berkhasiat serupa. Selain mudah didapat, jambu biji, daun salam, lempuyang gajah, atau daun katu termasuk yang sudah
terbukti khasiatnya lewat berbagai penelitian. Simak pula cara mengolah dan mengkonsumsinya sebagai obat.
Ketika musim hujan tiba dan banjir melanda, biasanya muncul wabah diare di kawasan itu. Penderita jadi
gelisah dan sebentar-sebentar ke kamar kecil. Tetapi yang lebih mengkhawatirkan, banyak cairan ikut terbuang
bersama hajat besar itu. Apalagi kalau "insiden" ini berlangsung lama, bisa-bisa penderita mengalami
kekurangan cairan tubuh atau dampak lain yang lebih fatal. Menurut catatan, setiap tahun terjadi kematian
akibat diare sekurang-kurangnya pada 135.000 anak balita dan 40.000 kematian dari kelompok umur di atas
lima tahun, termasuk dewasa.
Diare merupakan gejala infeksi saluran pencernaan yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi buang air
besar lebih dari biasanya, disertai perubahan bentuk dan konsistensi tinja. Pada keadaan sehat, buang air besar
tapi kecil ini maksimal tiga kali dengan jumlah feses berkisar 100 - 300 g per hari. Bila jumlahnya lebih dari itu
akibat banyaknya air dalam tinja, itu tandanya diare terjadi.
Dehidrasi dan shock
Ada yang menggolongkan diare menurut penyebab atau etiologinya. Maka ada diare yang disebabkan oleh
infeksi kuman berupa parasit, bakteri, atau entero virus (virus yang hidup dan berkembang dalam saluran
pencernaan dan menyebar bersama feses). Ada pula yang diakibatkan oleh keracunan makanan, misalnya
tercemar Clostridium botulinum. Atau, akibat pemakaian obat-obatan, umpamanya antibiotika. Tetapi ada lagi
yang penyebabnya tidak pasti, umpamanya enterokolitis (radang usus halus dan usus besar) dan diare
psikogenik.
Bahkan daun yang dikenal sebagai bagian bumbu dapur ini telah lama
dikenal masyarakat kita sebagai obat diare alami. Tanaman salam mengandung tanin, minyak asiri
dengan sitral dan eugenol di dalamnya, serta flavonoid. Selain daun, kulit pohon dan buah juga bisa
digunakan sebagai obat diare.
Dalam penelitian menggunakan hewan percobaan kelinci terbukti, rebusan daun salam dapat
menurunkan kontraksi otot polos usus. Penelitian menggunakan tikus yang sengaja dibuat diare dengan
pemberian minyak jarak oleh Adjirni (1996) juga membuktikan, infus 90 dan 270 mg/100g bobot badan
(BB) telah menunjukkan efek antidiare. Efek ini sebanding dengan loperamid 0,12 mg/100 g BB. Efek
antidiare daun salam ini muncul berkat kandungan tanin di dalamnya.
Penelitian lain menguji daya antibakteri minyak asiri daun salam dengan menggunakan bakteri E. colli
dan S. aureus. Dari penelitian diketahui, pengaruh buruk E. colli bisa dihambat dengan konsentrasi
minimal 40% dan terhadap S. aureus pada kadar 50%.
Untuk membuat obat diare dari daun salam diperlukan 10 lembar dauan setengah tua dan dua jari
tangan kulit pohonnya. Bahan dicuci dan direbus di dalam dua gelas air hingga tinggal dua per tiganya.
Sesudah dingin, diminum dengan madu secukupnya. Dosisnya, 2 3 kali sehari, masingmasing ¾
gelas.
Menghambat bakteri
Lempuyang gajah (Zingiber zerumbet SM) berkhasiat serupa. Tumbuhan basah yang tingginya sampai
1,5 m ini, di Indonesia dikenal juga dengan nama lempuyang kerbau, lempuyang kapur, atau lempuyang
paek. Bagian yang digunakan sebagai obat diare adalah rimpangnya. Rimpang lempuyang gajah
termasuk besar, pucat bagian luarnya dan kuning muda bagian dalamnya. Rimpang itu mengandung
alkaloid, flavonoid, minyak asiri, dan saponin.
Menurut hasil penelitian, seduhan (infusum) lempuyang gajah dapat menurunkan kontraksi otot polos
usus kelinci. Penurunan kontraksi otot polos usus itu menunjukkan, lempuyang gajah dapat dipakai
sebagai obat diare yang disebabkan oleh kontraksi otot polos usus yang kuat, misalnya akibat
rangsangan zat kimia, protein asing, atau mikroba (Sumastuti, 1996).
Penelitian antidiare menggunakan tikus yang dibuat diare dengan memberikan minyak jarak, juga
dilakukan oleh Sa’roni dkk. Hasilnya menunjukkan, infus 37,6 mg/100 g BB telah menunjukkan efek
antidiare. Sedangkan pada dosis 376 mg/100 g BB efeknya sebanding dengan loperamid 0,12 mg/100 g
BB (Sa’roni dkk., 1997).
Sedangkan penelitian daya antibakteri dari minyak asiri lempuyang gajah terhadap bakteri penyebab
diare, yaitu E. colli dan Vibrio cholera, menunjukkan lempuyang gajah dapat menghambat
pertumbuhan bakteri itu, sehingga penggunaan rimpang ini beralasan sebagai obat diare (Sabu, E.K.
dkk., 1996).
Daun katu tak hanya berkhasiat sebagai pelancar ASI (air susu ibu), tetapi juga memiliki kemampuan
mengobati diare. Daun katu mengandung protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, B, dan C,
senyawa steroid, polifenol. Ekstrak alkoholik daun katu dengan konsentrasi 25%, 30%, 35%, dan 40%
dapat menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella thypi, sehingga dapat dikatakan daun katu
mempunyai khasiat sebagai obat diare. Penelitian lain dengan menggunakan hewan tikus putih yang
dibuat diare dengan minyak jarak membuktikan adanya efek antidiare pada dosis 85, 225, dan 850
mg/100 g bobot badan (Wien, 1997).
Sayangnya, cara menggunakan dan dosis penggunaan lempuyang gajah dan daun katu untuk manusia
secara pasti masih belum ditemukan. Kalau pun ada, biasanya dosis itu ditemukan berdasarkan
pengalaman menggunakan cara rebusan atau seduhan.
Yang perlu diingat, tanaman obat apa pun yang dipilih untuk menyembuhkan diare sebaiknya
penggunaannya dilakukan dengan bijaksana. Penggunaannya juga diutamakan hanya untuk orang
dewasa, remaja, dan anakanak. Bila setelah mengupayakan penyembuhan dengan tanaman obat selama
tiga hari belum menunjukkan hasil, sebaiknya penderita segera dibawa ke dokter atau ke rumah sakit.
(M. Wien Winarno, peneliti pada Puslitbang Farmasi, Balitbang Kesehatan, Departemen
Kesehatan RI)
Informasi lebih detil di antaranya bisa diperoleh di dalam kepustakaan berikut:
1. Adjirni, dkk., 1996, Penelitian Antidiare Infus Eugena polyantha Wight. Pada Tikus Putih,
Dibawakan Pada Seminar Pokjanas TOI XI di Surabaya.
2. Natsir, P., 1986, Pengaruh Farmakodinamik Rebusan Daun Jambu Biji (P. guajava L.) Terhadap
Kontraksi Usus Halus Terpisah Marmut Jantan Secara in vitro, Jurusan Farmasi FMIPA,
Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang.
3. Sabu, Eva F. dkk., 1996, Daya Hambat Minyak Atsiri Rimpang Lempuyang Gajah Terhadap
Pertumbuhan Beberapa Mikroba Uji Penyebab Diare, Jurusan Farmasi FMIPA, Universitas
Hasanuddin, Ujung Pandang.
4. Sadewi, R. dkk., 1996, Isolasi Daya Antibakteri Minyak Atsiri Daun Salam. Dibawakan Pada
Seminar Pokjanas TOI XI di Surabaya.
5. Sa’roni dkk., 1997, Efek Antidiare Non Spesifik Infus Lempuyang Gajah (Zingiber zerumbet
SM) Pada Tikus Putih. Majalah Cermin Dunia Farmasi No. 33 Agustus 1997. Jakarta.
6. Sumastuti, R., 1996, Perbandingan Efek Umbi Lempuyang Emprit, L. Wangi, L. Gajah
Terhadap Kontraksi Otot Polos Usus Halus Kelinci Terpisah, Bag. Farmakologi, Fak.
Kedokteran , Universitas Gajah Mada. Dibawakan Pada Seminat Pokjanas TOI X di Jakarta.
7. Wienarno, M.W. dkk., 1997, Efek Daun Katu (Saurophus androgenus Merr.) Terhadap Diare
Pada Tikus Putih. Cermin Dunia Farmasi No. 33. Agustus 1997, Jakarta.
8. Yuniarti P., 1991, Pengaruh Antibakteri Dekok Daun Jambu Biji (P. guajava L.) Terhadap
Satphycoccus aureus dan Echerechisa colli, Fak. Farmasi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.