Anda di halaman 1dari 5

Cina Melawan Korupsi: Kucing Hitam, Putih, atau Kuning?

1
Nur Rachmat Yuliantoro 2
Korupsi adalah harga yang harus dibayar Cina demi perubahan dari ekonomi terpusat ke sistem pasar ia adalah semacam pelumas yang dapat meminyaki keseluruhan sistem politik di masyarakat yang sedang berubah ini. Li Yuan, Profesor Ekonomi di Universitas Nanjing Untuk menghapuskan korupsi, saya harus menyiapkan sepuluh peti mati. Sembilan peti untuk para koruptor dan yang terakhir mungkin untuk saya. Perdana Menteri Zhu Rongji

epublik Rakyat Cina (Zhonghua Renmin Gongheguo) adalah negara terbesar di Asia dengan penduduk terbanyak di dunia: lebih dari seperlima total penduduk dunia berkebangsaan Cina. Jumlah yang sangat besar itu dihasilkan oleh fakta bahwa Cina adalah sebuah negara multietnis dengan suku Han mendominasi hampir seluruh bagian Cina (kecuali di Tibet dan Xinjiang). Sejarah telah membuktikan bahwa Cina adalah sebuah negara-bangsa yang berhasil melalui berbagai episode kehidupan, dengan akhir kisah yang tragis maupun bahagia. Dari sebuah bangsa besar yang dipimpin oleh berbagai dinasti, Cina harus melewati dulu masa penghinaan oleh kekuatan Eropa sejak pertengahan abad ke-19 sebelum pada akhirnya dibebaskan oleh kekuatan komunis di bawah pimpinan Mao Zedong pada tahun 1949. Cina di masa Mao adalah Cina yang benci tapi rindu terhadap baik Amerika Serikat maupun Uni Soviet sebuah postur politik luar negeri yang akhirnya membuat Cina harus mengisolasi dirinya dari pergaulan internasional. Sementara itu, di dalam negeri kesulitan rakyat memuncak akibat petualangan politik Mao dalam Lompatan Jauh ke Depan (195860) dan Revolusi Kebudayaan (196676). Cina di masa Mao adalah sebuah negara sosialis di mana negara memainkan peran utama dalam pembangunan perekonomian. Di sektor industri, misalnya, perusahaan-perusahaan milik pemerintah menghasilkan lebih dari 60 persen gross value produksi industri. Di sektor urban, pemerintah adalah satu-satunya agen yang berwenang menetapkan harga komoditas utama, menentukan distribusi dana investasi, mengalokasikan sumber-sumber energi, mematok tingkat upah tenaga kerja, serta mengontrol kebijakan finansial dan sistem perbankan. Sistem perdagangan luar negeri juga menjadi monopoli pemerintah sejak awal tahun 1950-an.

Disampaikan pada Kajian Studi Wilayah Asia Timur Program SENIOR CAMP (MUKHAYAM TARBAWI) yang diselenggarakan oleh Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia dan World Assembly of Muslim Youth di Tawangmangu, Jawa Tengah, 24 Juli 2002. 2 Staf Pengajar Jurusan Ilmu Hubungan Internasional FISIPOL Universitas Gadjah Mada.
1

1 Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

Sejak Mao pergi menghadap Marx pada September 1976, Cina mulai membuka dirinya dan mengadopsi reformasi pasar terbuka. Sejak tahun 1978 peran pemerintah pusat di bawah pimpinan Deng Xiaoping dalam mengatur ekonomi semakin berkurang, diiringi dengan semakin besarnya peran baik perusahaan-perusahaan swasta maupun kekuatan pasar lainnya. Sebagai hasilnya, ekonomi Cina menunjukkan dinamisme yang mencengangkan: antara tahun 1978 dan 1995, sumbangan Cina terhadap GDP dunia meningkat dari 5% menjadi 10,9%. Meskipun Cina masih tergolong miskin dalam konteks pendapatan perkapita, hasil ini telah memicu spekulasi tentang masa depan Cina. Bahkan ada pengamat yang mengatakan bahwa dengan keberhasilan Cina untuk tidak terseret dalam gelombang krisis ekonomi Asia, perekonomian Cina diperkirakan akan mampu menyamai Amerika Serikat pada sekitar tahun 2015. Cina memasuki abad ke-21 dengan sisa-sisa ideologi sosialisnya di satu kaki dan upaya keras menjadi salah satu kekuatan dunia di kaki yang lain. Bila semasa Mao berkuasa Cina masih menerapkan aturan-aturan yang otokratis, pemujaan berlebihan pada sosok pemimpin negara, ortodoksi yang kaku dan isolasionisme, maka di era 1990-an dan awal abad ke-21 ini peme-rintah Cina dihadapkan pada penduduk yang jauh lebih berpendidikan dan bisa mengartikulasikan diri. Cina yang tadinya memuja revolusi komunis (yang berkaitan erat dengan radikalisme kelas pekerja, egalitarianisme, dan memusuhi imperialisme Barat) telah digantikan oleh Cina yang termodernisasi, dengan ekonomi industri kapitalis yang terintegrasi dengan dunia, penerapan konsep demokrasi, dan pengembangan SDM melalui sistem pendidikan yang maju. Ini merupakan bukti adanya penolakan pada revolusi atas nama modernisasi atau dengan kata lain penolakan pada sosialisme atas nama kapitalisme.3 Transisi dari ekonomi sosialis yang terpusat menuju ekonomi pasar bebas memang menjadikan taraf kehidupan sebagian besar rakyat Cina semakin membaik. Karenanya tidaklah mengherankan bila kemakmuran bukan lagi menjadi barang mewah di Cina. Boom ekonomi telah membawa kemajuan besar dalam standar kehidupan kebanyakan orang urban Cina.4 Meski Cina belum tentu segera akan menjadi masyarakat yang terbuka dan bebas, tetapi pembatasan terhadap kebudayaan pop dan hal-hal berbahaya lainnya dari Barat telah mulai dikurangi bukti bahwa kapitalisme telah semakin dalam menancapkan kukunya di Cina. Transisi itu juga menimbulkan berbagai permasalahan akut yang harus segera diatasi. Kenneth Lieberthal, seorang sinolog dari University of Michigan, membuat daftar lima masalah tergawat yang dihadapi Cina dewasa ini: (1) penurunan derajat mutu lingkungan hidup, (2) pengangguran, (3) konflik-konflik separatisme yang mengarah pada disinte3

Marc Blecher, 1997. China Against the Tides: Restructuring through Revolution, Radicalism, and Reform, London: Pinter, pp. 223-7.
4

Sebuah polling yang dilakukan oleh Shenzhen Commercial Daily di tahun 1995 menunjukkan bahwa kebanyakan orang Cina sekarang lebih tertarik pada uang ketimbang demokrasi dan reformasi politik: 88% penduduk Beijing memperhatikan tingkat inflasi, sementara hanya 42% menunjukkan ketertarikan pada politik. Mungkin bukti paling meyakinkan dari kecenderungan ini adalah perubahan sebutan-sebutan formal. Sampai dengan akhir tahun 1970-an tongzhi (kamerad) adalah sebutan umum yang digunakan orang Cina kepada sesamanya. Mulainya reformasi turut mengubah sebutan itu menjadi xiansheng (tuan, bapak) dan sekarang bahkan laoban (bos, manajer) semakin umum dipergunakan. Pada saat yang sama, canzheng (berpartisipasi dalam reformasi politik) telah digantikan oleh xiahai (tercebur ke laut, yang secara umum diartikan sebagai terjun ke dalam bisnis). Untuk lengkapnya lihat Xiao-huang Yin, Chinas Gilded Age http://www.theatlantic.com/unbound/flashbks/deng/gilded.htm

2 Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

grasi, (4) keikutsertaan Cina dalam WTO, dan (5) korupsi yang endemik.5 Sehubungan dengan masalah yang terakhir, Cina menyadari bahwa sebuah lingkungan politik dan sosial yang stabil merupakan kebutuhan bagi upaya mempertahankan pembangunan ekonomi yang sehat, termasuk di dalamnya perjuangan melawan korupsi. Inilah sebabnya mengapa pemerintah Cina sejak permulaan reformasi telah bertekad untuk menjadikan pembangunan ekonomi sebagai tugas utama dan bersamaan dengan itu juga berusaha keras melawan korupsi demi menjamin stabilitas serta memajukan reformasi dan pembangunan.6 Korupsi merupakan salah satu tantangan politik dan ekonomi terbesar yang dihadapi oleh Cina di abad ke-21. Diperkirakan bernilai sama dengan 13-16% dari GDP Cina, korupsi adalah sebuah kerugian ekonomi yang besar dan suatu polusi sosial yang mengakibatkan masalah-masalah seperti kerusakan lingkungan, ketidakstabilan sosial politik, dan menurunnya kredibilitas pejabat pemerintah. Menurut survei di tahun 1998 dan 1999, orang Cina melihat korupsi sebagai faktor utama yang menyumbang pada instabilitas sosial. Di tahun 2000, sedikit berubah ketika mereka yang disurvei menempatkan pengangguran atau PHK di atas korupsi sebagai sumber utama instabilitas sosial.7 Skandal-skandal keuangan yang menyebar luas menimbulkan kekacuan di banyak tempat di Cina. Statistik resmi menunjukkan bahwa 30% perusahaan negara, 60% perusahaan joint venture, 80% perusahaan swasta, dan hampir semua pemilik toko secara bergantian melakukan kecurangan dalam pajak. Para pegawai bank telah menggelapkan milyaran dolar dana negara dan kemudian lari ke luar negeri. Bukan rahasia lagi jika banyak pejabat pemerintah mempunyai simpanan di bank-bank luar negeri dan properti di negara lain. Bahkan sudah santer diberitakan bahwa belum lama ini seorang pejabat tinggi Cina, melalui saudaranya, membeli sebuah mansion jutaan dolar di Beverly Hills sebuah rumah yang bahkan untuk ukuran Hollywood saja terlalu tinggi. Korupsi yang meluas di Cina merefleksikan sebuah krisis sosial, politik yang dalam. Peristiwa Tiananmen 8 Juni 1989 menandai berakhirnya tahap revolusioner gerakan Komunis dan kini para pemimpin Cina secara terbuka mengakui bahwa PKC telah berubah dari alasan pendiriannya sebagai partai vanguard yang proletarian: para kader Partai kini merasa bahwa mereka tidak lagi dibatasi oleh etika-etika ortodoks. Banyak di antara mereka melihat pluralisme ekonomi sebagai kesempatan bagi mereka untuk berbuat curang. Ketakutan bahwa reformasi ekonomi akan gagal suatu saat dan tiadanya keyakinan diri bahwa masyarakat akan tetap stabil dalam jangka waktu yang lama lebih jauh mendorong mereka untuk cepat menjadi kaya. Slogan Mao Melayani rakyat telah dibuang jauh-jauh untuk digantikan motto baru Gunakan kekuasaan sebaik-baiknya selagi engkau masih berkuasa.

Major Challenges Confronting China, http://www.rand.org/nsrd/capp/events/lieberthal.html

Feng Tiyun, Combating Corruption in China, paper presented in The 8th International Anti-Corruption Conference, http://www.transparency.org/iacc/8th_iacc/papers/tiyun.html
6 7

Angang Hu, Corruption and Anti-corruption Strategies in China, paper presented in Symposium on Corruption in China held by Carnegie Endowment, February 13, 2001, http://www.ceip.org/files/events/AngangHuEvent.asp?p=1&EventID=284

3 Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

Mengapa korupsi dianggap sebagai salah satu masalah paling besar yang dihadapi Cina saat ini? Di samping kerusakan ekonomi, sosial, dan politik yang ditimbulkannya, sifat distribusi tindak korupsi itu juga sudah sangat luas. Korupsi telah melebar tidak hanya dilakukan oleh para pejabat negara, tetapi juga polisi, tentara, bahkan anggota triad. Korupsi sekarang sudah bersifat hi-tech dan melintasi batas negara. Kader-kader partai mudah saja menggaji akuntan atau staf lain untuk melakukan money laundering di luar negeri, sebuah operasi yang difasilitasi oleh integrasi ekonomi Cina di pasar global. Mereka kadang baru ketahuan setelah ceroboh main banyak uang di Makau dan tempat judi lainnya di luar negeri. Banyaknya kader yang mempunyai anak dan istri yang tinggal di Amerika Serikat dan negara lain membuat transfer uang menjadi mudah. Kebudayaan korupsi bahkan telah merambah ke sektor-sektor lain, misalnya sepak bola. Ada wasit yang menerima uang suap dalam jumlah besar dan servis wanita panggilan untuk memenangkan suatu tim tertentu.8 Bagaimana pemerintah Cina mencegah korupsi semakin meluas? Beberapa kebijakan memang telah diambil, seperti menaikkan gaji pegawai negeri (sejak tahun 1989 gaji pegawai negeri telah naik lima kali), meningkatkan transparansi dalam rekrutmen dan promosi pegawai negeri, menjalankan reformasi administrasi, dan membuka luas akses bagi publik untuk melihat via internet persiapan Olimpiade di Beijing pada tahun 2008. Semuanya masih ditambah adanya landasan hukum yang kuat: Kongres Nasional Partai di tahun 1989 memutuskan bahwa penyalahgunaan kekuasaan, penyuapan, dan penggelapan uang merupakan kejahatan.9 Di tingkat lokal, misalnya, Walikota Beijing Liu Qi meluncurkan sunshine policy untuk melawan korupsi. Kebijakan ini mengharuskan para petinggi partai, pejabat, dan pegawai pemerintah untuk melaporkan hal-hal pribadi seperti membangun atau membeli rumah, mengirim anak belajar ke luar negeri, upacara pernikahan anak, bahkan memilih pasangan hidup untuk menjaga stabilitas dan integrasi sistem politik.10 Pendek kata, pemerintah Cina telah melancarkan serangkaian kebijakan untuk melawan korupsi11, meski hasil dan tingkat efektivitasnya masih diperdebatkan hingga kini. Salah satu kritik terhadap kampanye antikorupsi pemerintah misalnya, adalah pesimisme bahwa hukum akan menyentuh mereka yang berkuasa: Yang mereka lakukan adalah menembak sejumlah kecil lalat (pejabat rendahan), tetapi membiarkan kabur macan besar (kader senior). Meski demikian, menarik untuk dicatat bahwa antara tahun 1992-2001 telah 239.710 kasus korupsi dimajukan ke pengadilan dan 173.974 orang, termasuk pejabat tinggi, menjadi pesakitan untuk dikenai sanksi yang bervariasi, mulai dari pemecatan, hukuman penjara, bahkan sampai hukuman mati!
8

China Fights Against Corruption, http://asia.cnn.com/2002/WORLD/asiapcf/east/04/01/willy.column Prevention Key to Corruption Control, http://www.chinahouston.org/news/2002412071507.html

10

Sunshine Policy to Fight Corruption in Chinas Capital, http://www.chinadaily.net/news/2002-0313/60784.html


11

Secara umum ada tujuh kebijakan antikorupsi yang direkomendasikan: (1) meningkatkan transparansi urusan kepemerintahan, termasuk di antaranya melarang pejabat pemerintah, kepolisian, dan militer terjun ke dunia bisnis; (2) mendorong partisipasi rakyat di urusan kepemerintahan; (3) memperkuat peranan wakil-wakil rakyat di parlemen; (4) menjamin sebuah peradilan yang independen; (5) menekankan pertanggung-jawaban pejabat pemerintah terhadap kesalahan-kesalahan yang dibuat selama masa kerja mereka; (6) memperluas kemerdekaan media, dan (7) mengurangi intervensi pemerintah di bidang ekonomi. Angang Hu, op.cit.

4 Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

Deng Xiaoping di awal reformasi pernah mengatakan, Tidak peduli kucing itu hitam atau putih, asalkan ia bisa menangkap tikus. Deng mengasumsikan, Cina bisa saja tetap mengadopsi sosialisme, tetapi juga tidak haram berangkulan dengan kapitalisme selama pilihan yang diambil mendatangkan kemakmuran bagi rakyat. Kiranya kini pertanyaan penting menyangkut masa depan Cina bukanlah warna kucingnya, karena baik kucing hitam maupun kucing putih menghadapi musuh baru korupsi yang jauh lebih berbahaya ketimbang tikus. Selama musuh baru itu tidak dihadapi dengan serius, sang kucing bisabisa kehilangan kemampuannya untuk menangkap tikus. Seandainya kucing hitam maupun kucing putih ternyata tidak sanggup melawan musuh yang baru itu, Presiden Jiang Zemin dan PM Zhu Rongji mungkin perlu berpikir untuk mencari kucing yang berwarna kuning! Yogyakarta, 23 Juli 2002

5 Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

Anda mungkin juga menyukai