Anda di halaman 1dari 32

TUGAS ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR

KEBUDAYAAN MINANG KABAU BESERTA UPACARA-UPACARA ADAT YANG ADA DI MINANG KABAU (SUMATERA BARAT)
Di buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar Universitas Sriwijaya Oleh:

Muhammad Nur Hasbi

(03081005045)

UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2011

PENDAHULUAN
Satu hal yang sangat penting adalah bahwa bagi orang Minang, adat itu adalah suatu Limbago, atau lembaga, dan mengandung unsur-unsur yang merupakan lembaga juga. Penghulu adalah lembaga, urang sumando adalah lembaga. Demikian juga perkawinan, suku, hukum, semuanya adalah lembaga. Dalam pepatah dikatakan: Adat diisi, limbago dituang. Jadi adat adalah sesuatu yang diisi, dipenuhi dan dilaksanakan, sedangkan lembaga adalah suatu jabatan, suatu aturan dasar atau undang-undang yang dibentuk dan ditetapkan untuk jangka waktu yang lama. Lembaga tidak boleh sering diubah atau diganti, lembaga harus permanen -- dikiaskan dengan logam cor atau besi tuang.
I.

ASAL BUDAYA MINANG KABAU

SEJARAH MINANGKABAU
1. Kerajaan Pertama di Gunung Merapi 1. Maharaja yang Bermahkota Dikatakan pula oleh Tambo, bahwa dalam pelayaran putera-putera Raja Iskandar Zulkarnain tiga bersaudara, dekat pulau Sailan mahkota emas mereka jatuh ke dalam laut. Sekalian orang pandai selam telah diperintahkan untuk mengambilnya. Tetapi tidak berhasil, karena mahkota itu dipalut oleh ular bidai di dasar laut. Ceti Bilang Pandai memanggil seorang pandai mas. Tukang mas itu diperintahkannya untuk membuat sebuah mahkota yang serupa. Setelah mahkota itu selesai dengan pertolongan sebuah alat yang mereka namakan "camin taruih" untuk dapat menirunya dengan sempurna. Setelah selesai tukang yang membuatnya pun dibunuh, agar rahasia tidak terbongkar dan jangan dapat ditiru lagi. Waktu Sri Maharaja Diraja terbangun, mahkota itu diambilnya dan dikenakannya diatas kepalanya. Ketika

pangeran yang berdua lagi terbangun bukan main sakit hati mereka melihat mahkota itu sudah dikuasai oleh si bungsu. Maka terjadilah pertengkaran, sehingga akhirnya mereka terpisah. Sri Maharaja Alif meneruskan pelayarannya ke Barat. Ia mendarat di Tanah Rum, kemudian berkuasa sampai ke Tanah Perancis dan Inggris. Sri Maharaja Dipang membelok ke Timur, memerintah negeri Cina dan menaklukkan negeri Jepang. 2. Galundi Nan Baselo Sri Maharaja Diraja turun sedikit ke bawah dari puncak Gunung Merapi membuat tempat di Galundi Nan Baselo. Lebih ke baruh lagi belum dapat ditempuh karena lembah-lembah masih digenangi air, dan kaki bukit ditutupi oleh hutan rimba raya yang lebat. Mla-mula dibuatlah beberapa buah taratak. Kemudian diangsurangsur membuka tanah untuk dijadikan huma dan ladang. Teratak-teratak itu makin lama makin ramai, lalu tumbuh menjadi dusun, dan Galundi Nan Baselo menjadi ramai. ri Maharaja Diraja menyuruh membuat sumur untuk masing-masing isterinya mengambil air. Ada sumur yang dibuat ditempat yang banyak agam tumbuh dan pada tempat yang ditumbuhi kumbuh, sejenis tumbuh-tumbuhan untuk membuat tikar, karung, kembut dsb. Ada pula ditempat yang agak datar. Ditengah-tengah daerah itu mengalir sebuah sungai bernama Batang Bengkawas. Karena sungai itulah lembah Batang Bengkawas menjadi subur sekali. eratus-ratus tahun kemudian setelah Sri Maharaja Diraja wafat, bertebaranlah anak cucunya kemana-mana, berombongan mencari tanah-tanah baru untuk dibuka, karena air telah menyusut pula. Dalam tambo dikatakan "Tatkalo bumi barambuang naiak, aia basintak turun". eturunan Sri Maharaja Diraja dengan "Si Harimau Campa" yang bersumur ditumbuhi agam berangkat ke dataran tinggi yang kemudian bernama "Luhak Agam" (luhak = sumur). Disana mereka membuka tanah-tanah baru. Huma dan teruka-teruka baru dikerjakan dengan sekuat tenaga. Bandar-bandar untuk mengairi sawah-sawah dikerjakan dengan sebaik-baiknya.

Keturunan "Kambing Hutan" membuka tanah-tanah baru pula di daerahdaerah Gunung Sago, yang kemudian diberi nama "Luhak 50 Koto" (Payakumbuh) dari luhak yang banyak ditumbuhi kumbuh.Keturunan "Anjing yang Mualim" ke Kubang Tigo Baleh (Solok), keturunan "Kucing Siam" ke Candung-Lasi dan anakanak raja beserta keturunannya dari si Anak Raja bermukim tetap di Luhak Tanah Datar. Lalu mulailah pembangunan semesta membabat hutan belukar, membuka tanah, mencencang melateh, meneruka, membuat ladang, mendirikan teratak, membangun dusun, koto dan kampung. 3. Kedatangan Sang Sapurba Tersebutlah kisah seorang raja bernama Sang Sapurba. Di dalam tambo dikatakan "Datanglah ruso dari Lauik". Kabarnya dia sangat kaya bergelar Raja Natan Sang Sita Sangkala dari tanah Hindu. Dia mempunyai mahkota emas yang berumbai-umbai dihiasai dengan mutiara, bertatahkan permata berkilauan dan ratna mutu manikam.Mula-mula ia datang dari tanah Hindu. Ia mendarat di Bukit Siguntang Maha Meru dekat Palembang. Disana dia jadi menantu raja Lebar Daun. Dari perkawinannya di Palembang itu dia memperoleh empat orang anak, dua lakilaki yaitu Sang Nila Utama, Sang Maniaka; dua perempuan yaitu Cendera Dewi dan Bilal Daun.Pada satu hari Sang Sapurba ingin hendak berlayar menduduki Sungai Indragiri. Setelah lama berlayar, naiklah dia ke darat, akhirnya sampai di Galundi Nan Baselo. Waktu itu yang berkuasa di Galundi Nan Baselo ialah Suri Dirajo, seorang dari keturunan Sri Maharaja Diraja. Suri Diraja tekenal dengan ilmunya yang tinggi, ia bertarak di gua Gunung Merapi. Karena ilmunya yang tinggi dan pengetahuannya yang dalam, ia jadi raja yang sangat dihormati dan disenangi oleh penduduk Galundi Nan Baselo dan di segenap daerah. Ia juga bergelar Sri Maharaja Diraja, gelar yang dijadikan gelar keturunan raja-raja Gunung Merapi. Anak negeri terheran-heran melihat kedatangan Sang Sapurba yang serba mewah dan gagah. Orang banyak menggelarinya "Rusa Emas", karena mahkotanya yang bercabang-cabang. Oleh karena kecerdikan Suri Dirajo, Sang Sapurba dijadikan

semenda, dikawinkan dengan adiknya bernama Indo Julito. Sang Sapurba adalah seorang Hindu yang beragama Hindu. Dia menyembah berhala. Lalu diadakan tempat beribadat di suatu tempat. Tempat ini sampai sekarang masih bernama Pariangan (per-Hiyang-an = tempat menyembah Hiyang / Dewa). Dan disitu juga terdapat sebuah candi buatan dari tanah tempat orang-orang Hindu beribadat. Ada juga yang mengatakan tempat itu adalah tempat beriang-riang. 4. Raja yang Hanya Sebagai Lambang Sang Sapurba lalu dirajakan dengan memangku gelar Sri Maharaja Diraja juga. Tetapi yang memegang kendali kuasa pemerintahan tetap Suri Dirajo sebagai orang tua, sedangkan sang sapurba hanya sebagai lambang. Untuk raja dengan permaisurinya dibuatkan istana "Balairung Panjang" tempatnya juga memerintah. Istana ini konon kabarnya terbuat dari : tonggaknya teras jelatang, perannya akar lundang, disana terdapat tabuh dari batang pulut-pulut dan gendangnya dari batang seleguri, getangnya jangat tuma, mempunyai cenang dan gung, tikar daun hilalang dsb. Karena Pariangan makin lama makin ramai juga Sang Sapurba pindah ke tempat yang baru di Batu Gedang. Seorang hulubalang yang diperintahkan melihatlihat tanah-tanah baru membawa pedang yang panjang. Banyak orang kampung yang mengikutinya. Mereka menuju ke arah sebelah kanan Pariangan. Terdapatlah tanah yang baik, lalu dimulai menebang kayu-kayuan dan membuka tanah-tanah baru. Selama bekerja hulubalang itu menyandarkan pedang yang panjang itu pada sebuah batu yang besar. Banyak sekali orang yang pindah ke tempat yang baru itu. Mereka berkampung disitu, dan kampung baru tempat menyandarkan pedang yang panjang itu, sampai sekarang masih bernama Padang Panjang.Lama kelamaan Padang Panjang itu jadi ramai sekali. Dengan demikian Pariangan dengan Padang Panjang menjadi sebuah negeri, negeri pertama di seedaran Gunung Merapi di seluruh Batang Bengkawas, yaitu negeri Pariangan Padang Panjang. Untuk kelancaran pemerintahan perlu diangkat orang-orang yang akan memerintah dibawah raja. Lalu bermufakatlah

raja dengan orang-orang cerdik pandai. Ditanam dua orang untuk Pariangan dan dua orang pula untuk Padang Panjang. Masing-masing diberi pangkat "penghulu" dan bergelar "Datuk". Dt. Bandaro Kayo dan Dt. Seri Maharajo untuk Pariangan Dt. Maharajo Basa dan Dt. Sutan Maharajo Basa untuk Padang Panjang. Orang-orang yang berempat itulah yang mula-mula sekali dijadikan penghulu di daerah itu. Untuk rapat dibuat Balai Adat. Itulah balai pertama yang asal sebelum bernama Minangkabau di Pariangan. 5. Sikati Muno Seorang orang jahat yang datang dari negeri seberang tiba pula di daerah itu. Karena tubuhnya yang besar dan tinggi bagai raksasa ia digelari orang naga "Sikati Muno" yang keluar dari kawah Gunung Merapi.Rakyat sangat kepadanya dan didongengkan mereka, bahwa naga itu tubuhnya besar dan panjangnya ada 60 depa dan kulitnya keras. Ia membawa bencana besar yang tidak terperikan lagi oleh penduduk. Kerjanya merampok dan telah merusak kampung-kampung dan dusundusun. Padi dan sawah diladang habis dibinasakannya. Orang telah banyak yang dibunuhnya, laki-laki, perempuan dan gadis-gadis dikorbankannya. Keempat penghulu dari Pariangan-padang Panjang diutus Suri Drajo menghadap Sang Sapurba di Batu Gedang tentang kekacauan yang ditimbuklan oleh Sikati Muno. Untuk menjaga prestisenya sebagai seorang semenda, Sang Sapurba lalu pergi memerangi Sikati Muno. Pertarungan hebat pun terjadi berhari-hari lamanya. Pedang Sang Sapurba sumbing-sumbing sebanyak seratus sembilan puluh. Akhirnya naga Sikati Muno itu mati dibunuh oleh Sang Sapurba dengan sebilah keris. Keris tersebut dinamakan "Keris Sikati Muno", keris bertuah, tak diujung pangkal mengena, jejak ditikam mati juga. Sejak itu amanlah negeri Pariangan-Padang Panjang, dan semakin lama semakin bertambah ramai. Oleh sebab itu Sang Sapurba memerintahkan lagi mencari tanah-tanah baru. Pada suatu hari raja sendiri pergi keluar, melihat-lihat daerah yang baik dijadikan negeri. Dia berangkat bersama-sama dengan pengiring-pengiringnya.

Ia sampai pada suatu tempat mata air yang jernih keluar dari bawah pohon tarab. Sang Sapurba berpikir, tanah itu tentu akan subur sekali dan baik dijadikan negeri. Lalu diperintahkannyalah membuka tanah-tanah baru ditempat itu. Sampai sekarang tanah itu dinamakan Sungai Tarab. Kemudian hari jadi termasyhur, tempat kedudukan "Pamuncak Koto Piliang" Dt. Bandaharo di Sungai Tarab. Selain itu raja menemui pula setangkai kembang teratai di daerah itu, kembang yang jadi pujaan bagi orang-orang Hindu. Raja menyuruh mendirikan sebuah istana di tempat itu. Setelah istana itu siap raja lalu pindah bertahta dari Pariangan-Padang Panjang ke tempat yang baru itu, yang kemudian dinamakan negeri Bungo Satangkai, negeri yang kedua sesudah Pariangan-Padang Panjang.

Kerajaan minangkabau baru


Pusat erajaan kembali lagi ke Pariangan Padang Panjang disebut awal masa kerajaan Minangkabau Baru. Sejak inilah diciptakan dan dikukuhkan aturan adat Minangkabau yang kita amalkan sampai sekarang. Walaupun telah bergnati musim adat Minangkabau tetap terpakai disebut; Tidak lakang oleh panas, tidak lapuk oleh hujan. Siapapun diantara putra-putri Minangkabau yang dengan sengaja melanggar aturan adat itu, akan tersisih hidupnya dalam keluarga sendiri. Tahun 1127, Sultan Sri Maharaja Diraja menikah dengan puti Indo Jelita, yakni adik kandung dari Datuk Suru Dirajo. Setelah 14 tahun menikah, ternyata belum juga mendapat keturunan. Maka atas sepakat dewan kerajaan, Sultan Sri Maharaja Diraja menikah lagi dengan Puti Cinto Dunia. Setelah dua tahun menikah dengan Puti Cinto Dunia, tidak ada juga tanda-tanda kehamilan Puti tsb. Maka Sultan menikah lagi dengan Puti Sedayu. Atas rahmat Tuhan, tahun 1147, lahirlah Sultan Paduko Basa dari permaisuri Puti Indo Jelito, yang kemudian diangkat sebagai Raja Minangkabau, bergelar Datuk Ketemanggungan. Tahun itu juga lahir pula Warmandewa dari Puti Cinto Dunia, yang kemudian bergelar Datuk Bandaharo Kayo. Tahun 1148, lahir lagi Reno Shida

dari Puti Sedayu, yang kemudian bergelar Datuk Maharajo Basa. Dengan demikian telah 3 orang putra Raja, masing-masing dari tiga orang ibu. Tahun 1149, Sultan sri Maharaja Diraja mangkat dan waktu itu anak raja yang tertua masih berusia 2 tahun. Atas sepakat dewan kerajaan, Ibu Suri Puti Indo Jelito, langsung memegang tampuk kerajaan Minangkabau sementara menunggu Sutan Paduko Basa menjadi dewasa. Tugas harian dilaksanakan oleh tiga pendamping raja yakni Datuk Suri Dirajo, Cetri Bilang Pandai dan Tantejo Gurano. Karena kasih sayang Datuk Suri Puti Indo Jelito menjanda, lalu dinikahkan dengan Cetri Bilang Pandai. Dari perkawinannya itu melahirkan 5 orang anak : Jatang Sutan Balun bergelar Datuk Perpatih Nan Sabatang (lahir 1152) Kalap Dunia bergelar Datuk Suri Maharajo nan Banego-nego (lahir 1154) Puti Reno Judah lahir 1157, kemudian dibawa oleh Datuk Perpatih Nan Sabatang ke Lima Kaum untuk keturunan kemenakannya nan menjadi penghulu Puti Jamilan lahir 1159, kemudian dibawa Datuk Ketemanggungan ke Sungai Tarab dan ke Bunga Setangkai untuk keturunannya nanti menjadi raja dan penghulu Mambang Sutan lahir th 1161, setelah berumur 4 th bergelar Datuk Suri Dirajo menggantikan gelar mamaknya (abang dari Puti Indo Jelito) Mambang Sutan merupakan kemenakan pertama di Minangkabau yang menerima gelar dari mamaknya. Tahun 1165 yakni sewaktu Sutan Paduko Basa telah berumur 18 tahun, beliau diangkat sebagai penghulu bergelar Datuk Ketumanggungan, sekalipun menduduki tahta kerajaan Minangkabau, pengganti raja yang telah 16 tahun mengemban tugas dari ibunya Puti Indo Jelito. Selain itu, semua anak laki-laki Sultan Sri Maharaja Diraja dinobatkan pula menjadi penghulu. Tahun 1174 kerajaan Minangkabau baru memperluas daerah adatnya ke Sungai Tarab, Lima Kaum dan Padang Panjang. Masing-masing daerah diduduki oleh seorang penghulu anak dari tiga orang istri Sultan Sri Maharaja Diraja. Karena kepadatan penduduk daerah Pariangan maka tahun 1186-1192 diadakan perpindahan penduduk, maka terbentuklah Luhak Nan Tigo.

Pada masing-masing luhak dibentuk beberapa kelarasan dan pada kelarasan dibentuk pula beberapa suku. Adapun suku dalam daerah kerajaan Minangkabau diatur menurut garis keturunan ibu. Siapapun bapak dari seorang anak atau apapun pangkat bapaknya, namun suku anaknya menurut suku ibunya. Untuk mengukuhkan berdirinya suku, maka harta pusaka dari nenek, diwariskan kepada ibun dan dari ibu diwariskan pula kepada anak perempuan. Aturan adat yang demikian disebut Matrilinial. Hanya dua daerah di dunia ini yang memakai aturan Matrilinial. Satu didaerah pedalaman Hindia, asal nenek moyangnya dahulu 2000 tahun sebelum masehi. Dan satu lagi berkembang di Sumbar. Bagi perempuan harta pusaka bukan untuk kepentingan pribadi, tapi untuk jaminan hidup keturunan suku. Pada tahun 1292, cicit dari Puti Jamilan, bernama Putri Dara Jingga yang pemangku Putri Mahkota, dinikahkan dengan Mahisa Anabrang, Panglima kerajaan Singhasari, keluarga dari Raja Kartanegara. Sebelum menikah terlebih dahulu Mahisa di-islamkan. Tahun 1293 Puti Dara Jingga sedang hamil, pergi mengikuti suaminya pulang ke Singhasari yang dipanggil oleh raja Pertama Majapahit (Raden Wijaya). Putri Dara Jingga membawa adik seayah dengannya yaitu Puti Dara Petak untuk pengasuh anaknya yang akan lahir. Beberapa bulan dikerajaan Majapahit yang mengambil alih kerajaan Singhasari itu, lahirlah anak dari Puti Dara Jingga yang diberi nama Adityawarman. Puti Dara Petak, dinikahi oleh Raja Majapahit (Raden Wijaya). Puti Dara Petak berubah nama menjadi Diyan Sri Tribuaneswari. Walaupun telah menjadi istri Raja Majapahit, Puti Dara Petak tetap mengasuh Adityawarman di kerajaan Majapahit.Karena Datuk Ketumanggungan telah sangat tua, maka tahun 1295, Puti Dara Jingga dipanggil pulang ke Minangkabau untuk menjadi Raja di Minangkabau dengan panggilan Bundo Kanduang. Anak Bundo Kanduang yang bernama Adityawarman tetap tinggal dikerajaan Majapahit, karena Puti Dara Petak tidak mau melepasnya pulang, ingin terus mengasuh anak kakaknya. Setelah Bunda Kandung menjadi Raja Minangkabau, memanglah Datuk Ketumanggungan mangkat dalam usia 149 tahun dan disusul oleh meninggalnya

Datuk Perparih Nan Sebatang dalam usia 146 tahun.Si Kambang Bendahari (dayangdayang utama dari Bunda Kandung) dinikahkan dengan Selamat Panjang Gobang (1292) yakni seorang diplomat utusan dari kerajaan Cina (khubilai Khan). Sebelum menikah terlebih dahulu Selamat Panjang Gombak di-Islamkan. Perkawinan itu melahirkan seorang anak bernama Cindur Mato th 1294. Cindur Mato diasuh ilmu perang oleh Mahisa Anabrangyang yang teringat akan anak kandungnya Adityawarman jauh di Majapahit. Selain itu Cindur Mato dididik ilmu silat pula oleh ayah kandungnya Selamat Panjang Gombak. Maka menjadilah Cindur Mato seorang pendekar yang tangguh dan Panglima kerajaan Minangkabau yang tiada tandingan dizamannya. Adityawarman sendiri yang Putra Mahkota Kerajaan Minangkabau, dididik ilmu perang dan ilmu kerjaan oleh Majapahit. Adityawarman pernah menjadi Wirdamatri yang merupakan predikat setaraf dengan Mpu Nala dan Maha Patih. Karena itu Adityawarman salah seorang Tri Tunggal Kerajaan Majapahit.Setelah dewasa pulanglah Adityawarman menemui Bundo Kandung dan kawin dengan Puti Bungsu (anak mamaknya Rajo Mudo) dari Ranah Sikalawi-Taluk Kuantan, sebelum menikah Adityawarman yang menganut Budha, terlebih dahulu di-Islamkan. Pada tahun 1347 Adityawarman dinobatkan menjadi Raja Minangkabau bergelar Dang Tuanku (Sutan Rumandung). Pernikahan Adityawarman dengan Puti Bungsu melahirkan anak yang bernama Ananggawarman. Gahah Mada pernah marah kepada Adityawarman karena tidak mau takluk kepada Majapahit. Tapi Adityawarman tidak segan kepada Gajah Mada, karena mereka sependidikan. Gajah Mada mencoba menyerang Minangkabau pada th 1348, tapi gagal, malah Adityawarman pernah membantu Majapahit menaklukkan Bali. Sewaktu Minangkabau dibawah pimpinan Ananggawarman tahun 1375-1417, pertahanan kerajaan Minangkabau telah sangat kuat. Patih Wikrawardhana dikerajaan Majapahit, masih mencoba menyerang kerajaan Minangkabau tahun 1409, tapi tetap tidak berhasil. Itu merupakan serangan yang terakhir terhadap Minangkabau.

Kalau dizaman Datuk Ketumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sabatang, kerajaan Minangkabau terkenal dengan aturan adat dan filsafahnya, maka dizaman Bundo Kanduang, Adityawarman dan Ananggawarman kerajaan Minangkabau terkenal dengan keahlian Cindur Mato sebagai panglima perangnya. Sesudah Ananggawarman tidak terdengar lagi kegiatan Raja Minangkabau, mungkin karena raja dan penghulunya tidak lagi membuat ubahan, baik untuk kerajaan, maupun untuk rakyat yang memang telah sempurna dibentuk oleh cerdik pandai terdahulu. Demikian sempurnanya aturan adat dikerjakan Minangkabau sangat pula membantu pelaksanaan aturan adat itu, karena adat Minangkabau disusun bersendi syarak (agama Islam) dan syarak bersendi Kitabullah.

Adat
ADAB

Nagari

dan

Keturunan

Orang

Minangkabau

Adapun adab yang pertama, patut kita berkasih-kasihan antara sesama hamba Allah dengan sahabat kenalannya, dengan kaum kerabatnya serta sanak saudaranya.Adapun adab yang kedua, hormat kepada ibu dan bapak, serta guru dan raja, mamak dan ninik serta orang mulia-mulia.Adapun adab yang ketiga, yang tua wajib dimuliakan , yang muda patut dikasihi, sesama remaja dibasa-basikan (dipersilakan / dilayani dengan baik).Adapun adab yang keempat, adab berkorong dan berkampung, adab berkaum kerabat, jika sukacita sama-sama ketawa, kalau dukacita sama-sama menangis. Bertolong-tolongan pada jalan kebaikan, jangan bertolong-tolongan pada jalan maksiat, atau jalan aniaya, jangan memakai khizit dan khianat serta loba dan tamak, tidak usah berdengki-dengkian sesama hamba Allah, pada jalan yang patut-patut; janganlah memandang kepada segala manusia, dengan cara bermasam muka, itulah dia yang bersama adat yang patut, yang kita pakaikan setiap hari.

TERTIB Adapun tertib kepada raja-raja dan orang-orang besar serta kepada alim ulama; kepada ibu dan bapak; dan kepada ninik mamak dan orang tua-tua dengan orang mulia-mulia; jikalau menyambut barang sesuatu hendaklah meletakkan tangan kanannya diatas tangan kirinya.Sewaktu mengunjukkan barang sesuatu, duduk menghadap dengan cara bersimpuh, jika berjalan mengiring di belakang; jikalau sama-sama minum dan makan, hendaklah kemudian daripadanya, jangan meremasremas nasi, jangan mengibas-ngibaskan tangan kearah belakang atau samping kanan belakang sehingga besar sekali kemungkinan ada orang lain atau sekurang-kurangnya dinding rumah akan kejipratan air bekas pembasuh tangan yang masih melengket dijari-jari tangan. Selain dari itu lebihkanlah menekurkan kepala daripada menengadah kepadanya dan apabila berkata-kata hendaklah dengan suara yang lemah lembut. SIFAT PEREMPUAN Adapun setiap wanita itu hendaklah dia berhati sabar; menurut perintah suaminya, serta ibu bapaknya; baikpun ninik mamaknya; kalau dia berkata-kata hendaklah merendahkan diri terhadap mereka itu. Dan wajib baginya untuk mempelajari ilmu dan tertib sopan, serta kelakuan yang baik-baik; menghindarkan segala macam perangai yang akan menjadi cela kepadanya, atau kepada suaminya, atau kepada kaum kerabatnya, yang timbul oleh karena tingkah laku dan perangainya yang kurang tertib, hemat cermat. Kalau dia sudah bersuami, hendaklah dia berhati mukmin terhadap suaminya itu. PERANGAI Adapun perangai yang wajib, berlaku atas segala makhluk, baik laki-laki maupun perempuan; ialah menuntut ilmu, dan mempelajari adat dan hormat, dan merendahkan dirinya pada tempatnya juga, dan wajib dia berguru, sifat berkata-kata yang "mardesa" (tertib sopan; hemat cermat) bagaimana bunyi yang akan baik,

didengar oleh telinga si pendengar, serta dengan perangai yang lemah lembut juga dilakukan, dengan halus budi bahasanya, karena kita berlaku hormat kepada orangorang besar dan orang-orang mulia dan orang-orang tua, supaya terpelihara daripada umpat dan caci; itulah kesempurnaan perbasaan bagi orang baik-baik, yang terpakai dalam nagari atau dalam alam ini. HUTANG BAGI ORANG TUA-TUA Adapun yang menjadi hutang bagi orang tua-tua dan cerdik pandai serta orang mulia-mulia dan segala arif bijaksana yaitu harus baginya mengingatkan kepada segala ahlinya, dan kepada segala orang nan percaya kepadanya, dan segala kaumnya, yang tidak ikut melakukan perangai dan tertib yang baik-baik. Maka hendaklah dibantahi; segala kelakuan mereka itu, yang bersalahan dengan kebenaran juga, memberi petunjuk ia akan segala kaumnya itu, supaya dia melakukan segala perangai yang baik-baik dan membuangkan segala perangai yang kurang baik itu, supaya mudah sekalian mereka itu mengetahui akan keindahan dan kemuliaan yang terpakai oleh orang besar-besar yang membawa kepada jalan kebajikan, dan kesempurnaan hidupnya, supaya ingat segala anak kemenakannya itu kepada yang baik, dan lembut hatinya yang keras itu, karena hati lebih keras dari batu dan besi. Apabila sudah berkata-kata dengan orang tua-tua dan orang cerdik pandai itu; dengan ilmunya dan pengetahuannya yang sempurna, tidak boleh tidak akan lembutlah orang yang keras-keras itu oleh muslihatnya, dan kendorlah yang tegang itu, sebab kepandaiannya berkata-kata, melakukan nasihat nan baik-baik itu. Karena itu wajiblah bagi orang yang tua-tua dan cerdik pandai itu akan menajak segala kaum keluarganya dan orang yang percaya kepadanya, dengan perkataan yang lemah lembut juga, serta tutur kata yang baik-baik, akan menarik hati sekalian mereka itu, karena sekalian jalan kebajikan, memberi sukahatinya mendengarkan; serta wajib juga kepada orang tua-tua dan cerdik pandai itu, akan bercerita dan memberi ingat kepada segala kaum kerabatnya, apapun cerita dan kabar; baik maupun buruk; menceritakan kabar-kabar yang dahulu kala, yang dilihat

dan didengarnya, dengan menyatakan kesan-kesannya yang baik ataupun yang jelek. Supaya menjadi pengajaran dan peringatan juga untuk semua ahli baitnya; yakni kabar-kabar yang kira-kira cocok dengan pendapat dan pikiran si pendengar. Demikianlah yang wajib dipakaikan oleh orang tua-tua dan cerdik pandai serta arif bijaksana;"menyigai-nyigaikan"(sigai=diusut, diselidiki sebaik-baiknya; di dalam ini berbarti mendengarkan/menghampirkan dirinya) artinya, janganlah dia mengatakan jauhnya dengan mereka itu, melainkan wajib dia menyatakan hampirnya juga, supaya tertambah-tambah kasih sayangnya, kaum kerabatnya itu dan murah baginya melakukan segala nasihat dan petunjuk yang dilakukannya kepada sekalian orang. ADAT BERKAUM BERKELUARGA Apabila ada kerja dalam kampung atau dalam suku dan nagari, baik "kerja yang baik" (kerja yang menyukakan hati) maupun "kerja yang tidak baik" (dukacita, kematian, musibah dan kerugian yang mendadak); jikalau suka sama-sama ketawa, kalau duka sama-sama menangis; jika pergi karena disuruh, jika berhenti karena dilarang; artinya semua perbuatan hendaklah dengan sepengetahuanpenghulupenghulunya juga, serta orang tua-tuanya dan sanak saudaranya yang patut-patut. Demikianlah adat orang berkaum keluarga dan beranak berbapak, beripar besan, berindu bersuku. Itulah yang dipertalikan dengan adat lembaga, yang "persaluk urat, yang berjumbai akar, berlembai pucuk" (bertali kerabat) namanya, menyerunduk sama bongkok, melompat sama patah; kalau ke air sama basah, jika ke api sama letup, itulah yang dinamakan "semalu sesopan", kalau kekurangan tambahmenambah, jika "senteng bilai-membilaia', yang berat sama dipikul dijunjung dan yang ringan sama dijinjing. Adat penghulu kepada anak kemenakan, baik dalam pekerjaan yang baik maupun didalam pekerjaan yang tidak baik. Apabila sesuatu persoalan anak kemenakan disampaikan kepada penghulu dan orang tua-tua wajiblah bagi beliau itu; bila kusut diselesaikan, bila keruh diperjernih, menghukum dengan jalan keadilan, beserta dengan orang tua-tuanya disana.Adapun yang dikatakan tua disana, ialah

orang yang cerdik pandai, orang yang berakal juga, yang akan menimbang buruk dengan baik, tinggi dengan rendah, supaya menjadi selesai seisi kampungnya itu. Jika tidak putus oleh penghulu-penghulu dan orang tua-tua didalam masingmasing kampung mengenai apa-apa yang diperselisihkan oleh anak buahnya; wajiblah kepada penghulu-penghulu dan orang tua-tua tersebut untuk membawa "serantau hilir, serantau mudik" (sepanjang sungai kesana kemari mencarikan air yang jernih, sayak yang landai" (keadilan) katian (timbangan dengan ukuran berat sekati) yang genab; supaya diperoleh kata kebenaran dan aman segala kaum keluarganya. Adat orang menjadi "kali" (Tuan Kadi; penghulu nikah), pendeta dan alim ulama, imam, khatib dan bilal serta maulana; hendaklah dia mengetahui benar-benar segala aturan agama (syarat; syariat Islam) di dalam surau dan mesjid-mesjidnya atau didalam segala majelis perjamuan, dan pada tempat yang suci-suci baikpun di dusundusun atau di medan majelis orang banyak, hendaklah selalu dia melakukan perangai nan suci dan hormat, supaya menjadi suluh, kepada segala isi nagari dan yang akan diturut, oleh segala murid-muridnya. Wajib dia mengatur segala penjagaan nan bersalahan, dalam mesjid dan surau dan didalam majelis perjamuan yang akan menjadi cacat dan cela bagi ketertiban agamanya, yang boleh membinasakan tertib kesopanan orang-orang "siak" (santri) dan alim ulama yang sempurna. ADAT LAKI-LAKI KEPADA WANITA YANG SUDAH DINIKAHINYA Wajib laki-laki itu memberi nafkah lahir dan bathin kepada istrinya dan memberi tempat kediaman serta memberi minum dan makannya serta pakaian sekurang-kurangnya dua persalin setahun; dan wajib pula bagi perempuan itu berperangai yang sempurna kepada segala ahli-ahli (karib bait) suaminya dengan perangai yang hormat dan tertib sopan seperti adab kepada suaminya juga. Demikianlah pula wajiblah bagi lelaki tsb berperangai nan sopan, kepada segala

kaum kerabat anak istrinya seperti dia melakukannya terhadap kaum kerabatnya sendiri yang patut-patut. Cara bagaimana hormatnya istri kepada ibu bapaknya dan ninik mamaknya begitu pulalah hendaknya dia menghormati dan mempunyai rasa malu terhadap ibu bapak dan ninik mamak istrinya itu. Yakni dengan basa-basi yang lemah lembut dan hendaklah dia memberi petunjuk akan anak istrinya yang alpa dalam menghormati kaum kerabatnya dan ibu bapak serta ninik mamaknya yang sepatutnya dihormatinya, supaya istrinya itu berlaku baik dan beradat yang sempurna terhadap kepada ahliahlinya (karib baitnya). Wajib pula suami melarang istrinya berperangai yang salah menurut adab dan tertib yang sopan dan santun, supaya istrinya itu tetap menurut jalan yang baik-baik dan sopan; begitulah yang sebaik-baiknya yang dilakukan oleh segala suami terhadap istrinya masing-masing. MILIK Ada berbagai milik; ada milik raja, ada milik penghulu, ada milik kadi, ada milik dubalang dan pegawai, ada milik imam dan khatib dan ada pula milik orang banyak. Masing-masing milik tsb tidak boleh dikuasai oleh yang bukan pemiliknya. Adapun yang menjadi milik raja itu adalah memerintah dan menghukum segala perselisihan hamba rakyatnya yang disampaikan kepadanya dan menjaga kesentosaan nagari, dan mengetahui dia akan perangai sekalian orang-orang yang dibawah kekuasaannya serta berhubungan dengan pembantunya dan apabila pembantupembantunya bersalah maka diapun akan menghukum mereka itu juga supaya nagari menjadi sempurna dan rakyat menjadi sentosa. Adapun milik penghulu itu adalah menjaga akan kesentosaan dan keselamatan anak buahnya; baik yang ada dalam kampung dalam suku, dalam nagari, pada tempat masing-masing, dan wajib baginya menentukan batas dan "bintalak" (pasupadan; sempadan) milik anak buahnya didalam pegangan masing-masingnya; dan yang lainlainnya yang akan memberi kebajikan kepada segala anak buahnya.

Adapun milik tuan Kardi itu adalah menghukumkan menurut jalan hukum dan syariat agama nabi kita Muhammad dan menentukan sah dan batal, pasal dan bab, dalil dan maknanya, setiap hukum agama dikeluarkannya (diterapkannya).Adapun milik pegawai dan hulubalang, menjelaskan apa-apa yang dititahkan penghulupenghulu; "menakik" yang keras, "menyudu" yang lunak; berdasarkan jalan kebenaran juga. Adapun milik bagi orang banyak itu, wajib kita menutur segala titah dan perintah penghulu-penghulu, orang tua-tuanya; memelihara akan pekerjaannya masing-masing; dengan yakin menjalankan titah rajanya dan disampaikan kepadanya; Tuan Kadinya dan ibu bapaknya serta sanak saudaranya.Adapun milik bagi harta benda itu, seperti sawah ladang, emas perak kerbau sapi, ayam itik dan lain-lainnya, wajib tergenggam pada yang punya milik masing-masing juga, tidaklah harus dimiliki oleh bukan pemiliknya. HAK Adapun hak itu tidaklah tetap terpegang, kepada yang empunya hak untuk selamanya; hak yang terpegang ditangan yang empunya masing-masing adalah hak milik namanya. Dan apabila haknya itu dipegang oleh orang lain, maka dinamai "Haknya saja" tetapi yang memiliki orang lain.Itulah undang-undang yang terpakai dalam nagari di Alam Minangkabau ini yang sepatutnya engkau ketahui terlebih dahulu. Tentukan (usut dan periksa) benarlah dahulu semuanya yang hamba sebut tadi; yang dipakai didalam nagari ini; agar jelas pegangan masing-masing, agar berbeda orang dengan awak; baik jauh maupun dekat.

Hubungan Individu dan Kelompok Manusia secara alami tidak mungkin hidup sendiri. Setiap individu membutuhkan orang lain untuk bisa hidup. Sudah menjadi hukum alam dan merupakan takdir Tuhan bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain.

Manusia membutuhkan manusia lain untuk hidup bersama dan bekerjasama. Ia telah ditentukan harus hidup berkelompok dan hidup bermasyarakat. Kelompok kecil dalam masyarakat Minang adalah suku, sedangkan kelompok terbesar, terlihat dari kacamata adat Minang adalah nagari. Suku sebagai kelompok terkecil, seyogianya harus dipahami dan dihayati betul oleh orang-orang Minang. Kalau tidak akan mudah sekali tergelincir pada pengertian bahwa keluarga terkecil adalah keluarga batih yang terdiri dari ayah-ibu dan anak-anak. Pengertian yang keliru inilah yang sering membawa pecahnya kekeluargaan Minang, karena mamak rumah, dunsanak ibu, bahkan Penghulu suku tidak lagi dianggap keluarga. Selain itu sifat dasar masyarakat Minang adalah "kepemilikan bersama". Tiap individu menjadi milik bersama dari kelompoknya. Sebaliknya tiap kelompok itu menjadi milik dari semua individu yang menjadi anggota kelompok itu. Rasa saling memiliki ini menjadi sumber dari timbulnya rasa setia kawan (solidaritas) yang tinggi, rasa kebersamaan, rasa tolong menolong. Tiap individu akan mencintai kelompok sukunya dan setiap anggota dari satu suku akan selalu mengayomi atau melindungi setiap individu.Kehidupan individu terhadap kelompok sukunya bagaikan kehidupan ikan dengan air. Ikan adalah individu sedangkan air adalah suku tempat hidup. Bila si ikan dikeluarkan dari air, maka ia akan segera mati. Dari sini lahirlah pepatah yang berbunyi : Suku yang tidak bisa dianjak Malu yang tidak bisa dibagi. Dengan melihat hubungan individu dengan kelompoknya seperti digambarkan diatas, maka jelas antara individu dan kelompoknya akan saling mempengaruhi. Individu yang berwatak baik, akan membentuk masyarakat yang rukun dan damai. Sebaliknya kelompok yang tertata rapi, akan melahirkan individu-individu yang tertib dan berdisiplin baik.Dengan demikian nenek moyang orang Minang, telah memberikan kriteria tertentu yang dianggap ideal untuk menjadi sifat-sifat orangorang Minang.

2. Perkawinan Adat Minangkabau


2. Perkawinan Adat Minangkabau Dalam tiap masyarakat dengan susunan kekerabatan bagaimanapun, perkawinan memerlukan penyesuaian dalam banyak hal.Perkawinan menimbulkan hubungan baru tidak saja antara pribadi yang bersangkutan, antara marapulai dan anak dara tetapi juga antara kedua keluarga.Latar belakang antara kedua keluarga bisa sangat berbeda baik asal-usul, kebiasaan hidup, pendidikan, tingkat sosial, tatakrama, bahasa dan lain sebagainya. Karena itu syarat utama yang harus dipenuhi dalam perkawinan, kesediaan dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dari masing-masing pihak. Pengenalan dan pendekatan untuk dapat mengenal watak masing-masing pribadi dan keluarganya penting sekali untuk memperoleh keserasian atau keharmonisan dalam pergaulan antara keluarga kelak kemudian.Perkawinan juga menuntut suatu tanggungjawab, antaranya menyangkut nafkah lahir dan batin, jaminan hidup dan tanggungjawab pendidikan anak-anak yang akan dilahirkan. Berpilin duanya antara adat dan agama Islam di Minangkabau membawa konsekwensi sendiri. Baik ketentuan adat, maupun ketentuan agama dalam mengatur hidup dan kehidupan masyarakat Minang, tidak dapat diabaikan khususnya dalam pelaksanaan perkawinan. Kedua aturan itu harus dipelajari dan dilaksanakan dengan cara serasi, seiring dan sejalan.Pelanggaran apalagi pendobrakan terhadap salah satu ketentuan adat maupun ketentuan agama Islam dalam masalah perkawinan, akan membawa konsekwensi yang pahit sepanjang hayat dan bahkan berkelanjutan dengan keturunan.Hukuman yang dijatuhkan masyarakat adat dan agama, walau tak pernah diundangkan sangat berat dan kadangkala jauh lebih berat dari pada hukuman yang dijatuhkan Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negara. Hukuman itu tidak kentara dalam bentuk pengucilan dan pengasingan dari pergaulan masyarakat Minang. Karena itu dalam perkawinan orang Minang selalu

berusaha memenuhi semua syarat perkawinan yang lazim di Minangkabau. Syarat-syarat itu menurut Fiony Sukmasari dalam bukunya Perkawinan Adat Minangkabau adalah sebagai berikut : Kedua calon mempelai harus beragama Islam. Kedua calon mempelai tidak sedarah atau tidak berasal dari suku yang sama, kecuali pesukuan itu berasal dari nagari atau luhak yang lain. Kedua calon mempelai dapat saling menghormati dan menghargai orang tua dan keluarga kedua belah pihak. Calon suami (marapulai) harus sudah mempunyai sumber penghasilan untuk dapat menjamin kehidupan keluarganya. Perkawinan yang dilakukan tanpa memenuhi semua syarat diatas dianggap perkawinan sumbang, atau perkawinan yang tidak memenuhi syarat menurut adat Minang. Selain dari itu masih ada tatakrama dan upacara adat dan ketentuan agama Islam yang harus dipenuhi seperti tatakrama jopuik manjopuik, pinang meminang, batuka tando, akad nikah, baralek gadang, jalang manjalang dan sebagainya. Tatakrama dan upacara adat perkawinan inipun tak mungkin diremehkan karena semua orang Minang menganggap bahwa "Perkawinan itu sesuatu yang agung", yang kini diyakini hanya "sekali" seumur hidup.

3. Penghulu
3. P E N G H U L U 1. Arti Penghulu Setelah nenek moyang orang Minang mempunyai tempat tinggal yang tetap maka untuk menjamin kerukunan, ketertiban, perdamaian dan kesejahteraan keluarga, dibentuklah semacam pemerintahan suku. Tiap suku dikepalai oleh seorang Penghulu Suku.

Hulu artinya pangkal, asal-usul, kepala atau pemimpin. Hulu sungai artinya pangkal atau asal sungai yaitu tempat dimana sungai itu berasal atau berpangkal. Kalang hulu artinya penggalang atau pengganjal kepala atau bantal. Penghulu berarti Kepala Kaum Semua Penghulu mempunyai gelar DatukDatuk artinya " Orang berilmu - orang pandai yang di Tuakan" atau Datu-datu. Kedudukan penghulu dalam tiap nagari tidak sama. Ada nagari yang penghulunya mempunyai kedudukan yang setingkat dan sederajat. Dalam pepatah adat disebut "duduk sama rendah tegak sama tinggi". Penghulu yang setingkat dan sederajat ini adalah di nagari yang menganut "laras" (aliran) Bodi-Caniago dari keturunan Datuk Perpatih nan Sabatang. Sebaliknya ada pula nagari yang berkedudukan penghulunyu bertingkat-tingkat yang didalam adat disebut "Berjenjang naik bertangga turun", yaitu para Penghulu yang menganut laras (aliran) Koto Piliang dari ajaran Datuk Katumanggungan. Balai Adat dari kedua laras ini juga berbeda. Balai Adat dari laras Bodi Caniago dari ajaran Datuk Perpatih nan Sabatang lantainya rata, melambangkan "duduk sama rendah - tegak sama tinggi".Balai Adat dari laras Koto Piliang yang menganut ajaran Datuk Katumanggungan lantainya mempunyai anjuang di kiri kanan, yang melambangkan kedudukan Penghulu yang tidak sama, tetapi "berjenjang naik - batanggo turun". Kendatipun kedudukan para penghulu berbeda di kedua ajaran adat itu, namun keduanya menganut paham demokrasi. Demokrasi itu tidak ditunjukkan pada cara duduknya dalam persidangan, dan juga bentuk balai adatnya yang memang berbeda, tetapi demokrasinya ditentukan pada sistem "musyawarah - mufakat". Kedua sistem itu menempuh cara yang sama dalam mengambil keputusan yaitu dengan cara "musyawarah untuk mufakat"

2. Kedudukan dan peranan penghulu Di dalam pepatah adat disebut; Luhak BapanghuluRantau barajo Hal ini berarti bahwa penguasa tertinggi pengaturan masyarakat adat di daerah Luhak nan tigo - pertama Luhak Tanah Datar - kedua Luhak Agam dan ketiga Luhak 50-Koto berada ditangan para penghulu. Jadi penghulu pemegang peranan utama dalam kehidupan masyarakat Adat. Pepatah merumuskan kedudukan dan peranan penghulu itu sebagai berikut; Nan tinggi tampak jauh Yang tinggi tampak jauhNan gadang jolong basuo Yang besar mula ketemuKayu gadang di tangah padang Pohon besar di tengah padangTampek balinduang kapanasan Tempat berlindung kepanasanTampek bataduah kahujanan Tempat berteduh kehujananUreknyo tampek baselo Uratnya tempat bersilaBatangnyo tampek basanda Batangnya tempat bersandarPai tampek batanyo Pergi tempat bertanyaPulang tampek babarito Pulang tempat berberitaBiang nan akan menambuakkan Biang yang akan menembusGantiang nan akan mamutuihkan Genting yang akan memutusTampek mangadu sasak sampik Tempat mengadu kesulitan Dengan ringkas dapat dirumuskan kedudukan dan peranan Penghulu sebagai berikut; Sebagai pemimpin yang diangkat bersama oleh kaumnya sesuai rumusan adat Jadi Penghulu sakato kaumJadi Rajo sakato alam Sebagai pelindung bagi sesama anggota kaumnya.Sebagai Hakim yang memutuskan semua masalah dan silang sengketa dalam kaumnya.Sebagai tumpuan harapan dalam mengatasi kehidupan kaumnya. 3. Syarat-syarat untuk menjadi Penghulu Baik buruknya keadaan masyarakat adat akan ditentukan oleh baik buruknya Penghulu dalam menjalankan keempat fungsi utamanya diatas.

Pepatah menyebutkan sebagai berikut; Elok Nagari dek PenghuluElok tapian dek nan mudoElok musajik dek TuankuElok rumah dek Bundo Kanduang. Oleh karena Penghulu mempunyai tugas yang berat dan peranan yang sangat menentukan dalam masyarakat adat, maka dengan sendirinya yang harus diangkat jadi penghulu itu, adalah orang yang mempunyai "bobot" atas sifat-sifat tertentu. Perlu dicatat disini bahwa Adat Minang secara mutlak menetapkan bahwa penghulu hanya pria dan tidak boleh wanita. Disini jelas dan mutlak pula bahwa sistem kekerabatan matrilinial tidak dapat diartikan dengan "wanita yang berkuasa". Satu dan lain karena keempat unsur utama seorang penghulu seperti sebagai Pemimpin, Pelindung, Hakim dan Pengayom yang merupakan unsur-unsur yang sangat dominan dalam menentukan "kekuasaan", berada di tangan pria yaitu di tangan penghulu yang justru mutlak seorang pria itu. Pepatah adat menetapkan sifat-sifat orang yang disyaratkan menjadi penghulu itu adalah sebagai berikut; Nan cadiak candokio Yang cerdik cendekianan arif bijaksano Yang arif bijaksananan tau diunak kamanyangkuik Yang tahu duri yang akan menyangkutnan tau dirantiang kamancucuak Yang tahu ranting yang akan menusukTau diangin nan basiru Tahu angin yang melingkarTau di ombak nan badabua Tahu ombak yang berdeburTau dikarang nan baungguak Tahu karang yang beronggokTau dipasang turun naiak Tahu pasang turun naikTau jo ereng gendeng Tahu sindiran tingkah polahTau dibayang kato sampai Tahu bayangan ujud kataAlun bakilek lah bakalam Belum dijelaskan sudah pahamSakilek ikan dalam aie Selintas ikan dalam airJaleh jantan batinyo Jelas sudah jantan betinanyaTau di cupak nan duo Tahu dengan undang-undang yang dua puluhPaham di Limbago nan sapuluah. Tahu dengan lembaga hukum yang sepuluh. Dapat disimpulkan terdapat 4 (empat) syarat utama untuk dapat diangkat menjadi Penghulu diluar persyaratan keturunan sebagai berikut;

Berpengetahuan dan mempunyai kadar intelektual yang tinggi atau cerdik pandai.Orang yang arif bijaksana.Paham akan landasan pikir dan Hukum Adat Minang.Hanya kaum pria yang akil-balig, berakal sehat. 4. Sifat-Sifat Penghulu Pakaian penghulu melambangkan sifat-sifat dan watak yang harus dipunyai oleh seorang penghulu. Arti kiasan yang dilambangkan oleh pakaian itu digambarkan oleh Dt. Bandaro dalam bukunya "Tambo Alam Minangkabau" dalam bahasa Minang sebagai berikut; a. Destar Niniek mamak di Minangkabau Niniek mamak di MinangkabauNan badeta panjang bakaruik Yang berdestar panjang berkerutBayangan isi dalam kuliek Bayangan isi dalam kulitPanjang tak dapek kito ukue Panjang tak dapat kita ukurLeba tak dapek kito belai Lebar tak dapat kita sambungKok panjangnyo pandindiang korong Panjangnya pendinding kampungLeba pandukuang anak kamanakan Lebarnya pendukung anak kemenakanHamparan di rumah tanggo Hamparan di rumah tanggaParaok gonjong nan ampek Penutup gonjong yang empatTiok liku aka manjala Tiap liku akal menjalarTiok katuak ba undang undang Tiap lipatan berundang-undangDalam karuik budi marangkak Dalam kerutan budi merangkakTambuak dek paham tiok lipek Tembus karena paham tiap lipatanManjala masuak nagari. Menjalar masuk negeri. b. Baju Babaju hitam gadang langan Berbaju hitam berlengan lebarLangan tasenseng tak pambangih Lengan tersingsing tak pemarahPangipeh angek naknyo dingin Pengipas panas supaya dinginPambuang nan bungkuak sarueh Pembuang yang bungkuk seruasSiba batanti timba baliek Pinggiran berenda timbal balikGadang barapik jo nan ketek Besar berimpit dengan yang kecilTando rang gadang

bapangiriang Tandanya orang besar berpengiringTatutuik jahit pangka langan Tertutup jahitan pangkal lenganTando membuhue tak mambuku Tandanya membuhul tak mengesanTando mauleh tak mangasan Tandanya menyambung tak kentaraLauik tatampuah tak berombak Laut ditempuh tak berombakPadang ditampuah tak barangin Padang ditempuh tak beranginTakilek ikan dalam aie Terlintas ikan dalam airLah jaleh jantan batinonyo Sudah jelas jantan betinanya.Lihienyo lapeh tak bakatuak Lehernya lepas tak berkatupTando pangulu padangnyo lapang Tandanya penghulu padangnya lapangalamnyo leba alamnya lebar (lapang dada/sabar)Indak basaku kiri jo kanan Tidak bersaku kiri dan kananTandonyo indak pangguntiang Tandanya bukan penggunting dalam dalam lipatan lipatanIndak panuhuak kawan seiriang Bukan penohok kawan seiring. c. Sarawa Basarawa hitam ketek kaki Bercelana hitam kecil kakikapanuruik alue nan luruih untuk menurut alur yang luruspanampuah jalan nan pasa untuk menempuh jalan yang wajarka dalam korong jo kampuang ke dalam korong kampungsarato koto jo nagari serta koto dan negeriLangkah salasai baukuran Langkah bebas berukuranmartabat nan anam membatasi martabat yang enam membatasimurah jo maha ditampeknyo murah dan mahal ditempatnyaba ijo mako bakato di eja baru berkataba tolam mako bajalan di agak baru berjalan d. Kain Sarung Sarung sabidang ateh lutuik Sarung sebidang atas lututpatuik senteng tak bulieh dalam Pantasnya pendek tak boleh panjangpatuik dalam tak bulieh senteng Pantasnya panjang tak boleh pendekkarajo hati kasamonyo Kerja hati semuanyamungkin jo patuik baukuran Mungkin dan patut berukuranmurah jo maha ditampeknyo Murah dan mahal ditempatnya

e. Karih Sanjatonyo karih kabasaran Senjatanya keris kebesaransamping jo cawek nan tampeknyo sesamping dan cawat yang tempatnyasisiknyo tanaman tabu sisiknya tanaman tebulataknyo condong ka kida letaknya miring ke kiridikesong mako dicabuik dikisar baru dicabutGembonyo tumpuan puntiang Hulunya tumpuan puntiangTunangannyo ulu kayu kamat Tunangannya hulu kayu kamatbamato baliak batimba bermata timbal baliktajamnyo bukan alang kapalang tajamnya bukan alang kepalangtajamnyo pantang melukoi tajamnya pantang melukaimamutuih rambuik diambuihkan putus rambut ditiupkan Ipuahnyo turun dari langit Racunnya turun dari langitbisonyo pantang katawaran bisanya pantang berpenawarjajak ditikam mati juo jejak ditikam mati jugaka palawan dayo rang aluih untuk melawan kekuatan gaibka palunak musuh di badan untuk pelunak musuh didiribagai papatah gurindam adat bagai pepatah gurindam adatKarih sampono Ganjo Erah Keris sempurna Ganja Erahlahie bathin pamaga diri Lahir batin pemagar diriKok patah lidah bakeh Allah Kalau patah lidah kepada Tuhanpatah karih bakeh mati Patah keris berarti mati f. Tungkek Pamenannyo tungkek kayu kamat Mainannya tongkat kayu kamatujuang tanduk kapalo perak Ujung tanduk kepala perakpanungkek adat jo pusako penopang adat dan pusakaGantang nak tagak jo lanjuangnyo Gantang supaya tegak dengan bubungannyasumpik nan tagak jo isinyo karung supaya tegak dengan isinya 5. Peringatan bagi Penghulu Falsafah pakaian rang penghulu Falsafah pakaian bagi penghuluDi dalam luhak ranah Minang Di dalam luhak Ranah MinangKalau ambalau meratak ulu Kalau ambalau meretak huluPuntiang tangga mato tabuang Tangkai lepas mata terbuangKayu kuliek mengandung aie Kayu kulit mengandung airLapuknyo sampai kapanguba Lapuknya sampai kepenguba (inti)Binaso tareh nan di dalam Binasa teras

yang di dalamKalau penghulu berpaham caie Kalau penghulu berpaham cairJadi sampik alam nan leba Jadi sempit alam yang lebarDunia akhirat badan tabanam Dunia akhirat badan terbenamElok nagari dek pangulu Elok negeri karena penghuluRancak tapian dek nan mudo Cantik tepian karena yang mudaKalau kito mamacik ulu Kalau kita memegang huluPandai menjago puntiang jo mato Pandai menjaga tangkai dan mataPetitih pamenan andai Petitih mainan andaiGurindam pamenan kato Gurindam mainan kataJadi pangulu kalau tak pandai Jadi penghulu kalau tak pandaiCaia nagari kampung binaso Hancur negeri kampung binasaAdat ampek nagari ampek Adat empat negeri empatUndangnyo ampek kito pakai Undangnya empat kita pakaiCupak jo gantang kok indak dapek Cupak dan gantang kalau tak dapatLuhak nan tigo tabangkalai Luhak yang tiga terbengkalaiPayakumbuah baladang kunik Payakumbuh berladang kunirDibao urang ka Kuantan Dibawa orang ke KuantanBapantang kuning dek kunik Pantang kuning karena kunirTak namuah lamak dek santan Tak ingin enak karena santan

4. UPACARA-UPACARA ADAT DI MINANG KABAU


1. Upacara Sepanjang Kehidupan Manusia Upacara sepanjang kehidupan manusia ini dapat pula dibedakan sbb:

Lahir yang didahului oleh upacara kehamilan Upacara Karek Pusek (Kerat pusat) Upacara Turun Mandi dan Kekah (Akekah)

Upacara Sunat Rasul Mengaji di Surau

Tamat Kaji (khatam Qur'an)

Setelah melalui upacara-upacara pada masa kehamilan dan sampai lahir dan seterusnya maka dilanjutkan dengan acara-acara semasa remaja dan terutama sekali

bagi anak laki-laki. Pada masa remaja ada pula acara-acara yang dilakukan berkaitan dengan ilmu pengetahuan adat dan agama. Upacara-upacara semasa remaja ini adalah sbb: Manjalang guru (menemui guru) untuk belajar. Orang tua atau mamak menemui guru tempat anak kemenakannya menuntut ilmu. Apakah guru dibidang agama atau adat. Anak atau keponakannya diserahkan untuk dididik sampai memperoleh ilmu pengetahuan yang diingini. Balimau. Biasanya murid yang dididik mandi berlimau dibawah bimbingan gurunya. Upacara ini sebagai perlambang bahwa anak didiknya dibersihkan lahirnya terlebih dahulu kemudian diisi batinnya dengan ilmu pengetahuan. Batutue (bertutur) atau bercerita. Anak didik mendapatkan pengetahuan dengan cara gurunya bercerita. Di dalam cerita terdapat pengajaran adat dan agama. Mengaji adat istiadat. Didalam pelajaran ini anak didik mendapat pengetahuan yang berkaitan dengan Tambo Alam Minangkabau dan Tambo Adat. Baraja tari sewa dan pancak silek (belajar tari sewa dan pencak silat). Untuk keterampilan dan ilmu beladiri maka anak didik berguru yang sudah kenamaan.Mangaji halam jo haram (mengaji halal dengan haram). Pengetahuan ini berkaitan dengan pengajaran agama.Mengaji nan kuriek kundi nan merah sago, nan baiek budi nan indah baso (mengaji yang kurik kundi nan merah sago, yang baik budi nan indah baso), pengajaran yang berkaitan dengan adat istiadat dan moral. Setelah dewasa maka upacara selanjutnya adalah upacara perkawinan. Pada umumnya masyarakat Minangkabau beragama Islam, oleh karena itu dalam masalah nikah kawin sudah tentu dilakukan sepanjang Syarak. Dalam pelaksanaan nikah kawin dikatakan "nikah jo parampuan, kawin dengan kaluarga". Dengan pengertian ijab kabul dengan perantaraan walinya sepanjang Syarak, namun pada hakekatnya mempertemukan dua keluarga besar, dua kaum, malahan antara keluarga nagari. Pada masa dahulu perkawinan harus didukung oleh kedua keluarga dan tidak membiarkan

atas kemauan muda-mudi saja. Dalam proses perkawinan acara yang dilakukan adalah sbb:

Pinang-maminang (pinang-meminang) Anta ameh (antar emas), timbang tando (timbang tando)

Mambuek janji (membuat janji)

Nikah Jampuik anta (jemput antar)

Manjalang, anaknya

manjanguak

kandang

(mengunjungi,

menjenguk

kandang).Maksudnya keluarga laki-laki datang ke rumah calon istri Baganyie (merajuk) Bamadu (bermadu) Dalam acara perkawinan setiap pertemuan antara keluarga perempuan dengan keluarga laki-laki tidak ketinggalan pidato pasambahan secara adat. Akhir kehidupan di dunia adalah kematian. Pada upacara yang berkaitan dengan kematian tidak terlepas dari upacara yang berkaitan dengan adat dan yang bernafaskan keagamaan. Acara-acara yang diadakan sebelum dan sesudah kematian adalah sbb:

Sakik basilau, mati bajanguak (sakit dilihat, mati dijenguk) Anta kapan dari bako (antar kafan dari bako) Cabiek kapan, mandi maik (mencabik kafan dan memandikan mayat) Kacang pali (mengantarkan jenazah kek kuburan) Mengaji tiga hari dan memperingati dengan acara hari ketiga, ketujuh hari, keempat puluh hari, seratus hari dan malahan yang keseribu hari. Pada masa dahulu acara-acara ini memerlukan biaya yang besar.

Doa talakin panjang di kuburan

2. Upacara Yang Berkaitan dengan Perekonomian Upacara yang berkaitan dengan perekonomian seperti turun kesawah, membuka perladangan baru yang dilakukan dengan upacara-upacara adat. Untuk turun kesawah secara serentak juga diatur oleh adat. Para pemangku adat mengadakan pertemuan terlebih dahulu, bila diadakan gotong royong memperbaiki tali bandar dan turun kesawah. Untuk menyatakan rasa syukur atas rahmat yang diperoleh dari hasil pertanian biasanya diadakan upacara-upacara yang bersifat keluarga maupun melibatkan masyarakat yang ada dalam kampung. Pada masa dahulu diadakan pula upacara maulu tahun (hulu tahun), maksudnya pemotongan padi yang pertama sebelum panen keseluruhan. Diadakan upacara selamatan dengan memakan beras hulu tahun ini. Upacara dihadiri oleh Ulama dan Ninik mamak serta sanak keluarga. Adapun acara yang berkaitan dengan turun kesawah ini adalah sbb:

Gotong royong membersihkan tali bandar Turun baniah, maksudnya menyemaikan benih Batanam (bertanam) Basiang padi (membersihkan tanaman yang mengganggu padi) Tolak bala (upacara untuk menolak segala malapetaka yang mungkin Manggaro buruang (mengusir burung) Manuai (menuai), manyabik padi (potong padi) Makan ulu tahun (makan hulu pertahunan) Tungkuk bubuang (telungkup bubung)

Turun kasawah (turun ke sawah)

Anta nasi (megantarkan nasi)


menggagalkan pertanian)

Zakat.

3. Upacara Selamatan Dalam kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat banyak ditemui upacara selamatan. Bila diperhatikan ada yang sudah diwarisi sebelum Islam masuk ke Minangkabau. Doa selamat ini untuk menyatakan syukur atau doa selamat agar mendapat lindungan dari Tuhan Yang Maha Esa. Beberapa upacara yang termasuk doa selamatan ini seperti Upacara selamatan atas kelahiran, turun mandi, bacukua (bercukur), atau memotong rambut pertama kali.Upacara selamatan dari suatu niat atau melepas nazar. Sebagai contoh setelah sekian lama sakit dan si sakit kemudian atau keluarganya berniat bila seandainya sembuh akan dipanggil orang siak dan sanak famili untuk menghadiri upacara selamatan. 1. Selamat pekerjaan selesai. 2. Selamat pulang pergi naik haji 3. Selamat lepas dari suatu bahaya 4. Selamat hari raya
5.

Selamat kusuik salasai, karuah manjadi janiah (selamat kusut selesai, keruh menjadi jernih). Upacara selamat diadakan karena adanya penyelesaian mengenai suatu permasalahan baik yang menyangkut dengan masalah kekeluargaan maupun yang menyangkut dengan adat.

6. Maulud dll

nabi.

Dengan banyaknya upacara yang dilakukan dalam masyarakat Minangkabau secara tidak langsung juga sebagai sarana komunikasi dalam kehidupan bermasyarakat dan juga dalam alih generasi yang berkaitan dengan adat dan agama di Minangkabau.

Anda mungkin juga menyukai