Anda di halaman 1dari 38

MUTAZILAH

Oleh: Dra.Lailatu Zahroh, MPdI

ASAL-USUL KEMUNCULAN MUTAZILAH

Mutazilah berasal dari Itazala= berpisah atau memisahkan diri, juga berarti menjauh atau menjauhkan diri Mutazilah ada dua golongan: yaitu Mutazilah I dan Mutazilah II

Mutazilah I

Muncul sebagai respon politik murni. Golongan ini tumbuh sebagai kaum netral politik,khususnya dalam arti bersikap lunak dalam menangani pertentangan antara Ali bin Abi Thalib dan lawannya terutama Muawiyah, Aisyah, dan Abdullah bin Zubair. Golongan inilah yang mula-mula disebut kaum Mutazilah karena mereka menjauhkan diri dari pertikaian masalah khilafah. Kelompok ini bersifat netral politik.

Mutazilah II

Muncul sebagai respon persoalan teologis yang berkembang di kalangan Khawarij dan Murjiah akibat adanya peristiwa tahkim. Muncul karena mereka berbeda pendapat dengan golongan Khawarij dan Murjiah tentang pemberian status kafir kepada orang yang berbuat dosa besar Golongan Mutazilah II inilah yang akan dikaji dalam bab ini yang sejarah kemunculannya memiliki banyak versi.

Versi Kemunculan Mutazilah Versi 1

Berpusat pada peristiwa yang terjadi antara Wasil bin Atha serta temannya Amr bin Ubaid dan Hasan al Basri di Basrah.Ketika Wasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh Hasan al Basri di masjid Basrah, datanglah seseorang yan bertanya mengenai pendapat Hasan al Basri tentang orang yang berdosa besar. Ketika Hasan al Basri masih berfikir, Wasil mengemukakan pendapatnya dengan mengatakan: Saya berpendapat bahwa orang yang berbuat dosa besar bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, tapi berada pada posisi diantara keduanya, tidak mukmin dan tidak kafir

Kemudian Wasil menjauhkan diri dari Hasan al Basri dan pergi ke tempat lain di lingkungan masjid. Disana Wasil mengulangi pendapatnya di hadapan para pengikutnya. Dengan adanya peristiwa ini, Hasan al Basri berkata: Wasil menjauhkan diri dari kita (Itazala anna). Menurut Asy Syahrastani, kelompok yang memisahkan diri pada peristiwa inilah yang disebut kaum Mutazilah.

Versi 2

Dikemukakan oleh al Bagdadi. Ia mengatakan bahwa Wasil dan temannya, Amr bin Ubaid bin Bab, diusir oleh Hasan al Basri dari majelisnya karena ada pertikaian di antara mereka tentang masalah qadar dan orang yang berdosa besar. Keduanya menjauhkan diri dari Hasan al Basri dan berpendpat bahwa orang yang berdosa besar itu tidak mukmin dan tidak pula kafir. Oleh karena itu, golongan ini dinamakan Mutazilah

Versi 3

Dikemukakan oleh Tasy Kubra Zadah Menyatakan bahwa Qatadah bin Damah pada suatu hari masuk masjid Basrah dan bergabung dengan majelis Amr bin Ubaid yang disangkanya adalah majelis Hasan al Basri. Setelah mengetahuinya bahwa majelis tersebut bukan majelis Hasan al Basri, ia berdiri dan meninggalkan tempat sambil berkata:Ini kaum Mutazilah. Sejak itulah kaum tersebut dinamakan Mutazilah

Versi 4

Dikemukakan oleh Al Masudi Memberikan keterangan tentang asal-usul kemunculan Mutazilah tanpa menyangkut pautkannya dengan peristiwa antara Wasil dan Hasan al Basri. Mereka diberi nama Mutazilah, karena berpendapat bahwa orang yang berdosa bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, tetapi menduduki tempat diantara kafir dan mukmin (al manzilah bain al manzilatain ). Dalam artian mereka memberi status orang yang berbuat dosa besar itu jauh dari golongan mukmin dan kafir

Versi 5 Teori baru

Dikemukakan oleh Ahmad Amin Nama Mutazilah sudah terdapat sebelum adanya peristiwa Wasil dan Hasan al Basri dan sebelum timbulnya pendapat tentang posisi diantara dua posisi. Nama Mutazilah diberikan kepada golongan orang yang tidak mau berintervensi dalam pertikaian politik yang terjadi pada zaman Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Ia menjumpai pertikaian disana. Satu golongan mengikuti pertikaian itu, sedangkan golongan lain menjauhkan diri ke Kharbita (Itazalat ila kharbila). Oleh karena itu, dalam surat yang dikirimnya kepada Ali bin Abi Thalib, Qais menamai golongan yang menjauhkan diri dengan Mutazilin , sedang Abu al Fida menamainya dengan Mutazilah

Versi 6 Pendapat Oreintalis Itali


CA Nalino, mengemukakan pendapat yang hampir sama dengan Ahmad Amin dan selaras dengan Masudi Nama Mutazilah bukan berarti memisahkan dari umat Islam lainnya, tapi nama ini diberikan kepada mereka karena mereka berdiri netral di antara Khawarij dan Murjiah.

Nama lain Mutazilah


Ahl al-adl = golongan yang mempertahankan keadilan Tuhan Ahl al tawhid wa al-adl = golongan yang mempertahankan keesaan murni dan keadilan Tuhan Al-Qadariyah , karena mereka menganut faham free will and free act yakni bahwa manusia itu bebas berkehendak dan bebas berbuat Al-Muattilah, karena golongan Mutazilah berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat, dalam arti sifat mempunyai wujud di luar zat Tuhan. Wadiah, karena mereka berpendapat bahwa ancaman Tuhan itu pasti akan menimpa orang-orang yang tidak taat akan hukum-hukum Tuhan

AL-USHUL AL-KHAMSAH (LIMA AJARAN DASAR TEOLOGI MUTAZILAH)

Yaitu: 1. At-tauhid (pengesaan Tuhan) 2. Al-adl (keadilan Tuhan) 3. Al-waad wa al-waid (janji dan ancaman Tuhan) 4. Al-manzilah bain al-manzilatain (posisi diantara dua posisi) 5. Al-amr bi al-maruf wa al-nahy an al-munkar (menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran)

AT-TAUHID
Merupakan prinsip utama dan intisari ajaran Mutazilah Sebenarnya, setiap mazhab teologis dalam Islam memegang doktrin ini, namun bagi Mutazilah, tauhid memiliki arti yang spesifik. Allah harus disucikan dari segala sesuatu yang dapat mengurangi arti kemahaesaan-Nya. Allahlah satu-satunya yang Esa, yang unik dan tak ada satupun yang menyamaiNya. Oleh karena itu, hanya Dia-lah yang qadim. Bila ada yang qadim lebih dari satu, maka telah terjadi taaddud al-qudama (berbilangnya dzat yang tak berpermulaan)

Untuk memurnikan keesaan Allah (tanzih), Mutazilah menolak konsep Allah memiliki sifat-sifat, penggambaran fisik Allah (antromorfisme tajassum), dan Allah dapat dilihat dengan mata kepala. Mutazilah berpendapat bahwa Allah itu Esa, tak ada satupun yang menyerupaiNya. Dia Maha Melihat, Mendengar, Kuasa, Mengetahui dan sebagainya. Namun mendengar, kuasa, mengetahui dan sebagainya itu bukan sifat melainkan dzatNya.

Menurut Mutazilah, sifat adalah sesuatu yang melekat. Bila sifat Allah yang qadim, berarti ada dua yang qadim yaitu dzat dan sifatNya Wasil bin Atha,seperti dikutip oleh Asy Syahrastani mengatakan: Siapa yang mengatakan sifat yang qadim berarti telah menduakan Tuhan. Ini tidak dapat diterima karena merupakan perbuatan syirik

Apa yang disebut sebagai sifat menurut Mutazilah adalah dzat Allah itu sendiri. Abu al Hudzail berkata: Tuhan mengetahui dengan ilmu dan ilmu itu adalah Allah itu sendiri. Tuhan berkuasa dengan kekuasaan dan kekuasaan itu adalah Allah sendiri. Dengan demikian, pengetahuan dan kekuasaan Allah adalah Allah sendiri, yaitu dzat dan esensi Allah, bukan sifat yang menempel pada dzatnya

Mutazilah berpendapat bahwa Al Quran itu baru (diciptakan); Al Quran adalah manifestasi kalam Allah; Al Quran terdiri atas rangkaian huruf, kata, dan bahasa yang satunya mendahului yang lainnya Harun Nasution mencatat perbedaan antara Al-JubbaI dan Abu Hasyim atas pernyataan Tuhan mengetahui dengan esensiNya. Menurut al JubbaI, arti pernyataan tersebut adalah bahwa untuk mengetahui, Allah tidak berhajat kepada suatu sifat dalam bentuk pengetahuan atau keadaan mengetahui. Adapun menurut Abu Hasyim, pernyataan tersebut berarti Allah memiliki keadaan mengetahui. Sungguhpun demikian, mereka sepakat bahwa Allah tidak memiliki sifat.

Tidak ada satupun yang dapat menyamai Allah; Allah tidak serupa dengan makhlukNya Allah adalah immateri, oleh karena itu tidak layak bagiNya setiap atribut materi. Maha suci Allah dari penyerupaan dengan yang diciptakanNya. Tegasnya, Mutazilah menolak antropomorphisme

Penolakan

terhadap faham antropomorfistik bukan semata-mata atas pertimbangan akal, melainkan memiliki rujukan pada Q.S.Asy Syura (42): 9 Tak ada satupun yang menyamai-Nya

Untuk menegaskan penilaiannya terhadap antropomorfisme, Mutazilah memberi takwil terhadap ayatayat yang secara lahir menggambarkan kejisiman Allah.Misalnya, kata-kata tangan (QS Shad: 75) diartikan kekuasaan, dan pada konteks yang lain tangan (QS.Al Maidah: 64) diartikan nikmat; kata wajah (QS.Ar Rahman: 27)

Penolakan Mutazilah terhadap pendapat bahwa Allah dapat dilihat oleh mata kepala merupakan konsekuensi logis dari penolakannya terhadap antropomorfisme. Allah adalah immateri, tidak tersusun dari unsur, tidak terikat oleh ruang dan waktu, dan tidak berbentuk. Adapun yang dapat dilihat hanyalah yang berbentuk dan memiliki ruang. Andaikata Allah dapat dilihat dengan mata kepala di akhirat, tentu di duniapun Dia dapat dilihat oleh mata kepala. Oleh karena itu kata melihat (QS AlQiyamah): 22-23) ditakwilkan dengan mengetahui (know)

AL-ADL
Yang berarti Tuhan Maha adil Adil ini merupakan sifat yang paling gamblang untuk menunjukkan kesempurnaan. Karena Allah Mahasempurna, Dia sudah pasti adil Ajaran ini bertujuan ingin menempatkan Allah benar-benar adil menurut sudut pandang manusia, karena alam semesta ini sesungguhnya diciptakan untuk kepentingan manusia Allah dipandang adil apabila bertindak hanya yang baik (ash-shalah) dan terbaik (al-ashlah), dan bukan yang tidak baik.Begitu pula Allah itu adil bila tidak melanggar janjiNya. Dengan demikian, Allah terikat dengan janjiNya

Ajaran tentang keadilan ini berkait erat dengan beberapa hal, diantaranya: Perbuatan manusia Berbuat baik dan terbaik Mengutus Rasul

PERBUATAN MANUSIA

Manusia menurut Mutazilah, melakukan dan menciptakan perbuatannya sendiri, terlepas dari kehendak dan kekuasaan Allah, baik secara langsung atau tidak Manusia benar-benar bebas untuk menentukan pilihan perbuatannya; baik atau buruk Allah hanya menyuruh dan menghendaki yang baik, bukan yang buruk Adapun yang disuruh Allah pastilah baik dan apa yang dilarangNya tentulah buruk

Allah berlepas diri dari perbuatan yang buruk;

konsep ini memiliki konsekuensi logis dengan keadilan Allah, yaitu apapun yang akan diterima manusia di akhirat merupakan balasan perbuatannya di dunia. Kebaikan akan dibalas kebaikan dan kejahatan akan dibalas keburukan, dan itulah keadilan. Karena ia berbuat atas kemauan dan kemampuannya sendiri dan tidak dipaksa

BERBUAT BAIK DAN TERBAIK

Dalam istilah arabnya ash-shalah wa alashlah, maksudnya adalah kewajiban Allah untuk berbuat baik, bahkan terbaik bagi manusia Allah tidak mungkin jahat dan aniaya karena akan menimbulkan kesan Allah Penjahat dan Penganiaya, sesuatu yang tidak layak bagi Allah Jika Allah berlaku jahat kepada seseorang dan berbuat baik kepada orang lain berarti tidak adil. Dengan sendirinya Allah juga tidak Mahasempurna

Menurut Nazzam, salah satu tokoh Mutazilah, Allah tidak dapat berbuat jahat. Konsep ini berkaitan dengan kebijaksanaan, kemurahan dan kepengasihan Allah yaitu sifat-sifat yang layak bagiNya. Artinya bila Allah tidak bertindak seperti itu, berarti Ia tidak bijaksana, pelit dan kasar/kejam

MENGUTUS RASUL
Mengutus rasul kepada manusia merupakan kewajiban Allah, karena alasan berikut: 1. Allah wajib berlaku baik kepada manusia dan hal itu tidak dapat terwujud, kecuali dengan mengutus Rasul kepada mereka 2. Al Quran secara tegas menyatakan kewajiban Allah untuk memberikan belas kasih kepada manusia (QS Asy-Syuara: 29). Cara yang terbaik untuk maksud tersebut adalah dengan pengutusan rasul 3. Tujuan diciptakannya manusia adalah untuk beribadah kepadaNya. Agar tujuan tersebut berhasil, tidak ada jalan lain, selain mengutus Rasul

AL WAD WA ALWAID
Artinya janji dan ancaman Allah yang Mahaadil dan Mahabijaksana, tidak akan melanggar janjiNya. Perbuatan Allah terikat dan dibatasi oleh janjiNya sendiri, yaitu memberi pahala surga bagi yang berbuat baik dan mengancam dengan siksa neraka atas orang yang durhaka. Demikian juga janji Allah untuk memberi pengampunan pada orang yang bertaubat nasuha pasti benar adanya

Ajaran ketiga ini tidak memberi peluang bagi Allah,selain menunaikan janjiNya, yaitu memberi pahala orang yang taat dan menyiksa orang yang berbuat maksiat, kecuali orang yang sudah bertobat nasuha Tidak ada harapan bagi pendurhaka, kecuali bila ia tobat Kejahatan dan kedurhakaan yang menyebabkan pelakunya masuk neraka adalah kejahatan yang termasuk dosa besar, sedangkan terhadap dosa kecil, Allah mungkin mengampuninya Ajaran ini tampaknya bertujuan mendorong manusia berbuat baik dan tidak melakukan perbuatan dosa

AL MANZILAH BAIN AL MANZILATAIN


Inilah ajaran yang mula-mula menyebabkan lahirnya madzhab Mutazilah Terhadap orang yang berdosa besar, Khawarij menganggap orang tersebut sebagai kafir bahkan musyrik; Murjiah berpendapat bahwa orang itu tetap mukmin dan dosanya sepenuhnya diserahkan kepada Allah. Boleh jadi dosa tersebut diampuni Allah; Mutazilah berpendapat orang tersebut berada diantara dua posisi (al-manzilah bain al-manzilatain)

POKOK AJARAN MUTAZILAH


Bahwa mukmin yang melakukan dosa besar dan belum taubat bukan lagi mukmin atau kafir, tetapi fasik

Pelaku dosa besar tidak dapat dikatakan sebagai mukmin secara mutlak; hal ini karena keimanan menuntut adanya kepatuhan kepada Allah, tidak cukup hanya pengakuan dan pembenaran Berdosa besar bukanlah kepatuhan, melainkan kedurhakaan. Pelakunya tidak dapat dikatakan kafir secara mutlak karena ia masih percaya kepada Alah, RasulNya, dan mengerjakan pekerjaan yang baik; hanya saja kalau meninggal sebelum bertaubat, ia dimasukkan ke neraka dan kekal di dalamnya

Orang mukmin masuk surga dan orang kafir masuk neraka; orang fasikpun dimasukkan ke neraka hanya saja siksaannya lebih ringan daripada orang kafir

AL AMR BI AL MARUF WA AN-NAHY AN MUNKAR


Artinya menyuruh kebajikan dan melarang kemungkaran Ajaran ini menekankan keberpihakan kepada kebenaran dan kebaikan; ini merupakan konsekuensi logis dari keimanan seseorang. Pengakuan keimanan harus dibuktikan dengan perbuatan baik , diantaranya dengan menyuruh orang berbuat baik dan mencegahnya dari kejahatan

Syarat yang harus dipenuhi dalam ber-amar maruf dan nahi mungkar
1.

2. 3.

4.

Ia mengetahui perbuatan yang disuruh itu memang maruf dan yang dilarang itu memang mungkar Ia mengetahui bahwa kemunkaran telah nyata dilakukan orang Ia mengetahui bahwa perbuatan amar maruf atau nahi mungkar tidak akan membawa madharat yang lebih besar Ia mengetahui atau paling tidak menduga bahwa tindakannya tidak akan membahayakan dirinya dan hartanya

Perbedaan

madzhab Mutazilah dengan madzhab lain mengenai amr maruf nahi munkar ini terletak pada tatanan pelaksanaanya Menurut Mutazilah, jika memang diperlukan, kekerasan dapat ditempuh untuk mewujudkan ajaran tersebut.

Anda mungkin juga menyukai