Anda di halaman 1dari 15

studi mikrohabitat parasit monogenea pada insang ikan lele dombo (Clarias gariepinus)

Written on 01.10 by a177bi BAB I PENDUHULUAN A. Latar Belakang Lele merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan tubuh memanjang dan kulit licin. Di Indonesia ikan lele mempunyai beberapa nama daerah, antara lain: ikan kalang (Padang), ikan maut (Gayo, Aceh), ikan pintet (Kalimantan Selatan), ikan keling (Makasar), ikan cepi (Bugis), ikan lele atau lindi (Jawa Tengah). Sedangkan di negara lain dikenal dengan nama mali (Afrika), plamond (Thailand), ikan keli (Malaysia), gura magura (Srilangka), ca tre trang (Jepang). Dalam bahasa Inggris disebut pula catfish, siluroid, mudfish dan walking catfish. Ikan lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin. Habitatnya di sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air. Ikan lele bersifat noctural, yaitu aktif bergerak mencari makanan pada malam hari. Pada siang hari, ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempattempat gelap. Di alam ikan lele memijah pada musim penghujan (Prihatman, 2000). Pengembangan usaha budidaya ikan lele semakin meningkat setelah masuknya jenis ikan lele dumbo ke Indonesia pada tahun 1985. Keunggulan lele dumbo dibanding lele lokal antara lain tumbuh lebih cepat, jumlah telur lebih banyak dan lebih tahan terhadap penyakit. (Anonim, 2003) Pada proses pemeliharaan berbagai penyakit dapat menggangu pertumbuhan ikan. Baik berupa organism predator seperti ular dan belut, maupun organisme pathogen seperti Ichthiophthirius sp, Trichodina sp, dan parasit monogenea (Anonim, 2003) Parasit yang sering menyerang ikan tawar adalah parasit Monogenea dimana menurut Prihatman (2000) bahwa parasit ini kebanyakan menyerang insang. Insang yang dirusak menjadi luka-luka, kemudian timbul pendarahan yang akibatnya pernafasan terganggu. Hal ini dapat menghambat pertumbuhan ikan dan dapat menyebabkan kematian pada ikan. Ditambahkan oleh Rukmono (1998) bahwa Ciri ikan yang terserang monogenea adalah produksi lendir pada bagian epidermis akan meningkat, kulit terlihat lebih pucat dari normalnya, frekuensi pernapasan terus meningkat karena insang tidak dapat berfungsi secara sempurna, kehilangan berat badan (kurus) melompatlompat ke permukaan air dan terjadi kerusakan berat pada insang. Penelitian tantang mikrohabitat parasit monogenea pada insang berbagai ikan sudah banyak dilakukan, tetapi belum ada penelitian mengenai mikrohabitat pada ikan lele. Oleh karena itu penelitian ini dikhususkan pada ikan lele untuk lebih mengetahui keberadaan parasit monogenea yang sering meyerang insang ikan lele dan mengetahui sampai berapa tingkat kerusakan pada insang yang disebabkan parasit monogenea.

B. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian bertujuan untuk mengetahui mikrohabitat monogenea pada insang benih ikan Lele (C. gariepinus) Sedangkan kegunaan dari penelitian adalah diharapkan menjadi bahan informasi bagi masyarakat dalam peningkatan produksi ikan Lele dumbo (C. gariepinus) dalan usaha budidaya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Ikan Lele Ikan lele tersebar luas di benua Afrika dan Asia, terdapat diperairan umum yang berair tawar secara liar. Di beberapa negara, khususnya di Asia, ikan lele telah diternakkan, dipelihara dalam kolam. Seperti halnya terjadi di Filipina, Thailand, Indonesia, Laos, Kamboja, Vietnam, Birma, dan India. Di Indonesia ikan lele secara alami terdapat di kepulauan Sunda Besar maupun Sunda kecil (Suyanto, 2002). Ikan lele dumbo terklasifikasi ke dalam Famili Clariidae dan Ordo Ostariphysi. Kepala ikan lele berbentuk pipih. Batok kepala tersusun dari lempeng tulang keras. Memiliki empat pasang sungut. Sirip dada memiliki patil. (Ade, 2008) klasifikasi dari ikan lele sebagai berikut : Kingdom : Animalia Sub-kingdom : Metazoa Phyllum : Chordata Sub-phyllum : Vertebrata Klas : Ochteichtyes Sub-klas : Teleostei Ordo : Ostariophysi Sub-ordo : Siluroidea Familia : Clariidae Genus : Clarias Spesies : Clarias gariepinus Habitat lele adalah air tawar. Lele memiliki organ pernapasan tambahan sehingga dapat bertahan di perairan yang mengandung sedikit oksigen (Ade, 2008) Ikan lele bersifat nokturnal, artinya aktif pada malam hari atau menyukai tempat yang lebih gelap. Pada siang hari yang cerah, ikan lele labih suka berdiam di dalam lubang uatau tempat yang tanang dan aliran airnya tidak terlalu deras. Ikan ini membuat sarang di dalam lubanglubang ditepian sungai, tepi-tepi rawa atau pematang sawah, dan kolam yang teduh atau tenang (Suyanto, 2002). Ikan lele mecapai kedewasaan setelah mencapai ukuran 100 g atau lebih. Jika memasuki masa berkembangbiak, ikan jantan dan betina berpasangan. Pasangan itu lalu mencari tempat,yakni

lubang yang teduh dan aman untuk bersarang. Pada perkawinannya, induk betina melepaskan telur bersamaan waktunya dengan jantan melepaskan sperma dalam air. Terjadilah pembuahan dalam air. Telur yang telah dibuahi dijaga oleh induk betina sampai telur menetasdan cukup kuat beranang. Seekor induk betina dapat menghasilkan 1.000 sampai 4.000 butir telur sekali memijah. Dalam tempo 24 jam setelah perkawinan, telur akan menetas. Biasanya ikan lele memijah pada sore hari pada musim hujan (Suyanto, 2002). Ikan lele bersifat karnivora, dimana makanan alaminya berupa binatang-binatang renik, seperti kutu air, cacing, larva (jentik serangga), siput kecil, dan sebagainya. Ikan ini biasanya menciri ikan di dasar kolam, tetapi bila ada makana yang terapung juga tidak lepas dari sambarannya. B. Parasit dan Penyakit ikan Parasit adalah merupakan organisme yang hidup pada organisme lain yang mengambil makanan dari tubuh organisme tersebut, sehingga organisme yang tempatnya makan (inang) akan mengalami kerugian. Parasitisme adalah hubungan dengan salah satu spesies parasit dimana inangnya sebagai habitat dan merupakan tempat untuk memperoleh makanan atau nutrisi, tubuh inang adalah lingkungan utama dari parasit sedangkan lingkungan sekitarnya merupakan lingkungan keduanya (Kabata, 1985). Penyakit pada ikan didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat mengganggu proses kehidupan ikan, sehingga pertumbuhan menjadi tidak normal. Secara umum penyakit dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu penyakit infeksi dan non infeksi. Penyakit infeksi disebabkan oleh organisme hidup seperti parasit, jamur, bakteri, dan virus dan penyakit non infeksi disebabkan oleh faktor non hidup seperti pakan, lingkungan, keturunan dan penanganan (Afrianto dan Liviawaty, 2003). Infeksi dari berbagai parasit biasanya melalui media air dimana ikan akan berinteraksi dengan ikan yang lain, sehingga parasit akan berpindah dari ikan yang satu ke ikan yang lain dan populasi parasit akan semakin banyak. Penyakit akibat infeksi parasit menjadi ancaman utama keberhasilan akuakultur. Pemeliharaan ikan dalam jumlah besar dan padat tebar tinggi pada area yang terbatas, menyebabkan kondisi lingkungan tersebut sangat mendukung perkembangan dan penyebaran penyakit infeksi. Kondisi dengan padat tebar tinggi akan menyebabkan ikan mudah stress sehingga menyebabkan ikan menjadi mudah terserang penyakit, selain itu kualitas air, volume air dan alirannya berpengaruh terhadap berkembangnya sutu penyakit. Populasi yang tinggi akan mempermudah penularan karena meningkatnya kemungkinan kontak antara ikan yang sakit dengan ikan yang sehat (Irianto, 2005). Daelami (2002), mengatakan bahwa parasit ikan terdapat pada lingkungan perairan yang ada ikannya, tetapi belum tentu menyebabkan ikan menderita sakit. Ikan sebenarnya mempunyai daya tahan terhadap penyakit selama berada dalam kondisi lingkungan yang baik dan tubuhnya tidak diperlemah oleh berbagai sebab.

C. Mikrohabitat Parasit

Menurut Williams dalam Nurhayati (2003) Mikrohabitat parasit adalah lingkungan/tempat yang mendukung kehidupan parasit pada inangnya. Dimana lingkungan/tempat tinggal tersebut tersedia makanan, oksigen dan faktor lainnya termasuk didalamnya kompetisi antar spesies.

D. Parasit Monogenea Umumnya ikan-ikan yang hidup di alam dapat terinfeksi oleh berbagai jenis parasit cacingcacingan seperti Monogenea, Digenea, Nematoda dan Acanthocepala. Monogenea umumnya ektoparasit dan jarang bersifat endoparasit. Hal ini sesuai dengan pendapat Kabata (1985) bahwa monogenea salah satu parasit yang sebagian besar menyerang bagian luar tubuh ikan (ektoparasit) jarang menyerang bagian dalam tubuh ikan (endoparasit) biasanya menyerang kulit dan insang. Monogenea merupakan cacing pipih dengan ukuran panjang 0,15-20 mm bentuk tubuhnya fusiform, haptor di bagian posterior dan siklus kait sentral sepasang dan sejumlah kait marginal. Salah satu contoh class monogenea yaitu Dactylogyridae yang mempunyai alat bantu organ tambahan pada tubuhnya yang biasa disebut squamodis yang berfungsi sebagai perekat, selanjutnya dikatakan bahwa ada sekitar 1500 spesies monogenea yang ditemukan pada ikan (Gusrina, 2008). Ciri ikan yang terserang monogenea adalah produksi lendir pada bagian epidermis akan meningkat, kulit terlihat lebih pucat dari normalnya, frekuensi pernapasan terus meningkat karena insang tidak dapat berfungsi secara sempurna, kehilangan berat badan (kurus) melompatlompat ke permukaan air dan terjadi kerusakan berat pada insang (Rukmono, 1998) E. Parasit Dactylogyrus spp Dactylogyrus sp digolongkan ke dalam phylum Vermes, subphylum Platyhelmintes, kelas Trematoda, ordo Monogenea, family Dactylogyridae, subfamily Dactylogyrinae dan genus Dactylogyrus . Hewan parasit ini termasuk cacing tingkat rendah (Trematoda). Dactylogyrus sp sering menyerang pada bagian insang ikan air tawar, payau dan laut. Pada bagian tubuhnya terdapat posterior Haptor. Haptornya ini tidak memiliki struktur cuticular dan memiliki satu pasang kait dengan satu baris kutikular, memiliki 16 kait utama, satu pasang kait yang sangat kecil. Dactylogyrus spp mempunyai ophistapor (posterior suvker) dengan 1 2 pasang kait besar dan 14 kait marginal yang terdapat pada bagian posterior. Kepala memiliki 4 lobe dengan dua pasang mata yang terletak di daerah pharynx. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1. Gejala infeksi pada ikan antara lain : pernafasan ikan meningkat, produksi lendir berlebih (Gusrina, 2008).

Gambar 1. Anatomi parasit Dactylogyrus sp (Gusrina, 2008) Parasit Dactylogyrus spp mempunyai siklus hidup langsung yang melibatkan satu inang. Parasit ini merupakan ektoparasit pada insang ikan. Telur-telur yang dilepaskan akan menjadi larva cilia yang yang dinamakan penetasan oncomiracidium. Oncomiracidium mempunyai haptor dan dapat menyerang sampai menyentuh inang. Hal ini sesuai dengan pendapat Anshary (2004) yang menyatakan sebagian besar parasit monogenea seperti Dactylogyrus spp bersifat ovivarus (bertelur) dimana telur yang menetas menjadi larfa yang berenang bebas yang dinamakan oncomiracidium. Insang yang terserang berubah warnanya menjadi pucat dan keputih-putihan. Penyerangan dimulai dengan cacing dewasa menempel pada insang atau bagian tubuh lainnya (Gusrina, 2008). Menurut Damarjati (2008), beberapa gejala klinis akibat infeksi parasit yang dapat digunakan sebagai presumtif diagnosa antara lain : - Ikan tampak lemah, tidak nafsu makan, pertumbuhan lambat, tingkah laku dan berenang tidak normal disertai produksi lendir yang berlebihan. - Ikan sering terlihat mengumpul di sekitar air masuk, karena pada daerah ini kualitas air terutama kadar oksigen lebih tinggi. - Sering mengapung dipermukaan air. - Insang tampak pucat dan membengkak, sehingga operculum terbuka. Kerusakan pada insang menyebabkan sulit bernafas, sehingga tampak megap-megap seperti gejala kekurangan oksigen. Insang ikan rusak, luka dan timbul perdarahan serta berlebihan lendir (stadium awal). Dalam keadaan serius filamen insang akan rusak dan operkulum ikan tidak tertutup dengan sempurna mengakibatkan kesulitan bernafas. - Secara mikroskopis terlihat ada nekrosis pada insang yang berwarna kekuningan atau putih, selain itu juga terjadi proliferasi di kartilago hialin pada lamella sekunder. Penyebabnya bisa karena tertular dari ikan yang terinfeksi, kolam tempat pemeliharaan ikan yang menggunakan sumber air tanah dan kurang bersih. Pengobatan yang efektif untuk cacing Dactylogyrus spp. adalah dengan pemberian formaldehide dan yang tidak kalah penting adalah selalu membersihkan kolam atau aquarium serta memeriksa sirkulasi air, sirkulasi udara dan kepadatan kolam (Damarjati, 2008). BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini di laksanakan pada bulan April 2009 di Laboratorium Parasit dan Penyakit Ikan Jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin. B. Materi Penelitian

1. Hewan uji Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah 60 ekor ikan lele dumbo (C. gariepinus) fase benih ukuran 4-8 cm 2. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam pengamatan parasit dan uji histopatologi adalah sebagai berikut : Tabel 1. Alat-alat yang digunakan pada pengamatan parasit serta analisa Histopatologi serta kegunaannya. Nama alat Kegunaan Stereo mikroskop dan mikroskop majemuk Objek dan deck glass Gunting Scalpel Pinset Pipet tetes Cawan petri Botol sampel Casset and Deckel Lempengan blok Microtom Nampan Timbangan elektrik Aquarium Aerator Penggaris Untuk mengamati parasit Untuk meletakkan preparat Untuk memotong organ Untuk membedah ikan Untuk mengambil sampel Untuk mengambil air sampel Untuk meletakkan sampel Wadah mengawetkan jaringan Untuk memblok parafin yang berisi sampel Untuk memblok parafin yang berisi sampel Untuk memotong jaringan Tempat membedah sampel Untuk menimbang ikan Tempat menyimpan ikan Pensuplai oksigen Mengukur panjang ikan

Bahan-bahan yang akan digunakan dalam pengamatan parasit dan uji histopatologi adalah sebagai berikut : Tabel 2. Bahan-bahan yang digunakan pada pengamatan parasit dan analisa Histopatologi serta kegunaannya. Nama bahan Kegunaan Alkohol 70%, 80%, 96%, dan 100% Aquadest Ehrilichs Haematoxylin Haematoxylin dan eosin Benih ikan lele Entelan Larutan bouins Parafin Tissue Xylene Untuk bahan proses Washing, Rehidrasi dan Dehidrasi Untuk bahan pengencer Untuk pewarna parasit Untuk bahan pewarna jaringan Untuk sampel (insang) Untuk bahan perekat Untuk larutan fiksatif Untuk bahan impregnasi dan embedding Untuk membersihkan Untuk penetrasi C. Prosedur Penelitian 1. Sampel Penelitian Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih ikan lele dumbo (C. gariepinus) yang berasal dari dua lokasi budidaya yang berbeda di Makassar. Yaitu lokasi pengambilan pertama di Jl Adiaksa dimana pada lokasi ini menggunakan kolam tanah tidak menggunakan sistem sirkulasi air dan tampat ke dua Jl Cendrawasi Dinas Perhubungan Kodam XIV Hasanuddin dimana dalam kegiatan budidayanya menggunakan bak/kolam beton yang dilengkapi dengan aerasi dan sirkulasi air. 2. Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan pada dua lokasi budidaya di mana sampel yang diambil langsung dari tempat budidayanya dan dimasukkan ke dalam kantong plastik yang berisi oksigen dengan jumlah sampel sekitar 30 ekor yang selanjutnya dilakukan pemeriksaan di Laboraorium Parasit dan Penyakit Ikan Jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin. 3. Identifikasi Parasit Pengamatan parasit dilakukan dengan menggunakan mikroskop majemuk dan identifikasi parasit

dengan menggunakan buku Kabata (1985), Yamaguti (1963) dan Noble (1989). 4. Pemeriksaan sampel Sampel diambil satu persatu dari wadah selanjutnya diletakkan di atas nampan, mematikan saraf otaknya dengan menusuk kepala ikan kemudian tutup insang dibuka lalu dipotong, diambil setiap lapisan dan diletakkan pada objek glass atau petri disk. Setiap brancihial arch dibagi menjadi 6 bagian yang sama yaitu dorsal segment 2 bagian, medial segment 2 bagian dan ventral segment 2 bagian, sehingga terdapat 24 bagian dari 4 lapisan insang pada satu sisi (Gambar 2 dan 3) dengan metode Outlyng Mean Index (OMI), dimana menurut Dzika (1999), bahwa analisis OMI yang menunjukkan pemisahan dan hemibrach segmen insang merupakan faktor utama yang menjelaskan variasi dalam mikrohabitat parasit. Kemudian diberi air media lalu diamati di bawah mikro Parasit yang didapatkan kemudian dilakukan pewarnaan parasit. Untuk melihat kondisi histologi, organ insang yang terinfeksi parasit difiksasi dengan larutan Bouins lalu dianalisis histopatologinya (Junqueira dkk, 1997). Identifikasi parasit dilakukan berdasarkan petunjuk Kabata (1985), Yamaguti (1963) dan Noble (1989). 5. Pewarnaan Parasit Monogenea Insang ikan yang terinfeksi parasit dilakukan pewarnaan, prosedur kerjanya sebagai berikut : Larutan stock Ehrilichs Hematoxylin diencerkan dengan perbandingan 1 bagian larutan stock dan bagian ethanol 35%. Parasit difiksasi pada larutan alkohol 70 % selama 15 menit. Kemudian parasit dipindahkan dari alkohol 70 % ke alkohol 35 % selama 10 menit. Parasit diberikan bahan pewarna yaitu larutan larutan yang telah diencerkan (1) selama 10-20 menit. Sisa-sisa zat warna dihilangkan dengan cara membilas, menggunakan alkohol 70%+HCL (alkohol asam) selama 5 detik . Spesimen dipindahkan ke larutan alkohol 70% + NaHCO3 (glyserin jely) selama 10 menit. Spesimen dimount dengan entelan. 6. Analisis Histologi Insang Ikan Lele Prosedur kerjanya adalah sebagai berikut : 1. Insang yang terinfeksi parasit difiksasi pada larutan Bouins selama 24 jam. 2. Kemudian diwashing dengan alkohol 70%. 3. Setelah itu insang didehidrasi pada alkohol 70%, 80%, 90%, 96% dan 100%, masing-masing selama 1 jam. 4. selanjutnya diclearing (penjernihan), proses perendaman dengan xylene selama 1 jam. 5. Impregnasi, menggunakan alat Histombedder sebagai berikut : a. Jaringan dimasukkan ke dalam casstte dan deckel b. Alat histombedder (Mould tray) dibuka, di dalamnya terdapat 3 wadah gelas ukur, 1 wadah berisi parafin murni ditambah xylene (1:1), 2 wadah hanya berisi parfin murni tanpa xylene. c. cassette dan deckel dimasukkan ke dalam wadah pertama yang berisi larutan campuran parafin murni dan xylene (1:1) lalu direndam selama 1 jam. d. Cassette dan decklel dipindahkan ke dalam wadah kedua yang berisi parafin murni tanpa xylene dan merendamnya selama 1 jam.

e. Cassette dan deckle dipindahkan lagi ke dalam wadah ketiga yang berisi parafin murni lalu direndam lagi selama 1 jam. f. Cassette dan deckel dikeluarkan dari wadah ketiga, lalu didinginka pada bagian cold plate di histombedder supaya jaringan menjadi dingin. 6. Embedding (penanaman/pemendaman), menggunakan alat histoembedder a. Jaingan dikeluarkan dari cassette dan deckel lalu diletakkan ke dalam lempengan blok. b. Parafin cair diteteskan ke dalam lempengan blok yang berisi jaringan sehingga jaringan tenggelam. c. Letak jaringan diatur pada posisi yang memudahkan proses cutting nanti, menggunakan jarum besi. d. Bagian atasnya ditutup kembali dengan cassette dan deckel. e. Parafin cair dibiarkannya sampai membeku. f. jaringan menjadi dingin. 7. Cutting (pemotongan) a. Jaringan dipotong dengan menggunakan microtom (menggunakan metode irisan) ukuran 5 - 7 mikrometer. b. Hasil irisan diletakkan pada objek glass, ditetesi aquades lalu ditutup dengan deck glass. c. Dibiarkan di atas alat pemanas selama 24 jam. 8. Staining (pemulasan/pewarnaan) a. Parafin dihilangkan dengan menggunakan xylene I 15 menit dan xylene II 15 menit. b. Rehidrasi dilakukan dengan menghilangkan xylene, spesimen disimpan dimulai pada alkohol 100%, 96%, 90%, 80% dan 70% masing-masing selama 15 menit. c. Spesimen dicuci dengan menggunakan aquadest selama 15 menit. d. Spesimen direndam pada haematoxylin selama 15 menit. e. Spesimen dicuci pada air mengalir 5-10 menit. f. Spesimen disimpan pada alkohol asam sekitar 15 menit. g. Spesimen dicuci pada aquadest 5-10 menit. h. spesimen dicelupkan ke dalam eosin selama 15 menit. i. Dehidrasi dilakukan pada alkohol mulai dari 70%, 80%, 90%, 96% dan 100% masing-masing selama 30 menit. j. Spesimen disimpan pada xylene selama 10 menit. k. Entelan diberikan pada spesimen. l. menutupi (cover). 9. Pengamatan 7. Pengukuran Peubah Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah : 1. Mikrohabitat parasit, dihitung dengan metode Outlyng Mean Index (OMI) berdasarkan petunjuk Matejusova dan Dzika (1999), dalam Bunga (2008). 2. Kondisi histologi insang ikan lele diamati berdasarkan petunjuk Carson (1990), Takashima dan Hibiya (1995) dan Junqueira dkk. (1997). 8. Analisis Data Hasil pengamatan mikrohabitat diprediksi dengan uji Mann-Whitney dan Uji Kruskall Wallis dengan menggunakan program komputer SPSS 15,0 for windws . Kondisi patologis parasit dianalisis secara deskriptif dalam bentuk gambar.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Dari hasil penelitian parasit monogenea yang ditemukan adalah Dactylogyrus spp (Gambar 3). Parasit ini banyak ditemukan pada insang ikan lele bumbo (C. gariepinus) dimana menurut Gusrina (2008) bahwa Dactylogyrus spp sering menyerang pada bagian insang ikan air tawar, payau dan laut.

Adapun klasifikasi dari parasit Dactylogyrus spp adalah sebagai berikut : Phylum : Vermes Subphylum : Platyhelmintes Kelas : Trematoda Ordo : Monogenea Famili : Dactylogyridae Subfamily : Dactylogyrinae Genus : Dactylogyrus Gejala Klinis Ikan yang Terinfeksi Cacing Dactylogyrus spp : - Ikan tampak lemah, tidak nafsu makan, pertumbuhan lambat, tingkah laku dan berenang tidak normal disertai produksi lendir yang berlebihan. - kan sering terlihat mengumpul di sekitar air masuk, karena pada daerah ini kualitas air terutama kadar oksigen lebih tinggi. - Sering mengapung dipermukaan air. Mikrohabitat Parasit Jumlah total parasit Dactylogyrus spp yang didapatkan pada insang ikan lele bumbo (C. gariepinus) selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 3 dan Lampiran 1, 3 dan 7. Tabel 3. Jumlah Parasit Dactylogyrus spp yang menginfeksi Insang ikan lele dombo (C. gariepinus) Data di atas didapatkan berdasarkan banyaknya parasit yang ditemukan pada setiap bagian insang menggunakan metode OMI (Matejusova dan Dzika, 1999 dalam Bunga, 2008) dimana dengan membagi setiap lapisan insang atas tiga bagian yang sama. 1. Perbandingan lokasi 1 dan lokasi 2 Jumlah keseluruhan parasit Dactylogyrus spp yang menginfeksi insang ikan lele dumbo (C. gariepinus) pada dua lokasi yang berbeda selama penelitian dapat dilihat pada Table 3, Gambar 5 dan Lampiran 1.

Gambar 5. Histogram jumlah keseluruhan parasit Dactylogyrus spp yang menginfeksi insang ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) pada lokasi 1dan lokasi 2 Berdasarkan Tabel 3 Gambar 5 di atas dapat dilihat bahwa jumlah keseluruhan parasit Dactylogyrus spp yang menginfeksi insang ikan lele dumbo (C. gariepinus) antara lokasi 1 dan

lokasi 2 berbeda. Dimana parasit yang menginfeksi ikan pada lokasi 1 lebih banyak dari pada parasit yang menginfeksi ikan pada lokasi 2. Dari hasil uji statistik dengan menggunakan uji Mann-Whitney U (Lampiran 2), telah diperoleh bahwa jumlah parasit Dactylogyrus spp ikan lele dumbo (C. gariepinus) pada lokasi 1 dan lokasi 2 segnifikan (P<0,05). title="Tulisan oleh damarjati" href="http://hstp.fkh.ugm.ac.id/wp/?author=16">Damarjati (2008) yang menyatakan kondisi lingkungan yang kurang baik dapat merusak keseimbangan antara inang, lingkungan dan pathogen dimana serangan pathogen meningkat akibat kondisi lingkungan dan inang menurun. 2. Insang Sisi Kanan dan Kiri Jumlah keseluruhan parasit Dactylogyrus spp yang menginfeksi insang ikan lele dumbo (C. gariepinus) pada sisi kanan dan sisi kiri lokasi 1 dan lokasi 2 yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 3, Gambar 6, 7 dan Lampiran 3.

Gambar 6.Histogram jumlah rata-rata dari keseluruhan parasit Dactylogyrus spp yang menginfeksi insang ikan lele dumbo (C. gariepinus) pada sisi kanan dan sisi kiri lokasi 1 Gambar 7. Histogram jumlah rata-rata dari keseluruhan parasit Dactylogyrus spp yang menginfeksi insang ikan lele dumbo (C. gariepinus) pada sisi kanan dan sisi kiri lokasi 1 Berdasarkan Tabel 3, Gambar 6, 7 dan Lampiran 3 dapat diliahat bahwa jumlah keseluruhan parasit Dactylogyrus spp yang menginfeksi insang ikan lele dumbo (C. gariepinus) antara insang pada sisi kanan dan insang sisi kiri berbeda. Dimana parasit yang menginfeksi insang pada sisi kanan lebih banyak daripada parasit yang menginfeksi insang pada sisi kiri. Dari hasil uji statistik dengan menggunakan uji Mann-Whitney U (Lampiran 4), telah diperoleh bahwa mikrohabitat parasit Dactylogyrus spp. pada insang sebelah kanan dan kiri ikan lele dumbo (C. gariepinus) yang di teliti adalah non signifikan (P>0,05). Mikrohabitat parasit pada insang sebelah kanan dan insang sebelah kiri tidak berbeda nyata. Ini menandakan bahwa parasit ini tidak memperlihatkan kecenderungan menyukai salah satu sisi insang ikan, dimana penyebarannya pada insang bagian kiri dan bagian kanan merata. Hal ini sesuai dengan pendapat Ramasamt et al (1985 ) dalam Bunga (2008) yang menyatakan tidak ada perbedaan distribusi parasit monogenea pada insang sisi kana dan insang sisi kiri pada ikan teleostei. 3. Lapisan Insang (I, II, III, IV) Jumlah keseluruhan parasit Dactylogyrus spp yang menginfeksi insang ikan lele dumbo (C. gariepinus) pada setiap lapisan insang ikan lokasi 1 dan lokasi 2 yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 3, Gambar 8, 9 dan Lampiran 3.

Gambar 8 Histogram jumlah rata-rata dari keseluruhan parasit Dactylogyrus spp yang menginfeksi insang benih ikan lele dumbo (C. gariepinus) pada setiap lapisan insang. Lokasi 1

Gambar 9 Histogram jumlah rata-rata dari keseluruhan parasit Dactylogyrus spp yang menginfeksi insang benih ikan lele dumbo (C. gariepinus) pada setiap lapisan insang. Lokasi 2

Dari Tabel 3, Gambar 8, 9 dan Lampiran 3 di atas, dapat dilihat jumlah keseluruhan parasit Dactylogyrus spp pada setiap lapisan insang berbeda. Dimana jumlah parasit yang paling banyak ditemukan pada lapisan pertama Dari hasil uji statistik dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis (Lampiran 5), telah diperoleh bahwa mikrohabitat parasit Dactylogyrus spp. pada insang Lapisan I, II, II, IV ikan lele dumbo (C. gariepinus) lokasi 1 dan 2 yang di teliti adalah signifikan (P<0,05).> B. Efek Pathologis Dari hasil pengamatan terhadap insang ikan lele dumbo (C. gariepinus) yang terserang parasit Dactylogyrus spp terlihat adanya kerusakan. Untuk mengutahui efek pathologi yang ditimbulkan akibat adanya serangan parasit Dactylogyrus spp pada insang ikan lele maka dilakukan metode pemotongan jaringan atau dengan kata lain histology, sehingga kita dapat melihat jaringanjaringan yang rusak pada inang akibat parasit Dactylogyrus spp. Hal ini seuai pendapat Junquera dan Carreno (1988) dalam Talunga (2007), bahwa pengamatan histopatologi jaringan untuk melakukan dignosa adanya penyakit atau faktor lain yang menyebabkan gangguan pada jaringan merupakan langkah yang penting mengingat tidak semua pengamatan secara biasa dapat menjelaskan proses gangguan internal dan eksternal yang ada secara terperinci. Ditambahkan pula oleh Agustin (2006) histologi adalah ilmu yang mempelajari struktur dan sifat jaringan dan organ tubuh untuk menjelaskan fungsinya dalam keadaan normal, termasuk perubahannya sepanjang usia dan dalam keadaan sakit. Adapun efek pathologi atau kerusakan insang tersebut dapat dilihat pada Gambar 14 Berdasarka Gambar 14 di atas terlihat bahwa parasit Dactylogyrus spp menyerang lamella sekunder insang. Dactylogyrus spp ini adalah ektoparasit yang paling banyak menyerang insang ikan. Hal ini sesuai pendapat Bunkley dan Ernest (1994) dalam Talunga (2007) bahwa Dactylogyrus spp paling banyak menyerang pada bagian filament insang sehingga mengakibatkan rusaknya insang dengan produksi lendir yang berlebih dan ini akan mengganggu pertukaran gas oleh insang. Ditambahkan oleh Gusrina (2008) bahwa Dactylogyrus spp sering menyerang pada bagian insang ikan air tawar, payau dan laut. Insang merupakan organ penting yang sangat dibutuhkan oleh organism perairan sebab insang merupakan organ primer untuk pertukaran gas-gas juga berperan dalam proses osmoregulasi. Hal ini sesuai dengan peryataan Fujaya (1999) bahwa insang pada organism perairan sangat dibutuhkan dalam mempertahankan kondisi tubuh dengan lingkungan agar tetap seimbang untuk mempertahankan diri dari lingkungan. Berdasarkan Gambar 14 di atas dengan pembesaran 40x menunjukkan adanya beberapa kerusakan pada lamella sekunder, yaitu terjadinya pertambahan jumlah sel pada ujung lamella sekunder (Distal hyperflasia) dan basal hyperflasia. Distal hyperflasi terjadi akibat gigitan parasit pada ujung lamella sekunder manyebabkan jaringan insang tersebut membengkak. Basal hyperflasia terjadi akibat adanya gigitan parasit pada pangkal lamella sekunder yang menyebabkan jaringan insang tersebut membengkak. Menurut Heath (1987) bahwa kerusakan insang seperti necrosis, hyperflasia dan lepasnya epithelium akan menghambat proses pertukaran gas pada insang sehingga mengakibatkan oksigen yang dapat diikat untuk kebutuhan metabolism sangat sedikit sehingga mengakibatkan terjadinya kematian. Ditambahkan pula oleh Takasima dan hibiya (1995), bahwa hyperflasia disebabkan karena adanya parasit, tingginya kepadatan dan banyaknya bahan-bahan terlarut. Hyperflasia memacu pertambahan produksi lendir pada insang.

Efeknya dapat menyebabkan pembengkakan dan penggumpalan insang. Selain hyperflasia terdapat juga kerusakan lain yaitu fusiuon yang dapat mempengaruhi pernafasan ikan. Terjadinya fusion disebabkan karena luka akibat parasit pada lamella sekunder mamaksa organ tersebut mengeluarkan banyak lender untuk menutupi luka tersebut sehingga terjadi pendempetan antara lamella sekunder satui dengan lainnya. Selain fusion terjadi karena lamella mengalami pembengkakan atau hyperflasia sehingga proses pernafasan terganggu. Keadaan ini mengakibatkan ukuran rongga (kapiler lumen) mengalami penyempitan dan sel yang berada di tengah lamella sekunder bergeser ke ujung lamella sekunder lainnya sehingga terjadi pendempetan (Anugrah, 1994). Dari Gambar 14 di atas terlihat efek patologi dari parasit Dactylogyrus spp adalah kerusakan yang sangat parah pada insang yaitu: pendempetan antara lamella sekunder (fusion), pembengkakan pada ujung lamella sekunder (distal hyperflasia), pembengkakan pada pangkal lamella sekunder (basal hyperflasia), dan terjadinya produksi lendir/mucus yang berlebihan. Menurut Takhasima dan Hibiya (1995), apabila terjadi kelebihan sel mucus pada lamella primer dan fusion (pendempetan lamella) dan hyperflasia pada lamnella sekunder maka ini merupakan tanda kerusakan yang sudah parah akibat parasit, bakteri, atau kerusakan akibat zat kimia. Menurut Priyitno dkk (1996) parasit monogenea akan menyebabkan rusaknya insang ditambah dengan produksi lendir yang berlebihan dan hal ini akan mengganggu pertukaran gas oksigen. Akibatnya sel-sel mati dan tidak berfungsi sehingga ikan akan mati karena tidak bernafas dengan baik. Ditambahkan pula oleh Rantetondok (1986) bila cacing ini menyerang insang dalam jumlah banyak ikan bisa mati. Karena pengeluaran lendir yang terlalu banyak dari insang, sehingga insang bisa mengering (irritation). BAB V KESIMPLAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Jenis parasit monogenea yang ditemukan pada insang ikan lele dumbo (C. gariepinus) selama penelitian adalah parasit Dactylogyrus spp. 2. Distribusi pada mikrohabitat parasit Dactylogyrus spp pada insang ikan lele dumbo (C. gariepinus) adalah pada insang sisi kanan dan sisi kiri; pada lapisan I,II, III dan IV; segmen dorsal, medial dan ventral; serta pada bagian distal dan proximal dimana : - Jumlah parasit Dactylogyrus spp pada Mikrohabitat insang sebelah kanan dan sebelah kiri tidak berbeda - Jumlah parasit Dactylogyrus spp pada Mikrohabitat insang lapisan I, II, III dan IV berbeda, dimana jumlah parasit yang paling banyak ditemukan pada lapisan I, selanjutnya pada lapisan II, III dan IV. - Jumlah parasit Dactylogyrus spp pada Mikrohabitat insang segmen dorsal, medial dan ventral berbeda, dimana jumlah parasit yang paling banyak ditemukan pada segmen medial selanjutnya pada segmen dorsal dan ventral. - Jumlah parasit Dactylogyrus spp pada Mikrohabitat insang bagian distal dan proximal berbeda, dimana jumlah parasit yang paling banyak ditemukan pada bagian distal dan yang paling sedikit pada bagian proximal. 3. Efek patologi dari serangan parasit Dactylogyrus spp pada ikan lele dumbo (C. gariepinus) antara lain fusion, distal hyperplasia dan basal hyperplasia

B. SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas bahwa mikrohabitat parasit Dactylogyrus spp pada insang, dimana dapat menimbulkan kerusakan pada insang dan dapat berakibat kematian pada ikan lele dumbo (C. gariepinus) yang dibudidayakan. Oleh karena itu disarankan dalam usaha budidaya ikan lele dumbo agar selalu memperhatikan dan terus meningkatkan pengelolaan budidanyanya khususnya pengelolaan kesehatan ikan. DAFTAR PUSTAKA

Ade. 2008. Cara budidaya Ikan Lele. Diakses dari http://dexa77.blogspot.com/2008/03/carabudidaya-ikan-lele.html Pada Tanggal 26 Maret 2009. Afrianto dan Liviawaty. 1992. Pengendalian hama dan penyakit ikan. Penerbit kanisius. Yogyakarta. Agustin, R. 2006. Modul Pengantar Histologi. Diakses dari http://ikdu.fk.ui.ac.id/pengantar%20histologi.htm. Pada tanggal 5 juni 2009 Anshary, H. 2004. Modul praktikum Parasitology ikan. Program Studi Budidaya Perairan. Jurusan Perikanan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar. Anonim. 2003. Beternak Ikan Lele. Diakses dari http://www.nguntoronadi.wonogiri.org/mod.php?mod=informasi&op=viewinfo&intypeid=1&inf oid=2 Pada Tanggal 25 Maret 2009. Anugrah, P. 1994. Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit) Buku Kedokteran EGC Bunga, M. 2008. Tingkat Infeksi, Mikrohabitat dan Patologis Parasit Diplectanum sp. Pada Insang Ikan Kerapu Macan ( Ephinephelus fuscoguttatus Forsskal) di Keramba Jaring Apung. Program Pascasarjana. Universitas Hasanuddin. Makassar. Daelami. 2002. Agar Ikan Sehat. Penebbar Swadaya. Jakarta. Damarjati. 2008. Dactylogyrosis Pada Ikan. Diakses dari http://hstp.fkh.ugm.ac.id/wp/?p=273. Pada tanggal 26 Maret 2009. Dzika, E. 1999. Microhabitat of Pseudodactyligyrus angiullae and P. bini (Monogenea : Dactylogyridae) on tha Gills of Large-zise European eel Angiulla angiulla from Lake Gaj, Poland. Diakses dari http://www.paru.cas.cz/folia/pdfs/showpdf.php?pdf=2057 . pada tanggal 25 Maret 2009. Makassar Fernando. C.F, J.L. Furtado, A. V Cussev. G. Honek and S.A. Kakonge. 1972. Methods For The Study Of Fresh Water Parasites. University of Waterload. Biology Series: 1 76. Fujaya, Y. 1999. Fisiologi Ikan. Jurusan Perikanan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan.

Universitas Hasanuddin. Makassar Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 3. Diakses Dari http://ftp.lipi.go.id/pub/Buku_Sekolah_Elektronik/SMK/Kelas%20XII/Kelas%20XII_smk_budid aya_ikan_gusrina.pdf. Pada Tanggal 17 Mei 2009. Heath, A. G. 1987. Water Pollutany and Fish Physiology Press. Florida. Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Universitas Terbuka Press. Jakarta. Junqueira, L.C and Carneiro, J. 1995. Histologi Dasar. Edisi Ketiga. Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Kabata, Z. 1985. Parasires and diseases of fish cultured in the tropics. Penerbit taylor dan prancis. London and Philadelphia. Noble, A. G. dan Noble, R. E. 1989. Parasitologi. Biologi Parasit Hewan. Edisi ke lima. Gadjah Mada University Press. Nurhayati, Awik puji dyah, dkk. 2003. Pola Distribusi Anisakis sp pada usus halus Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) yang tertangkap di TPI Brondong,Lamongan. Diakses dari http://fisika.brawijaya. ac.id/bssub/proceeding/PDF%20FILES/BSS_203_1.pdf. Pada Tanggal 25 Maret 2009. Prayitno, S. B Sarono. A, Widodo, Thalib. N. Hariyano. S, Noviani. W dan Wardani, S. 1996. Deskripsi Hama dan Penyakit pada Ikan Mas (Cyprinusn carpio) dan Udang. Peusat Karantina Pertanian Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro. Prihatman, Kemal. 2000. Budidaya Ikan Lele (Clarias). Diakses dari http://www.aagos.ristek.go.id/perikanan/air%20tawar/lele.pdf Pada tanggal 25 Maret 2009. Rantetondok, A. 1986. Hama dan Penyakit Ikan. Lephas. Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang. Rukmono, D. 1998. Berbagai Jenis Parasit Yang Menyerang Ikan Hias Pemeriksaan Laboratorium Karantina Ikan Ngurah Rai-Denpasar, Bali. Suyanto, Dra, S. 2002. Budidaya Ikan Lele. Penebar Swadaya. Jakarta Takashima, F dan Hibiya, T. 1995. Fish Histologi Normal and Parthological Features of Second Edition. Kadausha. Tokyo. Talunga, J. 2007. Tingkat Infeksi dan Patologi Parasit Monogenea (Cleiododiscus sp) pada Insang Benih Ikan Patin (Pangasius pangasius). Skripsi. Universitas Hasanuddin Yamaguti, S. 1963. Systema Helminthum. Vol 4. Monogenea and Aspidocotylea interscience Publhers, New York. London, 699 Pp.

Anda mungkin juga menyukai