Anda di halaman 1dari 2

Upaya Kementerian Pertanian Mengatasi Musim Kering

Meski di beberapa daerah pada Oktober ini turun hujan, toh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meramalkan Indonesia bakal mengalami badai El Nino, akibatnya kekeringan sepanjang tahun. Ini tentu akan berdampak terhadap sektor pertanian. MENGHADAPI musim kemarau tahun ini, pemerintah tidak mau gegabah. Sejak awal pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) sudah ancang- ancang mengatasi musim tersebut. Menteri Pertanian DR Suswono mengatakan, untuk menanggulangi dampak kekeringan, pihaknya akan lakukan pompanisasi dan hujan buatan. Untuk daerah irigasi teknis tidak terganggu, nah untuk daerah kekeringan tapi ada potensi air sebenarnya masih bisa banyak yang diselamatkan seperti spot-spot di Jawa tengah, Jawa Timur, tandasnya. Untuk mengatasi kekeringan dengan program pompanisasi, lanjut Suswono, pihaknya berencana menggunakan sisa dana kontijensi. Kita kan punya dana Rp 3 triliun untuk kontijensi pangan. Baru digunakan Rp 374 miliar untuk penggantian puso, dan sekitar Rp 1 triliun untuk raskin ke-13. Sisanya itu sekitar Rp 1,7 triliun bisa dipakai untuk program pompanisasi, jelasnya. Disamping itu, kata Suswono, pemerintah daerah (pemda) juga harus proaktif dan segera melaporkan kondisi sawah di daerahnya. Sebenarnya sangat sederhana, pemda harus gerak cepat memberikan informasi (kekeringan dan puso atau gagal panen, Red). Kalau tidak bisa diatasi di tingkat daerah, laporkan ke provinsi, kalaupun provinsi tidak mampu laporkan ke pusat agar bisa direalisasikan (penanganannya, Red), tandasnya. Sejauh ini, sejumlah daerah seperti di Pulau Sumatera mengatasi kekeringan dengan hujan buatan sekaligus mengantisipasi kabut asap dan mematikan titik api. Daerah lainnya menggunakan truk tangki untuk menyuplai kebutuhan air bagi lahan pertanian yang terancam gagal panen sebagai solusi jangka pendek. Suswono mengatakan, pemerintah mengalokasikan anggaran ganti rugi puso sebesar Rp 3,7 juta per hektare, dan langsung ditransfer ke rekening petani setelah melewati tahapan verifikasi. Biaya ganti rugi itu masing-masing sebesar Rp 2,6 juta untuk bantuan pengolahan, dan Rp 1,1 juta untuk pupuk, serta benih diberikan gratis. Kalau terjadi gagal panen padi di daerah segera laporkan untuk ditindaklanjuti, ujarnya. Pemberian biaya ganti rugi gagal panen itu mengacu kepada Instruksi Presiden (Inpres) No 5/2011 tentang Pengamanan Produksi Beras Nasional Dalam Menghadapi Cuaca Ekstrem. Sementara itu Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana (Dirjen PSP) Kementan Sumardjo Gatot Irianto mengatakan, momentum musim kemarau sebenarnya sangat baik untuk memutus siklus hama. Situasi itu bagi daerahnya yang airnya cukup. Ini karena sinar matahari banyak, sedangkan air ada, sehingga bisa meningkatkan produksi beras, ujarnya. Meski demikian, untuk mengatasi kekeringan, Ditjen PSP tetap mengoptimalkan embung atau kolam penampungan air. Prasetyo, direktur Pengelolaan Air Ditjen PSP mengatakan, pada 2010 melalui APBN sudah terbangun sebanyak 500 embung, ditambah

APBN-Perubahan sebesar 400 embung. Jadi total 900 embung. Sementara pada 2011 ditargetkan sebanyak 1.500 embung. (aro)

Anda mungkin juga menyukai