Anda di halaman 1dari 8

Rabu, 20 Oktober 2010 Bangunan di Indonesia dan Dampaknya Bagi Lingkungan http://yell-art.blogspot.com/2010/10/bangunan-di-indonesia-dan-dampaknya_20.

html Dengan berkembangnya zaman banyak sekali bangunan-bangunan baru yang bermunculan, terutama di Indonesia. Arsitektur yang ada tidak hanya berfungsi untuk menciptakan kenyamanan bagi pemiliknya tetapi juga sebagai seni yang dapat memanjakan mata kita dengan unsur-unsur estetikanya. Tetapi tidak hanya itu saja, arsitektur pun dapat memberikan dampak yang sangat besar bagi lingkungan disekitarnya. Kali ini saya akan membahas mengenai dampak dari bangunan tingkat tinggi (High Class Building) bagi lingkungan.

Berdasarkan beberapa standar, Bangunan Tingkat Tinggi ( High Class Building ) adalah bangunan yang memiliki ketinggian antara 75 kaki dan 491 kaki (23 m hingga 150 m). Sedangkan, bangunan yang lebih dari 492 kaki (150 m) disebut sebagai gedung pencakar langit.Di Indonesia bangunanbangunan tingkat tinggi sering di temui di daerah perkotaan (Ibu Kota-Jakarta), lebih tepatnya di Jl Mh.Thamrin dan Jl.Jend.Sudirman atau sering disebut CBD. Biasanya gedung-gedung bertingkat tersebut digunakan sebagai tempat bisnis atau kantor, apartemen, hotel, mall, dan lain-lain. Contohcontoh bangunan tinggi di indonesia adalah Wisma 46, The Peak, Kempinski Residence, dll

Dampak Positif dan Negatif Bangunan Bertingkat Tinggi Dampak Positif : - Bangunan tingkat tinggi dapat penghematan ruang, karena mereka tersusun secara vertikal. Sehingga tidak membutuhkan lahan yang terlalu luas. - Dapat mengantisipasi permasalahan ekonomis, estetis dan fungsionalis

Dampak negatif : - Permasalahan refleksi radiasi pantulan matahari serta efek thermal yang juga turut meningkatkan suhu lingkungan disekitamya akibat penggunaan kaca ( Glass High Rise Building ) - Berkurangnya daerah penyerapan dan penghijauan yang dapat mengakibatkan banjir. dan polusi udara

- Dengan penggunaan AC pada bangunan dapat menyebabkan pemanasan global - Pada malam hari lampu-lampu yang berasal dari gedung-gedung dapat menyebabkan polusi cahaya. - Memberikan dampak getaran -Pengambilan air tanah dapat menyebabkan habisnya air tanah.

Sabtu, 16 Oktober 2010 DAMPAK PEMBANGUNAN MALL http://ririkarch.blogspot.com/2010/10/dampak-pembangunan-mall-dampak-positif.html

Dampak Positif Ada satu hal baik yang baru saja saya suka dari Dewan kita di Senayan. Mereka sepakat untuk tidak memberikan izin bagi pengembang mendirikan mall baru disitu. Mereka menyetujui dibangunnya Ruang Terbuka Hijau. Ini keputusan yang baik dan merupakan sebuah kemajuan karena dapat dijadikan sebuah indikasi meningkatnya kesadaran akan kebutuhan ruang selain mall. Akan tetapi, seburuk itukah 'nilai' sebuah mall? Faktanya bahwa mall dapat memberikan beberapa kontribusi positif terhadap negara ini. Kita lihat beberapa diantaranya : 1. Mall memberikan peningkatan pendapatan negara dalam bentuk pajak, karena adanya aktivitas ekonomi disitu. Aktivitas ekonomi yang terjadi juga bukanlah main-main karena faktor penggerak transaksi kaum urban yang datang ke mall sudah tentu didominasi kalangan menengah ke atas. Sejatinya mereka bisa mengeluarkan lebih dari 100rb rupiah untuk setiap kedatangan mereka ke pusat perbelanjaan (akumulasi dari parkir, belanja, makan dan minum, atau kegiatan lain seperti nonton bioskop). Ini adalah hal yang sangat menggiurkan terutama untuk pemerintah kita sebagai pendapatan negara. Meningkatnya jumlah orang kaya di tahun 2010 ini dan memboomingnya industri kreatif dapat turut mendongkrak psikologis manusia untuk berbelanja. Berbelanja hal-hal yang mungkin tidak terlalu mereka butuhkan. 2. Setiap pendirian mall berarti penyerapan tenaga kerja baru. Setiap pertumbuhan ekonomi sebesar 1% hanya mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 250.000 - 300.000 orang tenaga kerja. Masih belum bisa menutupi angka jumlah pengangguran sebanyak 10 juta orang lebih di Indonesia.

Pertanyaannya adalah, tenaga kerja manakah yang akan diserap oleh Mall? Tenaga kerja penduduk dengan KTP DKI Jakarta? Ataukah tenaga kerja Bodetabek yang notabene akan menambah jumlah komuter ke Ibukota? 3. Mall adalah sebuah lambang pengakuan. Pengakuan dari pihak-pihak; terutama tenant (terlebih jika tenant berasal dari luar negeri) bahwa iklim investasi di Indonesia baik. Menurut indeks investasi dunia, Indonesia masuk dalam peringkat 17 negara yang dapat dijadikan tempat berinvestati. Menyusul kenaikan harga IHSG yang nyaris menembus angka 3000, adalah indikasi-indikasi lain yang menunjukkan bahwa secara makro, negara ini memiliki fundamental ekonomi yang kuat. http://bismanara.blogspot.com/2010/07/dampak-positif-keberadaan-mall.html Dampak Negatif Pembangunan mall akhir-akhir ini semakin meningkat, seiring pertumbuhan pembangunan di kota jakarta, ada dampak positif tapi lebih banyak negatifnya dari pertumbuhan mall tersebut. Banyaknya mall akan juga melahirkan jurang perbedaan yang tinggi antara si kaya dan si miskin. Sehingga si miskin makin tidak akan merasa nyaman. Selain itu dampak lain pembangunan mall adalah warga akan semakin sulit mendapatkan ruang terbuka, seperti daerah resapan air atau taman sehingga pada gilirannya akan menyebabkan banjir. Dampak sosial dari pembangunan mall adalah warga akan terbius menjadi warga yang konsumtif dan menghabiskan waktunya dimall, kalau sang warga punya kemampuan finansial yang baik untuk belanja di mall mungkin tidak terlalu masalah, akan tetapi jika sang warga tak punya uang yang cukup, maka yang akan terjadi adalah angka kriminalitas yang akan semakin tinggi. Seperti pencopetan, penjambretan, perampokan dll. Dalam konsep teori pembangunan perkotaan, yang seharusnya menjadi tempat berkumpul warga kota adalah taman atau area terbuka, namun karena keterbatasan dana dari pemerintah daerah untuk membangun taman baru dan perawatan taman yang telah ada maka mereka sulit mendapatkan taman atau lahan yang enak dikunjungi. Warga kota merasakan taman yang tidak terawat,kotor, kumuh. Ada hal menarik di balik pertumbuhan mall yang meningkat yaitu karena warga kota kehilangan tempat untuk sekedar berkumpul maka mal-mall jadi satu-satunya tempat untuk ajang berkumpul dan interaksi antar warga kota. Satu lagi dampak negatif dari pertumbuhan mall adalah tersingkirnya satu persatu pasar tradisional yang pada gilirannya mematikan aktifitas pedagang tradisional pribumi. Jumlah pedagang tradisional semakin hari semakin berkurang akibat kalah bersaing dengan pasar modern yang memberi kenyamanan yang lebih. Sebagai catatan dari 37 pasar tradisional yang ada di kota bandung hanya ada dua pasar yang tingkat huniannya diatas 75%, sisanya hanya mempunyai tingkat hunian dibawah 50%. Menurut survei yang dilakukan di kota bandung, saat ini jumlah pedagang tradisional yang masih giat beraktifitas adalah sekitar 9800 pedagang, jauh dibawah perkiraan tahun 2007 yang masih sekitar 13000 pedagang yang masih aktif, berbanding terbalik dengan pertumbuhan mall. Sepanjang tahun 2009 berdasarkan survei, jumlah pertumbuhan mall di kota bandung sekitar 31,4% . Perkembangan jumlah mall yang tak terkendali menyebabkan penurunan jumlah pasar tradisional. Perbandingan setiap satu mall berdiri maka 100 pedagang dan warung akan gulung tikar. Disamping itu alasan masyarakat enggan untuk ke pasar tradisional adalah karena kondisi pasar tradisional yang tidak nyaman, kotor, tidak bersih yang menyebabkan orang lebih memilih ke supermarket atau mall yang dari sisi kenyamanan jelas lebih baik. Satu lagi dampak pembangunan mall adalah kemacetan yang yang akan melanda jalan-jalan sekitar tempat mall berada. Yang pada

gilirannya membuat stag beberapa ruas jalan. Demikian ulasan saya mengenai dampak pertumbuhan mall di kota-kota besar. Mudah-mudahan bermanfaat. http://ilovebumiku.blogspot.com/2010/08/dampak-pembangunan-mall.html Kalau kita menganggap mal itu adalah pusat belanja yang suka buang energi listrik dan menambah sampah, berarti kita harus datang ke beberapa mal di bawah ini. Karena mereka dibangun dengan prinsip eco-friendly, jadi pastinya sangat cinta bumi! Green Exchange Mall, Amerika Serikat

Mall yang satu ini merupakan mal pertama di Amerika yang menganut sistem go green. Di dalam mal ini, kita dapat menemukan berbagai produk ramah lingkungan. Mulai dari restoran, kafe organik, furniture dari bahan daur ulang, dan peralatan kantor yang eco-friendly. Yang paling unik adalah area foodcourt yang terletak di tengah taman yang luas. Jadi, para pengunjung bisa makan sambil menikmati udara segar plus pemandangan yang indah. City Square Mall, Singapura

City Square Mall adalah mal pertama di Singapura yang mendapatkan penghargaan Green Mark Platinum Award dari Building and Construction Authority. Dari pembangunannya saja terbuat dari dinding kering hasil daur ulang. Selain itu pembuangan sampah juga di pasang alat untuk recycle limbah industri. Mal ini juga punya green roof yang memiliki solar panel, yaitu alat yang merubah energi matahari menjadi energi listrik.

Mall of The North, Afrika Selatan

Karena letaknya di tengah hutan dan pegunungan, maka mal ini di desain ramah lingkungan. Bentuk bangunan yang menurun seperti terasiring agar tidak menyebabkan longsor. Kemudian, semua pembuangan dari mal ini sudah di daur ulang sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Orchard Walk Mall, Indonesia

Kita harus bangga, karena Indonesia juga ada eco-friendly mal. Namanya Orchard Walk Mall, yang terletak di Bogor Nirwana Residence. Mal ini berada di bawah kaki Gunung Salak yang memang daerahnya masih hijau banget. Karena udaranya yang sejuk, maka mal ini tidak memakai AC (Air Conditioner). Sebaliknya, mal ini mengoptimalkan pembangunan ruang terbuka untuk sirkulasi udara. Jadi bisa mengurangi efek rumah kaca. http://anam78.blogspot.com/2010/07/inilah-4-mall-yang-ramah-lingkungan-di.html ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Jumat, 26 November 2010 Arsitektur Lingkungan. Pengaruh Bangunan terhadap Lingkungan

Dampak Positif dan Negatif Bangunan Candi Borobudur Terhadap Lingkungan

Dijadikannya Candi Borobudur sebagai salah satu tujuan wisata utama di Indonesia telah memberikan sumbangan yang tidak kecil pada peningkatan devisa negara. Pengunjung Candi Borobudur Baru tahun ke tahun cenderung meningkat. Peningkatan jumlah pengunjung di satu pihak dapat menambah pendapatan negara dan masyarakat di sekitarnya, tetapi di lain pihak juga dapat mengancam kelestarian candi ini. Candi yang dibangun kira-kira abad VIII pada masa pemerintahan wangsa Sailendra ini telah kurang lebih 1260 tahun berada di alam terbuka, artinya bahan bangunan yang terbuat dart batu andesit itu juga telah mengalami proses degradasi (pelapukan) oleh faktor waktu dan alam. Meningkatnya jumlah pengunjung ke Candi Borobudur akan memberikan dampak kurang baik bagi upaya pelestarian warisan budaya. Oleh karena itu, perlu dibuat wilayah peredam yang dapat menghambat pengunjung agar tidak naik bersama-sama ke candi, yaitu dengan membuat taman wisata di lingkungan candi. Keberadaan taman wisata diharapkan membuat pengunjung akan tersebar ke berbagai penjuru taman. Dengan tersebarnya pengunjung akan mengurangi beban yang ditanggung oleh bangunan candi (Tanudirjo, 1993-1994). Ada dua faktor utama penyebab terjadinya degradasi pada bangunan candi, yaitu faktor dari dalam dan luar. Faktor dari dalam biasanya disebabkan oleh keroposnya bangunan itu sendiri, seperti konstruksi dan bahan penyusunnya. Faktor dari luar adalah pengaruh lingkungan biotik, abiotik, dan khernis. Kerusakan yang disebabkan oleh faktor biotik adalah tumbuhnya tanaman tingkat tinggi ( ilalang, perdu, pohon-pohon besar ) dan tanaman tingkat rendah (lumut, jamur, jamur kerak, dan algae). Selain itu, kerusakan juga disebabkan oleh aktivitas manusia, baik secara disengaja maupun tidak disengaja. Kerusakan disengaja seperti corat-coret, pencurian, pengotoran, batu penyusun jatuh karena dipanjat, sedangkan kerusakan tidak disengaja seperti terjadinya keausan batu pada lantai bangunan dan kerontokan. Kerontokan terjadi akibat pembersihan gulma pada batu candi dengan menggunakan sikat.

Dampak Positif Nilai estetika (aesthetic value) adalah nilai keindahan yang dapat menarik dan atau mendorong wisatawan untuk berkunjung ke tempat itu. W.O.J. Nieuwenkamp beranggapan bahwa bentuk candi Borobudur itu pada dasarnya merupakan bentuk bunga padma (lotus). Maka jika dilihat dari atas tingkat Kamadhatu dan Rupadhatu dapat disamakan dengan kelopak-kelopak dari bunganya, sedangkan tingkatan Arupadhatu, tempat stupa-stupa itu berada, dianggap sama dengan putikputik sarinya.(Subroto, 2003). Nilai historis (historic value) adalah nilai kesejarahan yang dimiliki suatu objek atau peristiwaperistiwa penting yang melibatkan objek tersebut. Nilai historis bangunan Candi Borobudur dapat diketahui, baik dari sumber tertulis, seperti prasasti dan karya sastra, maupun sumber tak tertulis, misalnya gaya bangunan, seni area, dan unsur-unsur bangunan lainnya. Nilai arkeologi (archaeological value) adalah nilai yang berkaitan dengan kekunaan yang meliputi bentuk arsitektur, tahapan pembangunan, dan temuan artefak di sekitarnya. Bentuk arsitektur Candi Borobudur adalah perpaduan antara arsitektur Indonesia asli yang ditandai dengan empat tingkat berundak menyerupai punden yakni ciri khas bangunan yang diperuntukkan bagi pemujaan roh nenek moyang (Soekmono, 1982) dengan arsitektur India yang dicirikan oleh bentuk stupa sebagai puncaknya. Stupa sendiri adalah prototip dari makam raja yang berbentuk kubah dari timbunan bata atau tanah yang disebut "tumulus" (Brown, 1976). Keputusan pemerintah menjadikan Candi Borobdur sebagai objek wisata budaya membawa dampak positif terhadap bangunan dan situsnya, perlindungan dan pelestarian sumber daya budaya ini semakin diperhatikan. Pemintakatan (zonasi) yang dilakukan di situs Candi Borobudur merupakan salah satu upaya untuk melindungi Candi Borobudur dari kerusakan baik yang disebabkan oleh faktor manusia dan binatang maupun fatktor alam. Candi Borobudur dibagi menjadi tiga zone yaitu; Zone I adalah zone inti yang di dalamnya tidak boleh didirikan bangunan kecuali pos penjagaan, zone II adalah zone penyanggah berfungsi sebagai sabuk hijau pengaman, dan zone III adalah zone pengembangan yang diperuntukkan untuk kegiatan ekonomi dan perkantoran pengelola objek. Dampak Negatif Dampak negatif yang dapat ditemukan di Candi Borobudur setelah Candi itu dijadikan objek wisata adalah vandalisme, sampah, keausan batu-batu candi, kerontokan, retakan, dan rembesan air. Kegiatan vandalisme banyak jenisnya seperti memanjat-manjat dinding candi dan stupa, pencungkilan relief, corat-coret, dan peledakan. Sampah yang ditemukan di Candi Borobudur berupa kertas pembungkus, sisa makanan, plastik, puntung rokok, kotoran manusia, daun, biji-bijian, buahbuahan, pecahan botol, kaleng minuman, dan abu. Sampah yang ukurannya kecil dapat masuk ke sela-sela batu yang pada akhirnya menyebabkan penyumbatan pada saluran air. Selain dapat menyumbat saluran-saluran air, sampah berupa biji-bijian seperti biji jeruk, rambutan dan salak dapat tumbuh di sela-sela batu Candi Borobudur. Di Candi Borobudur, ditemukan beberapa batu penyusun yang mengalami keausan tersebar pada lantai dan tangga candi. Hasil penelitian tahun 1980-an menunjukkan bahwa di Candi Borobudur ditemukan 801 blok batu yang mengalami keausan (Sutantio, 1985), sedangkan hasil pengamatan di tahun 2000 jumlah batu yang mengalami keausan menjadi 1.383 blok batu (Sadirin, 2002), berarti terjadi peningkatan kerusakan sebesar 582 blok batu. Jika dirata-rata, setiap tahun terjadi keausan sebesar 36 blok batu. Terjadinya keausan pada batu candi disebabkan oleh gesekan antara pasir yang menempel pada alas kaki pengunjung dengan bate candi.

Hasil percobaan yang dilakukan oleh Sukronedi dan teman pada tahun 2000 menunjukkan bahwa akibat penggosokan yang dilakukan pada saat pembersihan gulma pada batu-batu candi, menyebabkan kerontokan pada bate yang berbeda-beda tergantung pada alat yang digunakan. Pada percobaan tersebut, digunakan sikat ijuk dengan panjang bulu sikat yang berbeda-beda yakni 3 cm, 2 cm, dan 1 cm. Luas bidang yang digosok adalah 100 cm2, tekanan penggosokan rata-rata 5 kg/cm2, serta lama penggosokan 10 menit dengan jumlah gosokan 100 kali gosokan. Penggunaan sikat ijuk dengan panjang bulu sikat yang berbeda juga menghasilkan kerontokan yang berbeda pula. Sikat ijuk dengan panjang bulu sikat 3 cm menghasilkan kerontokan sebanyak 8,76 x 10-5 g/cm2 atau sama dengan 2,75 ml, sikat ijuk dengan panjang bulu sikat 2 cm menghasilkan kerontokan sebanyak 9,45 x 10-5 g/cm2 atau sama dengan 3,25 ml, dan sikat ijuk dengan panjang bulu sikat 1 cm menghasilkan kerontokan 18,52 x 10-5 g/cm2 atau sama dengan 6,25 ml (Sukronedi, 2000; 32) Hasil observasi lapangan, sampai Desember 2003, menemukan retakan-retakan yang terjadi pada batu-batu Candi Borobudur sebanyak 1.536 batu. Penyebab keretakan dibedakan menjadi dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi beban yang harus ditanggung Candi Borobudur yang terdiri atas beban stabs dan beban dinamis, serta tumpuan tidak merata. Salah satu faktor penting penyebab kerusakan Candi Borobudur adalah masalah air, terutama yang merembes pada batu-batu candi. Oleh karena itu, pemugaran yang dilakukan pada tahun 1973-1983 adalah kegiatan untuk mengatasi masalah air. Meskipun demikian, sampai sekarang masih dijumpai adanya rembesan air pada dinding candi. Hasil observasi, sampai dengan tahun 2002, ditemukan 112 lokasi rembesan yaitu 81 lokasi pada dinding lorong tingkat satu, 6 lokasi pada dinding lorong tingkat dua, 6 lokasi pada dinding lorong tingkat tiga, dan 19 lokasi pada dinding lorong tingkat empat (Sadirin, 2002). Kesimpulan Pemanfaatan sumberdaya budaya Candi Borobudur telah membawa dampak positif ataupun negatif baik terhadap masyarakat di sekitarnya maupun candinya. Dampak positif terhadap masyarakat dapat dilihat dari peningkatan ekonomi dengan munculnya berbagai lapangan kerja baru seperti perhotelan, rumah makan, fotografer, dan pedagang asongan. Di bidang sosial budaya, dampak positif dapat dilihat dengan munculnya relasi-relasi baru dalam masyarakat seperti terbentuknya paguyuban andong wisata, becak wisata, munculnya kelompok-kelompok kesenian, bahkan pada tataran yang lebih besar muncul beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) seperti PATRA PALA dan MAPAN. Dampak negatif dari pemanfaatan Candi Borobudur untuk pariwisata tidak begitu terlihat di desa Borobudur dan sekitarnya, namun mulai ditengarai dan dirasakan oleh masyarakat di sekitarnya seperti cara berpakaian dan pergaulan anak-anak muda meniru cara bergaul dan berpakaian orang-orang barat. Oleh karena itu, mereka mulai membentuk suatu yayasan yang dinamai Masyarakat Peduli Borobudur (MAPAN). Berkaitan dengan dampak positif kegiatan pariwisata terhadap monumen Candi Borobudur adalah upaya perlidungan dan pelestarian sumberdaya budaya semakin diperhatikan. Upaya perlindungan dan pelestarian yang dilakukan adalah peningkatan yang bertujuan melindungi Candi Borobudur dari kegiatan vandalisme. Selain itu, dana untuk kegiatan teknis konservasi yang selama ini berasal dari dana APBN, mulai tahun 2004 direksi PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko menyediakan dana untuk pelestarian Candi Borobudur. Sementara itu, dampak negatif juga terjadi di monumen Candi Borobudur akibat pariwisata dan kegiatan pelestarian seperti vandalisme, sampah, keausan, kerontokan, rembesan air, dan keretakan. http://gerysuseno.blogspot.com/2010/11/arsitektur-lingkungan-pengaruh-bangunan.html

Anda mungkin juga menyukai