Anda di halaman 1dari 10

TUGAS BIOLOGI PERTANIAN PENGAYAAN VEGETASI HABITAT TERDEGRADASI DENGAN MEMPERHATIKAN STRUKTUR DAN KOMPOSISI POHON SEBAGAI UPAYA

PENDUKUNG AKTIVITAS MAKAN ORANGUTAN

Disusun Oleh : Anjar K. Purwaditya (09/286786/TP/9605)

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2011

A. PENDAHULUAN

Orangutan adalah satwa langka yang dalam Red List of Threatened Species (IUCN, 2004) dikategorikan sebagai satwa yang kritis terancam punah secara global (critically endangered) yang sebagian besar populasinya hanya mampu hidup pada hutan primer. Kerusakan hutan di Indonesia saat ini sudah mencapai 1,8-2,8 juta hektar per tahun (Tjahyono, 2008). Sampai tahun 2005 kawasan hutan yang terdegradasi sekitar 56,62 juta ha yang terdiri dari 44,42 juta ha pada hutan produksi, sebesar 10,52 juta ha hutan lindung, dan 4,69 juta ha hutan konservasi. Habitat orangutan yang terisolasi dari populasi orangutan di bagian utara Sumatera (Ekosistem Gunung Leuser) ini masih terus mengalami degradasi habitat dengan rerata 2% per tahun akibat penebangan hutan. Diperkirakan tingkat degradasi habitat tersebut akan lebih tinggi di masa mendatang, sehingga mempercepat penurunan populasi yang mengarah kepada kepunahan orangutan. Menurut Pamoengkas (2000), terdapat beberapa pendekatan untuk mengatasi degradasi dan mempercepat proses pemulihan hutan (recovery). Pendekatan tersebut adalah melalui restorasi sebagai upaya untuk memulihkan kembali (recreate) ekosistem hutan aslinya melalui penanaman dengan jenis tanaman asli, rehabilitasi yang diartikan sebagai penanaman hutan dengan jenis asli dan jenis exotic dengan tujuan hanya untuk mengembalikan hutan pada kondisi stabil dan produktif, dan/atau reklamasi yang berarti penggunaan jenis-jenis exotic untuk menstabilkan dan meningkatkan produktivitas ekosistem hutan sehingga tidak ada sama sekali upaya perbaikan biodiversitas asli dari suatu kawasan hutan yang terdegradasi. Untuk memulihkan kawasan hutan sebagai habitat orangutan, pendekatan yang tepat dilakukan adalah kegiatan restorasi melalui pengayaan tanaman asli karena merupakan hutan konservasi dan menghindari kemungkinan adanya invasi jenis baru yang dapat merusak keseimbangan ekosistem. Pada penelitian yang dilakukan di Wanariset Samboja, Kalimantan Timur orangutan melakukan aktivitas makan sebesar 45,9%, bergerak sebesar 12,1%, dan 41,9% untuk aktivitas istirahat (Ramadhan 2008). Di Hutan Mentoko Taman Nasional Kutai diperoleh persentase aktivitas makan sebesar 46%, aktivitas istirahat sebesar 43%, dan aktivitas bergerak sebesar 10% (Krisdijantoro 2007). Pola makan sangat berpengaruh terhadap kondisi biologis dan aktivitas hidup hewan, yang pada akhirnya akan mempengaruhi organisasi sosialnya (Meijaard et al. 2001).

Pada kondisi alami, orangutan lebih banyak mengonsumsi buah dibandingkan jenis pakan lainnya. Saat ketersediaan buah menurun, orangutan juga mengonsumsi berbagai pakan lain yang dapat ditemui. Pakan lain yang dikonsumsi orangutan adalah daun, pucuk, bunga, epifit, liana, kulit kayu (Galdikas 1984; Sinaga 1992), dan tanah (Meijaard et al. 2001).

B. JENIS VEGETASI YANG MEMPENGARUHI POLA MAKAN ORANGUTAN

Sebagai upaya untuk mengurangi degradasi habitat orangutan yang diperkirakan dari tahun ke tahun terus meningkat maka dilakukan penambahan beberapa tanaman pakan orangutan yang memiliki kesesuaian dengan makanan dari orangutan. Beberapa pertimbangan yang perlu dilakukan dalam pemilihan lokasi penambahan vegetasi antara lain: 1. Kawasan ini merupakan bagian daerah atau wilayah jelajah orangutan, terbukti dengan pengakuan masyarakat yang sering melihat orangutan mencari makan dan bersarang di sekitar lahan olahannya serta banyak ditemukan bekas sarang orangutan di lokasi tersebut. 2. Semakin luasnya alih fungsi lahan untuk perkebunan, di mana tanaman yang dibudidayakan oleh masyarakat cenderung monokultur seperti kopi, cengkeh, coklat, dan karet yang pada dasarnya bukan merupakan sumber pakan bagi orangutan. 3. Akses masyarakat ke dalam kawasan konservasi tersebut cukup tinggi karena sering digunakan sebagai tempat wisata alam dan camping ground. 4. Peran serta masyarakat dalam mendukung konservasi orangutan masih rendah, namun cukup mendukung untuk memberikan sebagian lahan olahannya sebagai tempat uji coba penelitian. Pada proses penambahan tumbuhan pendukung habitat orangutan juga tidak bisa sembarangan, jenis tumbuhan yang akan ditambahkan dikaji dari hasil penelitian sebelumnya, pengisian kuesioner, dan wawancara terstruktur pada masyarakat lokal. Kriteria pemilihan jenis tumbuhan adalah sebagai sumber pakan, pohon sarang, dan bernilai ekonomi bagi masyarakat. Lima jenis tumbuhan yang memenuhi 2-3 kriteria tersebut dipilih sebagai contoh penelitian, yaitu meranti merah (Shorea leprosula Miq), rambutan hutan (Cryptocarya nitens (Blume) Koord.& Val.), medang (Litsea odorifera Valeton), durian (Durio zibethinus Murr), dan nangka (Artocarpus integra Merr). Pola penanaman tumbuhan dilakukan menggunakan pola tanam jalur dan pola tanam acak. Struktur dan komposisi pohon dalam vegetasi habitat orangutan yang ada juga dilakukan penelitian dengan membaginya menjadi 96 plot vegetasi berukuran 20x20 m (0,04 ha) yang ditempatkan dengan menggunakan Metode Garis Berpetak (Soerianegara dan Indrawan 1998) di sekitar sarang orangutan. Vegetasi (DBH e 10 cm) di dalam setiap plot dicatat nama jenis/lokal, keliling (K) (diukur 1,3 1,4 m dari permukaan tanah)

dan tinggi pohon. Nilai K dikonversi menjadi diameter setinggi dada (DBH) dengan formula: DBH = K / (= 22/7). Tinggi pohon diukur pada beberapa pohon selanjutnya dilakukan melalui nilai estimasi. Analisis ragam dengan prosedur GLM program SAS 6.12 digunakan untuk mengetahui perbedaan keanekaragaman diameter, tinggi, jenis dan kerapatan vegetasi kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan untuk membandingkan nilai-nilai keragaman tersebut antar tipe hutan. Nilai kekayaan contoh jenis vegetasi diketahui dengan formula (Ludwig dan Reynold 1988): Indeks Kekayaan Jenis Menhinick (R) = S / n, dengan S = jumlah jenis vegetasi dan n = total individu seluruh jenis vegetasi dalam contoh plot vegetasi. Untuk mengetahui stratifikasi hutan, berdasarkan sebaran ukuran tinggi pohon, digunakan klasifikasi Whitmore (1984) dalam Kartawinata et al. (2004) yang membagi kanopi hutan dalam lima strata, yaitu lapisan mencuat (5060 m), kanopi atas (3050 m), kanopi tengah (2030 m), kanopi bawah (1020 m), dan kanopi dasar (010 m). Setelah seluruh pohon pakan diidentifikasi dianalisis untuk mengetahui jumlah dan jenis, Indeks Nilai Penting dan persentase sebaran diameter dan tinggi pohon tersebut di setiap tipe hutan. Identifikasi jenis tumbuhan yang dikonsumsi, dilakukan dengan mengamati dan mencatat jenis dan bagian tumbuhan yang dikonsumsi, pengoleksian sampel tumbuhan, dan identifikasi dengan mencocokkan sampel tumbuhan dengan menggunakan buku identifikasi Heyne (1987).
Keberadaan pohon Podocarpus imbricatus dan Quercus sp. yang cukup tinggi di kawasan hutan konservasi merupakan salah satu ciri yang menunjukkan bahwa hutan tersebut merupakan hutan peralihan antara hutan dataran rendah sampai pegunungan. Tingginya keragaman jenis di kawasan ini menyebabkan tidak terdapat jenis pohon yang sangat mendominasi. Dengan demikian, diperkirakan bahwa setiap jenis yang telah diidentifikasi dalam penelitian ini, memiliki peran yang hampir sama pentingnya dalam komunitas pohon habitat orangutan. Berdasarkan hasil analisis pohon pakan, diketahui ada beberapa jenis pohon cukup dominan di setiap tipe hutan sebagai sumber pakan orangutan sumatera, misalnya jenis pohon Madhuca sp. dan Payena acuminata (Sapotaceae) di hutan dataran rendah; Castanopsis sp. dan Lithocarpus conocarpa (Fagaceae) di hutan campuran; Litsea firma (Lauraceae) dan Podocarpus imbricatus (Podocarpaceae) di hutan dataran tinggi; Ganua sp (Sapotaceae) dan Garcinia bancana (Clusiaceae) di hutan dataran tinggi berlumut. Karena populasi vegetasi di kawasan hutan terdiri atas campuran seluruh kelas diameter dan didominasi oleh vegetasi berdiameter kecil, sehingga dapat menjamin keberlangsungan tegakan di masa mendatang. Perbatakusuma et al. (2007) akibat pennurunan kerapatan vegetasi secara

eksponensial dari pohon berdiameter kecil ke besar. Hal ini berarti bahwa populasi vegetasi di kawasan hutan tersebut terdiri atas campuran seluruh kelas diameter dan didominasi oleh vegetasi berdiameter kecil, sehingga dapat menjamin keberlangsungan tegakan di masa mendatang. Perbatakusuma et al. (2007) menyatakan tegakan hutan dalam kondisi seimbang (balanced forest) dengan tingkat sensitivitas ekologi yang tinggi dan mengikuti pola ini banyak jenis yang saat ini yang dijumpai diperkirakan akan hilang dari tegakan di masa mendatang, apabila hutan di kawasan ini mendapat gangguan, misalnya pembukaan hutan dengan skala luas. Sebaran diameter pohon yang sangat bervariasi menunjukkan bahwa komposisi vegetasi hutan yang terdiri atas campuran seluruh kelas diameter vegetasi dan didominasi oleh pohon berdiameter kecil yang

dapat menjamin sampai regenerasi tegakan di masa mendatang.

Luasnya areal yang terdegradasi pada kawasan tersebut mengharuskan adanya perencanaan untuk melakukan pengayaan kawasan dalam rangka memulihkan fungsi ekologis dan menjaga keutuhan kawasan hutan. Selain itu penyebaran pakan akan sangat
penting bagi individu dengan status sosial yang rendah karena dapat mempermudah akses ke sumber pakan dan mengurangi risiko adanya gangguan dari individu dominan (Heulin & Cruz 2005). Meskipun begitu, kadang dominasi tetap terjadi. Orangutan liar cenderung tidak berbagi makan secara aktif dengan anaknya, meskipun anaknya masih bayi (Maple 1980). Aktivitas berbagi makanan penting untuk mengenalkan kepada individu muda berbagai jenis makanan yang dapat dikonsumsi maupun yang tidak dapat dikonsumsi (Nowel & Fletcher 2006). Individu yang dipilih adalah individu yang sudah

dapat secara mandiri mencari makanan tanpa bantuan individu lainnya (usia enam tahun ke atas) (van Adrichem et al. 2006).
Dari sekian banyak jenis makanan, yang paling banyak dikonsumsi adalah buah. Orangutan di Hutan Mentoko Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur, mengonsumsi buah sebanyak 63,2% (Krisdijantoro 2007). Orangutan di wilayah Bahorok, Taman Nasional Gunung Leuser mengonsumsi buah sebanyak 55,6% dari pakan hariannya (Sinaga 1992). Orangutan di Kalimantan Tengah mengonsumsi buah sebanyak 61% dari waktu makan, oleh karena itu dapat dikatakan pada dasarnya orangutan bersifat frugivora (Galdikas 1984). Jenis kera besar lain seperti gorila dan simpanse yang terdapat di Taman Nasional Kahuzi-Biega juga mengonsumsi buah sebagai pakan utamanya (76,70% untuk gorila dan 58,90% untuk simpanse) (Yamagiwa & Basabose 2006). Untu jenis tumbuhan, yang paling sering dikonsumsi orangutan adalah beringin (Ficus benjamina). Bagian yang dikonsumsi dapat berupa pucuk daun atau kulit kayu. Cara orangutan mengonsumsi kulit kayu sangat unik, biasanya mereka menguliti kulit kayu hingga bagian kambium terlihat. Kulit kayu yang diperoleh akan dikunyah untuk mendapatkan sarinya. Setelah dikunyah selama beberapa saat, ampas kulit kayu akan dikeluarkan dari mulutnya. Menurut

Zuraida (2004), Ficus spp sumber pakan alami yang sangat penting bagi orangutan. Dapat dikatakan jenis ini merupakan jenis tumbuhan yang selalu dikonsumsi sepanjang tahun. Ficus spp. mampu atau kaolin menyediakan buah sepanjang tahun sehingga keberadaanya dapat membantu kestabilan populasi orangutan. Selain pakan yang berupa tanaman, orangutan juga mengonsumsi tanah yang digali pada kedalaman 510 cm dari permukaan. Tingkah laku ini sering dilakukan baik oleh individu yang berada di kedua kandang terbuka, maupun individu yang berada di kandang sentral. Konsumsi tanah juga ditemukan pada orangutan Kalimantan. Tanah yang dikonsumsi diduga mengandung mineral tertentu dalam konsentrasi tinggi yang penting untuk menetralkan jumlah tanin beracun dan asam fenolat yang tinggi dalam makanan yang berasal dari daun (Meijaard et al. 2001). Konsumsi tanah (geophagus) juga ditemukan pada gorila pegunungan Rwanda. Konsumsi tanah ini dilaporkan terjadi pada musim panas ketika konsumsi beberapa jenis daun meningkat. Daun-daun yang dikonsumsi diketahui mengandung beberapa racun yang berbahaya. Geophagi diduga dapat mengurangi berbagai masalah pencernaan yang terjadi akibat perubahan pola makan. Tanah yang dikonsumsi membantu mengabsorbsi racun dan mencegah dehidrasi selama musim kering (Mahaney et al. 1995). Pada daerah tertentu ditemui orangutan yang mengonsumsi sarang rayap. Orangutan juga mengonsumsi jenis makanan lain seperti telur burung, vertebrata kecil, atau madu yang diambil dari sarang lebah (Meijaard et al. 2001). Pada beberapa kasus ditemukan orangutan yang mengonsumsi kukang (Nycticebus coucang) (Utami & van Hooff 1997). Dari variasi jenis makanan yang sangat tinggi ini dapat dikatakan orangutan merupakan tipe pengumpul atau pencari makan yang opurtunis, yaitu memakan apa saja yang dapat diperolehnya (Meijaard et al. 2001).

C. PENUTUP

Berdasarkan ketinggiannya tipe vegetasi habitat orangutan meliputi hutan dataran rendah, hutan campuran dan hutan dataran tinggi. Habitat orangutan di dominasi oleh pohon berdiameter 10-30 cm dengan tinggi antara 10-30 m. Keragaman jenis pohon di habitat orangutan tergolong tinggi, kerapatan pohon 494 phon/ha dengan bidang dasar 148,9 m2 /ha. Habitat orangutan dengan variasi habitat dari dataran rendah hingga dataran tinggi, kerapatan pohon dari keragaman jenis dan potensi pohon yang tinggi sangat menentukan bagi pelestarian populasi orangutan. Jenis pohon pakan orangutan termasuk jenis dominan dengan kerapatan pohon 8-90 pohon/ha.

Untuk jenis tanaman yang sesuai untuk pengayaan habitat adalah: 1. Pada tipe hutan rakyat yang dapat difungsikan sebagai jalur hijau adalah tanaman kehutanan, seperti meranti dan medang. 2. Pada lahan kosong atau semak belukar yang sangat potensial untuk difungsikan sebagai daerah interaksi adalah kombinasi antara tanaman kehutanan dan tanaman serba guna, seperti meranti, durian, dan rambutan. 3. Pengayaan habitat orangutan terdegradasi tidak perlu memperhatikan pola penanaman.
Aktivitas orangutan yang paling besar dari total aktivitas harian adalah makan. Aktivitas makan banyak terjadi di pagi hari, rendah pada siang hari dan kembali tinggi pada sore hari. Buah merupakan jenis pakan yang paling banyak dikonsumsi. Selain buah, orangutan juga banyak mengkonsumsi beringin (Ficus benjamina), rumput gajah (Pannisetum purpureum), tanah dll. Dengan variasi jenis makanan yang tinggi, maka orangutan dapat dikatakan oportunis dengan memakan apa saja yang didapatnya.

DAFTAR PUSTAKA

Galdikas BMF. 1984. Adaptasi orangutan di Suaka Tanjung Puting, Kalimantan Tengah. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Heulin CB, Cruz BM. 2005. Influence of food dispersion on feeding activity and social interactions in captive Lophocebus albigena and Cercocebus torquatus torquatus. Primates 46: 7790. Heulin CB, Cruz BM. 2005. Influence of food dispersion on feeding activity and social interactions in captive Lophocebus albigena and Cercocebus torquatus torquatus. Primates 46: 7790. Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Volume I-IV. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan. Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Volume I-IV. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan. IUCN. 2004. Red List of Threatened Species. http : www. redlist.org. Diakses tanggal 24 Agustus 2005. Kartawinata K, Samsoedin I, Heriyanto M, Afriastini JJ. 2004. A tree species inventory in one-hectare plot at the Batang Gadis National Park, North Sumatra, Indonesia. Reinwardtia 12 (2):145157. Krisdijantoro A. 2007. Analisis pola penggunaan ruang dan waktu orangutan (Pongo pygmaeus pygmaeus Linneaus, 1760) di Hutan Mentoko Taman Nasional Kutai Kalimantan Timur. Thesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Ludwig JA & Reynold JF. Statistical Ecology: A Primer on Methods and Computing. New York: John Wiley & Sons. Mahaney CW et al. 1995. A possible seasonal behavior for dealing with the effects of dietary change. Int J Primatol 16: 475-488. Maple TL. 1980. Orangutan Behavior. New York: van Nostrand Reinhold Company. Meijaard E et al. 2001. Diambang Kepunahan! Kondisi orangutan liar di awal abad ke21. Jakarta: The Gibbon Foundation Indonesia. Nowel AA, Fletcher AW. 2006. Food transfers in immature Wild Western Lowland Gorillas (Gorilla gorilla gorilla). Primates 47: 294299. Pamoengkas, P. 2000. Degradasi dan Rehabilitasi Hutan Tropika Basah: Kajian Falsafah Sains. Paper Individu pada Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan.

Perbatakusuma, E. A, J. Supriatna, R. S. E. Siregar, D. Wurjanto, L. Sihombing, dan D. Sitaparasti. 2006. Mengarusutamakan Kebijakan Konservasi Biodiversitas dan Sistem Penyangga Kehidupan di Kawasan Hutan Alam Sungai Batang Toru Provinsi Sumatera Utara. Laporan Teknik Program Konservasi Orangutan Batang Toru. Conservation International Indonesia-Departemen Kehutanan. Tidak diterbitkan. Ramadhan A. 2008. Evaluasi perubahan pola perilaku makan pada orangutan (Pongo pygmaeus morio) di Pusat Reintroduksi Orangutan Borneo Orangutan Survival (BOS) Wanariset-Samboja Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Sinaga T. 1992. Studi habitat dan perilaku orangutan (Pongo pygmaeus abelii) di Bahorok Taman Nasional Gunung Leuser. Thesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Soerianegara I dan Indrawan A. 1998. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor: Laboratorium Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Tjahyono, S. I. 2008. Pemerintah Gagal Selamatkan Hutan Indonesia. www. satudunia.com. Diakses tanggal 14 Juli 2008. Utami SS, van Hoof Jan ARAM. 1997. Meat-eating by adult female sumatran orangutan (Pongo pygmaeus abelii). Am J Primatol 43: 159165. Van Adrichem GGJ et al. 2006. The development of wild immature sumatran orangutans (Pongo abelii) at Ketambe. Primates 47: 300309. Yamagiwa J, Basabose AK. 2006. Diet and seasonal changes in sympatric gorillas and chimpanzees at Kahuzi-Biega National Park. Primates 47: 7990. Zuraida. 2004. Konsumsi dan kandungan nutrien pakan orangutan (Pongo pygmaeus) (Studi kasus di Pusat Reintroduksi Orangutan, Wanariset Samboja Kalimantan Timur). Thesis. Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai