Anda di halaman 1dari 8

ANALISIS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum. Oleh karena itu perlu dibentuk sebuah peraturan perundang-undangan yang dapat mencakup dan menanggulangi berbagai kejahatan di dunia maya. Realisasi dari hal tersebut ialah dikeluarkannya UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). UU ITE dipersepsikan sebagai cyberlaw di Indonesia yang diharapkan dapat mengatur segala urusan di dunia internet, termasuk di dalamnya pemberian punishment atau hukuman terhadap pelaku cybercrime. Namun pada kenyataannya UU ITE di Indonesia masih memiliki banyak kelemahan, terutama dalam hal penerapannya. Adapun berbagai analisis mengenai UU ITE jika ditinjau dari Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Yang Baik (menurut UU No.10 Tahun 2004) adalah sebagai berikut: a. Asas Kejelasan Tujuan Jika ditinjau dari Asas Kejelasan Tujuan maka sudah terangkum secara jelas tujuan yang hendak dicapai dalam UU ITE, antara lain: 1) 2) 3) 4) Mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat; meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik; membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan

pemanfaatan 5)

Teknologi

Informasi

seoptimal

mungkin

dan

bertanggung jawab; dan memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi. b. Asas Kelembagaan atau Organ Pembentuk yang Tepat Pembentukan UU ITE sudah dilakukan melalui mekanisme dan organ pembentuk yng tepat dan berwenang. Dalam hal ini UU ITE dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia (DPR RI) selaku Lembaga Legislatif dan telah disahkan oleh Presiden Republik Indonesia selaku Lembaga Eksekutif. c. Asas Kesesuaian Antara Jenis dan Materi Muatan Secara garis besar, UU ITE sudah terdapat kesesuaian antara jenis dan materi muatan di dalamnya. Hal tersebut dapat dilihat bahwa dalam UU ITE benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang-undangannya. Di dalam UU No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terdiri atas asas-asas sebagai berikut : 1) Asas Kepastian Hukum Landasan hukum bagi pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik serta segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya yang mendapat Pengakuan Hukum di dalam dan diluar pengadilan. Sebagai contoh : Pasal 6 : Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.

2) Asas Kepastian Hukum Pasal 30 ayat (3) : Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan. 3) Asas Manfaat Asas bagi pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik diupayakan untuk mendukung proses informasi sehingga dapat meningkatkan kesejahtraan masyarakat Pasal 4 huruf d : membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan 4) Asas efisiensi Pasal 4 huruf C : meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan publik Pelayanan Publik adalah segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah, dan dilingkungan BUMN atau BUMD, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan adanya teknologi maka kita bisa meng efisienkan waktu. Contoh : pembayaran listrik dengan menggunakan ATM (Anjungan Tunai Mandiri ). 5) Asas keterbukaan / transparansi Pasal 9 : Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui sistem elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang di tawarkan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab

Dengan adanya keharusan diatas maka perusahaan harus terbuka atas produk yang dikeluarkan atau isi kotraknya tidak boleh mengandung unsur yang merugikan konsumen. Dalam perlindungan konsumen itu dikenal dengan klausula eksonerasi dimana adanya pengalihan tanggung jawab yang seharusnya tanggung jawab pelaku usaha menjadi tanggung jawab konsumen. 6) Asas Persamaan Perlakuan / Non-diskriminasi Pasal 14 : Penyelelenggara sertifikasi elektronik harus menyediakan informasi yang akurat, jelas, dan pasti kepada setiap pengguna. a) Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi penanda tangan b) Hal yang dapat digunakan untuk mengetahui data diri pembuat tanda tangan elektronik c) Hal yang dapat digunakan untuk menunjukan keberlakuan dan keamanan tanda tangan elektronik. 7) Asas pertanggung jawaban / akuntabilitas Pemilik, penyedia, pengguna system informasi seharusnya bertanggung jawab dan mempertanggung jawabkannya.(agus riswandi) Pasal 15 (2) : penyelenggara sistem elektronik bertanggung jawab terhadap penyelenggara sistem elektronik 8) Asas kebebasan berkontrak yang terbatas Pasal 18 ayat (1) : transaksi elektronik yang dituangkan ke dalam kontrak elektronik mengikat para pihak Pasal 19 : para pihak yang melakukan transaksi elektronik harus menggunakan sistem elektronik yang disepakati. 9) Asas pembangunan berkelanjutan Pasal 4 huruf b : mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahtraan masyarakat. 10) Asas kemandirian yang berwawasan kebangsaan Pasal 23 ayat (1) setiap penyelenggara negara, orang, badan usaha, dan/atau masyarakat berhak memiliki nama domain.

11) Asas kemitraan Pasal 22 ayat (1) : penyelenggara agen elektronik tertentu harus menyediakan fitur pada agen elektronik yang dioperasikannya. 12) Asas pasar bebas yang terkendali Pasal 23 ayat (2) : pemilik dan pengguna nama domain harus didasarkan pada itikad baik, tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat, tidak melanggar hak orang lain. 13) Asas keadilan Pasal Pasal 46 ayat (3) setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000(delapan ratus juta rupiah) d. Asas Dapat Dilaksanakan Masih terdapat banyak pasal yang sulit untuk dapat dilaksanakan. Misalnya: 1) Pembajakan internet berkaitan dengan HAKI ( pembajakan lewat internet sangat sulit untuk di deteksi karena pada dasarnya pemerintah belum menyediakan fasilitas atau suatu lembaga yang khusus menangani masalah atau pendeteksian pelanggaran internet, seperti dalam kejahatan money laundring ada suatu lembaga yang mengawasi yaitu PPATK. 2) Selain itu Pilihan hukum dalam hal transaksi elektronik merupakan transaksi antar negara (dalam UU ITE ini pilihan hukum itu berdasarkan asas-asas hukum perdata Internasional). Sehingga dalam penerapannya mengalami banyak kendala mengenai yurisdiksi mana yang digunakan. Dalam Pasal 28 ayat (2) ( dalam Pasal ini terkendala kalau pelakunya warga negara asing). 3) Pasal 34 ayat (1) setiap orang dengan sengaja tanpa hak atau melawan hukum , memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, memiliki :prangkat keras atau lunak untuk mempasilitasi perbuatan sebagai mana dimaksud dalam pasal 27 sampai 33, Pasal ini tidak bisa diterapkan karena ketika ada suatu

program atau yang menyediakan fasilitas sebagaimana di atur dala Pasal 27sampai 33 pelakunya susah untuk di jerat karena dalam substansinya menyatakan penyedia layanan itu juga terkena sanksi, pasal ini terkendala kalau servernya ada di luar negeri. e. Asas Kedayagunaan dan Kehasilgunaan Jika dapat diterapkan dengan baik sebenarnya UU ITE memiliki sebuah esensi yang baik tentang kedayagunaan dan kehasilgunaannya. Karena pembuatan peraturan perundang-undangan ini dilatarbelakangi oleh benar-benar dibutuhkannya dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam dunia maya. f. Asas Kejelasan Rumusan Tidak dapat dipungkiri bahwa pengaturan dalam UU ITE masih memiliki berbagai ketidakjelasan dalam perumusannya. Diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Pasal 21 ayat (1) yang menyatakan bahwa pengirim atau penerima dapat melakukan transaksi melalui pihak yang kuasakannya dalam Pasal ini tidak jelas bagaimana cara pengirim atau penerima memberikan kuasa, apakah harus secara tertulis atau bisa dengan lisan. Dan secara teknis tentang pemberian kuasanya ini tidak diperintahkan oleh UU ITE ini. 2) Pasal 24 ayat (2) tentang hak pemerintah tentang pengambilalihan sementara pengelolaan nama domain oleh pemerintah. Ketika pemerintah mengambilalih sementara, maka harus ada kejelasan waktunya atau berapa lama. 3) Perlindungan bagi konsumen dalam transaksi elektronik ( perlindungan bagi konsumen itu pengaturannya diatur dalam UU No 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen sehingga kurang efektif dalam penerapannya. Dalam hal penyelesaian sengketa konsumen tahaptahap nya sama dengan UU No 8 Tahun 1999 tentang perlindungan Konsumen, untuk itu terdapat kelemahan-kelemahan seperti :

ketidakjelasan kompetensi mengadili dan lembaga yang berwenang menyelesaiankan sengketa. g. Asas Keterbukaan UU ITE dalam pembuatannya sudah memenuhi asas keterbukaan. Karena dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan ini mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dalam pembuatan UU ITE melibatkan berbagai elemen masyarakat dari latar belakang profesi yang berbeda. Di antaranya akademisi, praktisi, dan para ahli di bidang teknologi dan informasi. Bahwa UU ITE ini memberikan kepastian hukum bagi para pelaku usaha dan masyarakat dalam menggunakan tekhnologi untuk meningkatkan pembangunan perekonomian negara Indonesia. Namun secara garis besar dalam UU ITE juga masih banyak hal-hal yang perlu diperbaiki, agar dalam penerapan UU ITE ini tidak menimbulkan banyak kendala secara teknis.

ANALISIS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
(Disusun untuk melengkapi tugas Ilmu Perundang-undangan Kelas A)

Oleh: Helza Frasika E0007145

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

Anda mungkin juga menyukai