dan otonomi khusus Sumbangan pihak ketiga

1.3.6

BELANJA DAERAH

2.1

BELANJA TIDAK LANGSUNG

2.1.1

Belanja Pegawai

2.1.3

Belanja Subsidi

2.1.4

Belanja Hibah

2.1.5

Belanja Bantuan Sosial

2.1.6

Belanja Bagi Hasil Kepada Provinsi/ Kabupaten/Kota dan Pemerintahan Desa Belanja Bantuan Keuangan Kepada Provinsi /Kabupaten/Kota dan Pemerintahan Desa Belanja Tidak Terduga

2.1.7

2.1.8

2.2

BELANJA LANGSUNG

2.2.1

Belanja Pegawai

2.2.2

Belanja Barang dan Jasa

2.2.3

Belanja Modal

R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%)

38,51 % 20.000.000.000,00 0,00 0,00 % 1.360.684.000,00 8.225.112.103,00 604,48 % 1.364.709.692.092,57 1.263.342.275.337,37 92,57 % 854.981.198.882,57 828.894.562.595,37 96,95 % 331.203.890.622,00 317.882.473.614,00 95,98 % 3.451.800.000,00 3.451.800.000,00 100 % 100.861.632.000,00 100.660.752.000,00 99,80 % 15.574.642.000,00 15.101.002.035,00 96,96 % 271.477.153.445,57 266.865.089.445,57 98,30 126.284.540.000,00 124.250.190.500,00 98,39 % 6.127.540.815,00 683.255.000,00 11,15 % 509.728.493.210,00 434.447.712.742,00 85,23 % 48.270.850.500,00 43.997.187.000,00 91,15 % 282.095.244.438,00 246.170.533.400,00 87,27 % 179.362.398.272,00 144.279.992.342,00 80,44 %

114

PEMBIAYAAN DAERAH

3.1

Penerimaan Pembiayaan Daerah Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Daerah Tahun Sebelumnya Penerimaan Piutang Daerah

3.1.1

3.1.6

3.2

Pengeluaran Pembiayaan Daerah Pembentukan Dana Cadangan

3.2.1

3.2.2

Pernyetaan Modal ( Investasi ) Pemerintah Daerah SILPA

T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%)

150.005.122.863,60 169.235.549.402,96 112,82 % 178.437.032.863,60 178.282.653.622,13 99,91 % 178.377.194.876,19 178.249.653.561,19 99,93 % 59.837.987,41 33.000.060,94 55,15 % 28.431.910.000,00 9.047.104.219,17 31,82 % 12.500.000.000,00 2.944.219,17 0,02 % 15.931.910.000,00 9.044.160.000,00 56,77 % 67.874.576.615.03 273.897.677.712,37

Sumber : Biro Keuangan

Tabel 3.4b Target dan Realisasi Keuangan Tahunan Pemerintah Daerah Provinsi Bali, Periode 2008
Kode Rekening 1 URAIAN TARGET DAN REALISASI ANGGARAN T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) 1.288.985.862.000,00 1.051.568.543.723,22 730.500.904.000,00 704.244.173.568,22 635.847.000.000,00 610.655.940.309,00 15.051.947.000,00 13.018.991.684,55 48.886.903.000,00 45.244.572.332,37

PENDAPATAN DAERAH

1.1

Pendapatan Asli Daerah

1.1.1

Pajak Daerah

1.1.2

Retribusi Daerah

1.1.3

Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan

115

1.1.4

Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah Dana Perimbangan

1.2

1.2.1

Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak Dana Alokasi Umum

1.2.2

1.2.3

Dana Alokasi Khusus

1.3

Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah Sumbangan pihak ketiga

1.3.6

BELANJA DAERAH

2.1

BELANJA TIDAK LANGSUNG

2.1.1

Belanja Pegawai

2.1.3

Belanja Subsidi

2.1.4

Belanja Hibah

2.1.5

Belanja Bantuan Sosial

2.1.6

Belanja Bagi Hasil Kepada Provinsi/ Kabupaten/Kota dan Pemerintahan Desa Belanja Bantuan Keuangan Kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintahan Desa Belanaja Tidak Terduga

2.1.7

2.1.8

T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%)

30.715.054.000,00 35.324.669.242,30 556.948.660.000,00 345.861.906.155,00 87.127.240.000,00 40.580.090.155,00 448.187.420.000,00 298.791.616.000,00 21.634.000.000,00 6.490.200.000,00 1.536.298.000,00 1.462.464.000,00 1.536.298.000,00 1.462.464.000,00 1.507.294.539.923,00 658.588.555.845,00 1.039.836.567.724,00 547.271.398.971,00 377.263.115.424,00 242.182.139.826,00 3.300.000.000,00 1.688.853.000,00 227.642.987.300,00 78.908.492.825,00 145.850.348.000,00 133.642.729.320,00 238.841.500.000,00 75.091.519.000,00 40.938.617.000,00 15.757.665.000,00 6.000.000.000,00 0,00

116

2.2

BELANJA LANGSUNG

2.2.1

Belanja Pegawai

2.2.2

Belanja Barang dan Jasa

2.2.3

Belanja Modal

PEMBIAYAAN DAERAH

3.1

Penerimaan Pembiayaan Daerah Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Daerah Tahun Sebelumnya Pencairan Dana Cadangan

3.1.1

3.1.2

3.2

Pengeluaran Pembiayaan Daerah

3.2.2

Pernyetaan Modal ( Investasi ) Pemerintah Daerah SILPA

T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%) T R R (%) Pertum (%)

467.457.972.199,00 111.317.156.874,00 53.704.356.750,00 20.214.145.427,00 294.255.753.706,00 80.465.160.497,00 119.497.861.743,00 10.637.850.950,00 213.308.677.923,00 271.897.677.712,37 223.308.677.923,00 273.897.677.712,37 204.092.177.923,00 273.897.677.712,37 19.216.500.000,00 0,00 18.400.000.000

10.000.000.000,00

5.000.000.000,00 664.877.665.590,59

Sumber : Biro Keuangan

Tabel 3.5 Asumsi Indikator Makro Ekonomi Provinsi Bali Tahun 20092013

No.

Indikator

Volume 2009 2010

Tahun 2011 2012 2013

117

Lima Asumsi Dasar 1. Pertumbuhan Penduduk 2. Inflasi 3. Pertumbuhan Wisatawan Mancanegara 4. Pertumbuhan Ekspor Barang 5. Pertumbuhan Produksi Padi Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) PDRB

% 1 1,27 5,00 10,00 10,00 5,00 Trilyun 54,09 61,58 70,23 80,13 91,50 1,27 5,00 10,00 10,00 5,00 1,00 6,00 5,00 5,00 2,00 1,00 6,00 5,00 5,00 2,00 1,00 6,00 5,00 5,00 2,00

26,48

28,37

30,45

32,74

35,24

3 3.1

Kontribusi Ekonomi Production Approach 1. Pertanian 2. Pertambangan 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Perbankan 9. Jasa-jasa Expenditure Approach 1. Konsumsi Rumahtangga 2. Konsumsi Lembaga Nir Laba 3. Konsumsi Pemerintah 4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 5a. Perubahan Inventori b. Diskrepansi Statistik 6. Ekspor 7. Impor Laju Perumbuhan/Growth PDRB Production Approach 1. Pertanian 2. Pertambangan 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Perbankan 9. Jasa-jasa Expenditure Approach 1. Konsumsi Rumahtangga %

18,41 0,67 8,48 2,19 4,41 28,13 12,24 7,99 17,47

17,87 0,65 8,40 2,21 4,34 28,00 12,55 8,02 17,95

17,27 0,61 8,29 2,20 4,23 28,05 12,96 8,00 18,38

16,70 0,57 8,15 2,17 4,08 28,26 13,44 7,90 18,73

16,07 0,54 8,09 2,22 4,12 28,45 13,48 7,87 19,16

3.2

48,89 0,71 10,92 11,50 0,21 (4,66) 53,09 20,67 6,65 4,48 4,88 5,80 8,28 7,61 6,46 6,91 9,98 8,30

47,72 0,67 10,78 10,93 0,20 (6,28) 57,86 21,89 7,12 4,76 2,48 7,08 6,12 5,12 7,09 9,22 7,93 9,33

46,40 0,63 10,64 10,24 0,19 (5,89) 62,32 24,53 7,36 4,51 1,50 6,80 5,55 4,42 8,00 10,27 7,36 9,23

44,93 0,59 10,44 9,46 0,17 (6,47) 66,20 25,32 7,50 4,65 0,15 6,40 4,44 3,45 8,74 10,90 6,53 8,93

43,40 0,56 10,54 9,43 0,16 (8,84) 72,19 27,44 7,64 4,26 1,21 7,66 8,50 8,50 8,78 7,47 7,66 9,52

4 4.1

4.2

4,84

4,76

4,59

4,28

4,16

118

2. Konsumsi Lembaga Nir Laba 3. Konsumsi Pemerintah 4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 5a. Perubahan Inventori 6. Ekspor 7. Impor 5 6 7 7.1 7.2 7.3 7.4 8 8.1 8.2 9 9.1 9.2 9.3 10 10.1 10.2 10.3 10.3.1 10.3.2 10.3.3 10.3.4 10.4 10.5 10.5.1 11 11.1 11.2 12 13 14 15 16 PDRB per Kapita Konsumsi per Kapita Ketenagakerjaan Angkatan Kerja Pengangguran Tingkat Pengangguran Terbuka Tingkat Produktivitas Kemiskinan (Jumlah Penduduk Miskin) Kemiskinan Absolut Persentase Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Total Persetase Thd PDRB APBD Provinsi (17,5% dari Total) Pendapatan Asli Daerah (PAD) Total Persetase Thd PDRB PAD Provinsi Bali (45% Total PAD) Pajak Daerah (87%) Retribusi Daerah (2%) Hasil Pengelolaan Kekayaan daerah yg Dipisahkan (6%) Lain-Lain Pendapatan asli Daerah yg sah (5%) Dana Perimbangan (PAD/1,5) Surplus/Defisit Defisit APBD Terhadap PDRB Investasi Investasi Pemerintah Investasi Swasta dan Rumahtangga Anggaran Pembangunan (9.1 + 11.2) Neraca Perdagangan Jumlah Kunjungan Wisman Langsung Jumlah Penduduk Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Juta/th n Juta/th n Juta Ribu % Juta/thn

1,04 4,72 5,11 4,66 23,45 24,32 15,18 7,42

0,99 4,28 2,83 1,06 18,36 22,64 17,06 8,14

0,96 4,69 1,47 (1,01) 17,15 17,14 19,27 8,94

0,87 4,31 0,21 (3,05) 15,61 15,13 21,71 9,75

0,91 7,52 8,24 4,24 18,76 19,71 24,48 10,62

2,05 84,63 4,12 26,37

2,13 112,90 5,31 28,96

2,14 112,35 5,25 32,81

2,14 122,48 5,71 37,37

2,14 124,41 5,80 42,68

ribu %

202,95 5,69

199,07 5,52

193,30 5,30

186,75 5,06

181,49 4,85

Trilyun % Trilyun

9,26 17,13 1,62

10,82 17,57 1,89

12,08 17,21 2,11

13,60 16,97 2,38

15,20 16,61 2,66

Trilyun % Trilyun

1,889 3,49 0,850 0,740 0,017 0,051 0,043 0,567 (0,204) (0,38) 6,22 1,82 4,40 13,67 17,54 1,75 3,56 71,16

2,212 3,59 0,995 0,866 0,020 0,060 0,050 0,664 (0,235) (0,38) 6,73 2,04 4,69 15,51 22,15 1,93 3,61 71,84

2,558 3,64 1,151 1,002 0,023 0,069 0,058 0,767 (0,196) (0,28) 7,19 2,23 4,96 17,04 26,54 2,03 3,65 72,19

2,930 3,66 1,318 1,147 0,026 0,079 0,066 0,879 (0,182) (0,23) 7,58 2,40 5,18 18,78 32,76 2,13 3,69 72,34

3,339 3,65 1,503 1,307 0,030 0,090 0,075 1,002 (0,156) (0,17) 8,63 2,54 6,09 21,29 40,95 2,23 3,74 72,53

% Trilyun

Trilyun trilyun Juta Juta

119

Summary Executive 1. Pertumbuhan Ekonomi rata-rata tumbuh 7,25 per tahun 2. Pertumbuhan PDRB per kapita rata-rata 16,23% sehingga pada tahun 2013 mampu mencapai Rp. 28 Juta per tahun 3. Pertumbuhan Investasi Swasta rata-rata 12,16%, sehingga kontribusinya terus meningkat dari 68% menjadi 78% tahun 2013 4. Tingkat pengangguran sampai 2013 diharapkan terus berada dibawah 5,24% 5. Persentase Penduduk Miskin terus diharapkan mengalami penurunan hingga 2013 dengan penurunan sebesar 3,71% per tahun 6. Budget Ratio Provinsi terus diharapkan meningkat diatas 3,00% dari Total PDRB 7. Tax ratio Provinsi terus diharapkan meningkat diatas 1,62% dari Total PDRB 8. Total Anggaran Pembangunan diharapkan terus diatas 24,3% dari Total PDRB 9. Kunjungan Wisatasan Langsung diharapkan terus berada di level 2 juta per tahun 10. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada tahun 2013 diharapkan dapat mencapai 72,53 Tabel 3.6 Rencana Keuangan Tahunan Pemerintah Daerah Provinsi Bali Periode 2009 - 2013
Rencana Anggaran (Rp .000) & Proporsi terhadap APBD (%) NO. URAIAN 2009 1 PENDAPATAN DAERAH 1.418.496.346 87,49% 1.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) 850.247.560 52,44% 1.2 Dana Perimbangan 566.831.707 34,96% 1.3 Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah (0,1% (1.1+1.2)) 1.417.079 0,09% Jumlah Pendapatan 1.418.496.346 87,49% 2 BELANJA DAERAH 1.621.318.373 100,00% 2.1 Belanja Tidak Langsung (kenaikan 15% per tahun (dasar penetapan realisasi 1.096.213.059 2010 1.660.668.909 87,69% 995.405.939 52,56% 663.603.960 35,04% 1.659.010 0,09% 1.660.668.909 87,69% 1.893.740.749 100,00% 1.260.645.018 2011 1.920.636.371 90,82% 1.151.230.592 54,44% 767.487.061 36,29% 1.918.718 0,09% 1.920.636.371 90,82% 2.114.792.698 100,00% 1.449.741.771 2012 2.199.450.283 92,44% 1.318.351.818 55,41% 878.901.212 36,94% 2.197.253 0,09% 2.199.450.283 92,44% 2.379.239.386 100,00% 1.667.203.036 2013 2.506.870.990 94,23% 1.502.619.974 56,48% 1.001.746.649 37,66% 2.504.367 0,09% 2.506.870.990 94,23% 2.660.280.945 100,00% 1.917.283.492

120

2008)) 67,61% 66,57% 68,55% 70,07% 72,07%

2.2

Belanja Langsung

525.105.314 32,39%

633.095.731 33,43% 1.893.740.749 100,00% (233.071.840) -12,31% 233.071.840 12,31% 237.294.212

665.050.928 31,45% 2.114.792.698 100,00% (194.156.327) -9,18% 194.156.327 9,18% 261.023.633

712.036.350 29,93% 2.379.239.386 100,00% (179.789.103) -7,56% 179.789.103 7,56% 287.125.996

742.997.453 27,93% 2.660.280.945 100,00% (153.409.955) -5,77% 153.409.955 5,77% 315.838.596

Jumlah Belanja

1.621.318.373 100,00%

Surplus / (Defisit)

(202.822.028) -12,51%

PEMBIAYAAN DAERAH

202.822.028 12,51%

3.1

Penerimaan Pembiayaan Daerah (kenaikan 10% per tahun (dasar penetapan realisasi 2008))

215.722.011

13,31%

12,53%

12,34%

12,07%

11,87%

3.2

Pengeluaran Pembiayaan

12.899.983 0,80%

4.222.372 0,22% 233.071.840 12,31%

66.867.306 3,16% 194.156.327 9,18%

107.336.893 4,51% 179.789.103 7,56%

162.428.642 6,11% 153.409.955 5,77%

Pembiayaan Neto

202.822.028 12,51%

BAB IV
121

VISI, MISI, STRATEGI DAN KEBIJAKAN DAERAH


4.1 VISI Bali memang sudah terkenal di dunia. Berbagai bentuk pujian dialamatkan pada Bali. Panorama alam Bali yang magis, keseharian hidup manusia Bali yang lekat dengan apresiasi seni budaya telah menjadi daya tarik yang luar biasa. Sebagai salah satu destinasi pariwisata dunia, Bali memang mempunyai keunggulan tersendiri dibandingkan dengan destinasi wisata lainnya. Sejalan dengan perkembangan dunia yang semakin mengglobal Bali pun menghadapi sejumlah permasalahan, tantangan dan atau ancaman yang sangat kompleks. Bali kini dihadapkan dengan beragam persoalan dengan berbagai dimensinya seperti kemiskinan, pengangguran, tingkat pendidikan masyarakat Bali yang tergolong masih rendah, tingkat kesejahteraan petani yang relatif rendah dan lemahnya sistem keamanan Bali dan adanya ancaman teroris terhadap Bali. Oleh karenanya, untuk membangun Bali yang lebih baik di masa mendatang pada RPJM 2008 2013 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan yang belum terselesaikan namun juga mengantisipasi perubahan yang terjadi di masa yang akan datang. Dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, permasalahan, tantangan dan peluang yang ada, serta mempertimbangkan kearifan lokal yang hidup dalam masyarakat Bali maka Visi yang hendak dicapai dalam periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Bali adalah Terwujudnya Bali yang Maju, Aman, Damai dan Sejahtera. Dengan memperhatikan Visi tersebut serta memperhatikan perubahan paradigma dan kondisi yang akan dihadapi pada masa yang akan datang, diharapkan Bali tetap eksis dalam menghadapi gempuran pengaruh global sebagai akibat dari perkembangan pariwisata di Bali. Penjabaran makna dari Visi tersebut adalah seperti diuraikan dibawah ini. Bali Maju adalah Bali yang dinamis, Bali yang terus bergerak menurut dinamika pergerakan dan perkembangan dunia. Bali yang senatiasa bergerak dan maju dengan tetap menjungjung kesucian dan keiklasan demi tegaknya dharma. Bali yang maju adalah Bali yang harus tetap metaksu yang senantiasa meningkatkan kualitas dirinya sebagai daerah tujuan wisata yang handal, berkharisma dan religius. Bali yang maju adalah Bali yang modern menurut ukuran dan tuntutan nilai-nilai universal yang tidak menyimpang dan atau bertentangan dengan nilai-nilai agama Hindu (Bali) serta adat istiadat Bali. Kemodernan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dan peradaban sebagai masyarakat yang berada di perkampungan dunia yang terbuka. Bali Aman adalah Bali yang dabdab teratur sekala niskala. Bali yang memiliki keseimbangan antara korelasi kebutuhan hubungan antar manusia dengan manusia lainnya, hubungan manusia dengan alam 122

lingkungannya, serta hubungan manusia dengan Tuhan nya sejalan dengan konsep Tri Hita Karana. Bali yang aman adalah Bali yang terhindar dari ancaman intervensi virus-virus ideologi yang bertentangan dengan Tri Hita Karana seperti: terorisme, anarkhisme dan virus non traditional threat lainnya yang mewarnai jaman Kali. Bali Damai adalah Bali yang diselimuti atmosfir kesejukan lahir bathin serta selalu dalam kondisi tis dan kondusif. Bali Damai adalah Bali yang menggambarkan adanya komunitas masyarakat Bali, baik di perkotaan maupun pelosok pedesaan yang kental dengan suasana briyag-briyug, pakedek pakenyem. Hal tersebut sebagai indikator optimisme masyarakat dalam menatap masa depan yang menjanjikan. Bali Sejahtera adalah Bali yang Sukerta Sekala Niskala, sebagai akumulasi diperolehnya kemajuan, keamanan, dan kedamaian.

4.2 MISI RPJM Provinsi Bali 2008-2013 yang merupakan tujuan kedua dari RPJP Provinsi Bali 2005-2025 adalah dalam rangka untuk membuat Bali kedepan menjadi lebih baik dengan mencermati isu-isu strategis Bali, baik yang bersifat internal (kekuatan dan kelemahan) maupun bersifat eksternal (peluang dan tantangan). Globalisasi dalam pasar bebas merupakan peluang bagi sumber daya manusia Bali untuk dapat berkiprah, baik ditingkat daerah, nasional maupun ditingkat global. Globalisasi merupakan peluang untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja sekaligus menurunkan tingkat pengangguran. Dalam rangka mewujudkan Bali yang Maju, Aman, Damai dan Sejahtera atau menuju Bali Mandara akan dapat dicapai dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat, pengembangan kepariwisataan yang berkualitas dan berkelanjutan. Mengembangkan ekonomi kerakyatan, meningkatkan peran sektor pertanian, memantapkan pengembangan koperasi dan lembaga ekonomi kerakyatan lainnya, mengembangkan industri kecil dan industri menengah lainnya, serta memperkuat lembaga tradisional kemasyarakatan, mewujudkan ketentraman, kedamaian serta kerukunan hidup bermasyarakat dalam kemajemukan, mengembangakan sistem keamanan yang berstandar internasional. Untuk menggiatkan pertumbuhan ekonomi Bali, PDRB per kapita diharapkan meningkat menjadi Rp. 24,48 juta dalam jangka waktu 5 tahun, maka dorongan terhadap pertumbuhan ekonomi juga diberikan dengan pengembangan sarana dan prasarana publik yang memadai terutama pada wilayah Bali Utara, Barat, dan Timur, memperbaiki infrastruktur penunjang pariwisata, mensinergikan pembangunan pertanian dengan sektor pariwisata dan mewujudkan ekonomi kerakyatan 123

yang tangguh. Selain itu juga perlu dipertimbangkan isu-isu strategis yang selama lima tahun sebelumnya belum dapat dituntaskan seperti masalah kemiskinan, pengangguran, pendidikan, kesehatan, tingkat kesejahteraan masyarakat, ketimpangan pembangunan antar daerah, desa tertinggal, migrasi penduduk, dan lemahnya sistem keamanan Bali. Untuk dapat mengantisipasi kondisi dan permasalahan yang ada serta memperhatikan tantangan ke depan dengan mempertimbangkan peluang yang dimiliki, untuk menuju Bali Mandara yaitu Bali yang Maju, Aman, Damai dan Sejahtera, maka rumusan Misi Provinsi Bali dalam pencapaian Visi Bali 2013 ditetapkan dalam 3 Misi.

Pertama: Mewujudkan Bali yang Berbudaya, Metaksu, Dinamis, Maju dan Modern Tujuan: Meningkatkan dan mutu pendidikan, kesehatan, IPTEK, peran perempuan, kelestarian budaya Bali, daya saing, kecerdasan masyarakat dalam berpolitik dan pemerintahan yang bersih serta dan berwibawa Sasaran: 1. Meningkatnya akses dan mutu pada layanan pendidikan serta terlaksananya wajib belajar 12 tahun 2. Meningkatnya derajat kesehatan masyarakat 3. Meningkatnya IPTEK dan daya saing sumberdaya manusia 4. Meningkatnya perlindungan terhadap perempuan dan anak dalam pendidikan dan kesehatan 5. Meningkatnya peran gender dalam pembangunan 6. Meningkatnya kualitas tenaga kerja dan lembaga pendidikan ketenagakerjaan 7. Terwujudnya pelestarian nilai-nilai budaya dan kearifan lokal dalam kehidupan bermasyarakat 8. Meningkatnya kecerdasan masyarakat dalam berpolitik 9. Terwujudnya pemerintahan yang bersih dan berwibawa 10. Meningkatnya kinerja dan pelayanan pemerintah kepada masyarakat 11. Terwujudnya pelayanan publik yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat

Kedua: Mewujudkan Bali yang Aman, Damai, Tertib, Harmonis, serta 124

Bebas dari Berbagai Ancaman Tujuan: Mewujudkan pengaturan tata ruang, pelestarian lingkungan alam dan meningkatkan fungsi kawasan lindung, pengendalian dan pengaturan pertumbuhan serta persebaran penduduk, meningkatkan toleransi dan kerjasama antar umat beragama serta mewujudkan sistem keamanan yang berstandar internasional. Sasaran: 1. Terwujudnya pengaturan tata ruang 2. Terpeliharanya sumber daya air dan terpenuhinya ketersediaan air baku 3. Meningkatnya pemulihan dan fungsi kawasan hutan, perlindungan, konservasi alam dan partisipasi masyarakat dalam pengelolan hutan serta pelestarian panorama alam Bali 4. Terkendalinya pertumbuhan, persebaran, dan administrasi kependudukan 5. Meningkatnya kesadaran akan perbedaan, toleransi dan kerjasama antar umat beragama 6. Terwujudnya sistem keamanan yang berstandar internasional 7. Meningkatnya keharmonisan hubungan antar masyarakat dan antar kelembagaan tradisional Bali

Ketiga: Mewujudkan Bali yang Sejahtera dan Sukerta Lahir Bathin Tujuan: Meningkatkan daya beli masyarakat melalui pembangunan ekonomi kerakyatan yang tangguh, pengembangan industri kecil dan rumahtangga, serta industri pengolahan hasil (pertanian, kelautan dan perikanan), pembangunan bidang pertanian, kelautan, perikanan, dan pariwisata yang saling mendukung, serta pengembangan prasarana dan sarana publik. Sasaran: 1. Terwujudnya ekonomi kerakyatan yang tangguh 2. Berkembangnya industri kecil dan industri rumah tangga yang berdaya saing tinggi 3. Meningkatnya kemitraan pemasaran hasil industri kecil dan menengah 4. Meningkatnya minat investasi dengan menyederhanakan kebijakan dan regulasi 5. Meningkatnya peran sektor pertanian dalam perekonomian Bali 6. Meningkatnya kerjasama pengembangan budidaya, pelatihan 125

dan pemanfaatan teknologi pertanian. 7. Berkembangnya komoditas andalan, unggulan dan rintisan serta meningkatnya produktivitas dan produksi perikanan. 8. Meningkatnya pengelolaan sumberdaya ikan serta ekosistem perairan, pesisir dan daratan. 9. Meningkatnya lapangan kerja, ekspor, komsumsi ikan per kapita dan kesejahteraan masyarakat. 10. Meningkatnya kerjasama kemitraan pembangunan pertanian dengan sektor pariwisata 11. Berkembangnya kepariwisataan yang berkualitas dan berkelanjutan 12. Meningkatnya prasarana dan sarana publik yang memadai, ketersediaan energi dan infrastruktur untuk mendukung aktivitas ekonomi masyarakat 13. Berkurangnya penduduk miskin dan penyandang masalah sosial.

4.3 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH 4.3.1 Strategi Pembangunan Untuk mencapai Visi dan melaksanakan Misi di atas, strategi yang akan ditempuh adalah: 1. Meningkatkan koordinasi dan sistem pembiayaan cost sharing dengan kabupaten/kota. 2. Meningkatkan peran serta masyarakat dan penguatan kelembagaan masyarakat serta melakukan penegakan hukum secara konsisten. 3. Meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan pengawasan programprogram pembangunan. 4. Mengembangkan instrumen regulasi yang relevan untuk mendukung kebijakan pembangunan daerah. 5. Intensifikasi sumber-sumber pendapatan yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi. 6. Melaksanakan advokasi ke pemerintah pusat untuk kemungkinan mendapatkan sumber-sumber pendapatan baru untuk membiayai pembangunan. 4.3.2 Arah Kebijakan Pembangunan Daerah Arah kebijakan pembangunan dari ketiga misi tersebut akan dilaksanakan dalam lima tahun kedepan, dikelompokkan berdasarkan urusan. Urusan terdiri dari 2 komponen yaitu urusan wajib serta urusan pilihan yang secara rinci dijabarkan dalam matrik pada Bab V.

126

4.3.2.1 Arah Kebijakan Pembangunan untuk melaksanakan Misi Pertama 1. Pendidikan Meningkatkan kualitas SDM lahir dan bathin dengan meningkatkan kualitas dan akses pendidikan melalui wajib belajar 12 tahun, serta meningkatkan penguasaan dan penerapan IPTEK. Memantapkan paradigma baru pembangunan pendidikan yang bertumpu pada tiga pilar utama, yakni: kemandirian dalam pengelolaan, akuntabilitas (accountability) dan jaminan mutu (quality assurance). Mensinergikan pembangunan pendidikan yang mengacu pada 2 dimensi dasar, yakni: dimensi lokal yang menekankan pada keharusan untuk mengakomodir dan mengintegrasikan unsurunsur akuntabilitas, relevansi, kualitas, otonomi dan jaringan kerjasama; sementara dimensi global menuntut agar segala aktivitas didasari oleh aspek kompetitif, kualitas dan jaringan kerjasama. Mengembangkan pembangunan pendidikan berbudaya sejalan dengan kekhasan yang dimiliki masyarakat Bali. Mengupayakan untuk memperkokoh lembaga- lembaga pendidikan sebagai pusat pengembangan kebudayaan dan memelihara kelestarian budaya yang adiluhung. Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendidikan termasuk kualitas pengelolanya, serta memberikan perhatian khusus kepada penduduk yang kurang mampu.

2. Kesehatan Meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dan berkualitas terutama bagi penduduk miskin. Meningkatkan upaya-upaya pencegahan penyakit, baik pencegahan primer, skunder maupun tersier terutama penyakit yang menjadi masalah kesehatan di Bali. Meningkatkan jumlah, mutu dan penyebaran tenaga serta sarana dan prasarana kesehatan.

3. Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Meningkatkan upaya pemberdayaan perempuan yang berbasis kemandirian berusaha. Meningkatkan upaya perlindungan terhadap anak melalui pencegahan kekerasan dalam rumah tangga dan perdagangan 127

perempuan dan anak.

4. Kebudayaan Memperkuat kelembagaan tradisional kemasyarakatan guna mengusung dan mengawal pelestarian dan pengembangan kebudayaan Bali, sesuai dengan dinamika dan perubahan lingkungan strategis yang terjadi. Mewujudkan ketentraman, kedamaian, kenyamanan dan kerukunan hidup bermasyarakat dalam kemajemukan, serta meminimalkan dampak patologi sosial, dengan mengoptimalkan peran dan fungsi lembaga tradisional penunjang kebudayaan daerah, seperti: desa pakraman, banjar dan berbagai sekaha. Meningkatkan fungsi lembaga tradisional Bali yang ada dengan mengedepankan kemandirian, sikap toleransi dan tenggang rasa, kepedulian sosial, saling hormat menghormati dan meningkatkan rasa kekeluargaan serta persaudaraan dalam konteks NKRI, Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila.

5. Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri Mengupayakan peningkatan kecerdasan dan kedewasaan masyarakat dalam berpolitik melalui pendidikan politik yang teratur dan berkesinambungan serta kerjasama dengan lembaga pendidikan, LSM, media massa dan partai politik.

6. Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian Mewujudkan kehidupan politik dan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, mendapatkan kepercayaan dan dukungan dari masyarakat luas, serta mampu memberikan pelayanan prima, sejalan dengan prinsip clean government dan good governance. Meningkatkan profesionalisme aparat pemerintahan mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota sampai pada tingkat provinsi melalui pendidikan, pelatihan dan koordinasi yang lebih baik guna meningkatkan kinerja dan pelayanan kepada masyarakat. Memantapkan pelaksanaan otonomi daerah, dengan didukung oleh perencanaan yang matang dan kerjasama saling menguntungkan antar daerah. Meningkatkan kualitas aparatur, meningkatkan kesadaran partisipasi masyarakat, membuat perencanaan pembangunan yang aspiratif, serta meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar berbagai sektor. Mengupayakan efektivitas dan efisiensi, serta transparansi dalam penggalian dan pengelolaan sumber-sumber dana bagi 128

penyelenggara pemerintah daerah. 7. Komunikasi dan Informatika Mengupayakan Sistem Informasi Manajemen Pemerintahan yang berbasis teknologi informasi/komputerisasi dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan dan akurasi data sebagai sumber informasi dalam pembuatan kebijakan. Meningkatkan informasi melalui media penyiaran dalam rangka memperkokoh watak dan jati diri masyarakat Bali yang merupakan satu kesatuan budaya nasional.

8. Perpustakaan Meningkatkan kemampuan dan budaya baca masyarakat terutama di daerah pedesaan dan daerah terpencil.

9. Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Menggiatkan empowering yakni memotivasi warga masyarakat untuk sadar akan masalah yang dihadapi, sadar akan potensi yang dimiliki untuk memecahkan masalah tersebut, mampu melihat alternatif yang dapat diambil serta mampu memutuskan alternatif mana (dari yang tersedia) yang paling mungkin dan paling menguntungkan untuk diambil.

10. Statistik Meningkatkan kualitas data pendukung perencanaan daerah.

11. Kearsipan Meningkatkan kinerja pengelolaan kearsipan daerah.

12. Pemuda dan Olah Raga Meningkatkan kontribusi pemuda dan lembaga kepemudaan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Meningkatkan prestasi olah raga Bali di tingkat nasional dan internasional. Meningkatkan tradisional. apresiasi terhadap pengembangan olah raga

13. Kependudukan dan Catatan Sipil Penataan persebaran dan mobilitas penduduk antar kota/kabupaten serta antara desa dan kota secara lebih seimbang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan, melalui pemerataan pembangunan ekonomi dan wilayah, serta pembukaan kawasankawasan industri terpadu (terutama bidang pertanian dan kerajinan) 129

yang akan lebih banyak menampung tenaga kerja. Meningkatkan daya saing penduduk Bali dan kerja sama antara provinsi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi regional untuk mengurangi laju pertumbuhan penduduk sebagai akibat meningkatnya migrasi masuk. Pengendalian jumlah dan laju pertumbuhan penduduk melalui peningkatan pelayanan keluarga berencana (KB) yang bermutu, efektif, merata, dan terjangkau, serta pemberdayaan keluarga menuju terbentuknya keluarga kecil yang berkualitas. Menata dan menyelenggarakan sistem administrasi kependudukan secara menyeluruh.

4.3.2.2 Arah Kebijakan Pembangunan untuk melaksanakan Misi Kedua 1. Penataan Ruang Meningkatkan profesionalisme aparat dalam penataan ruang, karena banyaknya kepentingan yang terkait, sehingga proporsi pemanfaatan ruang optimal dan kelestarian manfaat berkelanjutan dalam keseimbangan dinamika perubahan. Pembentukan tim pembina dan pengendali tata ruang yang kompeten, proporsional dan profesional, yang mampu menyusun dan menetapkan regulasi-regulasi yang ramah lingkungan. Penyesuaian tata ruang dengan menetapkan dan mensosialisasikan peraturan/perda tata ruang dan peruntukannya. Didukung dengan kesungguhan operasional pengendalian dan menindak pelanggaran tata ruang. Mengamankan kelestarian daerah tangkapan air, resapan air, daerah cadangan air, sempadan (jalan, sungai, jurang, pantai), daerah perlindungan jurang. Mengkaji dan mempertegas kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), guna memayungi kebijakan kabupaten/kota dan mencegah kesemrawutan dan tumpang tindih, disertai dengan konsistensi dari aparat dalam implementasinya.

2. Perencanaan Pembangunan Menyelaraskan konsep program dengan instansi terkait,(dalam tata ruang dan lingkungan hidup) menyangkut: pendidikan, kesehatan, tenaga kerja, kependudukan, Bapedalda, Kehutanan, Perkebunan, Peternakan, Pertanian, Kelautan, Ke-PU-an (Pengairan, Bina Marga, Cipta Karya), Pertambangan, serta Penelitian dan 130

Pengembangan dengan melibatkan peran serta masyarakat. 3. Lingkungan Hidup Mengoptimalisasikan potensi, keselarasan tatanan kehidupan modern, pelestarian panorama, nuansa ruang dan lingkungan alam, mengkreasi Bali lama/lama dalam kekinian, mengembangkan sistem budaya yang berorientasi kepada tatanan lingkungan hidup. Penanaman terumbu karang, budi daya karang dan perikanan pantai, pengendalian pemanfaatan pantai dan laut.

4. Kehutanan Meningkatkan rehabilitasi dan reklamasi hutan dan lahan kritis, meningkatkan perlindungan dan konservasi alam, meningkatkan pemantapan kwasan hutan, meningkatkan pengelolaan hutan bersama masyarakat serta meningkatkan pengembangan produksi hasil hutan dan pengendalian peredaran hasil hutan.

5. Energi dan Sumberdaya Mineral Melindungi Bali sebagai pulau yang unik sebuah pulau yang memiliki kelengkapan ciri geografis, namun tidak memiliki sumber daya alam bawah tanah yang memadai. Untuk itulah, diperlukan strategi protektif yang mampu menjaga kelestarian dan keberlanjutan pembangunan.

6. Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri Meningkatkan pemahaman masyarakat berkaitan dengan heterogenitas etnis dan agama di Indonesia dan Bali khususnya, sehingga tidak terjebak dan dimanfaatkan sebagai pilar-pilar untuk menyangga kepentingan politik aliran ataupun sektarian. Sangatlah berbahaya apabila agama telah tejatuh sebagai pilar mobilitas kelompok dengan menghalalkan cara-cara yang anti demokratis. Mengembangkan sistem keamanan yang berstandar internasional dengan sarana dan prasarana yang memadai, terukur dan dikelola secara profesional.

7. Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian Memantapkan penegakkan hukum dalam rangka menciptakan kepastian hukum dan menegakkan supremasi hukum dalam pembangunan yang menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia, untuk menciptakan rasa aman dan damai lahir bathin. Meningkatkan dan memantapkan koordinasi dengan DPRD, Kepolisian, Kejaksaan, TNI, lembaga tradisional, LSM dan masyarakat luas, dalam hal pembuatan, pelaksana tertib hukum, yang dapat meningkatkan citra dan wibawa pemerintah dan 131

pengawasan produk-produk hukum agar benar-benar aspiratif. Melibatkan masyarakat dan lembaga-lembaga adat sejak awal, berkaitan dengan pembuatan ataupun sosialisasi produk-produk hukum. Meningkatkan kualitas SDM dan profesionalisme aparat penegak hukum dan juga senantiasa melakukan komunikasi dengan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesadaran hukumnya. Meningkatkan pemberian bantuan ataupun penyediaan fasilitas, sarana dan prasarana bagi aparat penegak hukum dan keamanan, serta memberikan rangsangan kepada aparat yang berprestasi. Meningkatkan kemampuan, kemauan, taat asas dan norma tindakan tegas tanpa pilih bulu harus dijadikan acuan dalam rangka kesungguhan menjalankan asas-asas kepemerintahan yang baik. Melakukan perbaikan kinerja birokrasi dan kepastian hukum yang memberikan jaminan bagi pelaksanaan proyek dan program pembangunan dalam kejelasan koridor hukum.

4.3.2.3 Arah Kebijakan Pembangunan untuk melaksanakan Misi Ketiga 1. Ketenagakerjaan Mengembangkan ekonomi berkerakyatan yang berkeadilan dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya alam Bali secara profesional dan berkelanjutan. Menetapkan dan meningkatkan serta mengawasi pelaksanaan upah minimum kabupaten/kota agar dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja membuka lapangan kerja baru untuk mengurangi jumlah pengangguran. Memantapkan pengembangan koperasi dan lembaga ekonomi kerakyatan lainnya, agar mampu mandiri dan memiliki kemanpuan bersaing lebih tinggi.

2. Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Mewujudkan ekonomi kerakyatan yang tangguh sehingga mampu mengembangkan ekonomi kerakyatan yang mantap dan setabil, serta terwujudnya distribusi, komposisi yang berimbang, dan terwujudnya iklim berinvestasi yang sehat. Mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi dengan meminimalisir resiko kredit modal kerja dan kredit investasi.

3. Perdagangan Mengembangkan kemitraan pemasaran industri kecil dan 132

menengah

4. Industri Mengembangkan industri kecil dan industri rumah tangga berdaya saing tinggi, melalui berbagai usaha perbaikan mutu, desain dan akses pasar dengan memanfaatkan kemajuan teknologi olahan terkini yang sesuai.

5. Penanaman Modal Menciptakan iklim investasi yang menyederhanakan peraturan investasi, menarik investor. kondusif dan sehingga dapat

6. Pertanian Mengembangkan pertanian dalam arti luas, yang tangguh menuju kemandirian, sejahtra dan keadilan. Menetapkan kebijakan untuk memberikan insentif bagi petani dalam usaha meningkatkan produksi hasil pertanian, seperti: keringan pajak, subsidi pupuk, kemudahan kredit, terlebih lagi yang ada dalam jalur hijau atau kawasan wisata. Meningkatkan kerjasama penelitian dan pengembangan budidaya pertanian, disertai dengan pelatihan pemanfaatan kemajuan teknologi, termasuk pengembangan penanganan pasca panen, guna memberi nilai tambah terhadap hasil produksi pertanian. Mensinergikan pembangunan pertanian dengan sektor pariwisata melalui program kerjasama kemitraan yang saling menguntungkan.

7. Ketahanan Pangan Meningkatkan peran sektor pertanian dalam perekonomian Bali terutama dalam perkokohan ketahanan pangan dan peningkatan kesejahtraan petani melalui optimalisasi pengelolahan sumber daya alam dan SDM Bali, penguatan kelembagaan, memperbaiki akses petani terhadap permodalan teknologi, pemasaran dan fasilitas penunjang lainnya.

8. Kelautan dan Perikanan Mengembangkan komoditas andalan, unggulan dan rintisan serta meningkatkan produktivitas dan produksi perikanan. Meningkatkanpengelolaan sumberdaya ikan serta ekosistem 133

perairan, pesisir dan daratan. Meningkatkan lapangan kerja, ekspor, komsumsi ikan per kapita dan kesejahteraan masyarakat

9. Pertanahan Mewujudkan tata kelola pertanahan daerah yang tertib dan akuntabel.

10. Pariwisata Mengembangkan pariwisata kerakyatan yang dapat memberikan efek ganda (multiplier effect) bagi sebagian besar masyarakat lokal Bali. Perbaikan infrastuktur penunjang pariwisata, menjaga lingkungan alam secara berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas dan daya saing, serta dengan lebih mengutamakan quality tourism Menggali dan menemukan gagasan baru atau inovasi agar terjadi penemuan kembali aktivitas kehidupan pariwisata, sehingga terhindar dari stagnasi dan penurunan drastis atau decline kegiatan pariwisata. Melakukan demokratisasi usaha pariwisata, dalam rangka lebih memberdayakan masyarakat lokal, seperti: memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal melalui koperasi untuk mengelola usaha perhotelan, atau ikut membeli saham sebagai penyertaan modal dalam pengelolaannya. Mewujudkan kualitas pariwisata budaya terpadu, yang berbasis pada masyarakat, serta peningkatan penghasilan yang dirasakan langsung oleh sebagian besar masyarakat Bali. Mewujudkan suasana dan kondisi yang kondusif bagi perkembangan industri pariwisata Bali, yang didukung oleh bersinerginya berbagai komponen pariwisata. Meningkatkan kuantitas maupun kualitas sarana dan prasarana pemeliharaan obyek baik keaslian maupun kebersihannya, menjaga kelestarian dan keamanannya, memberdayakan dan memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat sekitar obyek wisata sebagai penyangga utamanya. Memberikan perlindungan dan insentif khusus kepada lembaga, perorangan, pelaku pariwisata yang benar-benar mengabdikan dirinya pada pelestarian budaya yang menjadi daya tarik wisatawan. Pengembangan kepariwisataan yang berkualitas berkelanjutan guna memperluas kesempatan kerja meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. dan dan

134

11. Pekerjaaan Umum Mengembangkan prasarana dan sarana air baku dan irigasi yang memadai, untuk meningkatkan pelayanan air minum dan irigasi yang berkeadilan sesuai dengan kebutuhan.

12. Perhubungan Mengembangkan prasarana dan sarana transportasi, informasi dan komunikasi yang memadai, terutama wilayah Bali Utara, Barat dan Timur guna memperluas dan mendistribusikan pusat pertumbuhan ekonomi, agar terjadi keseimbangan antara daerah Bali bagian Selatan, Tengah, Timur dan Utara.

13. Perumahan Mengembangkan sarana dan prasarana perumahan dan permukiman dengan mengefisienkan penggunaan lahan sesuai rencana tata ruang dan tetap mengacu peraturan daerah tentang ketinggian bangunan serta keselarasan dengan daya dukung lingkungan.

14. Pemberdayaan Masyarakat Desa Meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam pembangunan melalui: Mendorong dan membangkitkan potensi yang dimiliki keluarga dan masyarakat serta penguatan kelembagaannya. Membuka berbagai peluang kemajuan ekonomi masyarakat Meningkatkan prasarana dan sarana, pendayagunaan teknologi tepat guna serta pemantapan keterpaduan pembangunan Meningkatkan peran pemerintahan desa dan kelurahan dalam pemberdayaan masyarakat.

15. Ketransmigrasian Meningkatkan kualitas sumber daya manusia transmigrasi asal Bali.

16. Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera Meningkatkan jumlah cakupan peserta KB dan jumlah peserta KB mandiri menuju keluarga sejahtera.

17. Sosial Meningkatkan kualitas kesejahteraan sosial perseorangan, 135

keluarga, kelompok dan komunitas masyarakat, sehingga dapat menjalankan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat. Penggalian dan peningkatan potensi serta sumber kehidupan penyandang masalah kesejahteraan sosial.

BAB V MATRIK INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS


Untuk mewujudkan tujuan dan sasaran misi-misi serta kebijakan yang telah dijelaskan sebelumnya, disusun program-program prioritas pembangunan beserta indikator kinerja yang diharapkan dapat tercapai pada akhir periode RPJMD 2008 2013. Program-program prioritas pembangunan disajikan dalam format matrik yang merinci secara berkesinambungan mulai dari urusan, kebijakan, program, uraian indikator serta target capaian tahunan, sebagaimana tabel matrik di bawah ini:

136

137

Anda mungkin juga menyukai