Anda di halaman 1dari 3

A Review of SLB Model, Multi-factor Model, and Consumption-Based Model Windy Natriavi

Dapat disimpulkan bahwa model Sharpe-Lintner-Black mengenai CAPM banyak mengalami kontradiksi dan penolakan dari berbagai macam pihak. SLB memiliki begitu banyak anomali sehingga menginduksi para peneliti dan ekonom untuk menggagas hipotesis bahwa penilaian suatu asset tidak saja hanya dipengaruhi oleh satu risk premia yaitu , melainkan juga terdiri dari berbagai macam risk premia lainnya. Adapun anomali yang ditemukan adalah bahwa Earnings per share secara umum merupakan proxy yang bagus untuk hubungan antara risiko dan ekspektasi return. Adanya anomali efek ukuran dimana saham perusahaan yang relatif memiliki market capitalization yang kecil justru dapat memberikan tingkat return yang lebih besar dibandingkan dengan saham perusahaan yang relative memiliki market capitalization lebih besar. Terlebih lagi, Fama and French (1991) menemukan bahwa book-to-market equity merupakan salah satu proxy yang penting dalam penilaian suatu asset. Sebagai kesimpulan, dapat dikatakan bahwa walau terdapat banyak anomali, dari market masih dapat menjelaskan cross-sectional expected returns. Terlebih lagi, dapat dikatakan bahwa model ini membawa manfaat yang sangat banyak, diantaranya penetapan suatu ukuran untuk mengukur dan Consumption-based models sepertinya tidak lebih baik dibandingkan dengan SLB, bahkan dapat dikatakan merupakan model yang lebih buruk dibandingkan SLB. Hal ini dikarenakan bila diuji secara time-series dan cross-section, model ini tidak memberikan hasil yang signifikan dan valid. Multi-factor model sepertinya bergerak dan berkembang dengan lebih baik dikarenakan factor-faktor yang dapat diuji bisa berupa apa saja dan tidak dispesifikasikan, sehingga memudahkan para peneliti/ekonom untuk menggunakan model ini. Berita baiknya adalah bahwa pada dasarnya, walau SLB model banyak sekali ditolak karena merupakan proxy yang buruk, hal ini dapat saja dikarenakan hasil estimasi terhadap market yang sangat sulit untuk didapat atau ditentukan. Oleh karena itu, bisa saja model sudah konsisten namun penemuan inkonsistensi dan penolakan disebabkan karena kesalahan estimasi , bukan kesalahan dari model tersebut. Begitu pula dengan model consumption, dimana mengestimasikan tentunya merupakan hal yang sulit. Namun pada tes univariat yang memasukkan saham dan juga obligasi di dalamnya, dapat terlihat bahwa expected returns secara positif berkorelasi dengan dari market tersebut. Pada akhirnya, penting untuk memberikan penekanan bahwa SLB model, consumption model, dan multi-factor model tidak dapat berdiri secara sendiri-sendiri, atau tidak mutually exclusive. Menurut Constantinides (1989), seseorang dapat melihat model-model tersebut sebagai berbagai macam cara atau patokan penilaian sebuah asset berdasarkan tingkat toleransi terhadap risiko dan kesempatan diversifikasi. Oleh karena itu, sepanjang prediksi model tersebut mengenai return secara cross-section dapat dibuktikan secara empiris, dengan mempertimbangkan keterbatasan tia-tiap model, kita dapat memilih secara bebas dari model tersebut untuk memenuhi kebutuhan penilaian asset yang ada.

2/22/11 8:26 PM

2/22/11 8:26 PM

Anda mungkin juga menyukai