Anda di halaman 1dari 6

SIFILIS Definisi Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum.

Etiologi Penyebab sifilis adalah bakteri spirocheta Treponema pallidum. Bakteriologi Treponema pallidum tidak dapat ditumbuhkan di laboratorium atau di medium biokimia lain. Namun Treponema pallidum dapat ditumbuhkan pada makhluk hidup (hewan coba) yaitu digunakan testis kelinci. Treponema pallidum dapat dilihat di mikroskop lapangan gelap. Warnanya pucat, bentuknya halus dan memiliki koil (gulungan) sehingga terlihat spiral. Panjangnya bervariasi mulai dari 6 sampai 15 m dan panjang koilnya mulai dari 0.09 sampai 0.18 m. Setiap bakteri memiliki sekitar 8 sampai 20 koil. Adanya enzim hialuronidase pada permukaan bakteri memungkinkannya untuk menimbulkan respons inflamasi dan menyebar selama infeksi primer. Patogenesis Infeksi oleh Treponema pallidum menyebabkan inflamasi di tempat inokulasinya dan menyebar selama infeksi primer. Penyakit sifilis, jika tidak ditangani, dapat mengalami tiga fase: primer, sekunder, dan tersier (pada beberapa literatur disebut sebagai fase I, II, dan III). Di antara fase II dan III dapat terjadi fase laten. Fase primer dan sekunder sangat menular dan umumnya berlangsung sekitar 2 sampai 4 tahun. Periode laten dapat berlangsung selama 5 sampai 50 tahun. Masa inkubasi penyakit sifilis adalah 9 sampai 90 hari. Secara umum, luka pertama di daerah genital muncul 3 minggu setelah pajanan. Pembesaran kelenjar getah bening di salah satu atau kedua paha dapat terjadi hingga 5 minggu setelah infeksi. Tes serologi baru dapat digunakan setelah 5.5 sampai 6 minggu, makula muncul pada minggu ke-8, lesi papular muncul pada bulan ke-3 dan kondiloma pada bulan ke 6. Histopatologi Pada lesi awal, dapat ditemukan sebukan limfosit dan sel plasma disertai proliferasi intimal arteri dan vena. Bakteri banyak ditemukan di dinding pembuluh darah dan limfatik. Pada lesi papular sifilis sekunder dapat dilihat adanya pembesaran endotel di pembuluh darah dermal. Pada lesi selanjutnya, dapat ditemukan guma di permukaan mukokutaneus. Jaringan granulasi terbentuk dengan histiosit, fibroblas dan sel-sel epiteloid. Area nekrotik juga kadang-kadang terlihat. Pada lesi ini, bakteri spirochates jarang terlihat.

Transmisi Bakteri Treponema pallidum penyebab sifilis dapat ditransmisikan melalui hubungan seksual, secara orogenital, celah-celah mikroskopis pada kulit yang intak atau membran mukosa, melalui transfusi darah, penggunaan jarum suntik, atau secara transplasental (disebut sebagai sifilis kongenital). Klinis Berdasarkan gambaran klinis, sifilis dapat dibagi menjadi stadium primer, sekunder, dan tersier (I, II, III,). Pada beberapa literatur ada penggolongan sifilis laten (di antara stadum II dan III). Berdasarkan asalnya sifilis dapat dibagi menjadi sifilis kongenital dan sifilis didapat, sedangkan berdasarkan gejalanya dapat dibagi menjadi sifilis kardiovaskular dan neurosifilis; masing-masing memberikan gambaran klinis yang berbeda-beda. 1. Sifilis primer (stadium I) Tiga minggu setelah pajanan bakteri terdapat lesi primer terjadi pada jalan masuk (port dentre). Lesi umumnya hanya satu dan dapat berkembang menjadi papular yang erosif, berukuran miliar hingga lentikular, serta ada indurasi (pengerasan). Papul ini bisa berkembang menjadi erosi dan ulserasi. Jika berkembang menjadi ulserasi disebut ulkus durum, dengan tepi merah, lebar 1-2 mm, dapat berkrusta dan menghasilkan eksudat serosa. Sekitar 3 minggu kemudian terjadi penjalaran ke kelenjar limfatik inguinal medial. Kelenjar tersebut membesar, padat, kenyal, tidak nyeri, soliter, dan dapat digerakkan bebas dari sekitarnya. Lesi umumnya bisa terdapat pada alat kelamin, bisa juga ekstragenital (bibir, lidah, tonsil, putting susu, jari dan anus). Tanpa pengobatan, lesi dapat sembuh spontan dalam 3-8 minggu tergantung ukuran besar-kecilnya. Hasil pemeriksaan TSS dapat seronegatif atau seropositif. 2. Sifilis sekunder (stadium II) Stadium sifilis sekunder dicapai ketika terjadi sifilis primer sudah sembuh; jarak antara sifilis primer dan sekunder sekitar 6 sampai 8 minggu. Lesi yang terbentuk dapat menyebar ke seluruh permukaan tubuh (tidak terbatas di tempat inokulasi bakteri) serta memiliki sifat tidak gatal, tidak memerah serta terdistribusi secara simetris. Gejala konstitusional mendahului sifilis sekunder, seperti nyeri kepala, demam, anoreksia dan nyeri sendi. Pada sifilis sekunder dapat timbul kelainan-kelainan kulit seperti makula, papula, mikropapula dan erupsi miliar, pustul, alopesia, paronikia, lesi pada membran mukosa, limfadenopatik generalisata serta gangguan neurologis. Diagnosis untuk sifilis sekunder dapat ditegakkan melalui hasil pemeriksaan serologik yang reaktif serta pemeriksaan lapangan gelap positif.

3. Sifilis laten Pada sifilis laten tidak terdapat manifestasi klinis, namun tes serologi menunjukkan hasil yang positif. Pada periode laten awal (2 tahun setelah infeksi), transmisi secara vertikal masih bisa terjadi meskipun transmisi melalui hubungan seksual berkurang (karena tidak ada lesi mukokutaneus). 4. Sifilis tersier (stadium III) Setelah periode laten (yang dapat berlangsung hingga 20 tahun), manifestasi dari sifilis tersier dapat terlihat. Lesi yang khas adalah guma. Guma dapat satu, dapat multipel, berukuran miliar hingga beberapa sentimeter. Guma dapat timbul di semua jaringan dan organ, membentuk nekrosis sentral dikelilingi jaringan granulasi dan pada bagian luarnya terdapat jaringan fibrosa. Guma dapat mengalami supurasi dan pecah menjadi ulkus dengan dinding curam dan dalam, dasarnya terdapat jaringan nekrostik berwarna kuning putih. Kelainan lain berupa nodus di bawah kulit, ukuran miliar sampai lentikular, merah dan tidak terdapat nyeri tekan. Tempat predileksi terutama di permukaan ekstensor lengan, punggung dan wajah. Permukaan nodus dapat berskuama sehingga menyerupai psoriasis, tetapi tanda Auspitz negatif. Selain itu terdapat juga lesi pada membran mukosa, seperti palatum dan lidah. 5. Sifilis kongenital Transmisi Treponema pallidum secara transplasental dapat menyebabkan sifilis kongenital. Sifilis kongenital dapat dibagi menjadi stadium dini, lanjut, dan stigmata. (1) Pada sifilis kongenital stadium dini (3 minggu setelah dilahirkan), kelainan berupa vesikel dan bula yang pecah membentuk erosi yang ditutupi krusta. Kelainan ini sering terdapat di telapak kaki dan tangan, disebut pemfigus sifilitika. Bila kelainan muncul beberapa minggu setelah dilahirkan, kelainan berupa papul dan skuama (menyerupai sifilis stadium II). Kelainan lain dapat berupa adanya sekret hidung yang sering bercampur darah, osteokondritis, serta splenomegali dan pneumonia alba. (2) Sifilis kongenital lanjut terdapat pada usia lebih dari 2 tahun. Manifestasi klinis ditemukan pada usia 7-9 tahun dengan adanya Trias Hutchinson meliputi keratitis interstitial (kelainan pada mata), ketulian N VIII serta gigi Hutchinson (insisivus I atas kanan dan kiri berbentuk seperti obeng). Dapat juga terjadi paresis, perforasi palatum durum serta kelainan tulang tibia dan frontalis. (3) Pada stadium lanjut dapat terlihat stigmata pada sudut mulut (garis-garis yang jalannya radier), gigi Hutchinson serta penonjolan tulang orbital. 6. Sifilis kardiovaskular

Sifilis kardiovaskular umumnya terjadi 10-20 tahun setelah infeksi. Tanda-tandanya berupa insufisiensi aorta atau aneurisma dan nekrosis aorta yang berlanjut ke arah katup. Sekitar 10% pasien sifilis mengalami fase ini. Pemeriksaan serologis umumnya reaktif. 7. Neurosifilis Penyakit ini umumnya bermanifestasi 10-20 tahun setelah infeksi. Neurosifilis dibagi menjadi tiga jenis, yaitu (1) neurosifilis asimtomatik, di mana pemeriksaan serologi reaktif namun tidak terdapat gejala klinis, (2) neurosifilis meningovaskular, di mana terjadi kelainan susunan saraf pusat meliputi kerusakan pembuluh darah serebrum, infark dan ensefalomasia. Pemeriksaan sumsum tulang belakang menunjukkan kenaikan sel, protein total, dan tes serologi reaktif. (3) Neurosifilis parenkimatosa, yang terdiri dari paresis dan tabes dorsalis. Diagnosis Diagnosis dapat ditegakkan dengan berbagai cara, antara lain dengan menemukan Treponema pallidum pada pemeriksaan lapangan gelap, penggunaan PCR untuk mengidentifikasi molekul asam nukleat bakteri, pemeriksaan cairan serebrospinal serta penggunaan uji serologi. Untuk uji serologi sendiri baru akan memberikan hasil 1 -4 minggu setelah infeksi. Berdasarkan jenisnya, uji serologi dapat dibagi menjadi uji non-treponemal dan uji treponemal. 1. Uji non-treponemal Uji non-treponemal adalah uji yang mendeteksi antibodi IgG dan IgM terhadap materi-materi lipid yang dilepaskan dari sel-sel rusak dan terhadap antigen-mirip-lipid (lipoidal like antigen) Treponema pallidum. Karena uji ini tidak langsung mendeteksi terhadap keberadaan Treponema pallidum itu sendiri, maka uji ini bersifat non-spesifik. Uji ini akan menjadi negatif 1-4 minggu setelah pertama kali memberi hasil positif (seiring dengan pengobatan atau menyembuhnya lesi), sehingga hanya digunakan untuk melihat keberhasilan pengobatan terhadap penyakit sifilis. Uji non-treponemal meliputi VDRL (Venereal disease research laboratory), USR (unheated serum reagin), RPR (rapid plasma reagin), dan TRUST (toluidine red unheated serum test). 2. Uji treponemal Uji treponemal merupakan uji yang spesifik terhadap sifilis, karena mendeteksi langsung antibodi terhadap antigen Treponema pallidum. Biasanya uji ini digunakan untuk mengkonfirmasi uji non-treponemal (non spesifik) dan untuk menilai respon bakteri treponemal tersebut. Pada uji treponemal, sebagai antigen digunakan bakteri treponemal atau ekstraknya, misalnya Treponema pallidum hemagglutination assay (TPHA), dan Treponema pallidum

immunobilization (TPI). Walaupun pengobatan secara dini diberikan, namun uji treponemal dapat memberi hasil positif seumur hidup.[1] Tatalaksana Penatalaksanaan sifilis dapat dibagi menjadi medikamentosa, pemantauan serologis serta nonmedikamentosa 1. Medika mentosa

Sifilis primer dan sekunder Penisilin benzatin G dosis 4.8 juta unit injeksi i.m. (2.4 juta unit/kali) diberikan sekali

seminggu, atau Penisilin prokain dalam aqua dengan dosis 600.000 unit injeksi i.m. sehari selama 10

hari, atau

Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 4.8 juta unit, diperikan 2.4

juta unit/kali sebanyak 2 kali seminggu. Sifilis laten Penisilin benzatin G dosis total 7.2 juta unit, atau Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 12 juta unit (600.000 unit sehari),

atau

Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 7.2 juta unit (diberikan 1.2

juta unit/kali, 2 kali seminggu) Sifilis III Penisilin benzatin G dosis total 9.6 juta unit, atau Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 18 juta unit (600.000 unit sehari),

atau

Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 9.6 juta unit (diberikan 1.2

juta unit/kali, 2 kali seminggu). Untuk pasien sifilis I dan II yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan: Tetrasiklin 500 mg peroral 4 kali sehari selama 15 hari, atau Eritromisin 500 mg peroral 4 kali sehari selama 15 hari

Untuk pasien sifilis laten lanjut (>1 tahun) yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan: Tetrasiklin 500 mg peroral 4 kali sehari selama 30 hari, atau Eritromisin 500 mg peroral 4 kali sehari selama 30 hari

2. Pemantauan serologi dilakukan pada bulan I, II, VI, dan XII tahun pertama, dan setiap 6 bulan pada tahun kedua 3. Nonmedikamentosa

Memberikan pendidikan kepada pasien dengan menjelaskan hal-hal sebagai berikut: Bahaya PMS dan komplikasinya Pentingnya mematuhi pengobatan yang diberikan Cara penularan PMS dan perlunya pengobatan untuk pasangan seks tetapnya Hindari hubungan seksual sebelum sembuh, dan memakai kondom jika tak dapat

menghindarkan lagi Cara-cara menghindari PMS di masa yang akan datang.[2]

Referensi [1] Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editor. Rooks Textbook of Dermatology. 7th ed. US: Blackwell Science; 2004. p. 1371-98. [2] Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W, editor. Kapita Selekta Kedokteran. 2nd ed. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI; 2000. p. 153-7.

Anda mungkin juga menyukai