Anda di halaman 1dari 3

Workshop Peningkatan Kapasitas MHA dan Kearifan Lokal yang Terkait dengan PPLH di 2 Kabupaten di Provinsi Banten (Pandeglang

dan Lebak)
Oleh: Samadi dan Rizal Muganegara (Lembaga Strategis Pembangunan Banten) Diselenggarakan oleh Lembaga Strategis Pembangunan Banten (LSPB) pada 2-4 Oktober 2011 di Hotel Kharisma Labuan, Pandeglang Banten. Workshop diikuti oleh 100 calon kader lingkungan dari 2 kabupaten Lebak dan Pandeglang. Tujuan dilaksanakannya lokakarya ini adalah untuk (1) Meningkatkan kapasitas MHA dan kearifan lokal yang terkait dengan PPLH di 2 kabupaten di Provinsi Banten (Lebak dan Pandeglang), (2) Terbentuknya 100 kader terlatih dalam rangka meningkatkan kapasitas MHA dan kearifan lokal yang terkait dengan PPLH di 2 kabupaten di Provinsi Banten (Lebak dan Pandeglang), serta (3) Menanamkan kembali ideal value sebagai nilai luhur yang senantiasa dijaga dan diamalkan anak bangsa. Provinsi Banten yang berdampingan dengan Ibukota Jakarta sebagai wilayah penyangga memiliki beberapa keunggulan berpotensi besar meningkatkan kapasitas masyarakat hukum adat (MHA) dan kearifan lokal. Namun demikian, di dalam upaya peningkatan kapasitas MHA dan kearifan lokal yang terkait dengan PPLH di Provinsi Banten, terkesan di dalam implementasinya seringkali diabaikan dalam aneka kebijakan, perencanaan dan proses pembangunan. Kecenderungan pengabaian proses pembangunan terhadap MHA dalam banyak hal disadari atau tidak telah melahirkan stratifikasi sosial (social stratification) atau pelapisan sosial baik di dalam komunitas MHA sendiri maupun termarginalkannya MHA dari sistem sosial yang ada di masyarakat luas. MHA seringkali dinilai sebagai masyarakat tradisional yang berpengetahuan tidak lebih baik dari kelompok masyarakat kebanyakan atau bahkan dipandang sebagai entitas masyarakat tidak berdaya yang tidak sanggup bersaing dengan kelompok masyarakat lain dengan level yang sama (tingkat perekonomian, kesehatan, pendidikan, dan lain-lain). Padahal, MHA mencerminkan adanya keanekaragaman bentuk-bentuk individu maupun entitas yang sama-sama memiliki hak untuk hidup yang sama dengan masyarakat lainnya. Bahkan, untuk dapat disejajarkan dengan masyarakat lain di luar MHA, mereka (MHA) sudah berupaya melakukan proses adaptasi sosial. Pola-pola adaptasi sosial MHA terlihat misalnya dengan upaya-upaya mereka dalam kegiatan pertanian berpindah (walaupun saat ini sudah samar-samar), seperti yang masih terjadi pada entitas Suku Baduy di Kabupaten Lebak. Pada entitas Suku Baduy, sudah berupaya menunjukkan polarisasi penggunaan lahan-lahan marginal untuk pengelolaan pertanian terbatas namun tetap melestarikan lingkungan. Namun demikian, upayaupaya tersebut kerap terkotori olreh oknum tidak bertanggung jawab misalnya dengan membuka lahan pertanian pada kawasan hutan larangan, sehingga luasan hutan primer semakin berkurang dan terkupas vegetasi

penutupnya dan di beberapa titik sangat berpotensi mendatangkan bencana alam longsor. Keanekaragaman pola-pola adaptasi MHA terhadap lingkungannya sudah dilakukan, aktivitas ini masih saja tidak mudah dimengerti oleh kelompok masyarakat lainnya yang mempunyai latar belakang sosial dan kebudayaan yang berbeda. Namun demikian, keanekaragaman pola-pola adaptasi MHA terhadap lingkungannya tersebut merupakan faktor yang harus diperhitungkan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Wacana inilah yang menarik dikembangkan guna meningkatkan kapasitas MHA dan kearifan lokal yang terkait dengan PPLH di 2 kabupaten di Provinsi Banten (Lebak dan Pandeglang). Kearifan merupakan seperangkat pengetahuan yang dikembangkan oleh suatu kelompok masyarakat setempat (komunitas) yang terhimpun dari pengalaman panjang menggeluti alam dalam ikatan hubungan yang saling menguntungkan kedua belah pihak (manusia dan lingkungan) secara berkelanjutan dengan ritme yang harmonis. Pada level ini, kearifan lingkungan (ecological wisdom) merupakan pengetahuan yang diperoleh dari abstraksi pengalaman adaptasi aktif terhadap lingkungannya yang khas. Pengetahuan tersebut diwujudkan dalam bentuk ide, aktivitas dan peralatan. Kearifan lingkungan yang diwujudkan kedalam tiga bentuk tersebut dipahami, dikembangkan, dipedomani dan diwariskan secara turun-temurun oleh komunitas pendukungnya. Sikap dan perilaku menyimpang dari kearifan lingkungan, dianggap penyimpangan (deviant), tidak arif, merusak, mencemari, mengganggu dan lain-lain. Kearifan lingkungan dimaksudkan sebagai aktivitas dan proses berpikir, bertindak dan bersikap secara arif dan bijaksana dalam mengamati, mamanfaatkan dan mengolah alam sebagai suatu lingkungan hidup dan kehidupan umat manusia secara timbal balik. Kesuksesan kearifan lingkungan itu biasanya ditandai dengan produktivitas, sustainabilitas dan equtablitas atau keputusan yang bijaksana, benar, tepat, adil, serasi dan harmonis. Masyarakat Indonesia dengan ribuan komunitas mengembangkan kearifan lokal sesuai dengan karakterisktik lingkungan yang khas. Secara suku bangsa terdapat lebih kurang 555 suku bangsa atau sub suku bangsa yang tersebar di wilayah Kepulauan Nusantara. Dalam beradaptasi terhadap lingkungan, kelompok-kelompok masyarakat tersebut mengembangkan kearifan lingkungan sebagai hasil abstraksi pengalaman mengelola lingkungan. Kearifan tradisional dalam pembangunan hukum nasional berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup telah mendapat tempat diperhatikan. Beberapa contoh ketentuan perundang-undangan menegaskan hal tersebut, seperti yang diatur dalam: 1. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), diantaranya diatur dalam Pasal 1 angka 30 dan 31 UUPPLH: Angka (30) Kearifan lokal adalah nilainilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari. Angka (31) Masyarakat hukum adat adalah kelompok masyarakat yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup,

serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum. Dan untuk merealisasikannya, maka perlu dilakukan upaya-upaya peningkatan kapasitas MHA dan kearifan lokal yang terkait dengan PPLH khususnya di 2 kabupaten di Provinsi Banten (Lebak dan Pandeglang). Program ini, bagi Lembaga Strategis Pembangunan Banten, memandang perlu dilakukannya upaya-upaya Peningkatan Kapasitas MHA dan Kearifan Lokal yang Terkait dengan PPLH di 2 Kabupaten di Provinsi Banten, sebagai salah satu komponen penting dalam penguatan kapasitas masyarakat di daerah hulu hingga ke hilir di dalam mencegah terjadinya perusakan alam dan lingkungan yang lebih besar, serta meningkatkan kemampuan MHA di dalam penggalian the local wisdom yang bisa diaktifkan guna mendukung PPLH di Provinsi Banten, sehingga kelak MHA mampu merestorasi kembali kemampuan diri dan kelompoknya dalam mengelola sumberdaya alam dan lingkungan secara bijak tanpa mengabaikan kepentingan dan kebutuhan hidup yang memang harus tetap dipenuhi. Pelenggaraan lokakarya oleh LSPB dengan dukungan penuh dari Kementrian Lingkungan Hidup di dalam Workshop Peningkatan Kapasitas MHA dan Kearifan Lokal yang Terkait dengan PPLH di 2 Kabupaten di Provinsi Banten (Pandeglang dan Lebak) ini akan dilanjutkan dengan kegiatan aksi pelatihan pengolahan sabut kelapa (cocomesh) untuk membantu upaya penanggulangan longsor; demplot Lebak. Aksi ini dimaksudkan untuk membangun inisiatif lokal yang ramah lingkungan dan memberikan nilai tambah dalam kegiatan sistem usaha tani serta upaya penyelamatan sumberdaya alam dan lingkungan dari bencana alam longsor. Aksi kedua yang didampingi LSPB dalam program ini adalah pengolahan getah Nyamplung untuk obat koreng tradisional pada ternak kambing; demplot Pandeglang. Maksud kegiatan ini adalah agar kembali terbangunnya inisiatif lokal obat koreng tradisional pada ternak kambing yang ramah lingkungan dan sebagai impuls peningkatan pendapatan keluarga. Semoga, program sederhana ini bukan dipandang sebatas pilot project dalam membantu melestarikan lingkungan, tetapi lebih kepada upaya peningkatan kapasitas MHA dan kearifan lokal yang terkait dengan PPLH di 2 kabupaten di Provinsi Banten (Lebak dan Pandeglang). Semoga program kecil ini memilik makna bagi kehidupan ke depan. Wallohualam bishwab.

Anda mungkin juga menyukai