Anda di halaman 1dari 8

SELVI ZURYANI E2A009142 / REG 209 Pneumonia Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai napas sesak atau

napas cepat. Napas sesak ditandai dengan dinding dada bawah tertarik ke dalam, sedangkan napas cepat diketahui dengan menghitung tarikan napas dalam satu menit. Untuk balita umur 2 tahun sampai 5 tahun tarikan napasnya 40 kali atau lebih dalam satu menit, balita umur 2 bulan sampai 2 tahun tarikan napasnya 50 kali atau lebih permenit, dan bayi umur kurang dari 2 bulan tarikan napasnya 60 kali atau lebih permenit (Depkes, 1991).

Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyakit Pneumonia a. Faktor Agent (Bibit Penyakit) Menurut Yusuf yang dikutip oleh Putri (2006), Hasil penelitian fungsi paru di negara berkembang menunjukkan bahwa kasus pneumonia berat pada anak disebabkan oleh bakteri yang biasanya adalah Streptococcus pneumonia atau Haemophillus influenza. Penyebab lain adalah Staphylococcus aureus, Bordetella pertusis, Mycoplasma pneumonia. Menurut Direktorat Jenderal Pencegahan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman (Dirjen P2M dan PLP) tahun 1992, sebelumnya jenis bakteri yang sering dilaporkan sebagai penyebab ISPA bawah terbatas pada Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza, Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae. Tetapi sejak 15 tahun belakangan ini telah terjadi perubahan besar bakteri penyebabnya, diantaranya adalah Moraxella, Legionella pneumophilia, dan Chlamydia pneumonia (Sibarani, 1996) b. Faktor Host (Pejamu) 1. Umur

Menurut Direktorat Jenderal Pencegahan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman (Dirjen PPM dan PLP) tahun 2005, didapatkan 600.720 kasus pneumonia pada balita, dengan jumlah kematian 204 balita yang terdiri dari 155 balita berumur dibawah 1 tahun dan 49 balita berumur 1-4 tahun (Putri, 2006).

2.

Jenis Kelamin

Berdasarkan data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 melaporkan prevalensi Balita dengan batuk dan nafas cepat pada anak laki-laki lebih tinggi dari pada anak perempuan yaitu sebesar 9,4% dan 8,5%.

SELVI ZURYANI E2A009142 / REG 209 3. Status Gizi

Menurut penelitian Sihadi (2000), pasien gizi yang menderita infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) pada awal kunjungan senilai 24,0%, dan pada kunjungan ke 12 menjadi 28,6%. Dan untuk penyakit infeksi saluran pernafasan bawah (ISPB) terjadi penurunan. Jika diawal kunjungan jumlah anak balita gizi buruk yang menderita ISPB sebesar 75,8%, maka pada kunjungan ke 12 menjadi 33,8%.

4.

Status ASI

Bayi usia 0-11 bulan yang tidak diberi ASI mempunyai risiko 5 kali lebih besar meninggal karena ISPA dibandingkan dengan bayi yang memperoleh ASI ekslusif. Bayi yang tidak diberi ASI menyebabkan terjadinya defisiensi zat besi. Ini yang menjadikan risiko kematian karena ISPA sangat besar dibandingkan bayi yang secara eksklusif memperoleh ASI dari si ibu (Kartasasmita, 2004).

5.

Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Menurut Alisjahbana yang dikutip oleh Putri (2006), BBLR yang berhasil melewati masa kritis dalam periode neonatal menunjukkan resiko untuk kejadian cacat termasuk gangguan perkembangan neurologist, cacat bawaan, gangguan pernafasan, atau komplikasi yang didapat karena perawatan intensif. Bayi dengan BBLR menunjukkan kecendrungan untuk lebih rentan menderita penyakit infeksi dibandingkan bayi dengan berat badan lahir normal, hal tersebut merupakan penyebab tingginya angka kematian bayi (Elizawarda, 2004). Faktor Environment (Lingkungan)

1. Status Ekonomi Menurut penelitian yang dilakukan Kamagi tahun 2009, balita yang memiliki keluarga dengan kategori keluarga sejahtera III memiliki risiko 0,051 dan 0,136 kali lebih kecil untuk terkena pneumonia daripada balita yang memiliki keluarga dengan kategori keluarga sejahtera I dan II.

2. Kepadatan Hunian Rumah Menurut penelitian yang dilakukan Kamagi tahun 2009, kepadatan hunian dalam rumah memiliki pengaruh terhadap kejadian pneumonia pada balita dengan besar risiko 5,95 kali lebih besar.

SELVI ZURYANI E2A009142 / REG 209

3. Musim Menurut Cissy B. Kartasasmita yang dikutip oleh Sibarani (1996) diketahui bahwa insiden ISPA lebih tinggi secara bermakna dalam musim hujan (masing-masing musim hujan 56% dan musim kemarau 45%). Pengaruh musim juga dikemukakan oleh Denoy, yang menyatakan bahwa di daerah tropis lebih banyak ISPA waktu musim hujan. 4. Pencemaran udara dalam rumah Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita bermain. Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih lama berada di rumah bersamasama ibunya sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi. Hasil penelitian diperoleh adanya hubungan antara ISPA dan polusi udara, diantaranya ada peningkatan resiko bronchitis, pneumonia pada anak-anak yang tinggal di daerah lebih terpolusi, dimana efek ini terjadi pada kelompok umur 9 bulan dan 6 10 tahun. 5. Ventilasi rumah Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Fungsi dari ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut: Mensuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar oksigen yang optimum bagi pernapasan. Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan, asap ataupun debu dan zat-zat pencemar lain dengan cara pengenceran udara. Mensuplai panas agar hilangnya panas badan seimbang. Mensuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan. Mengeluakan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiasi tubuh, kondisi, evaporasi ataupun keadaan eksternal. Mendisfungsikan suhu udara secara merata.

SELVI ZURYANI E2A009142 / REG 209 Tubercolosis Tuberculosis a atau penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang bisa bersifat akut maupun kronis dengan ditandai pembentukan turbekel dan cenderung meluas secara lokal. Selain itu, juga bersifat pulmoner maupun ekstrapulmoner dan dapat mempengaruhi organ tubuh lainnya. ketika Robert Koch (1882) berhasil mengidentifikasi kuman penyebab infeksi tersebut, Mycobacterium tuberculosis. Hingga kini, TBC menjadi salah satu problem utama kesehatan dunia, terutama di negara berkembang. Menurut perkiraan WHO (1964) untuk dunia, secara keseluruhan sekitar 15 juta jiwa menderita infeksi TBC dan lebih dari 3 juta kematian dapat dihubungkan dengan TBC, serta diestimasikan untuk tiap tahunnya muncul 2-3 juta kasus baru TBC. Geografis dan distribusi temporal dari TBC berbeda-beda baik tempat maupun waktu. Dalam perkembangannya, kematian yang disebabkan oleh TBC perlahan menurun, sehingga TBC sebagai penyebab kematian turun dari posisi ke-2 pada tahun 1900 menjadi posisi ke-16 di tahun 1960. Namun kenyataan diatas tidak berlaku di beberapa tempat yang kurang berkembang aspek pencegahannya terutama di belahan dunia ketiga. TBC tetap menjadi penyebab kematian dini dan ketidakmampuan, dengan lebih dari 70% anak-anak terinfeksi sebelum berumur 14 tahun.

INTERAKSI HOST, AGENT DAN LINGKUNGAN Dewasa ini wawasan mengenai diagnosis, gejala, pengobatan dan pencegahan TBC sebagai suatu penyakit infeksi menular terus berkembang. Sejalan dengan itu, maka perlu dipelajari faktor-faktor penentu yang saling berinteraksi sesuai dengan tahapan perjalanan alamiah. 1. Periode Prepatogenesis a. Faktor Agent (Mycobacterium tuberculosis) Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap disifektan kimia atau antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu yang lama.

SELVI ZURYANI E2A009142 / REG 209 Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara Mycobacterium Tuberculosis sangat tinggi. Patogenesis hampir rendah dan daya virulensinya tergantung dosis infeksi dan kondisi Host. Sifat resistensinya merupakan problem serius yang sering muncul setelah penggunaan kemoterapi moderen, sehingga menyebabkan keharusan mengembangkan obat baru. Umumnya sumber infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang terinfeksi. Untuk transmisinya bisa melalui kontak langsung dan tidak langsung, serta transmisi kongenital yang jarang terjadi. b. Faktor Lingkungan Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian yang besar dan prevalensi menurut tingkat perkembangannya. Penularannya pun berpola sekuler tanpa dipengaruhi musim dan letak geografis. Keadaan sosial-ekonomi merupakan hal penting pada kasus TBC. Pembelajaran sosiobiologis menyebutkan adanya korelasi positif antara TBC dengan kelas sosial yang mencakup pendapatan, perumahan, pelayanan kesehatan, lapangan pekerjaan dan tekanan ekonomi. Terdapat pula aspek dinamis berupa kemajuan industrialisasi dan urbanisasi komunitas perdesaan. Selain itu, gaji rendah, eksploitasi tenaga fisik, penggangguran dan tidak adanya pengalaman sebelumnya tentang TBC dapat juga menjadi pertimbangan pencetus peningkatan epidemi penyakit ini. Pada lingkungan biologis dapat berwujud kontak langsung dan berulang-ulang dengan hewan ternak yang terinfeksi adalah berbahaya. c. Faktor Host Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC. Terdapat 3 puncak kejadian dan kematian ; (1) paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua penderita, (2) paling luas pada masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan fisik-mental dan momen kehamilan pada wanita, (3) puncak sedang pada usia lanjut. Dalam perkembangannya, infeksi pertama semakin tertunda, walau tetap tidak berlaku pada golongan dewasa, terutama pria dikarenakan penumpukan grup sampel usia ini atau tidak terlindung dari resiko infeksi. Pria lebih umum terkena, kecuali pada wanita dewasa muda yang diakibatkan tekanan psikologis dan kehamilan yang menurunkan resistensi. Penduduk pribumi memiliki laju lebih

SELVI ZURYANI E2A009142 / REG 209 tinggi daripada populasi yang mengenal TBC sejak lama, yang disebabkan rendahnya kondisi sosioekonomi. Aspek keturunan dan distribusi secara familial sulit terinterprestasikan dalam TBC, tetapi mungkin mengacu pada kondisi keluarga secara umum dan sugesti tentang pewarisan sifat resesif dalam keluarga. Kebiasaan sosial dan pribadi turut memainkan peranan dalam infeksi TBC, sejak timbulnya ketidakpedulian dan

kelalaian. Status gizi, kondisi kesehatan secara umum, tekanan fisik-mental dan tingkah laku sebagai mekanisme pertahanan umum juga berkepentingan besar. Imunitas spesifik dengan pengobatan infeksi primer memberikan beberapa resistensi, namun sulit untuk dievaluasi. 2. Periode Pathogenesis (Interaksi Host-Agent) Interaksi terutama terjadi akibat masuknya Agent ke dalam saluran respirasi dan pencernaan Host. Contohnya Mycobacterium melewati barrier plasenta, kemudian

berdormansi sepanjang hidup individu, sehingga tidak selalu berarti penyakit klinis. Infeksi berikut seluruhnya bergantung pada pengaruh interaksi dari Agent, Host dan Lingkungan.

TAHAP PENCEGAHAN Berkaitan dengan perjalanan alamiah dan peranan Agent, Host dan Lingkungan dari TBC, maka tahapan pencegahan yang dapat dilakukan antara lain :

SELVI ZURYANI E2A009142 / REG 209 1. Pencegahan Primer Dengan promosi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TBC paling efektif, walaupun hanya mengandung tujuan pengukuran umum dan mempertahankan standar kesehatan sebelumnya yang sudah tinggi. Proteksi spesifik dengan tujuan pencegahan TBC yang meliputi ; (1) Imunisasi Aktif, melalui vaksinasi BCG secara nasional dan internasional pada daerah dengan angka kejadian tinggi dan orang tua penderita atau beresiko tinggi dengan nilai proteksi yang tidak absolut dan tergantung Host tambahan dan lingkungan, (2) Chemoprophylaxis, obat anti TBC yang dinilai terbukti ketika kontak dijalankan dan tetap harus dikombinasikan dengan pasteurisasi produk ternak, (3) Pengontrolan Faktor Prediposisi, yang mengacu pada pencegahan dan pengobatan diabetes, silicosis, malnutrisi, sakit kronis dan mental. 2. Pencegahan Sekunder Dengan diagnosis dan pengobatan secara dini sebagai dasar pengontrolan kasus TBC yang timbul dengan 3 komponen utama ; Agent, Host dan Lingkungan. Kontrol pasien dengan deteksi dini penting untuk kesuksesan aplikasi modern kemoterapi spesifik, walau terasa berat baik dari finansial, materi maupun tenaga. Metode tidak langsung dapat dilakukan dengan indikator anak yang terinfeksi TBC sebagai pusat, sehingga pengobatan dini dapat diberikan. Selain itu, pengetahuan tentang resistensi obat dan gejala infeksi juga penting untuk seleksi dari petunjuk yang paling efektif. Langkah kontrol kejadian kontak adalah untuk memutuskan rantai infeksi TBC, dengan imunisasi TBC negatif dan Chemoprophylaxis pada TBC positif. Kontrol lingkungan dengan membatasi penyebaran penyakit, disinfeksi dan cermat mengungkapkan investigasi epidemiologi, sehingga ditemukan bahwa kontaminasi lingkungan memegang peranan terhadap epidemi TBC. Melalui usaha pembatasan ketidakmampuan untuk membatasi kasus baru harus dilanjutkan, dengan istirahat dan menghindari tekanan psikis. 3. Pencegahan Tersier Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dimulai dengan diagnosis kasus berupa trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian diri secara psikis, rehabilitasi penghibur selama fase akut dan hospitalisasi awal pasien, kemudian rehabilitasi pekerjaan yang tergantung situasi individu. Selanjutnya, pelayanan kesehatan kembali dan

SELVI ZURYANI E2A009142 / REG 209 penggunaan media pendidikan untuk mengurangi cacat sosial dari TBC, serta penegasan perlunya rehabilitasi. Selain itu, tindakan pencegahan sebaiknya juga dilakukan untuk mengurangi perbedaan pengetahuan tentang TBC, yaitu dengan jalan sebagai berikut : 1. Perkembangan media. 2. Metode solusi problem keresistenan obat. 3. Perkembangan obat Bakterisidal baru. 4. Kesempurnaan perlindungan dan efektifitas vaksin. 5. Pembuatan aturan kesehatan primer dan pengobatan TBC yang fleksibel. 6. Studi lain yang intensif. 7. Perencanaan yang baik dan investigasi epidemiologi TBC yang terkontrol.

Anda mungkin juga menyukai