Anda di halaman 1dari 22

SEORANG ANAK LAKI-LAKI 4,5 TAHUN DENGAN KELUHAN KAKU TANGAN DAN KAKI KANAN KELOMPOK II 030.08.132 030.08.

140 030.08.145 030.08.151 030.08.153 030.08.163 030.08.167 030.08.189 030.08.239 030.08.252 030.08.261 030.08.294 030.09.108 JULIA MUTIARANI KUSTIAN PRAMUDITA LYSTIANA MAILIANI SAFITRI HATAPAYO MARIA ASTIKA DEWI MIRIA NOOR SHINTAWATI MUHAMMAD YUSUF ORYZA SATIVA THRESIA VITHIA GHOZALLA YOVITA DEVI KORNELIN NORFARAHIZZATI BT MD AZMAN HARYO GANECA WIDYATAMA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN

Palsi serebralis merupakan kelainan motorik yang banyak diketemukan pada anak-anak. William Little yang pertama kali mempublikasikan kelainan ini pada tahun 1843, menyebutnya dengan istilah cerebral diplegia, sebagai akibat dari prematuritas atau asfiksia neonatorum. Sigmund Freud menyebut kelainan ini dengan istilah Infantil cerebral Paralysis. Sedangkan Sir William Osler adalah yang pertama kali memperkenalkan istilah cerebral palsy. Angka kejadiannya sekitar 1-5 per 1000 anak. Laki-laki lebih banyak daripada wanita. Sering terdapat pada anak pertama, mungkin karena anaka pertama lebih sering mengalami kesulitan pada waktu dilahirkan. Angka kejadiannya lebih tinggi pada bayi BBLR dan anak kembar. Umur ibu sering lebih dari 40 tahun.1

BAB II LAPORAN KASUS

Seorang anak laki-laki 4,5 tahun, dibawa oleh ibunya ke dokter dengan keluhan kaku tangan dan kaki kanannya, belum bisa berjalan dan bicara, buang air besar dan buang air kecil tidak terkontrol. Anak lahir d bidan, umur kehamilan 7 bulan, tidak langsung menangis, berat badan lahir 1200 gram, ibu pasien menolak dirujuk ke rumah sakit. Ketika brusia 3 bulan anak mengalami demam tinggi dan kejang seluruh tubuh, dirawat di rumah sakit beberapa hari, pasien pulang paksa. Semenjak itu anak sering mengalami kejang seluruh tubuh dan tidak sadar walaupun tidak sedang demam. Pada pemeriksaan didapatkan pasien dengan kondisi sadar,mulut terbuka,air liur mengalir,mata strabismus konvergen,spastisitas pada ekstremitas kanan.

BAB III PEMBAHASAN Anamnesis Identitas pasien : Nama Jenis kelamin Umur :A : laki-laki : 4,5 tahun 3

Nama ayah/ibu Umur orang tua Pekerjaan orang tua Pendidikan orang tua : Keluhan utama : kaku tangan dan kaki kanan

: Ny. T ::-

belum bisa berjalan dan bicara buang air besar dan buar air kecil tidak terkontrol usia 3 bulan mengalami demam tinggi dan kejang seluruh tubuh semenjak itu sering mengalami kejang seluruh tubuh dan tidak sadar penyakit demam tinggi di usia 3 bulan tidak terobati sempurna lahir d bidan kehamilan 7 bulan tidak langsung menangis berat badan lahir 1200 gram ibu pasien menolak dirujuk ke rumah sakit.

Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat pengobatan : riwayat kelahiran :

Anamnesis tambahan Riwayat penyakit sekarang : sejak kapan anak terlihat mengalami keluhan tersebut? Apakah semakin lama keluhan semakin memburuk? Apakah anak mengalami kejang? Apakah anak terlihat sulit mendengarkan? apakah ada penyakit lain yang pernah dialami anak? apakah ada riwayat penyakit dalam keluarga? apakah anak sudah mendapat pengobatan sebelumnya? Obat apa? partus lama atau tidak? apakah selama kehamilan mengalami penyakit? (seperti preeklamsi, infeksi 4

Riwayat penyakit dahulu : Riwayat keluarga : Riwayat pengobatan : Riwayat prenatal ibu :

TORCH) kebiasaan ibu selama hamil? (seperti merokok, alcohol, narkoba) Mengalami trauma atau tidak selama pre/intrapartum? Apakah ibu sering terpapar radiasi sinar-x? Sampai usia berapa pemberian ASI pada anak? apakah anak sudah mendapat imunisasi lengkap?

Riwayat neonatus anak:

Masalah yang dialami oleh pasien : belum bisa berjalan pada usia 4,5 tahun tidak sesuai dengan perkembangan anak seusianya, seharusnya sudah bisa melompat dan menari tangan dan kaki kanan kaku hemiplegi spastik inkontinensia alvi dan urin kerusakan medulla spinalis pasien belum bisa bicara gangguan pendengaran atau retardasi mental dapat mempengaruhi keterlambatan bicara anak lahir preterm dan BBLR lahir tidak langsung menangis hypoxia demam kejang usia 3 bulan dan tidak terobati sempurna, kemudian sering alami kejang

Hipotesa Hipotesa Cerebral palsy Dasar masalah -hemiplegi spastik -gangguan bicara -ada riwayat hipoxia Pemeriksaan fisik yang diinginkan -reflex babinsky, Gordon, dan opennheim positive -gangguan motorik -tonus otot melemah -ataxia 5

-gangguan pendengaran -gangguan strabismus Perdarahan subdural -Hemiparesis -gangguan bicara -didahului kejang dan demam -ada riwayat trauma -gangguan pendengaran -muntah (TIK tinggi) -oedem papil -ubun-ubun menonjol penglihatan

Refleks patologis Babinski o Stimulus : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior. o Respons : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan (fanning) jari jari kaki. Chaddock o Stimulus : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral, sekitar malleolus lateralis dari posterior ke anterior. o Respons : seperti babinski Oppenheim o Stimulus : pengurutan crista anterior tibiae dari proksimal ke distal o Respons : seperti Babinski Gordon o Stimulus : penekanan betis secara keras o Respons : seperti Babinski Schaeffer o Stimulus : memencet tendon achilles secara keras o Respons : seperti Babinski Gonda o Stimulus : penekukan ( planta fleksi) maksimal jari kaki keempat 6

o Respons : seperti Babinski Hoffman o Stimulus : goresan pada kuku jari tengah pasien o Respons : ibu jari, telunjuk dan jari jari lainnya berefleksi Tromner o Stimulus : colekan pada ujung jari tengah pasien o Respons : seperti Hoffman Etiologi terhadap masalah kejang demam - Ketidakseimbangan metabolism (hipernatremi, hipokalsemia) mengakibatkan terganggunya aktivitas listrik otak yang menimbulkan kejang - Infeksi SSP (meningitis, ensefalitis)

Dari pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa : Pasien dengan kondisi sadar tidak ada gangguan di pusat kesadaran ( medulla oblongata). Mulut terbuka dan air liur yang mengalir tidak bisa mengontrol otot-otot bibir dan lidah karena ada gerakan yang tidak terkendali. Mata strabismus konvergen kerusakan pada m. rectus lateral (n. abducens) Spastisitas pada ekstremitas kanan disebut juga hemiplegi

spastisitas,spastisitas terdapat krusakan di tractus cortical spinalis. Diagnosis Kerja Cerebral Palsy Pemeriksaan tambahan - EEG, untuk mengetahui aktivitas listrik otak karena terdapat riwayat kejang - MRI/CT-Scan, untuk melihat ada tidaknya lesi intracranial, membantu menemukan etiologi - Tes IQ, untuk mengetahui adanya retardasi mental 7

- Pemeriksaan oftalmologi, untuk melihat kelainan pada mata - EMG, untuk melihat kekuatan tonus otot - Pemeriksaan TORCH

Tata Laksana

1. Aspek medis umum Perhatikan asupan gizi pada anak, karena sering terjadi kelainan pada gigi, kesulitan menelan, sukar untuk menyatakan keinginan untuk makanan. Dan hal-hal lain yang perlu dilaksanakan seperti imunisasi,perawatan kesehatan (pencegahan dekubitus). 2. Terapi dengan obat-obatan Diberikan benzodiazepim untuk mengurangi spastisitasnya. 3. Fisioterapi 4. Terapi Okupasi Terutama untuk melakukan aktifitas sehari-hari, evaluasi penggunaan alat-alat bantu, latihan ketrampilan tangan dan aktivitas bimanual yang bertujuan untuk untuk menghasilkan pola dominan pada salah satu hemisfer otak. 5. Terapi Wicara Angka kejadian gangguan bicara pada penderita ini diperkirakan berkisar antara 30%-70%. 6. Edukasi pada keluarga. 2,3

Prognosis 8

Prognosis Ad vitam Ad fungsionam Ad sanasionam

Pasien Dubia ad bonam Dubia ad malam Dubia ad malam

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA

CEREBRAL PALSY A. DEFINISI Serebral palsi ialah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak progresif, terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan) serta merintangi perkembangan otak normal dengan gambaran klinik dapat berubah selama hidup dan menunjukan kelainan dalam sikap dan pergerakan, disertai kelainan neurologist berupa kelumpuhan spastis, gangguan ganglia basal dan serebelum juga kelainan mental. B. ETIOLOGI 1. Pranatal Infeksi terjadi dalam masa kandungan, menyebabkan kelainan pada janin, misalnya oleh lues, toksoplasmosis, rubella dan penyakit infeksi sitomegalik. Kelainan yang menyolok biasanya gangguan pergerakan dan reterdasi mental. Anoksia dalam kandumgan, terkena radiasi sinar X dan keracunan kehamilan dapat menimbulkan serebral palsi.3 2. Perinatal a) Anoksia/hipoksia 9

Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah cidera otak. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal demikian terdapat pada keadaan presentasi bayi abnoemal, disproporsi sefalopelvik, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan alat tertentu dan lahir dengan seksio sesar. b) Perdarahan otak Perdarahan dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar

membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak, mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah sehingga terjadi anoksia. Perdarahan dapat terjadi di ruang subaraknoid dan menyebabkan penyumbatan CSS sehingga mangakibatkan hidrosefalus. Perdarahan di ruangsubdural dapat menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan spastis. c) Prematuritas Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita pendarahan otak lebih banyak dibandingkan dengan bayi cukup bulan, karena pembuluh darah, enzim, factor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna. d) Ikterus Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang kekal akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada kelainan inkompatibilitas golongan darah. e) Meningitis purulenta Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa palsi serebral. 3. Pascanatal Setiap kerusakan pada jaringan otak yang menggangu perkembangan dapat menyebabkan serebra palsi misalnya trauma kapitis, meningitis dan luka paruh pada otak pasca operasi. C. PATOFISIOLOGI Adanya malformasi hambatan pada vaskuler , atrofi, hilangnya neuron dan 10

degenarasi laminar akan menimbulkan narrowergyiri, suluran sulci dan berat otak rendah. Serebral palsi digambarkan sebagai kekacauan pergerakan dan postur tubuh yang disebabkan oleh cacat nonprogressive atau luka otak pada saat anak-anak. Suatu presentasi serebral palsi dapat diakibatkan oleh suatu dasar kelainan (structural otak : awal sebelum dilahirkan , perinatal, atau luka-luka /kerugian setelah kelahiran dalam kaitan dengan ketidak cukupanvaskuler ,toksin atau infeksi).

D. FAKTOR RESIKO a. Prematuritas b. Ikterus pada masa neonatus c. Meningitis purulenta pada masa bayi E. MENIFESTASI KLINIK a. Spastisitas Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan reflek Babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang meskipun penderita dalam keadaan tidur. Peninggian tonus ini tidak sama derajatnya pada suatu gabungan otot, karena itu tampak sifat yang khas dengan kecenderungan terjadi kontraktur, misalnya lengan dalam aduksi, fleksi pada sendi siku dan pergelangan tangan dalam pronasi serta jari-jari dalam fleksi sehingga posisi ibu jari melintang di telapak tangan. Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi pada sendi paha dan lutut, kaki dalam flesi plantar dan telapak kaki berputar ke dalam. Tonic neck reflex dan refleks neonatal menghilang pada waktunya. Kerusakan biasanya terletak di traktus kortikospinalis. Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung kepada letak dan besarnya kerusakan yaitu monoplegia/ monoparesis. Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya; hemiplegia/ hemiparesis adalah kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama; diplegia/ diparesis adalah kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi tungkai lebih hebat daripada lengan;tetraplegia/ tetraparesis adalah kelimpuhan keempat anggota gerak, lengan lebih 11

atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai. b. Tonus otot yang berubah Bayi pada golongan ini, pada usia bulan pertama tampak fleksid (lemas) dan berbaring seperti kodok terlentang sehingga tampak seperti kelainan pada lower motor neuron. Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi perubahan tonus otot dari rendah hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring tampak fleksid dan sikapnya seperti kodok terlentang, tetapi bila dirangsang atau mulai diperiksa otot tonusnya berubah menjadi spastis, Refleks otot yang normal dan refleks babinski negatif, tetapi yang khas ialah refelek neonatal dan tonic neck reflex menetap. Kerusakan biasanya terletak di batang otak dan disebabkan oleh afiksia perinatal atau ikterus. c. Koreo-atetosis Kelainan yang khas yaitu sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan pertama tampak flaksid, tetapa sesudah itu barulah muncul kelainan tersebut. Refleks neonatal menetap dan tampak adanya perubahan tonus otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia, kerusakan terletak diganglia basal disebabkan oleh asfiksia berat atau ikterus kern pada masa neonatus. d. Ataksia Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flaksid dan menunjukan perkembangan motorik yang lambat. Kehilangan keseimbangan tamapak bila mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semua pergerakan canggung dan kaku. Kerusakan terletak diserebelum. e. Gangguan pendengaran Terdapat 5-10% anak dengan serebral palsi. Gangguan berupa kelainan neurogen terutama persepsi nadi tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata. Terdapat pada golongan koreo-atetosis. f. Gangguan bicara Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retradasi mental. Gerakan yang terjadi dengan sendirinya dibibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot 12

tersebut sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak berliur. g. Gangguan mata Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi.pada keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak.

E. KLASIFIKASI Berdasarkan gejala klinis maka pembagian serebral palsi adalah sebai berikut: 1. Tipe spastis atau piramidal Pada tipe ini gejala yang hampir selalu ada adalah: Hipertoni (fenomena pisau lipat) Hiperfleksi yang disertai klonus Kecenderungan timbul kontraktur Refleks patologis

2. Tipe ekstrapiramidal Akan berpengaruh pada bentuk tubuh, gerakan involunter, seperti atetosis, distonia, ataksia. Tipe ini sering disertai gangguan emosional dan retradasi mental. Disamping itu juga dijumpai gejala hipertoni, hiperfleksi ringan, jarang sampai timbul klonus. Pada tipe ini kontraktun jarang ditemukan apabila mengenai saraf otak bisa terlihat wajah yang asimetnis dan disantni 3. Tipe campuran Gejala-gejala merupakan campuran kedua gejala di atas, misalnya hiperrefleksi dan hipertoni disertai gerakan khorea. F. PENATALAKSANAAN a. Medik 13

Pengobatan kausal tidak ada, hanya simtomatik. Pada keadaan ini perlu kerja sama yang baik dan merupakan suatu tim dokter anak, neurolog, psikiater, dokter mata, dokter THT, ahli ortopedi, psikolog, fisioterapi, occupatiional therapist, pekerja sosial, guru sekolah luar biasa dan orangtua pasien. b. Fisioterapi Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut membantu program latihan dirumah. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatika posisis pasien pada waktu istirahat atau tidur. Bagi pasien yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal dipusat latihan. Fisioterapi ini dilakukan sepanjang pasien hidup. c. Tindakan bedah Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk dilakukan pembedahan otot, tendon atau tulang untuk reposisi kelainan tersebut. Pembedahan stereotatik dianjurkan pada pasien dengan pergerakan koreotetosis yang berlebihan. d. Obat-obatan Pasien sebral palsi (CP) yang dengan gejala motorik ringan adalah baik, makin banyak gejala penyertanya dan makin berat gejala motoriknya makin buruk prognosisnya. Bila di negara maju ada tersedia institute cerebral palsy untuk merawat atau untuk menempung pasien ini. e. Tindakan keperawatan Mengobservasi dengan cermat bayi-nayi baru lahir yang beresiko ( baca status bayi secara cermat mengenai riwayat kehamilan/kelahirannya . jika dijumpai adanya kejang atau sikap bayi yang tidak biasa pada neonatus segera memberitahukan dokter agar dapat dilakukan penanganan semestinya. Jika telah diketahui bayi lahir dengan resiko terjadi gangguan pada otak walaupun selama di ruang perawatan tidak terjadi kelainan agar dipesankan kepad orangtua/ibunya jika melihat sikap bayi tidak normal supaya segera dibawa konsultasi ke dokter. G. DIAGNOSA PENUNJANG 14

1. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis sebral palsi di tegakkan. 2. Fungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan

penyebabnya suatu proses degeneratif. Pada serebral palsi. CSS normal. 3. Pemeriksaan EKG dilakukan pada pasien kejang atau pada golongan hemiparesis baik yang disertai kejang maupun yang tidak. 4. Foto rontgen kepala. 5. Penilaian psikologis perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang dibutuhkan. 6. Pemeriksaan metobolik untuk menyingkirkan penyebablain dari reterdasi mental. H. KOMPLIKASI 1. Ataksi 2. Katarak 3. Hidrosepalus5

KEJANG DEMAM (Febrile Convulsion) BATASAN Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karenakenaikan suhu tubuh (suhu rectal diatas 38 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. ETIOLOGI 1.disebabkan oleh suhu yang tinggi 2.timbul pada permulaan penyakit infeksi (extra Cranial), yang disebabkan oleh banyak macam agent: a.Bakterial: Penyakit pada Tractus Respiratorius: 15

Sepsis.

Pharingitis Tonsilitis Otitis Media Laryngitis Bronchitis Pneumonia Dysenteri Baciller

Pada G. I. Tract:

Pada tractus Urogenitalis: Pyelitis Cystitis Pyelonephritis

b. Virus: Terutama yang disertai exanthema: Varicella Morbili Dengue Exanthemasubitung

PATOFISIOLOGI Belum jelas, kemungkinan dipengaruhi faktor keturunan atau genetik Penyakit Infeksi (extra cranial) Kenaikan Suhu Disfungsi Neorologis Pada Jaringan Serebral Episode Paroksisimal Berulang cidera otak (Kejang) menurun 16 Suplai O2 Potensial

Resiko Cidera

GEJALA KLINIS Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu: 1.Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai berikut : Kejang berlangsung singkat, < 15 menit Kejang umum tonik dan atau klonik Umumnya berhenti sendiri Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam

2.Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan cirri-ciri gejala klinis sebagai berikut : Kejang lama > 15 menit Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS Anamnesis: Biasanya didapatkan riwayat kejang demam pada anggota keluarga yang lainnya (ayah, ibu, atau saudara kandung). Pemeriksaan Neurologis : tidak didapatkan kelainan. Pemeriksaan Laboratorium : pemeriksaan rutin tidak dianjurkan, kecuali untuk mengevaluasi sumber infeksi atau mencari penyebab (darah tepi, elektrolit, dan gula darah). Pemeriksaan Radiologi : X-ray kepala, CT scan kepala atau MRI tidak rutin dan hanya 17

dikerjakan atas indikasi. Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) : tindakan pungsi lumbal untuk pemeriksaan CSS dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak jelas, maka tindakan pungsi lumbal dikerjakan dengan ketentuan sebagai berikut : 1.Bayi < 12 bulan : diharuskan. 2.Bayi antara 12 18 bulan : dianjurkan. 3.Bayi > 18 bulan : tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda meningitis. Pemeriksaan Elektro Ensefalografi (EEG) : tidak direkomendasikan, kecuali pada kejang demam yang tidak khas (misalnya kejang demam komplikata pada anak usia > 6 tahun atau kejang demam fokal. DIAGNOSIS BANDING Meningitis Ensefalitis Abses otak

PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan kejang demam meliputi : Penanganan pada saat kejang

Menghentikan kejang :Diazepam dosis awal 0,3 0,5 mg/KgBB/dosis IV (perlahan-lahan) atau 0,4 0,6 mg/KgBB/dosis REKTAL SUPPOSITORIA. Bila kejang masih belum teratasi dapat diulang dengan dosis yang sama 20 menit kemudian.

Turunkan demam : Anti Piretika :Parace tam ol 10 mg/KgBB/dosis PO atauIbuprofen 5 10 mg/KgBB/dosis PO, keduanya diberikan 3 4 kali per hari. Kompres : suhu > 39 C dengan air hangat, suhu > 38 C dengan air biasa.

Pengobatan penyebab : antibiotika diberikan sesuai indikasi dengan penyakit dasarnya. Penanganan suportif lainnya meliputi : bebaskan jalan nafas, pemberian 18

oksigen, menjaga keseimbangan air dan elektrolit, pertahankan keseimbangan tekanan darah. Pencegahan Kejang Pencegahan berkala ( intermiten ) untuk kejang demam sederhana dengan Diazepam 0,3 mg/KgBB/dosis PO dan anti piretika pada saat anak menderita penyakit yang disertai demam.

Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata dengan Asam Valproat 15 40 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 2 3 dosis.

KEPERAWATAN 1. Resiko terjadi kerusakan sel otak akibat kejang Tindakan pada saat kejang : Baringkan ditempat yang rata, miringkan kepala Singkirkan benda-benda yang berbahaya di sekitar pasien Lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan Isap lendir sampai bersih Berikan oksigen Bila suhu tinggi berikan kompres secara intensif Setelah pasien sadar penuh berikan minum hangat Jika kejang masih berlangsung dengan tindakan ini segera hubungi dokter

2.Suhu tubuh meningkat diatas normal berhubungan dengan infeksi Tindakan yang dilakukan : Berikan minum yang banyak Berikan suasana yang nyaman Observasi tanda-tanda vital Berikan selimut yang tipis dan pakaian yang menyerap keringat

3.Resiko terjadi bahaya / injury Tindakan yang dilakukan : Tempatkan pasien kejang pada tempat yang datar dan aman Hindarkan benda-benda yang berbahaya di sekitar pasien Monitor ketat keadaan umum pasien setelah pemberian konvulsan 19

4.Kurangnya pengetahuan orang tua,mengenai penyakit Menjelaskan pada orang tua tentang : Menyediakan obat antipiretika dan anti konvulsan sesuai petunjuk dokter Anak segera diberikan obat antipiretik bila demam Penanganan kejang sederhana di rumah : dibaringkan di tempat yang rata dan aman, melonggarkan baju, memberikan kompres dingin, member minum setelah pasien sadar penuh. Bila kejang berlangsung lama segera bawa ke rumah sakit Bila diberikan diazepam rectal, ajarkan pemakaian. Jika anak mendapat imunisasi beritahukan orang tua agar menjelaskan pada petugas kesehatan jika anaknya penderita kejang demam dan diberikan imunisasi yang tidak mengakibatkan demam. PROGNOSA Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosa baik dan tidak menyebabkan kematian.Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi :

Kejang demam berulang Epilepsi. Kelainan motorik. Gangguan mental dan belajar. 6,7

20

BAB V KESIMPULAN

Angka kejadian Cerebral Palsy sekitar 1-5 per 1000 anak. Laki-laki lebih banyak daripada wanita. Sering terdapat pada anak pertama, mungkin karena anak pertama lebih sering mengalami kesulitan pada waktu dilahirkan. Angka kejadiannya lebih tinggi pada bayi BBLR dan anak kembar. Umur ibu sering lebih dari 40 tahun. Usia anak 4,5 tahun seharusnya sudah bisa melompat dan menari, jadi kemungkinan anak ini mengalami failure to thrive atau gagal berkembang. Kekakuan ekstremitas menggambarkan adanya hemiplegic spastic. Anak lahir preterm dan juga BBL, kemudian sering mengalami kejang memperkuat diagnosis kearah Cerebral Palsy.

21

BAB VI DAFTAR PUSTAKA 1. Bhushan V, Paneth N, et al. Impact of impaired survival of Very Low Birth Weight Infants on Recent Secular Trends in the Prevelance of Cerebral Palsy, Pediatrics 91: 1094-1100. 2. Illingsworth Sr. The Diagnosis of Cerebral Palsy, in The Development of The Infant and Young Children, Ninth Ed, Churcill Livingstone, p. 314-337. 3. Matondang C S, wahidiyat I, Sastroasmoro S. Diagnosis Fisik Pada Anak. Jakarta: CV Sagung Seto. 2003. 4. Lamb B, Lang R. Aetiology of Cerebral Palsy, Br J Obstet Gynaecon 99: 176178, 1992. 5. Avalaible 6. Scribd. September 2011.
7. Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. Nelson Textbook of Pediatrics, 18th Ed.

at:

http://brantas1984.wordpress.com/2008/11/22/askep-serebralKejang Demam. Available at:

palsy/. Accessed on 2 October 2011 http://www.scribd.com/doc/6506569/KEJANG-DEMAM. Accessed on 30th

Saunders Elsevier. Philadelphia.2007,p.2494-5.

22

Anda mungkin juga menyukai