Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN PEMICU 2

I.

Pemicu Pemicu 2: Faktor Resiko Kardiovaskuler tn Sukimin 55 tahun, seorang guru olah raga yang akan pension melakukan pemeriksaan kesehatan karena merasa tidak nyaman di dada bila melakukan pemanasan sebelum oleh raga sejak 2 minggu yang ini. Ayahnya meninggal mendadak pada umur 55 tahun. Guru ini perokok berat sejak remaja sampai sekarang. Pemeriksaan jasmani tinggi badan 155 cm, berat badan 68 Kg, tekanan darah 160/95 mmHg dan lainnya dalam batas normal. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan: kolesterol total 255 mg/dL, LDL kolesterol 170 mg/dL, HDL kolesterol 30 mg/dL, trigliserida 234 mg/dL, gula darah puasa 105 mg/dL, lain lainnya dalam batas normal. Foto paru dan EKG dalam batas normal.

II. Klarifikasi dan Definisi 1. EKG: catatan grafik aktivitas listrik yang mencapai permukaan tubuh akibat depolrisasi dan repolarisasi jantung. (Sherwood, 2001) 2. LDL: lipoprotein berdensitas rendah (low-density lipoprotein), proteinnya lebih sedikit dan kolesterolnya lebih banyak. (Sherwood, 2001) 3. LDH: lipoprotein berdesitas tinggi (High-density lipoprotein), proteinnya paling banyak dan kolesterolnya paling sedikit. (Sherwood, 2001) 4. Trigliserida: senyawa yang terdiri dari 3 molekul asam lemak teresterifikasi menjadi gliserol. (Dorland)

III. Key Word 1. Laki-laki, 55 tahun, guru olah raga 2. Tidak nyaman di dada bila melakukan pemanasan sejak 2 minggu 3. Ayah meninggal mendadak pada usia 55 tahun 4. Perokok berat sejak remaja hingga sekarang

5. Pemeriksaan jasmani: tinggi badan 155 cm, berat badan 68 kg, tekanan darah 160/95 mmHg, yang lain dalam batas normal 6. Pemeriksaan laboratorium: kolesterol total 255 mg/dL, LDL kolesterol 175 mg/dL, HDL kolesterol 30 mg/dL, trigliserida 234 mg/dL, gula darah puasa 105 mg/dL 7. Foto paru dan EKG normal

IV. Rumusan Masalah Tn. Sukimin guru olah raga, 55 tahun merasa tidak nyaman di dada bila melakukan pemanasan sejak 2 minggu ini, ayahnya meninggal mendadak usia 55 tahun, perokok berat, hasil pemeriksaan menunjukkan hipertensi, overweight dan dislipidemia.

V.

Analisis Masalah
55 tahun Guru olah raga Peningkatan seiring dengan peningkatan kadar kolesterol

Keluhan utama Merasa tidak nyaman saat pemanasan

Faktor lainnya

usia

Anamnesis tambahan Ayah meninggal mendadak umur 55 thn Penyakit jantung Pengaruh genetik Perokok berat sejak remaja katekolamin takikardi Trauma lokal pembuluh darah O2 CO2 Karboksi Hb iskemi Resiko infark jantung

Pemeriksaan fisik overweight Kolesterol Total , LDL hipertensi

Pemeriksaan Lab dislipidemia

Trauma pembuluh darah Peningkatan kerja ventrikel kiri

Penumpukan kolesterol di pembuluh darah

ateriosklerosis

VI. Hipotesis Tn S. mengalami penyakit jantung koroner yang mengakibatkan terjadinya infark miokard

VII. Learning Issue 7.1 Faktor Resiko Penyakit Kardiovaskuler A. Faktor Resiko Penyakit Kardiovaskular Umum Penyakit kardiovaskular (PKV) merupakan penyakit yang paling sering dan merupakan pembunuh utama di negara-negara industri. Di Indonesia, prevalensi PKV menunjukkan peningkatan. Survei Kesehatan Rumah Tangga Nasional (SKRT) tahun 1972 menunjukkan PKV masih merupakan penyebab kematian urutan ke-11 sedangkan pada SKRT berikutnya tahun 1986 menempati urutan ke-3 dan pada SKRT tahun 1992 PKV telah menjadi penyebab kematian pertama untuk usia di atas 40 tahun. Berikut faktor resiko PKV di Indonesia : a. Usia Pertambahan usia meningkatkan resiko PKV secara

nyatapada pria maupun wanita. Hal ini mungkin merupakan pencerminan lamanya terpajan faktor resiko digabung dengan kecenderungan bertambah beratnya derajat tiap-tiap faktor resiko dengan pertambahan usia. b. Jenis Kelamin Wanita mernpunyai resiko PKV yang lebih rendah dari pada pria pada semua golongan usia. PKV jarang terjadi pada wanita premenopause, kecuali apabila terdapat faktor resiko yang multiple (berganda). Dampak faktor resiko pada wanita lebih kecil kecuali pada wanita dengan DM dan obesitas sentral. Pada wanita pasca menopause, resiko PKV mendekati resiko pada pria sehingga penting sekali untuk mengendalikan faktor resiko pada wanita menopause.

c. Riwayat Keluarga Perlu diketahui jumlah keluarga yang terkena dan usia saat terkena PKV serta dekatnya hubungan keluarga yang terkena dengan pasien. Adanya keluarga yang terkena PKV

meningkatkan resiko PKV pada anggota keluarga yang lain. d. Riwayat PKV Sebelumnya Pasien yang pernah rnengalami infark miokard, angina, PKV asimtomatik, bedah pintas koroner, PTCA dan kejadian vaskular lain mernpunyai resiko paling tinggi untuk serangan berikutnya, berarti bahwa pada golongan ini upaya pencegahan PKV harus benar-benar dilaksanakan, termasuk pengendalian dislipidemia. e. Lipid dan Lipoprotein Kadar kolesterol plasma atau serum yang tinggi yang disebabkan peningkatan kolesterol LDL merupakan faktor PKV utama. Dalam menilai peningkatan kadar lipid plasma perlu juga diperhatikan kadar kolesterol-HDL. Hiperlipidemia perlu lebih diperhatikan apabila: Kol-HDL < 35 mg/dl pada pria atau kol-HDL < 47 mg/dl pada wanita. Rasio kol-LDL: kol-HDL > 5. Terdapat peningkatan trigliserida yang disertai kadar kolHDL rendah. f. Diabetes PKV serta aterosklerosis perifer merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang utama pada pasien diabetes. Peningkatan resiko pada diabetes, yang antara lain disebabkan karena kelainan lipid (hipertrigliseridemia, kol-HDL rendah serta kadang-kadang hiperkolesterolemia), lebih berat pada pasien NIDDM dan intoleransi glukosa daripada pasien IDDM yang diobati. Kelainan lipid tersebut mengalami perbaikan dengan pengendalian glukosa darah terutama apabila berat

badan dinormalisasi, namun kadang-kadang kelainan lipid menetap. g. Hipertensi Hipertensi merupakan faktor resiko untuk PKV. Di samping itu, hipertensi cenderung terjadi bersamaan dengan faktor resiko lain seperti dislipidemia, faktor resiko trombogenik serta

obesitas. Sasaran penurunan tekanan darah adalah tekanan sistolik menjadi 140 mmHg atau kurang, tekanan diastolik menjadi 85-90 mmHg atau kurang. Namun pada golongan usia di atas 75 tahun sasaran tersebut perlu disesuaikan. Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension) merupakan faktor resiko kardiovaskular terutama pada usia lanjut dan pengobatannya dapat mengurangi resiko PKV. h. Kebiasaan Merokok Kebiasaan merokok merupakan faktor resiko yang paling banyak diternukan pada masyarakat di Indonesia. Penghentian merokok mengurangi kejadian PKV pertama maupun kambuhan serta sangat cost effective. i. Obesitas Harapan hidup paling tinggi terdapat pada BMI antara 20 25. Penurunan berat badan diperlukan dalam pengendalian hipertensi, dislipidemia dan NIDDM serta berperan baik terhadap resiko PKV. Obesitas juga mempengaruhi faktor resiko lain sehingga penurunan berat badan sangat penting untuk mengurangi faktor resiko lainnya. Pada obesitas yang perlu diperhatikan adalah distribusi lemak (obesitas sentral ) serta beratnya obesitas. j. Faktor Resiko Trombogenik Kadar serum fibrinogen serta Lp(a) yang tinggi merupakan faktor resiko. Narnun saat ini perlunya pengukuran kedua faktor resiko tersebut untuk praktek klinis masih diperdebatkan.

Pemberian obat anti platelet mengurangi kejadian infark miokard, angina tidak stabil, kematian kardiak serta trombosis pada graft pasca CABG. B. Faktor Resiko Penyakit Kardiovaskular Khusus a. Merokok Merokok menjadi faktor utama penyebab penyakit pembuluh darah jantung tersebut. Bukan hanya menyebabkan penyakit jantung koroner, merokok juga berakibat buruk bagi pembuluh darah otak dan perifer. Umumnya fokus penelitian ditujukan pada peranan nikotin dan CO. Kedua bahan ini, selain meningkatkan kebutuhan oksigen, juga mengganggu suplai oksigen ke otot jantung (miokard) sehingga merugikan kerja miokard. Nikotin mengganggu sistem saraf simpatis dengan akibat meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Selain menyebabkan ketagihan merokok, nikotin juga merangsang pelepasan adrenalin, meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah, kebutuhan oksigen jantung, serta menyebabkan gangguan irama jantung. Nikotin juga mengganggu kerja saraf, otak, dan banyak bagian tubuh lainnya. Nikotin mengaktifkan trombosit dengan akibat timbulnya adhesi trombosit (penggumpalan) ke dinding pembuluh darah. Karbon monoksida menimbulkan desaturasi hemoglobin, menurunkan langsung persediaan oksigen untuk jaringan seluruh tubuh termasuk miokard. CO menggantikan tempat oksigen di hemoglobin, mengganggu pelepasan oksigen, dan mempercepat aterosklerosis (pengapuran/penebalan dinding pembuluh darah). Dengan demikian, CO menurunkan kapasitas latihan fisik, meningkatkan viskositas darah, sehingga

mempermudah penggumpalan darah.

Nikotin, CO, dan bahan-bahan lain dalam asap rokok terbukti merusak endotel (dinding dalam pembuluh darah), dan mempermudah timbulnya penggumpalan darah. Di samping itu, asap rokok mempengaruhi profil lemak. Dibandingkan dengan bukan perokok, kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida darah perokok lebih tinggi, sedangkan kolesterol HDL lebih rendah. 7.2. Efek Olahraga pada Jantung Olahraga teratur memacu sistem kardiovaskular untuk lebih efisien memompa darah dan mengirimkan oksigen pada otot yang bekerja. Pelepasan adrenalin dan asam laktat ke dalam darah menyebabkan peningkatan denyut jantung (heart rate; HR). VO2 sama dengan CO dikali oxygen uptake yang dibutuhkan untuk menyuplai oksigen ke otot. Olahraga meningkatkan beberapa komponen berbeda pada sistem kardiovaskular, seperti stroke volume (SV), CO, tekanan darah sistolik (systolic blood pressure; systolic BP), dan tekanan darah arteri ratarata. Persentase CO yang ada dialihkan lebih besar kepada otot yang bekerja. Saat istirahat, otot menerima kira-kira 20% dari seluruh aliran darah, tapi pada saat olahraga, aliran darah ke otot meningkat hingga 80-85%. Untuk mencukupi kebutuhan otot rangka selama berolahraga, ada dua ketentuan yang harus dipenuhi aliran darah. Pertama, CO dari jantung harus meningkat. Kedua, aliran darah dari organ dan jaringan yang tidak bekerja harus dialihkan ke otot rangka yang sedang aktif. Umumnya, lebih lama durasi olahraga, semakin besar peran sistem kardiovaskular dalam metabolisme dan kerja selama olahraga. Sebagai contohnya ada sprint 100 meter (sedikit atau tidak ada keterlibatan kardiovaskular) versus marathon (keterlibatan sistem kardiovaskular maksimum). A. Perubahan Tekanan selama Siklus Jantung

Sebagian besar kerja jantung selesai saat tekanan ventrikel muncul. Semakin besar tekanan ventrikel, semakin besar beban kerja jantung. Peningkatan BP secara dramatis meningkatkan beban kerja jantung, dan ini mengapa hipertensi sangat berbahaya untuk jantung, BP arterial adalah tekanan yang mendesak dinding sistem vaskular. BP ditentukan oleh CO dan resistensi perifer. Tekanan arteri dapat diperkirakan dengan sfigmomanometer dan stetoskop. Jarak normal pada pria adalah 120/80 mmHg, dan perempuan 110/70 mmHg. Selisih antara tekanan sistolik dan diastolic disebut tekanan pulsasi. Tekanan rata-rata selama siklus jantung disebut mean arterial pressure (MAP). MAP menentukan rata-rata dari aliran darah melalui sirkulasi sistemik. Pada saat santai, normalnya MAP sekitar 93 mmHg, sedangkan pada olahraga, MAP dapat meningkat hingga 120 mmHg. B. Kontrol Terkoordinasi dari Jantung Jantung memiliki kemampuan untuk menghasilkan aktivitas listriknya sendiri, yang dikenal sebagai ritme intrinsic. Pada jantung normal, kontraksi diinisiasi dalam nodus sinoatrial (SA), yang sering disebut pacemaker jantung. Jika nodus SA tidak dapat bekerja, dapat digantikan dengan jaringan jantung lain untuk mengatur HR. C. Kontrol terhadap CO (HR) Sistem saraf parasimpatis dan simpatis mempengaruhi HR seseorang. Parasimpatis menurunkan HR, sedangkan simpatis meningkatkan HR. Saat istirahat, stimulasi saraf simpatis dan parasimpatis seimbang. Saat olahraga, stimulasi parasimpatis menurun dan stimulasi simpatis meningkat. Beberapa faktor dapat

mempengaruhi input sistem saraf simpatis.

Baroreseptor adalah kumpulan neuron yang berlokasi di arteri karotis, lengkung aorta, dan atrium kanan. Neuron-neuron ini mengindera perubahan tekanan pada sistem vaskular. Peningkatan BP membuat peningkatan sistem parasimpatis kecuali pada olahraga, saat aktivitas simpatis melebihi aktivitas parasimpatis. Kemoreseptor adalah kumpulan neuron yang berlokasi di lengkung aorta dan arteri karotis. Neuron-neuron ini mengindera perubahan pada konsentrasi oksigen. Saat konsentrasi oksigen pada darah berkurang, aktivitas parasimpatis menurun dan aktivitas simpatis meningkat. Reseptor temperatur adalah neuron yang berlokasi di seluruh tubuh. Neuron-neuron ini sensitif terhadap perubahan temperatur tubuh. Seiring dengan peningkatan suhu, aktivitas simpatis meningkat untuk mendinginkan tubuh dan untuk menurunkan suhu pusat internal. D. Kontrol terhadap CO (SV) SV dikontrol oleh end-diastolic volume (EDV), tekanan darah rata-rata aorta, dan kekuatan kontraksi ventrikel.

EDV: sering disebut juga sebagai preload. Jika EDV meningkat, SV meningkat. Dengan peningkatan EDV, peregangan kecil pada jaringan otot jantung terjadi, yang meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung.

Tekanan darah aorta rata-rata: sering disebut juga sebagai afterload. Afterload mewakili tahanan pada darah yang diejeksi dari jantung. SV berbanding terbalik dengan afterload. Selama olahraga, afterload berkurang, yang menyebabkan peningkatan SV.

Kekuatan kontraksi ventrikel: Epinefrin dan norepinefrin dapat meningkatkan kontraktilitas jantung dengan meningkatkan konsentrasi kalsium didalam serat otot jantung. Epinefrin dan norepinefrin menyebabkan peningkatan pemasukan kalsium

melewati kanal kalsium pada membrane serat otot jantung. Hal ini menyebabkan peningkatan interaksi aktin-miosin jantung dan peningkatan kontraktilitas. E. Kontrol terhadap CO (Aliran Balik Vena) Venokonstriksi terjadi sebagai respon terhadap stimulasi sistem saraf simpatis. Stimulasi simpatis mengonstriksikan vena yang mengaliri otot rangka. Hal ini meningkatkan aliran darah kembali ke jantung. Pompa otot adalah kontraksi dan relaksasi ritmik dari otot rangka yang menekan vena dan kemudian mengaliri otot rangka. Ini menyebabkan peningkatan aliran darah kembali ke jantung. Pompa otot sangat penting selama istirahat maupun olahraga. Selama olahraga, pompa respirasi membantu pengembalian darah vena. Tekanan di dada menurun dan tekanan abdominal meningkat dengan inhalasi, kemudian memfasilitasi darah kembali ke jantung. Karena peningkatan frekuensi pernafasan dan pernafasan yang dalam selama olahraga, hal ini efektif untuk meningkatkan pengembalian darah vena. F. Perubahan Distribusi Darah ke Otot Selama Olahraga

BP meningkat seiring dengan peningkatan intensitas, dari sekitar 120 mmHg ke sekitar 200 mmHg.

SV meningkat selama olahraga hingga 40% dari VO2max (tingkat oksigen maksimum yang diambil) tercapai, meningkat dari sekitar 80 mL/denyut hingga sekitar 120 mL/denyut

HR meningkat dengan intensitas hinga VO2max tercapai, meningkat dari kira-kira 70 kali per menit hingga sekitar 200 kali per menit.

CO meningkat dengan intensitas hingga VO2max tercapai, dari sekitar 5 L per menit hingga 25-30 L per menit.

G. Redistribusi Aliran Darah Selama Olahraga

Saat istirahat, 15-20% darah dialirkan ke otot rangka; selama olahraga, jumlahnya meningkat menjadi 80-85%. Persentase darah ke otak berkurang, tapi jumlah absolutnya bertambah. Persentase darah yang sama dialirkan ke otot jantung, namun jumlah absolutnya meningkat. Aliran darah ke jaringan visceral dan otot rangka yang inaktif berkurang. Sebagai tambahan, aliran darah ke kulit pada awalnya berkurang, namun kemudian meningkat selama tahap-tahap olahraga. Redistribusi darah ini terjadi oleh beberapa mekanisme. Selama olahraga, vasodilatasi generalisata terjadi karena akumulasi metabolit vasodilator. Hal ini menyebabkan penurunan resistensi perifer, yang, secara berurutan, mendatangkan aktivitas simpatis yang kuat melalui aktivitas baroreseptor. Peningkatan aktivitas simpatis menyebabkan vasokonstriksi dari organ-organ viseral, sedangkan vasodilatasi mendominasi pada pembuluh darah otot dan sirkulasi koroner karena metabolit vasodilator lokal. Pembuluh darah kulit awalnya berespon terhadap aktivitas simpatis dengan melakukan vasokonstriksi. Seiring dengan terus berjalannya olahraga, refleks temperatur teraktivasi dan menyebabkan

vasodilatasi kulit untuk menghilangkan panas yang diproduksi oleh aktivitas otot, menghasilkan peningkatan aliran darah kulit.

H. Regulasi Darah dalam Tingkat Lokal Aliran darah local dikontrol oleh faktor kimiawi, metabolit, parakrin, faktor fisik seperti panas atau dingin, efek reganyan di membrane endotel, hiperemia aktif dan hiperemia reaktif. Regulasi parakrin terutama diregulasi oleh nitrat oksida, pelepasan histamine, dan prostasiklin. Nitrat oksida berdifusi ke otot polos dan menyebabkan vasodilatasi dengan mengurangi pemasukan kalsium ke otot polos. I. Regulasi Fungsi Kardiovaskular HR dan aliran darah dikontrol oleh beragam pusat di otak. Pusat-pusat ini menerima input dari reseptor yang terlokalisasi diseluruh tubuh. Pusat-pusat ini bekerja untuk menginisiasi respon yang cocok dari jaringan dan organ di dalam tubuh. Olahraga aerobic memerlukan ketersediaan oksigen untuk membuat energi dari glukosa atau glikogen. Olahraga aerob tidak menghasilkan asam laktat dalam metabolismenya. Proses ini lebih efisien daripada metabolisme anaerobic. Selama istirahat normal dan olahraga aerob, karbohidrat dan lemak digunakan sebagai bahan bakar. Fitness aerobik berat membutuhkan kemampuan

beradaptasi yang baik untuk mengambil, membawa, dan memakai oksigen. Olahraga anaerobik menghasilkan asam laktat dan biasanya durasinya pendek. Olahraga anaerobik intensitasnya tinggi dan punya resiko dasar besar untuk cedera. Seseorang yang tidak terbiasa memiliki ambang rendah anaerobik daripada atlet yang terlatih secara anaerobik. Atlet yang terlatih baik dapat mendekati 80% dari VO2max secara anaerobik tanpa produksi laktat. Pengukuran VO2 biasanya dalam L/menit; namun, jika ukuran dari individu perlu diukur, pengukurannya dalam mL/kg/menit. Nilai dari orang biasa berumur 20 tahun rata-rata 37-48 mL/kg/menit. Atlit pria yang terlatih dengan sangat keras dapat mencapai ukuran 70-80. Olahraga meningkatkan kemampuan tubuh, terutama sel-sel otot, untuk menangani oksigen lebih baik. Otot harus dapat menggunakan oksigen secara efisien untuk menjaga metabolisme anaerobik tetap di tingkat yang tepat hingga maksimum. CO adalah determinan utama dari pengambilan oksigen. VO2max menurun seiring umur seiring dengan penurunan HR maksimum. Ini adalah salah satu faktor utama yang menyebabkan sekitar 7% penurunan dengan setiap decade hidup setelah umur 30 tahun. Latihan menghasilkan jantung yang lebih efisien dan

peningkatan SV maksimum. Peningkatan VO2 menghasilkan kemudahan dalam kondisi stress dari beban kerja jantung. Saat SV maksimum meningkat, jantung dapat bekerja lebih efisien dalam HR yang ada. Hal ini menurunkan keperluan dari peningkatan pulsasi pada beban jantung yang ada. Pulsasi istirahat menurun, juga dengan pulsasi pada saat beban jantung meningkat. J. Perubahan Kardiovaskular dalam Olahraga Isometrik Perubahan kardiovaskular selama olahraga isometric berbeda dari yang olahraga dinamik. Olahraga statis menyebabkan

kompresi pada pembuluh darah di otot yang berkontraksi, menyebabkan penurunan aliran darah di daerah itu. Oleh karena itu, resistensi perifer total, yang normalnya turun selama olahraga dinamik, tidak menurun dan dapat, tepatnya, meningkat, terutama jika beberapa kelompok besar otot terlibat dalam olahraga tersebut. Aktivasi dari sistem simpatis dengan olahraga ini menyebabkan peningkatan HR, CO, dan BP. Karena resistensi perifer total tidak menurun, peningkatan HR dan CO lebih rendah dan peningkatan pada tekanan sistolik, diastolic, dan arteri rata-rata lebih besar dibandingkan dengan yang terlihat pada olahraga dinamik. Karena BP adalah determinan utama dari afterload, dinding ventrikel kiri mengalami stress, dan kemudian beban kerja jantung, secara signifikan lebih tinggi selama olahraga statis dibandingkan beban kerja jantung yang dicapai selama olahraga dinamis. K. Perubahan Jantung Mengikuti Jalannya Olahraga Dalam kebanyakan kasus, SV meninggi pada VO2 sekitar 4060% dari maksimum. Ini berlaku pada pria dan wanita yang terlatih maupun tidak. SV dari laki-laki yang tidak terlatih dapat mencapai 100-120 mL/denyut/menit. Untuk laki-laki terlatih, nilainya 150170 mL/denyut/menit. Untuk atlet yang terlatih keras, SV maksimal dapat mencapai atau bahkan melebihi 200

mL/denyut/menit. Nilai pada wanita lebih renda daripada pria. SV maksimal dari wanita tidak terlatih biasanya diantara 80 mL/denyut/menit, dan untuk wanita terlatih, biasanya sekitar 100 mL/denyut/menit. Perubahan ini menjadi perubahan peningkatan pada volume darah sirkulasi dan CO, bersamaan dengan penurunan HR istirahat dan penurunan BP istirahat dan olahraga. Jantung mengalami perubahan morfologik tertentu sebagai respons terhadap olahraga kronik, umumnya dilihat melalui ekokardiografi. Perubahan morfologik ini menegaskan apa yang

biasanya disebut jantung atlet. Sindroma jantung atlet ditandai oleh hipertrofi miokardium. Walaupun hipertrofi pada jantung atlet secara morfologis sama dengan yang terlihat pada pasien hipertensi, ada beberapa perbedaan penting. Sebagai perbedaan pada hipertrofi karena hipertensi, hipertrofi pada jantung atlet tidak terlihat adanya gangguan fungsi diastolic, dengan waktu relaksasi isovolumetrik normal, dengan tanpa penurunan pada puncak rata-rata pengisian ventrikel kiri, dan dengan tidak adanya penurunan pada puncak rata-rata dari pembesaran cavitas dan penipisan dinding. Karena stress di dinding jantung atlet adalah normal, kadang-kadang hipertrofi tidak seimbang dengan level BP istirahat. Terkadang, perubahan morfologik ini tertukar dengan perubahan yang terlihat pada pasien dengan hypertrophic cardiomyopathy (HCM). Beberapa perbedaan morfologik penting ada. Pada sindrom jantung atlet, hipertrofinya simetris, berbeda pada hipertrofi asimetris dalam HCM. Juga, ukuran ventrikel kiri umumnya normal atau meningkat, dan uku=ran atrium kiri normal, berbeda dengan cavitas ventrikel kiri yang kecil dengan pembesaran ukuran cavitas atrial kiri (biasanya > 4,5 cm) pada HCM. 7.3. Pengaruh Pola Hidup Terhadap Jantung Segala hal yang kita lakukan sangat berpengaruh terhadap kesehatan tubuh dan penyakit yang dapat kita derita. Semua penyebab utama kematian seperti penyakit jantung dan stroke dapat kita cegah dengan berbagai hal yang dapat kita lakukan. Beberapa pola dan gaya hidup sangat berkaitan dengan kondisi kesehatan dan penyakit yang kemungkinan dapat kita alami. Berikut adalah halhal, pola dan gaya hidup serta tips dalam menciptakan dan mempertahankan kesehatan jantung A. Jangan merokok atau menggunakan produk tembakau.

Penggunaan tembakau (tobacco) adalah merupakan salah satu hal yang paling berbahaya yang dapat anda lakukan dan jalani sebagai suatu gaya hidup. Satu dari tiap 6 kematian di Amerika Serikat adalah merupakan kesalahan karena gaya hidup merokok. Banyak berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh penggunaan tembakau dapat dicegah daripada penyakit yang disebabkan oleh sebab lain. B. Kurangi berat badan anda jika berat badan anda berlebihan atau overweight. Banyak penduduk amerika mengalami masalah kesehatan overweight atau kelebihan berat badan. Kelebihan berat badan dapat meningkatkan faktor resiko terjadinya tekanan darah tinggi atau hipertensi, kadar kolesterol darah tinggi, penyakit diabetes, penyakit jantung dan stroke. Anda dapat mengurangi kelebihan berat badan secara bertahap dan membantu anda menjaganya tetap dalam batas normal dengan diet tinggi serat, latihan olah raga secara teratur. C. Kendalikan kadar kolesterol anda. Jika kadar kolesterol darah anda tinggi, turunkan kadar kolesterol anda dengan pola makan yang benar, seperti dengan mengurangi banyaknya lemak yang anda makan, dan dengan melakukan latihan olah raga teratur atau mungkin jika diperlukan anda dapat menemui dokter untuk mendapatkan beberapa obat penurun kolesterol. D. Kontrol atau kendalikan tekanan darah tinggi Tekanan darah tinggi meningkatkan resiko kejadian penyakit jantung, stroke, penyakit ginjal. Untuk emngontrol tekanan darah tinggi anda yang dapat anda lakukan adalah mengurangi berat badan anda, latihan olah raga teratur, kurangi konsumsi sodium dalam makanan anda, jangan merokok, hentikan

merokok, konsumsi obat penurun darah tinggi jika memang dokter menganjurkan. E. Gizi Seimbang Tubuh yang sehat tidak terlepas dari asupan gizi yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan. Gizi tidak hanya lengkap, tapi juga harus seimbang dalam proporsi yang tepat. Jumlah asupan gizi dari makanan terbagi atas suatu batasan yaitu batas angka maksimum dan batas angka minimum, sehingga tidak berlebihan atau kekurangan. Apabila asupan makanan/minuman kurang dari batas minimum maka akan timbul masalah kurang gizi, misal kurang zat besi menyebabkan anemia. Demikian pula dengan batas angka maksimum tidak boleh dilampaui, karena akan timbul masalah seperti obesitas, kolesterol tinggi, asam urat tinggi (gout), dan lain-lain. Gizi yang optimal adalah gizi yang kuantitas dan kualitasnya cukup sehingga tubuh berada pada kondisi yang baik dan sehat. Dalam pengkonsumsian bahan makanan sehari-hari, hendaklah memilih bahan makanan alami seperti buah-buahan dan sayuran segar, biji-bijian atau sereal, kacang-kacangan, daging rendah lemak, air yang sehat dan bersih, dan lain-lain. F. Gerak Badan Untuk mendapatkan tubuh yang sehat dan bugar perlu ditunjang dengan kegiatan olahraga atau latihan fisik secara teratur dan terukur sesuai dengan kebutuhan tubuh. Olahraga secara teratur akan meningkatkan kekuatan otot jantung dan efektivitas fungsi jantung dan memberi manfaat bagi sistem pernapasan. Hasil penelitian menunjukan bahwa seseorang yang mempunyai aktifitas fisik rendah mempunyai risiko dua kali lebih tinggi mengalami kematian prematur dibandingkan orang dengan tingkat aktifitas fisik tinggi. G. Gaya hidup sehat

Gaya hidup sehat diantaranya dengan menerapkan pola hidup sehat, seperti menghindari kebiasaan merokok, minuman beralkohol, penyalahgunaan obat-obatan terlarang (MADAT), kurang tidur, dan menghindari stres atau depresi, serta menjaga pola makan, sehingga tubuh tidak rentan terhadap serangan penyakit. Pola makan buruk seperti sering telat makan, konsumsi makanan yang mengandung lemak tinggi dan kolesterol tinggi serta kurang serat, kurang minum air putih dan lain-lain dapat menurunkan daya tahan tubuh. Penerapan pola makan ala barat yang berlebihan misalnya pengkonsumsian makanan siap saji (fast food) karena dinilai lebih praktis dan nikmat. Saat ini jenis-jenis makanan tersebut semakin menjamur dan diminati masyarakat, padahal makanan tersebut berkadar lemak jenuh tinggi yang tidak baik bagi kesehatan jantung dan juga dapat menyebabkan obesitas. Penggunaan alkohol (sebagai zat aditif) adalah kritis secara terus-menerus terhadap jantung. Hal ini diawali dengan berdebarnya detak jantung dan sampai pada tahapan berikutnya, sakit; penurunan stamina tubuh pada kerja pompa darah, kemudian jantung. H. Stress Penelitian menunjukkan, penyakit jantung dapat meningkat 68% pada pekerja yang mengalami stres secara kronis. Stres yang kronis akibat pekerjaan yang menumpuk dapat berdampak buruk bagi jantung Anda, khusunya jika gaya hidup Anda tidak sehat. Begitu hasil penelitian selama 12 tahun yang mengamati lebih dari 10.000 pekerja kerah putih pemerintahan Inggris. Yang perlu digaris bawahi adalah, 68% pekerja memiliki kemungkinan meninggal karena penyakit jantung, menderita serangan jantung yang tidak fatal atau terkena angina (sakit pembengkakan jantung, munculnya dis-fungsi

dada) jika mereka mengalami stres kerja dalam jangka panjang. Bagian dari masalahnya adalah pekerja yang mengalami stres tidak memiliki pola makan yang sehat dan tidak aktif secara fisik. Sehingga gaya hidup merupakan daerah yang matang untuk kemajuan penyakit ini. University College London's Tarani Chandola, DPhil dan koleganya melaporkan penemuan mereka secara online di European Heart Journal, seperti yang dimuat dalam situs webMD. Pekerjaan yang membuat stres memiliki banyak tekanan dan sedikit melakukan kontrol diri. Beberapa juga termasuk stres sosial dengan atasan yang memiliki hubungan kurang baik dan teman sejawat yang tidak bisa diajak bekerja sama. Pekerja yang seringkali mengalami kematian karena penyakit jantung, serangan jantung nonfatal, dan angina, menurut penelitian adalah para pekerja muda yang berusia di akhir 30 atau 40 tahun. Para pekerja muda yang dilaporkan mengalami stres memiliki resiko dua kali (68%) lebih tinggi terkena penyakit jantung daripada mereka yang tidak mengalami stres kerja. Hal yang sama tidak terjadi terhadap pekerja yang lebih tua, mungkin karena mereka pensiun ketika penelitian dan tidak lagi mengalami stres kerja. Stres diketahui mempengaruhi tubuh secara fisik, mental, dan emosional. Sindrom metabolisme, kelompok dari masalah kesehatan yang membuat penyakit jantung dan diabetes lebih parah, juga berhubungan dengan stres kerja. Hal ini dilaporkan juga oleh tim Chandola pada tahun 2006. Ada beberapa strategi yang bisa dilakukan untuk membantu menangani stres kerja, yaitu, berolahraga, merubah pola makan, meditasi, mempelajari tehnik manajemen stres atau membuat

pekerjaan Anda lebih baik lagi agar tidak kena tegur atasan dan mampu menjalin komunikasi yang baik dengan rekan sekantor. Stress dapat mengakibatkan penyakit secara langsung maupun tidak langsung, misalnya menyebabkan imsomnia/sukar tidur, denyut jantung tidak teratur dan mempertinggi serangan jantung. Tubuh manusia menanggapi stress melalui tiga tahap, yaitu : Tahap tanggapan terhadap bahaya, berfungsi untuk

mengerahkan sumber daya tubuh melawan stress. Tahap perlawanan, pada tahap ini tubuh akan menahan stress dan bila menghadapi stress baru tubuh akan melemah. Tahap kelelahan, pada tahap ini stress yang berat akan menghabiskan sumber daya tubuh. Pada tahap perlawanan dan kelelahan, daya tahan tubuh akan menurun dan tubuh menjadi rentan terhadap penyakit. Tubuh sehat menjadi barang mahal, oleh karena itu upaya sehat alami dengan menerapkan gaya hidup yang sehat dan baik sangat dibutuhkan. 7.4. Pemeriksaan Fisik Jantung Pada sebagian besar pemeriksaan jantung, pasien harus berbaring telentang sementara tubuh bagian atas ditinggikan dengan menaikkan kepala ranjang atau meja periksa hingga sudut sekitar 30o. Ada dua macam posisi yang diperlukan: (1) posisi berbaring miring ke kiri, dan (2) posisi membungkuk ke depan. Pemeriksa harus berdiri di sisi kanan pasien. Urutan pemeriksaan jantung Posisi pasien Berbaring 30o telentang Pemeriksaan dengan Lakukan inspeksi dan palpasi di

kepala ranjang dinaikkan hingga daerah prekordial: ruang sela iga ke-2; ventrikel kanan; dan

ventrikel kiri termasuk iktus kordis (diameter, lokasi,

amplitudo, durasi). Posisi dekubitus lateral kiri Lakukan palpasi iktus kordis jika sebelumnya tidak berhasil terdeteksi. daerah Dengarkan apeks pada dengan bagian dari

menggunakan sungkup/corong stetoskop/bell. Berbaring sudut 30o telentang

dengan Dengarkan pada daerah trikuspid

kepala ranjang dinaikkan pada dengan menggunakan sungkup dari stetoskop. Dengarkan pada semua daerah auskultasi dengan menggunakan bagian membran dari stetoskop. Duduk dengan tubuh miring ke Dengarkan di sepanjang tepi kiri depan sesudah menarik nafas os sternum dan pada daerah secara penuh apeks.

A. Inspeksi dan Palpasi Inspeksi yang cermat pada dada anterior dapat mengungkapkan lokasi iktus kordis atau apical impulse (PMI; point of maximal impulse) atau yang lebih jarang lagi, gerakan ventrikel pada S3 atau S4 sisi kiri. Gunakan palpasi untuk memastikan karakteristik iktus kordis. Palpasi juga berguna untuk mendeteksi thrills dan gerakan ventrikel pada S3 atau S4. Pastikan untuk memeriksa ventrikel kanan dengan melakukan palpasi daerah ventrikel kanan pada tepi kiri-bawah os sterni dan pada subsifoideus, palpasi daerah arteri

pulmonalis pada ruang sela iga ke-2 kiri, dan palpasi daerah aorta pada ruang sela iga ke-2 kanan. Mulai pemeriksaan dengan melakukan palpasi secara

menyeluruh pada dinding dada. Pertama, lakukan palpasi untuk menemukan impuls dengan menggunakan permukaan ventral jari tangan. Pertahankan jari tangan tersebut dalam posisi rata atau miring pada permukaan tubuh pasien dengan melakukan penekanan yang ringan untuk lokasi S3 atau S4 dan penekanan yang lebih kuat untuk lokasi S1 dan S2. Impuls ventrikel dapat mengangkat atau mendorong jari tangan Anda. Kemudian lakukan palpasi untuk mengecek thrills dengan cara menekankan permukaan ventral jari tangan Anda secara kuat pada dada pasien. Jika pada auskultasi berikutnya ditemukan bising yang keras, kembalilah dan periksa daerah tersebut sekali lagi untuk menemukan thrills.

1) Iktus Kordis atau Apical Impulse (PMI, point of maximal impulse)- daerah ventrikel kiri. Iktus kordis merepresentasikan pulsasi dini ventrikel kiri yang cepat pada saat denyutan ini bergerak ke anterior ketika terjadi kontraksi danmenyentuh dinding dada. Perhatikan, pada kebanyakan pemeriksaan, iktus kordis merupakan titik impuls

yang maksimal atau PMI; kendati demikian, beberapa kelainan patologis seperti pembesaran ventrikel kanan, dilatasi arteri pulmonalis dan aneurisma aorta dapat menimbulkan pulsasi yang lebih menonjol daripada denyutan apeks kordis. Jika tidak ditemukan iktus kordis pada posisi pasien

telentang, minta psien untuk memutar tubuh bagian atasnya ke kiri. Posisi ini dinamakan posisi dekubitus lateral kiri. Lakukan palpasi sekali lagi dengan permukaan ventral beberapa jari tangan. Jika tetap tidak ditemukan, minta pasien untuk menghembuskan nafasnya secara penuh dan kemudian berhenti bernafas selama beberapa detik. Lakukan pemeriksaan iktus kordis dengan memperhatikan beberapa hal berikut ini. a. Lokasi Periksa lokasi iktus kordis pada saat pasien

telentang(supinasio) karena posisi dekubitus lateral kiri akan menggeser iktus kordis ke kiri. Tentukan lokasi dua tempat:

Lokasi vertikal: ruang sela iga, biasanya ke-5 atau mungkin pula ke-4; Lokasi horizontal: jarak dalam cm dari linea midsternalis. Iktus kordis dapat bergeser ke atas dan ke kiri karena kehamilan atau letak diafragma kiri yang tinggi. Pergeseran iktus kordis ke lateral karena pembesaran jantung dapat ditemukan pada gagal jantung yang kongestif, kardiomiopati, penyakit jantung iskemik. Pergeseran iktus kordis juga terjadi pada deformitas toraks dan pergeseran mediatinum.

b. Diameter Pada pasien yang telentang, biasanya iktus kordis berdiameter kurang dari 2,5 cm dan hanya menempati satu ruang sela iga. Diameter ini mungkin lebih lebar pada posisi dekubitus lateral kiri. Pada posisi dekubitus lateral kiri, diameter iktus kordis yang melebihi 3 cm menunjukkan pembesaran ventrikel kiri. c. Amplitudo

Perkirakan amplitudo impuls ini. Biasanya amplitudonya kecil danterasa cepat serta seperti mengetuk. Sebagian orang muda mempunyai amplitudo yang meningkat atau impuls yang hiperkinetik, khususnya jika mereka berada dalam keadaan emosi atau setelah melakukan aktivitas fisik atau olahraga, tetapi durasu iktu skordisnya tetap normal. Peningkatan amplitudo dapat pula mencerminkan

hipertiroidisme, anemia yang berat, kelebihan muatan tekanan (pressure overload) pad aventrikel kiri (misalnya stenosis aorta) atau kelebihan muatan volume (volume overload) pada ventrikel kiri (misalnya regurgutasi mitral). d. Durasi Durasi merupakan karakteristik iktus kordis yang paling berguna untuk mengidentifikasi hipertrofi ventrikel kiri. Untuk menilai durasinya, dengarkan bunyi jantung sementara Anda meraba iktus kordis atau mengamati gerakan stetoskop ketika Anda mendengarkan bunyi jantung di daerah apeks kordis. Perkirakan bagian sistol yang diwakili oleh iktus kordis. Normalnya, iktus kordis berlangsung selama dua

pertiga sistol dan seringkali kurang dari periode tersebut tetapi tidak terus teraba hingga bunyi jantung kedua. Impuls dengan amplitudo yang tinggi dan terus-menerus dengan lokasi normal menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri

akibat kelebihan muatan tekanan (seperti pada hipertensi). Jika impuls tersebut bergeser ke lateral, pertimbangkan kemungkinan kelebihan muatan volume. Impuls dengan amplitudo yang rendah dan terus-menerus (hipokinetik) dapat terjadi karena kardiomiopati dengan dilatasi ventrikel. Dengan inspeksi dan palpasi, anda dapat menemukan gerakan ventrikel yang sinkron dengan bunyi jantung ke-3 dan ke-4 yang patologis. Untuk menemukan impuls ventrikel kiri, raba denyut apeks secara lembut dengan satu jari tangan. Pasien harus berbaring dengan sebagian tubuh berada dalam posisi miring pada sisi kiri tubuhnya, menghembuskan nafas, dan menghentikan nafasnya sebentar. Dengan membuat tulisan X dengan spidol pada apeks kordis, Anda dapat melihat gerakan ini. Impuls middiastolik singkat

mengindikasikan S3; impuls tepat sebelum denyut apikal sistolik itu sendiri mengindikasikan S4. 2) Tepi kiri sternum pada ruang sela iga ke-3, ke-4, dan ke-5, adalah daerah ventrikel kanan

Pasien harus berbaring telentang pada sudut 30o. Tempatkan ujung-ujung jari tangan Anda yang dibengkokkan pada ruang

sela iga ke-3, ke-4, dan ke-5, dan coba untuk meraba impuls sitolik yang dihasilkan oleh ventrikel kanan. Jika impuls sudah dapat diraba, lakukan penilaian trehadap lokasi, amplitudo, dan durasinya.ketukan sistolik yang singkat dengan amplitudo yang rendah atau sedikit meningkat terkadang terasa pada individu yang dadanya tpis atau dangkal, khususny ajika terdapat peningkatan volume sekuncup sebagaimana terjadi pada keadaan cemas. Peningkatan amplitudo yang nyata dengan sedikit perubahan atau tanpa perubahan pada durasinya ditemukan pada keadaan kelebihan muatan volume yang kronis di dalam ventrikel kanan, seperti yang terjadi pada defek septum atrial. Impuls dengan peningkatan amplitudo dan durasi terjadi pada kelebihan-muatan tekanan di dalam ventrikel kanan, seperti yang terjadi pada stenosis pulmoner atau hipertensi pulmoner. Gerakan diastolik pada bunyi jantung ketiga dan keempat sisi yang kanan terkadang dapat diraba. Raba gerakan tersebut pada ruang sela iga ke-4 dan ke-5 tentukan waktunya dengan auskultasi atau palpasi karotis. Pada pasien yang diameter anteroposterior (AP) dadanya meningkat, palpasi ventrikel kanan pada daerah epigastrium atau subsifoideus juga bermanfaat. Dengan tangan yang diratakan, tekankan jari telunjuk Anda tepat di bawah dinding iga (rib cage) dan kemudian geser jari tersebut ke atas ke arah bahu kiri dan coba untuk merasakan pulsasi ventrikel kanan. Minta pasien untuk menarik nafas dan menghentikannya sejenak, posisi dalam keadaan inspirasi ini akan menggerakkan tangan Anda menjauhi pulsasi aorta abdominalis yang jika tidak, dapat membingungkan Anda. Gerakan diastolik pada S3 dan S4 jika terdapat gerakan- dapat juga diraba di sini. 3) Ruang sela iga ke-2 kiri, adalah daerah pulmonal

Ruang sela iga ini berada di atas arteri pulmonalis. Ketika pasien menahan ekspirasi, cari dan raba untuk menemukan impuls dan rasakan dengan palpasi untuk menemukan bunyi jantung yang mungkin dapat diraba. Pada pasien yang dadanya tipis atau dangkal, terkadang pulsasi arteri pulmonalis dapat diraba di sini khususnya sesudah melakukan aktivitas fisik atau olahraga atau dalam keadaaan emosi. Pulsasi yang menonjol di sini sering terdapat pada dilatasi atau peningkatan aliran darah dalam arteri pulmonalis. S2 yang bisa diraba menunjukkan peningkatan tekanan dalam arteri pulmonalis (hipertensi pulmoner). 4) Ruang sela iga ke-2 kanan, adalah daerah aorta Ruang sela iga ini berada di atas saluran keluar aorta. Cari pulsasi dan bunyi jantung yang dapat diraba. Bunyi jantung S2 yang dapat diraba menunjukkan hipertensi sistemik. Pulsasi di sini menunjukkan dilatasi atau aneurisme aorta. B. Perkusi Pada sebagian besar kasus, palpasi telah menggantikan kedudukan perkusi dalam memperkirakan besar jantung. Meskipun demikian, jika Anda tidak dapat meraba iktus kordis, perkusi dapat menunjukkan tempat untuk mencarinya. Kadang-kadang perkusi mungkin menjadi satu-satunya alat Anda. Dalam keadaan ini, pekak jantung sering menempati daerah yang luas. Dengan memulainya dari sisi sebelah kiri dada, lakukan perkusi mulai dari bunyi sonor (resonan) paru ke arah pekak jantung pada ruang sela iga ke-3, ke-4, ke-5, dan mungkin pula ke-6. C. Auskultasi 1) Tinjauan

Dengarkan jantung pasien dengan stetoskop Anda pada ruang sela iga ke-2 kanan di dekat tulang sternum, di sepanjang tepi kiri sternum pada setiap ruang sela iga mulai dari ruang sel iga ke-2 hingga ke-5, dan pada daerah apeks kordis.

Sebagian klinisi memulai auskultasi pada daerah apeks kordis , sebagian lainnya pada basis kordis. Kedua pola auskultasi ini sama-sama memberikan hasil yang memuaskan ruangan tempat pemeriksaan harus tenang dan tidak berisik. Anda harus pula melakukan auskultasi pada setiap daerah tempat terdeteksinya kelainan dan pada daerah di sekitar tempat terdengarnya bising jantung untuk menentukan letak bunyi-bunyi tersebut terdengar paling keras dan ke daerah mana bunyi menjalar. Beberapa hal yang penting untuk dipahami. a. Membran (diafragma) stetoskop, merupakan bagian yang lebih baik untuk mendengarkan bunyi bernada tinggi S1 dan S2, bising pada regurgitasi aorta dan mitral, serta bunyi gesekan perikardium (pericardial friction rubs). Dengarkan di daerah prekordial dengan menggunakan ujung membran yang ditekan dengan cukup kuat pada permukaan dinding dada.

b. Sungkup (bell). Ujung sungkup (bell) lebih sensitif untuk mendengarkan bunyi bernada-rendah S3 dan S4, dan bising stenosis mitral. Tekan ujung stetoskop ini secara lembut dengan kekuatan yang cukup untuk menghasilkankeadaan kedap-udara ketika keseluruhan bingkai sungkup tersebut mengenai permukaan dada pasien secara penuh. Gunakan ujung sungkup untuk mendengarkan bunyi jantung di daerah apeks, kemudian gerakkan ke medial di sepanjang tepi bawah sternum. Tumpangkan permukaan ventral pangkal tangan Anda pada dada pasien agar bagian ini menjadi titik putar yang dapat membantu Anda untuk mempertahankan tekanan dengan intensitas yang ringan. Penekanan ujung sungkup dengan kuat pada dinding dada akan membuat fungsinya menjadi seperti ujung membran karena kulit yang ada di bawahnya akan teregang. Bunyi bernada rendah, seperti S3 dan S4, akan hilang jika didengarkan dengan teknik ini. Berbeda dengan bunyi bernada rendah, bunyi bernada tinggi seperti midsistolik, bunyi ejeksi, atau opening snap akan bertahan atau terdengar lebih keras. Dengarkan keseluruhan daerah prekordial sementara pasien telentang. Bagi pasien baru dan pasien yang memerlukan pemeriksaan jantung yang lengkap, gunakan dua posisi lainnya yang penting untuk mendengarkan stenosis mitral dan regurgitasi aorta, yaitu sebagai berikut. a. Minta pasien untuk memutar sebagian tubuhnya ke sisi kiri hingga berada dalam posisi dekubitus lateral-kiri yang akan membuat

ventrikel kiri lebih dekat dengan dinding dada. Letakkan ujung sungkup dari stetoskop

Anda dengan ringan pada darah iktus kordis. Posisi ini menegaskan atau memperjelas bunyi S3 serta S4 sisi kiri dan bising mitral, khususnya pada stenosis mitral. b. Mintalah duduk memiringkan depan, pasien untuk dengan tubuh ke

menghembuskan

nafasnya secara penuh dan menghentikannya keadaan dalam ekspirasi.

Tekankan ujung membran dari stetoskop anda pada dada pasien, dengarkan di sepanjang tepi kiri sternum dan pada apeks kordis, dan lakukan pemeriksaan ini dengan jeda untuk memberikan kesempatan pasien untuk bernafas. Posisi ini menegaskan atau memperjelas bising aorta.

2) Mendengarkan Bunyi Jantung Bunyi Auskultatorik Bunyi Jantung Pedoman untuk Auskultasi Perhatikan intensitasnya dan setiap splitting S1 (bunyi pecah) yang

terdengar. Splitting yang normal dapat didengar di sepanjang tepi bawah kiri sternum.

S2

Perhatikan intensitasnya Dengarkan splitting bunyi ini pada ruang sela iga ke-2 dan ke-3 kiri.

Splitting S2

Minta

psien

untuk

bernafas

perlahan dan kemudian sedikit lebih dalam daripada normalnya. Apakah

bunyi

S2

pecah

menjadi

dua

komponen sebagaimana normalnya terjadi? Jika tidak, minta pasien untuk lebih (1) menarik nafas sedikit dalam, atau (2) duduk.

Dengarkan sekali lagi. Dinding dada yang tebal dapat membuat komponen pulmonal pada S1

menjadi tidak terdengar. Lebar splitting. Splitting yang normal,terdengar cukup dekat. Saat splitting inspirasi. Apakah split hilang seperti terjadinya. terdengar Normalnya pada akhir

seharusnya selama ekshalasi? Jika tidak, dengarkan kembali dengan posisi pasien duduk tegak. Intensita A2 dan P2. Bandingkan intensitas kedua komponen A2 dan P2. Biasanya bunyi A2 terdengar lebih keras. Seperti bunyi ejeksi atau klik sistolik. Bunyi Tambahan pada Perhatikan lokasi bunyi tambahan, Sistol waktu terjadinya, intensitas serta nadanya, dan pengaruh respirasi pada bunyi tersebut. Bunyi Tambahan pada Seperti bunyi S3, S4, atau opening Diastol snap.

Perhatikan lokasi bunyi tambahan, waktu terjadinya, intensitas serta nadanya, dan pengaruh respirasi pada bunyi tersebut. Bising Diastolik Sistolik dan Bising dibedakan denganbunyi

jantung berdasarkan durasinya yang lebih lama.

3) Atribut Bising Jantung Jika terdengar bising jantung, Anda haru sbelajar

mengenalinya dan mendeskripsikan waktu, bentuk, lokasi intensitas maksimal, radiasi atau transmisinya dari lokasi ini, intensitas, nada, dankualitasnya. a. Saat Terjadinya. Pertama-tama tentukan apakah Anda mendengar bising sistolik yang jatuh di antara bunyi S1 dan S2, atau bising diastolik yang jatuh di antara bunyi S2 dan S1. Palpasi denyut karotis pada saat Anda mendengar bising tersebut dapat membantu Anda dalam menentukan saat atau waktu terjadinya.bising yang terdengar bersamaan dengan carotid upstroke merupakan bising sistolik. Biasanya bising sistolik bersifat midsistolik atau

pansistolik. Dapat pula terdengar bising sistolik akhir. a) Bising midsistolik dimulai sesudah bunyi S1 dan berhenti sebelum Jeda dapat antara bunyi bunyi S 2. di dan yang pendek

didengar bising

jantung.

Dengarkan dengan cermat untuk menentukan jeda (gap) yang terdengar tepat sebelum bunyi S2. Jeda ini lebih

mudah ditemukan dan jika terdapat, biasanya memastikan bahwa bising yang terdengar itu adalah bising midsistolik dan bukan pansistolik. Bising midsistolik paling sering berkaitan dengan aliran darah yang melintasi katup semilunaris (katup aorta dan pulmonal). b) Bising pansistolik (holosistolik) dimulai bersamaan dengan S1 dan berhenti pada bunyi S2 tanpa terdengarnya jeda di antara

bising dan bunyi jantung. Bising pansistolik sering terjadi bersamaan dengan aliran balik (regurgitasi) yang melintasi katup atrioventrikel. c) Biasanya bising sistolik akhir dimulai pada mid- atau akhir sistolik menetap dan hingga

terdengarnya bunyi S2. Bising ini merupakan bising pada prolaps katup mitral dan sering didahului oleh klik sistolik sekalipun tidak selalu demikian. Bunyi diastolik dapat berupa diastolik awal, mid diastolik, atau diastolik akhir. a) Bunyi diastolik awal dimulai tepat sesudah terdengarnya bunyi S2 tanpa terdengarnya jeda yang bisa dibedakan, dan

kemudian bunyi tersebut berangsur-angsur berkurang hingga tidak

terdengar lagi sebelum bunyi S2 yang berikutnya. Bising diastolik awal secara khas menyertai aliran regurgitan yang melintasi katup semilunaris yang bocor. b) Bising middiastolik dimulai dalam waktu yang singkat setelah terdengarnya bunyi S2. Bising ini dapat berangsurangsur menghilang sebagaimana diilustrasikan atau menyatu dengan bising diastolik akhir. Bising middiastolik dan presistolik mencerminkan aliran turbulen yang melintasi katup atrioventrikularis. c) Bising diastolik akhir (presistolik) dimulai pada akhir diastol dan secara khas berlanjut sampai

terdengarnya bunyi S1. b. Bentuk Bentuk atau konfigurasi bising ditentukan oleh

intensitasnya di sepanjang waktu. a) Bising kresendo, terdengar bertambah keras. b) Bising dekresendo, terdengar bertambah pelan. c) Bising kresendo-dekresendo, pada awalnya menunjukkan peningkatan intensitas, tetapi kemudian intensitas bisingnya menurun. d) Bising plateau, memiliki intensitas yang selalu sama di sepanjang waktu.

Bising kresendo

Bising dekresendo

Bising kresendodekresendo

Bising plateau

c. Lokasi Intensitas Maksimal Lokasi ini ditentukan oleh tempat bising tersebut berasal. Temukan lokasinya dengan mengeksplorasi daerah tempat Anda mendengar bising. Jelaskan tempat Anda

mendengarnya paling jelas dalam istilah ruang sela iga danjaraknya dari tulang sternum, apeks kordis, atau linea midsternalis, linea midklavikularis, atau salah satu linea aksilaris. Sebagai contoh, bising yang terdengar paling jelas pada ruang sela iga ke-2 kanan biasanya berasal dari katup aorta atau jaringan di dekat katup aorta. d. Penjalaran atau Penyebaran dari Titik Intensitas Maksimal Karakteristik ini bukan hanya mencerminkan tempat asal bising, tetapi juga intensitasnya, dan arah aliran darah. Lakukan eksplorasi daerah di sekitar bising dan tentukan di mana lagi Anda dapat mendengarnya. e. Intensitas Biasanya derajat intensitas bising ditentukan pada skala 6angka dandinyatakan dalam bentuk pecahan. Angka

pembilang menjelaskan intensitas bising di manapun bising terdengar paling keras, yang sedangkan Anda angka penyebut Intensitas

menjelaskan

skalan

gunakan.

dipengaruhi oleh ketebalan dinding dada dan adanya jaringan yang menghalangi. Gradasi Bising Derajat Deskripsi

Derajat 1

Bising

terdengar

sangat

samar-

samar sekalipun dengan stetoskop, dan baru terdengar setelah dokter yang mendengarkannya itu sudah membiasakan telinganya untuk

menangkap bunyi tersebut; mungkin tidak terdengar pada semua posisi. Derajat 2 Bising tidak terdengar (senyap), tetapi segera terdengar ketika kita meletakkan ujung stetoskop pada dada pasien. Derajat 3 Derajat 4 Bising terdengar cukup keras Bising terdengar keras dengan

disertai thrill yang dapat diraba Derajat 5 Bising dengan terdengar disertai sangat thrill. keras Dapat

terdengar ketika sebagian ujung stetoskop diangkat dari permukaan dada pasien. Derajat 6 Bising dengan terdengar terdengar disertai ketika sangat thrill. seluruh keras Dapat ujung

stetoskop diangkat dari permukaan dada pasien f. Nada Karakteristik ini dikategorikan sebagai nada tinggi, sedang, atau rendah g. Kualitas Karakteristik ini dinyatakan dengan istilah hembusan (blowing), kasar (harsh), gemericik (rumbling), dan musikal.

Karakteristik bising lain yang berguna-dan bunyi jantung juga-meliputi perubahan atau variasi menurut respirasi, posisi tubuh pasien, atau dengan manuver khusus lain. Bising yang berasal dari jantung kanan cenderung mengalami perubahan yang lebih besar pada saar respirasi daripada bising yang berasal dari jantung kiri. 7.5. Teknik Khusus Pemeriksaan Jantung A. Cara untuk Membantu Mengenali Bising Sistolik Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan tentang cara

memperbaiki kemampuan auskultasi bunyi dan bising jantung dengan menempatkan pasien dalam berbagai posisi. Ada dua teknik tambahan yang akan membantu untuk membedakan bising pada prolaps katup mitral dengan bising pada kardiomiopati hipertrofik akibat stenosis aorta 1) Berdiri dan Berjongkok Ketika seseorang berdiri, aliran balik vena ke dalam jantung akan berkurang, begitu juga dengan tahanan vaskular perifer. Tekanan darah arterial, volume sekoncup, dan volume darah dalam ventrikel kiri semuanya menurun. Pada saat jongkok, perubahan terjadi dengan arah yang berlawanan. Perubahan ini membantu (1) mengenali prolaps katup mitral, dan (2) membedakan kardiomiopati hipertrofik akibat stenosis aorta. 2) Manuver Valsava Ketika seseorang mengejan dengan glotis yang tertutup, aliranbalik vena ke dalam jantung kanan akan berkurang dan setelah beberapa detik, volume ventrikel kiri maupun tekanan darah arterial menurun. Saat berhenti mengejan, akan terjadi efek yang berlawanan. Perubahan ini membantu membedakan prolaps katup mitral dengan kardiomiopati hipertrofik akibat stenosis aorta.

Pasien harus berbaring. Minta pasien untuk mengejan, atau letakkan salah satu tangan Anda pada bagian tengah perut pasien dan kemudian minta pasien untuk mengejan melawan tangan tersebut. Dengan menyesuaikan tekanan pada tangan, Anda dapat mengubah perbuatan mengejan menurut tindakan yang dikehendaki. Gunakan tangan yang lain untuk menaruh stetoskop pada dada pasien.
Manuver untuk Mengenali Bising Sistolik Efek pada Bunyi Jantung dan Bising sistolik Manuver Kardiovaskular Penurunan volume ventrikel kiri, karena aliran balik vena ke Berdiri; Fase Mengejan pada Valsava dalam jantung Penurunan vaskular Tekanan arterial Tahanan perifer vaskular darah tonus Bunyi terdengar klik lebih Efek Prolaps Katup mitral Prolaps mitral katup Kardiopati hipertrofik Obstruksi aliran-keluar Stenosis aorta Volume yang diejeksikan dalam aorta ke darah

awal dalam sistol dan memanjang Intensitas bising intensitas bising Intensitas bising bising

Peningkatan volume ventrikel kiri Karena aliran balik vena Berjongkok; Pelepasan Valsava ke dalam jantung Peningkatan vaskular Tekanan arterial Tahanan perifer vaskular darah tonus

Prolaps mitral

katup

Obstruksi aliran-keluar

Volume yang

darah

diejeksikan dalam aorta Pelambatan bunyi klik dan bising memendek Intensitas bising Intensitas bising intensitas bising

ke

B. Pulsus Alternans Jika Anda mencurigai gagal jantung kiri, raba denyut nadi khususnya untuk menemukan amplitudo yang berubah-ubah

(alternans). Biasanya pulsus alternans ini teraba paling jelas pada arteri radialis atau femoralis. Manset tensimeter akan memberikan metode pemeriksaan yang lebih sensitif. Sesudah menaikkan tekanan manset, turunkantekanan tersebut secara perlahan hingga mencapai ketinggian sistolik dan kemudian di bawah ketinggian ini. Ketika melakukan hal ini, pasien harus bernafas tanpa suara atau menghentikan nafasnya dalam possisi pertengahan respirasi. Bunyi korotkoff yang silih berganti antara keras dan pelan atau pelipatgandaan frekuensi jantung yang mendadak pada saat tekanan manset dikurangi menunjukkan pulsus alternans. C. Pulsus Paradoksus Jika Anda menemukan denyut nadi yang amplitudonya bervariasi menurut respirasi atau jika Anda mencurigai kemungkinan tamponade jantung ( misalnya karena terjadi peningkatan tekanan vena jugularis, denyut nadi yang cepat, dan berkurang serta dispnea), gunakan manset tensimeter untuk mengecek pulsus paradoksus. Pulsus ini lebih besar daripada penurunan denyut nadi yang normal pada tekanan sistolik selama inspirasi. Ketika pasien berbafas-jika mungkin tanpa suaraturunkan tekanan manset secara perlahan hingga ketinggian sistolik. Perhatikan ketinggian tekanan ketika bunyi jantung pertama terdengar. Kemudian turunkan tekanan dengan sangat perlahan sampai bunyi tersebut dapat didengar di sepanjang siklus pernafasan. Sekali lagi, perhatikan ketinggian tekanan. Perbbedaan antara kedua ketinggian ini dalam keadaan normal tidak lebih besar daripada 3 atau 4 mmHg. Ketinggian yang dikenali dari bunyi korotkoff yang terdengar pertama kali merupakan tekanan sistolik tertinggi selama siklus respiratorik. Ketinggian yang dikenali melalui bunyi yang terdengar di sepanjang siklus tersebut merupakan sistolik yang terendah.

Perbedaan antara kedua ketinggian ini yang melebihi 10 mmHg menunjukkan pulsus paradoksus dan mengarah ke tamponade jantung, atau mungkin juga perikarditis konstruktif, kendati paling sering mencerminkan penyakit saluran nafas obstruktif yang umum dijumpai. 7.6. EKG Normal Adapun, arah, bentuk, nama, asal usul, nilai normal dari gelombang, interval, segmen, dan titik pada sebuah EKG normal yang perlu diketahui adalah sebagai berikut: A. Gelombang P Gelombang P menggambarkan aktivitas depolarisasi atria.Arah gelombang P normal selalu positif di II dan selalu nnegatif di aVR. Nilai- nilai normal: - Tinggi kurang dari 3mm( 2,5 mm) - Lebar kurang dari 3mm( 0,11 detik) Kepentingan : a. Menandakan adanya aktivitas atria b. Menunjukan arah aktivitas atria. c. Menunjukan tanda- tanda hipertrofi atria. Catatan : karena arah implus gelombang P adalah sejajar dengan sumbu sandapan II dan karena elektrode V1 terletak paling dekat dengan atrium kanan, maka felombang P dan perubahanperubahannya paling jelas terlihat di sandapan II dan V1. B. Gelombang Ta Gelombang Ta menggambarkan proses repolarisasi atria, gelombang ini biasanya tidak tampak karena terlalu kecil dan tertutup oleh kompleks QRS. C. Gelombang Q Defleksi Ke Bawah yang Pertama dari Kompleks QRS. Gelombang Q menggambarkan awal dari fase depolarisasi ventrikel. Ciri- ciri gelombang Q patologis adalah sebagai berikut: - Lebarnya sama atau lebih dari 0,04 detik ( 1 mm).

- Dalamya lebih dari 25% amplitudo gelombang R. Kepentingan: menunjukan adanya nekrosis miokard ( infark miokard). Catatan: gelombang Q pada sandapan aVR adalah keadaan yang normal. D. Gelombang R Gelombang R adalah defleksi positif pertama dari kompleks QRS. Menggambarkan fase depolarisasi ventrikel. Kepentingan - Menandakan adanya hipertrofi ventrikel. - Menandakan adanya tanda- tanda B.B.B ( Bundle Branch Block) - Dan lain- lain. E. Gelombang S Gelombang S adalah defleksi negatif sesudah gelombang R, menggambarkan fase depolarisasi ventrikel. Kepentinagn : Hampir sama dengan gelombang R. Komleks QRS = menggambarkan

seluruh fase depolarisasi ventrikel. F. Gelombang T Menggambarkan vase repolarisasi ventriikel. Arah normal : sesuai dengan arah gelombang utama kompleks QRS. Amplitudo noermal: - Kurang dari 10 mm di sandapan dada. - Kurang dari 5 mm di sandapan ekstremitas. - Minimum 1 mm. Kepentingan: 1. Menandakan adanya iskemik/ infark. 2. Menandakan adanya kelainan elektrolit. 3. Dan lain- lain. G. Gelombang U Asal usulnya tidak diketahui dan paling jelas terlibat di sandapan dada V 1- V4. Kepentingan : - Bila amplitudo U> T, menandakan adanya hipokalemia.

- Gelombang U yang terbalik terdapat pada iskemia dan hipertrofi. H. Interval PR Interval Pr merupakan penjumlahan dari waktu depolarisasi atria dan waktu pertama perlambatan dari simpul AV( A V node Delay). Interval PR adalah jarak anatara permulaan gelombang P sampai dengan permulaan kompleks QRS. Nilai normal interval pR ditentukan oleh frekuensi jantung, bila denyut jantung lambat maka interval PR akan lebih panjang. Batas normal : 0,12- 0, 20 detik. Kepentingan : 1. Interval PR dipercepat 2. Interval PR > 0,20 detik : terdapat pada blok AV. 3. Interval PR berubah- ubah : terdapat pada Wandering Packmaker. Batas interval PR normal ( interval diukur dalam detik) Frekuensi jantung Dewasa: Dewasa muda: Anak1417th Anak7-13th Anak1,5-6th 0,17 Anak0-1,5 0,16 0,16 0,15 0,15 0,14 0,14 0,13 0,13 0,12 0,19 0,18 0,18 0,17 0,17 0,16 0,16 0,15 0,15 0,14 Dibawah 70 0,21 0,20 0,20 0,19 0,19 0,18 0,18 0,17 0,17 0,16 71-90 91-110 1011- 130 Diatas 130 < 0,12 detik : terdapat pada keadaan hantaran

I. Interval QRS Interval QRS menggambarkan lamanya kativitas depolarisasi ventrikel. Interval QRS adalah jarak antara permulaan gelombang Q sampai akhir gelombang S. Kepentingan: Nilai normal< 0,12 detik.

- Interal QRS 0,12 detik terdapat pada: 1. Blok cabang berkas ( Bundle Branch Block) 2. Hiperkalemia 3. Dan lain- lain J. Interval QT Interval QT adalah jarak antara permulaan gelombang Q sampai dengan akhir gelombang T, menggambarkan lamanya aktivitas depolarisasi dan repolarisasi ventrikel. Nilai interval QT

dipengaruhi oleh freuensi jantung, dan batas- batas normalnya dilihat dalam tabel/ kurva. Interval QT-c ( corrected QT interval) adalah nilai interval QT yang dikoreksi sesuai dengan interval QT pada frekuensi jantung 60 kali per menit, nilainya dapat ditentukan dengan sebuah normogram. Tabel Q-T interval : Batas atas nilai normal Interval R-R Denyut yang terukur jantung/ menit (dalam detik) 1,50 1,20 1,00 0,86 0,80 0,75 0,67 0,60 0,50 0,40 40 50 60 70 75 80 90 100 120 150 Nilai normal QT-c adalah: - Laki-laki: 0,42 detik. - Wanita: 0,43 detik Batas atas nilai normal ( dalam menit) 0,50 0,45 042 0,40 0,38 0,37 0,35 0,34 0,31 0,25

Kepentingan: 1. Interval QT-c memanjang : efek Quinidin, hipokalsemia 2. Inerval QT-c memendek: efek digitalis, hiperkalsemia K. Segmen S-T ( RS-T segmen) Segmen S adalah bagian dari rekaman EKG diantara titik J( titik dimana kompleks QRS berakhir dan Segmen ST dimulai) sampai ppermulaan gelombang T. Normal: isoelektris( boleh berkisar antara 0,55mm sampai + 2 mm). Kepentingan: 1. Elevasi segmen T terdapat pada: - Infark miokard. - Perikarditis 2. Depresi segmen T terdapat pada: - Angina pektoris - Efek digitalis - Ventricular strain 7.7. Radiologi A. Rontgen Toraks Rontgen toraks bisa membantu untuk menegakkan diagnosis dan mengobati nyeri dan masalah lainnya pada toraks. Jika ada pasien dengan nyeri dada, maka rontgen toraks bisa memperlihatkan gambaran apakah terjadi gagal jantung atau paru yang kolaps. Dari rontgen toraks juga bisa didapatkan gambaran adanya cairan di dalam paru, pembesaran jantung ataupun banyak kondisi lainnya. Rontgen toraks dilakukan jika pada pasien terdapat batuk yang persisten, trauma pada dada, nyeri dada, adanya bunyi murmur jantung, atau kesulitan bernapas. Bersamaan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, rontgen toraks sering juga dilakukan sebagai prosedur pertama jika terdapat kecurigaan akan adanya gangguan jantung atau paru. Rontgen toraks bisa memperlihatkan gambaran-gambaran berikut:

1. Ukuran dan batas jantung. Perubahan pada ukuran dan bentuk jantung bisa mengindikasikan beberapa kondisi, seperti gagal jantung, penyakit jantung kongenital, cairan di sekitar jantung (efusi perikardial), dan masalah pada satu katup atau lebih. 2. Pembuluh darah. Karena adanya garis batas dari pembuluh darah besar di sekitar jantung, aorta dan arteri pulmonaris, sehingga bisa terlihat di rontgen, dapat memperlihatkan aneurisma aortic, atau gangguan pembuluh darah lainnya, atau penyakit jantung kongenital. 3. Deposit kalsium. Rontgen toraks bisa mendeteksi adanya deposit kalsium di jantung atau pembuluh darah. Adanya kalsium dapat mengindikasikan adanya kerusakan pada katup jantung, arteri koroner, otot jantung (miokardium) atau perikardium. 4. Kondisi paru. Rontgen toraks bisa memperlihatkan adanya perubahan atau abnormalitas pada paru yang bisa merupakan manifestasi dair gangguan jantung. Cairan bisa menumpuk di paru (edema pulmonaris), sebagai contoh akibat dari gagal jantung kongestif. Rontgen toraks dilakukan dengan mencetak suatu gambaran dengan memancarkan radiasi sinar X ke dada dan menempatkan film fotografi yang besar atau plat recording digital di arah punggung. Mesin X-ray memproduksi pancaran radiasi kecil yang menembus tubuh dan membuat suatu gambar di film atau plat digital. X-ray menembus struktur tubuh dan jaringan dengan cara yang berbeda. Jantung memblok sebagian radiasi yang dipancarkan sehingga terlihat lebih putih di film. B. Cardio Thorax Ratio (CTR) Menurut Purwohudoyo (2005), dari segi radiologi, cara yang mudah untuk mengukur jantung apakah membesar atau tidak, adalah dengan membandingkan lebar jantung (A + B) dan lebar

dada (C) pada foto toraks PA (cardio-thoracis ratio = CTR). CTR = (A+ B) C, (A = jarak jantung kanan terjauh dari garis tengah vertebratorakalis imajiner, B = jarak jantung kiri terjauh dari garis tengah vertebratorakalis imajiner, C = garis imajiner yang menyinggung kupula diafragma kanan). Normalnya, 35% CTR 50% dan dikatakan jantung membesar (kardiomegali) bila CTR 50%. Pembesaran yang berasal dari ventrikel kiri dimanifestasikan dengan ekstensi ke arah inferior kiri dan posterior dari batas kiri bawah jantung. 7.8. Pemeriksaan Lab A. Kadar kolesterol Kadar kolesterol dalam darah dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan darah di laboratorium kesehatan. Hasilnya akan dibandingkan dengan tabel klasifikasi kadar kolesterol sehingga dapat ditentukan golongannya. Tabel Klasifikasi LDL dan HDL Kolesterol, Total Kolesterol dan Trigliserida LDL ("Kolesterol jahat) Kurang dari 100 100-129 130-159 160-189 Lebih dari 190 HDL ("Kolesterol Baik) Kurang dari 40 Lebih dari 60 Total cholesterol (TC) Kurang dari 200 Yang diperlukan Rendah Tinggi Optimal Mendekati optimal Batas normal tertinggi Tinggi Sangat tinggi

200-239 Lebih dari 240 Trigliserida (TGA) Kurang dari 150 150-199 200-499 Sama atau lebih dari 500

Batas normal tertinggi Tinggi

Normal Batas normal tertinggi Tinggi Sangat tinggi

Trigliserida adalah substansi lemak lain dalam darah yang dapat mempengaruhi risiko terkena penyakit jantung. Sebagian besar lemak dalam makanan dan dalam tubuh anda berada dalam bentuk trigliserida. Kadar trigliserida yang tinggi berhubungan dengan risiko penyakit jantung, demikian juga dengan kolesterol. Bila memiliki hasil pemeriksaan trigliserida, di bawah ini penafsiran terhadap angka-angka tersebut: - Kurang dari 150 mg/dL Normal - 150 199 mg/dL Batas - 200 499 mg/dL Tinggi - Lebih dari 500 mg/dL Sangat tinggi B. Kadar Gula Darah Kadar gula darah dikatakan normal jika gula darah 2 jam setelah makan < 140 mg/dl atau gula darah puasa < 110 mg/dl. Sedangkan penderita diabetes memiliki kadar gula darah 2 jam sesudah makan 200 mg/dl atau kadar gula darah puasa 126 mg/dl.Nilai diantaranya yaitu kadar gula 2 jam sesudah makan 140 x < 200 dan kadar gula puasa < 126 mg/dl disebut toleransi glukosa terganggu, belum jatuh ke diabetes. 7.9. Pencegahan Pencegahan aterosklerosis itu erat hubungannya dengan factor risikonya. Telah diketahui sebelumnya bahwa factor risiko dari

aterosklerosis dapat dibagi menjadi factor risiko yangdapat diubah dan factor risiko yang tidak dapat diubah. R Pencegahan aterosklerosis itu berhubungan dengan factor risiko yang bisa diubah, dan juga tergantung dari apa itu factor sirisikonya. Faktror risiko yang dapat diubah antara lain hiperlipidemia, hipertensi, merokok, diabetes mellitus, obesitas, terutama obesitas abdominal, ketidakaktifan fisik, dan hiperhomosisteinemia. Penyebab utama hiperlipidemia adalah obesitas, asupan alcohol, dan diabetes melitus. Lipid plasma bisa berasal dari makanan dan sintesis lemak. Dengan menurunkan masukan makanan yang mengandung tinggi lipid, secara tidak langsung kadar lipid plasma dalam tubuh akan berkurang juga. Jika pasien adalah seorang perokok berat, maka dengan menghentikan kebiasaan merokok, akan mengurangi juga factor risiko terjadinya aterosklerosis. Jika pasien memiliki berat badan yang

berlebih, maka menurunkan berat badan juga merupakan salah satu cara untuk mengurangi factor risikonya. Meningkatkan aktivitas fisik merupakan cara lain yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya aterosklerosis. Aktivitas fisik terutama aerobik meningkatkan aliran darah yang bersifat gelombang yang mendorong peningkatan produksi nitrit oksida (NO) serta merangsang pembentukan dan pelepasan endothelial derive relaxing factor (EDRF), yang merelaksasi dan melebarkan pembuluh darah. Aliran darah koroner dalam keadaan istirahat sekitar 200 ml per menit (empat persen dari total curah jantung). Penelitian di laboratorium menunjukkan, peningkatan aliran darah 4 ml per menit sudah mampu menghasilkan NO untuk merangsang perbaikan fungsi endotel. Namun manfaat ini nisa didapatkan jika kegtan olahraga itu dilakukan secara teratur dan dilakukan seumur hidup.

VIII. Pembahasan Pemicu Pada pemicu, Tn S memiliki resiko untuk terjadinya penyakit kardiovaskuler nantinya. Dimulai dari usianya yang sudah memasuki dekade ke-5, pada usia ini arteri sudah tidak selentur pada usia muda, jadi sedikit lebih kaku. Selain itu kemampuan kontraktilitas jantung juga berkurang. Di tambah lagi Tn. S ini memiliki tekanan darah yang cukup tinggi yang semakin membuat Tn. S lebih berpotensi untuk menderita penyakit kardiovaskuler seperti aterosklerosis maupun gagal jantung. Dari pemeriksaan lab didapatkan kadar kolesterol secara umum tinggi sedangkan HDL rendah. Hal ini lebih memacu untuk terjadinya aterosklerosis akibat tumpukan sel busa. Dari anamnesis juga didapatkan Tn. S ini perokok berat sejak remaja yang akan membuat HDL semakin rendah sehingga semakin berkurang lipoprotein yang dapat

mengkompensasi LDL dan juga lama kelamaan akan menimbulkan trauma arteri Untuk hasil gula darah puasa, masih dalam batas normal, yang menunjukkan Tn. S tidak menderita diabetes yang dapat juga memicu terjadinya penyakit kardiovaskuler. Pada foto paru dan EKG dalam batas normal, yang menunjukkan Tn. S tidak menderita penyakit kardiovaskuler. Untuk mengurangi resiko terjadinya penyakit kardiovaskuler ke depannya Tn. S harus merubah pola hidup seperti berhenti merokok, olah raga teratur, memperbaiki pola makan, dan menurunkan berat badan, karena itu semua merupakan faktor kardiovaskuler. IX. Kesimpulan Tn S. memiliki resiko untuk mengalami penyakit kardiovaskuler. penyebab terjadinya penyakit

Anda mungkin juga menyukai