Anda di halaman 1dari 3

Konsep dan Kedudukan Filsafat Ilmu1 by Dr. Ahmad Barizi, MA 1.

Perkembangan Filsafat Ilmu cukup pesat seiring dengan perkembangan kehidupan manusia. Sekarang telah sedikitnya tiga kutub filsafat yang cukup mengemuka, yaitu filsafat sosial, filsafat sains, dan filsafat teknologi. 2. Filsafat sosial berkembang dalam tiga ragam, ialah a). positivisme kualitatif dan kuantitatif; b). mathematical logic; dan philosophical logic. Kata positivisme biasanya mengacu kepada dua hal: fakta empirik-inderawi dan kebenran empirikobyektif. 3. Filsafat sains tumbuh bergerak dari confirmatory theories ke constructed theories, dan berkembang lagi ke arah constructed modeling. 4. Filsafat teknologi yang bergerak dari means-ends-means-ends menjadi means yang berkelanjutan. Teknologi tidak sebagai ENDS tetapi sebagai IDE MANUSIA (Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu: Kualitatif dan Kuantitatif untuk Pengembangan Ilmu dan Penelitian [Yogyakarta: Rake Sarasin, 2006], cet. Ke-3, h. 1-3). 5. Tiga tiang penyangga Filsafat Ilmu, ialah: a). Ontologi, ialah membahas tentang apa yang ingin diketahui, atau suatu pengkajian mengenai TEORI TENTANG ADA, dan obyek yang ditelaah adalah sesuatu yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang diuji INDERA MANUSIA; b). Epistemologi, disebut pula dengan TEORI PENGETAHUAN, yang membahas secara mendalam segenap proses yang terlibat dalam usaha untuk memeroleh pengetahuan, dan pengetahuan diperoleh melalui proses metode (cara berpikir yang benar); c). Aksiologi, ialah MANFAAT ILMU yang diperoleh manusia dari pengetahuan, yang dimaksudkan untuk memudahkan pemenuhan kebutuhan dan keluhuran hidup manusia. 6. Arah dan fungsi Filsafat Ilmu adalah: a). Mencari kebenaran substantif-esensial; b). Mencari kebenaran untuk in action; c). Mencari kebenaran bagi kesejahteraan dan martabat manusia; d). Pengembangan wawasan trandisplin; dan e). Pengembangan cross-disciplin. Di sini bisa dikatakan bahwa Telaah Filsafat Ilmu adalah Fakta, Ide dan Teori, dan Nilai (value). 7. Kedudukan ilmu dalam Islam adalah HIERARKIS (perspektif alFarabi (257H/870 M-339H/950 M) dalam (Osman Bakar, Hierarki Ilmu: Membangun Rangka Pikir Islamisasi Ilmu, penj. Purwanto [Bandung: Mizan, 1998], cet. Ke-3). Gagasan hierarki ilmu berasal dari Alquran dan Hadis. Pertama, ayat-ayat Alquran sendiri bertingkat-tingkat nilainya meskipun seluruhnya diyakini berasal dari Tuhan. Ayat Kursi (yat al-kurs), misalnya, disebut sebagai kepala (sayyidah) dari ayat-ayat Alquran. Al-Ghazali
1 Disampaikan pada Pertemuan Ke-2 Kuliah Filsafat Ilmu (Perspektif Integrasi Sains dan Islam) pada PPs. UIN Malang, tanggal 30 September 2011.

menyebutkan bahwa ayat kursi menjadi yang utama karena di dalamnya mengandung/berkenaan dengan esensi, sifat, dan perbuatan Ilahi. Surat al-Ikhlash disebutkan Nabi Saw. sebagai sama dengan sepertiga Alquran, karena isinya berkenaan dengan pengetahuan tentang Hakikat, atau realitas Tuhan, sesuatu yang paling utama dari TIGA bentuk mendasar dari derajat pengetahuan dalam Alquran, dsb. Kedua, adanya hierarki dalam kesadaran intelektual dan spiritual manusia. 8. Dasar hierarki ilmu, menurut al-Farabi, adalah tiga hal. Pertama, kemuliaan materi subyek (syaraf al-mawdl), berasal dari prinsip fundamental ontologi, yaitu bahwa dunia wujud tersusun secara hierarkis. Astronomi, sebagai salah satu ilmu, merupakan materi subyek paling mulia karena berkaitan dengan bendabenda langit atau benda-benda angkasa. Kedua, kedalaman bukti-bukti (istiqsh al-barhn), didasarkan atas pandangan tentang sistematika pernyataan kebenaran dalam berbagai ilmu yang ditandai oleh perbedaan derajat kejelasan dan keyakinan. Geometri, dalam konteks ini, memenuhi keunggulan dalam kedalaman bukti-bukti. Ketiga, besarnya manfaat (izham aljadw) dari ilmu yang bersangkutan, didasarkan pada fakta bahwa kebutuhan praktis dan spiritual berkaitan dengan kehendak jiwa juga tersusun secara hierarkis. Ilmu syariah, adalah ilmu yang menempati posisi sebagai ilmu paling besar manfaatnya bagi kehidupan manusia. 9. Al-Ghazali mengungkapkan bahwa ada tiga hal yang perlu

dipahami mengenai ilmu. Pertama, dilihat dari sumbernya ilmu terbagai ke dalam dua bagian yaitu yang diwahyukan dan tidak diwahyukan. Kedua, dilihat dari segi kewajiban mencari ilmu terbagi ke dalam dua bagian: fardlu ain dan fardlu kifayah. Ketiga, dilihat dari aspek kemanfaatan ilmu yang dibagi ke dalam dua bagian pula: terpuji dan tercela. 10. Ilmu bisa dikalsifikasikan ke dalam dua hal penting, yaitu ilmu sebagai proses dan ilmu sebagai obyek. Sebagai proses, ilmu terbagi ke dalam tiga macam: hissiyyah, aqliyyah, dan ladunni. Sebagai obyek bisa dikklasifikasi ke dalam tiga hal juga: tercela, terpuji, dan antara terpuji dan tercela.

11.Hierarki daya jiwa manusia tersusun sebagai berikut. Pertama, jiwa vegetatif (al-quwwah al-ghdziyah) ialah indera yang memungkinkan manusia menerima rangsangan berupa panas, dingin, dll. Daya ini membuat manusia mampu mengecap, membau, mendengar suara, dan melihat warna serta obyek penglihatan lain seperti berkas-berkas cahaya. Kedua, indera khayal (al-quwwah al-khayliyah) indera yang mampu menggabungkan atau memisahkan kesan-kesan dari hal-hal yang berada hingga menghasilkan kombinasi atau potongan yang beranekaragam. Hasilnya, bisa salah atau bisa juga benar. Ketiga, indera berpikir (al-quwwah al-nthiqah) yang memungkinkan manusia memahami berbagai pengertian untuk

membedakan yang mulia dari yang hina, juga untuk menguasai seni dan ilmu. 12.Manusia adalah binatang rasional (hayawn nthiq) yang lebih unggul dari makhluk-makhluk lain, karena memiliki intelegensia atau kecerdasan (nuthq) dan kehendak (irdah). Melalui potensi kecerdasan dan kehendak inilah maka manusia mencapai derajat mulia, di tengah-tengah ciptaan Allah Swt. Semoga! Hp. O8159943409/087859090667 e-mail: rizie_mdr70@yahoo.co.id

Anda mungkin juga menyukai