Anda di halaman 1dari 3

Baharuddin Lopa: bagaikan oase ditengah gersangnya padang pasir

Korupsi masih merupakan suatu momok permasalahan bagi bangsa ini sejak merdeka. Ketidaktegasan hukum, intervensi penguasa, dan permainan politik merupakan suatu bagian yang terintegrasi dalam menjaga konsistensi korupsi sampai saat ini. Pada zaman orde lama contohnya seorang menteri luar negeri saat itu Ruslan Abdulgani yang diduga korupsi gagal ditangkap oleh polisi militer dikarenakan oleh intervensi penguasa pada saat itu Ali sastroamijoyo yang pada waktu itu bertindak menjadi perdana menteri (pada waktu demokrasi parlementer). Selanjutnya pada zaman orde baru, kombinasi cara yang dilakukan dalam menjaga konsistensi korupsi semakin canggih. Bukan hanya melibatkan penguasa saja, tetapi sektor-sektor bisnis juga memberikan peranannya dalam melestarikan korupsi di negeri ini. Dapat dilihat bagaimana para pengusaha mendekati penguasa dengan berbagai intrikintrik politik yang bertujuan untuk mendapatkan privilege-privilege dalam menjalankan usahanya. Kolaborasi yang dilakukan pengusaha dan penguasa berhasil mengeruk kekayaan bumi negeri ini hingga tak tersisa dan hanya meninggalkan tanah-tanah yang kopong yang sudah tidak berguna lagi. Reformasi tak jauh berbeda, amanat reformasi yang diharapkan dapat menjadi titik tolak perubahan bangsa ternyata hanya menjadi euforia sesaat. Otonomi daerah dan demokrasi yang menjadi salah satu amanat reformasi bukannya menciptakan perbaikan dan sustainibilitas ekonomi malah menciptakan raja-raja kecil yang korup yang hanya memperkeruh kondisi bangsa. Perbaikan yang ingin dilakukan bangsa ini sepertinya sangat sulit sekali. Terlihat bagaimana pergantian rezim tidak memberikan implikasi yang signifikan terhadap perbaikan bangsa terutama dalam bidang pemberantasan korupsi. Segala perubahan sistem yang dilakukan dari zaman ke zaman tidak dapat meminimalisir tindak pidana korupsi, malah justru menciptakan cara-cara berkorupsi yang baru. Sedikit mengutip kata-kata yang pernah diucapkan Bung Hatta bahwa korupsi sudah menjadi budaya bagi bangsa ini. Dari setiap rezim yang memerintah, bisa dilihat bahwa tidak ada penegakkan hukum yang tegas dalam memberantas korupsi. Intervensi penguasa terhadap hukum itulah yang membuat hukum menjadi tidak berwibawa dan independen lagi sehingga hukum hanya menjadi mainan penguasa bukan menjadi alat kontrol sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Satu-satunya cara yang harus dilakukan untuk memperbaiki bangsa ini adalah dengan melakukan reformasi hukum. Bangsa ini memerlukan penegak-penegak hukum yang hebat yang berani menentang arus, yang berani memperjuangkan nilai-nilai keadilan dan kebenaran, dan berani berteriak dalam membela hak- hak rakyat. Itulah mengapa saya memilih Baharuddin Lopa sebagai pemimpin yang ideal. Walaupun hanya menjadi jaksa agung selama 4 bulan tetapi visi beliau dalam memberantas korupsi sangatlah jelas. Beliau tidak pernah memiliki rasa takut, kecuali kepada Allah SWT. Sepanjang karirnya di kejaksaan, beliau pernah menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi di Sulawesi Tenggara, Aceh, Kalimantan Barat serta Sulawesi Selatan, dan juga mengepalai Pusdiklat Kejaksaan Agung di Jakarta.

Begitu menjabat Jaksa Agung, menggantikan Marzuki Darusman, beliau langsung bekerja keras memberantas korupsi. Beliau langsung memburu Sjamsul Nursalim yang sedang dirawat di Jepang dan Prajogo Pangestu yang dirawat di Singapura agar segera pulang ke Jakarta. Beliau juga memutuskan untuk mencekal Marimutu Sinivasan. Namun ketiga konglomerat hitam tersebut mendapat penangguhan proses pemeriksaan langsung dari presiden. Beliau juga menyidik keterlibatan Arifin Panigoro, Akbar Tandjung, dan Nurdin Halid dalam kasus korupsi. Gebrakan Lopa itu sempat dinilai bernuansa politik oleh berbagai kalangan, namun beliau tidak mundur. Beliau bertekad melanjutkan penyidikan, kecuali ia tidak lagi menjabat Jaksa Agung. Beliau bersama staf ahlinya Dr Andi Hamzah dan Prof Dr Achmad Ali biasa bekerja hingga pukul 23.00 WIB setiap harinya. Baharuddin Lopa juga merupakan sosok yang tidak ingin diistimewakan sebagai pejabat negara. Sewaktu beliau berniat membeli sebuah sedan Toyota. JK yang memang memegang lisensi sebagai dealer Toyota berniat memberikan harga khusus kepada Baharuddin Lopa. Sang jaksa menolak, dia minta harga normal atau kalaupun ada diskon tetap sesuai dengan ketentuan, bukan sebesar yang tadinya ditawarkan oleh JK. Tadinya JK menawarkan harga Rp. 5 juta untuk sebuah sedan yang harga aslinya Rp. 30 juta (waktu itu). Baharuddin Lopa menolak, dia minta harga normal dengan maksimal diskon seperti yang diterima orang lain. Akhirnya kesepakatan jatuh pada angka Rp. 27 juta, itupun dicicil ! Luar biasa, seorang kepala kejaksaan menolak sebuah kemudahan dan memilih untuk tidak menggunakan kekuasaannya demi kepentingan pribadi. Dari kisah seorang Baharuddin Lopa dapat dilihat bahwa beliau merupakan manusia yang memiliki integritas dan pengabdian yang luar biasa untuk negara ini. Beliau merupakan sosok yang dapat ditiru dalam menegakkan kebenaran dan keadilan demi kewibawaan hukum dan martabat bangsa. Nilai-nilai keadilan ternyata sudah menjadi bagian yang terintegrasi dan terinternalisasi dalam diri seorang Baharuddin Lopa. Beliau merupakan sosok yang aneh di masa sekarang yang dimana para pejabat lainnya bersenang-senang dengan harta dan kekuasaannya tetapi beliau malah memilih hidup dengan segala kesederhanaannya. Adagium yang terkenal dari seorang Baharuddin Lopa adalah Kendatipun kapal akan karam, tegakkan hukum dan keadilan!.

Daftar Pustaka: http://www.kejaksaan.go.id/tentang_kejaksaan.php?id=12&ids=10 http://id.wikiquote.org/wiki/Baharuddin_Lopa http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi_di_Indonesia

Anda mungkin juga menyukai