Anda di halaman 1dari 4

Jogjakarta oh Jogjakarta, kotaku asri kok penuh Graffiti

Jogjakarta, terknal sebagai kota pelajar penduduknya kaum intelektual, sebagai kota budaya mestinya penduduknya juga sangat berbudaya, tetapi kenapa setiap bidang luang ditempat umum penuh dengan corat-coret grafitti dan reklame yang sangat merusak keindahan.........sungguh sanagat ironis.

Jogjakarta zaman dulu

Kota becak

Kota budaya

Dulu pada akhir tahun 1969 aku pertama kali menginjakkan kaki di kota Jogjakarta. kesan pertama
yang terlintas tentang kota Jogja adalah kota ini sangat sederhana tetapi mempunyai keunikan budaya yang tinggi. Kenapa sangat sederhana, karena bayanganku kota-kota di Jawa pasti megah-megah, gedung tingi-tinggi, jalan lebar-lebar, pertokoan besar-besar, makan di restoran termasuk kota jogja ini. Tetapi kenyataan yang aku lihat kota ini penuh dengan kesederhanaan, gedung, pertokoan, jalan-jalan sangat jauh berbeda dengan kota Surabaya yang telah aku ketahui sebelumnya. Uniknya jalan-jalan dikota Jogja ini penuh dengan sepeda dan andong, makanpun tidak malu diwarung-warung kecil. Terarasa nyaman hidup di kota ini, penduduknya ramah bisa menerima pendatang dari luar daerah dengan budaya yang berbeda,biaya hidup tidak tinggi, situasi belajar sangat kondusif. Membikin orang menjadi nyaman untuk menimba ilmu, budayawan semangat berkumpul di Maloboro untuk berkreasi Sehingga kota ini pantas dijuluki kota pelajar, kota budaya, pusat pendidikan

UGM Pusat Pendidikan

Lingkungan nyaman

Santai jalan pagi

Universitas Gadjah Mada, universitas yang megah tempat penggemblengan calon-calon pemimpin, pencetak manusia-manusia intelek dan berbudaya. Keasrian lingkungan yang terjaga dan tertata rapi sehingga jalan-jalan dipagi hari disekitar kampus membikin rasa nyaman tenang. Tempat berolah raga dan berolah rasa yang tentram dan nyaman. Bisakah ini tetap dipertahankan ??.

Sementara jalan-jalan mulai bising,, macet. Kendaraan umum bis kota yang menggantikan sepeda dan andong sudah pada tua-tua, mengepulkan asap penuh polusi. Banyak copet membikin kota menjadi terasa sumpek tidak nyaman .

Kota kumuh

Coretan graffiti

Merusak pemandangan

Yang paling sangat ironis adalah , penampilan kota yang semerawut, jalan-jalan dipagi hari disuguhi corat-coret garaffiti di dinding-dinding bangunan sepanjang jalan, toko-toko penuh dengan tempelan kertas-kertas reklame tua yang tidak dilepas ditumpangi dengan tempelen reklame baru, tutup menutup tidak beraturan. Sungguh sangat malu menyandang predikat kota pendidikan, kotanya kaum intelek, kota budaya, kotanya orang-orang yang berbudaya luhur. Kenapa Dan ini apa bisa terjadi, yang anomali bisa apa kita pula ini lakukan ???? ????

Reklame yang tidak menarik

Kesan tidak terurus

Kota kumuh

Semuanya ini adalah ulah segelintir anak-anak muda, geng-geng yang salah arah dan pengusahapengusaha yang tidak bertanggung jawab yang hanya memikirkan keuntungan bisnis belaka. Seharusnya pemerintah daerah sudah mengambil tindakan untuk menertibkan keadaan ini. Para anggota DPRD membuat undang-undang atau perda ketertiban umum yang mengatur dan memberi landasan hukum bagi aparat kepolisian untuk mengambil tidakan tegas. Anak-anak muda yang ketahun melakukan corat-coret ditangkap, geng-geng anak sekolahan yang sering tawuran ditangkap diberi pendidikan kedisiplinan diberi hukuman yang mendidik, diasramakan selama satu bulan diberi latihan fisik dan mental serta etika. Bila tertangkap lagi, dipenjara sebagai

kriminal yang tidak bisa didik. Dari reklame yang ditempel tersebut sebenarnya sudah dapat diketahui pengusaha atau perusahan mana yang tidak tertib. Pengusaha ini harus dipanggil, diberi hukuman yang tegas di denda yang tinggi supaya kapok. Kreatifitas anak muda difasilitasi, disediakan tempat menyalurkan kreatifitasnya berupa lukisan dinding disekolah atau lukisan mural di jalan yang dapat menambah keindahan kota bila perlu dijadikan ajang kompetisi memperindah kota. Tempat menempelkan reklame disediakan ditempat-tempat strategis sudah tentu dikenakan pajak. Bagi yang menempel harus ada izin dan melepas sendiri pada periode waktu tertentu, bila tidak dilepas pada waktunya, didenda yang tinggi. Dengan demikian pendapatan daerah akan meningkat, kota menjadi indah-asri cocok untuk menyandang predikat kota budaya...........................oke bukan ???

Anda mungkin juga menyukai