Anda di halaman 1dari 3

Nama : Rika Fajrini NPM : 0906520370

Tugas Mata Kuliah Kondominium dan Permasalahannya

1. Apakah dengan dilakukannya Pre-Project Selling Satuan Rumah Susun (ditandai

dengan ditandatanganinya PPJB) telah melanggar ketentuan pasal 18 UU No. 16 Tahun 1985? Untuk menjawab pertanyaan ini, haruslah dipahami perbedaan konsep PreProject Selling dengan konsep jual-beli yang terdapat dalam pasal 18 UU no. 16 tahun 1985. Pre-Project Selling adalah penjualan satuan rumah susun yang masih dalam tahap pembangunan atau dalam tahap perencanaan. Pre-Project Selling ini ditandai dengan penandatanganan perjanjian pengikat jual beli (PPJB) di hadapan notaris atau PPAT. PPJB ini merupakan kesepakatan para pihak untuk melaksanakan jual-beli satuan rumah susun dengan harga yang disetujui bersama. Jual beli pada pasal 18 UU No. 16 tahun 1985 merupakan jual beli yang menggunakan konsep hukum tanah nasional, yaitu konsep hukum adat, dimana jualbeli harus terang dan tunai.Karena itulah jual beli pada undang-undang ini mensyaratkan bangunan satuan rumah susun haruslah sudah ada terlebih dahulu. Hal ini terlihat dari bunyi pasal 18 ayat (1) bahwa Satuan Rumah Susun yang telah dibangun baru dapat dijual untuk dihuni setelah mendapat izin kelayakan untuk dihuni dari pemerintah daerah yang bersangkutan PPJB ini harus dibedakan dengan jual-beli yang diatur dalam pasal 18 UU No. 16 tahun 1985. PPJB menggunakan konsep perjanjian untuk akan melakukan jualbeli bukan jual-beli yang harus terang dan tunai sehingga untuk melakukan PPJB tidak harus menunggu satuan rumah susun itu ada fisiknya terlebih dahulu. Sehinggga dapat kita simpulkan bahwa Pre-Project Selling dengan PPJB tidak melanggar ketentuan pasal 18 UU No.16 tahun 1985. Dengan ditandatanganinya PPJB tidak

berarti peristiwa jual-beli rumah susun telah terjadi, yang terjadi hanyalah perjanjian pendahuluan untuk membeli satuan rumah susun tersebut.

2. Dalam ketentuan pasal 5.3 butir 10 Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat

No. 11/KPTS/1994 disebutkan bahwa developer harus menyerahkan satuan rumah termasuk fasilitas umum dan fasilitas sosial secara sempurna pada tanggal yang ditetapkan, dan jika pengusaha belum dapat menyelesaikan pada waktu tersebut diberi kesempatan menyelesaikan pembangunan tersebut dalam jangka waktu 120 (seratus dua puluh) hari kalender, dihitung sejak tanggal rencana penyerahan rumah susun tersebut. Apabila ternyata masih tidak terlaksana sama sekali, maka perikatan jual beli batal demi hukum, dan kebatalan ini tidak perlu dibuktikan atau dimintakan Keputusan Pengadilan atau Badan Arbitrase. Apakah jika pihak pemesan bersedia menunggu penyelesaian rumah susun aturan batal demi hukum ini tetap harus diikuti? Jika pihak pemesan bersedia menunggu penyelesaian rumah susun, maka aturan PPJB ini batal demi hukum tidak harus dituruti. Ada dua alasan untuk jawaban saya tersebut, yaitu; Alasan pertama,Perjanjian Perikatan Jual-Beli (PPJB) yang dimaksud dalam soal ini termasuk dalam konsep hukum perjanjian. Dimana menurut pasal 1320 KUHPer syarat sahnya perjanjian adalah: 1. Kata sepakat 2. Para pihak cakap untuk melakukan perjanjian 3. Objek perjanjian yang jelas 4. Sebab yang halal, Hal yang dapat mengakibatkan suatu perjanjian batal demi hukum adalah jika syarat 3 dan/atau 4 tidak terpenuhi. Dalam kasus ini, tidak dipenuhinya janji untuk menyelesaikan pembangunan dalam 120 hari bukanlah suatu pelanggaran terhadap syarat no.3 atau 4. Hal ini lebih merupakan suatu wanprestasi dari pihak developer. Dalam hukum perjanjian wanprestasi tidak lantas membuat suatu perjanjian batal demi hukum, tapi pihak yang dirugikan dapat mengajukan pembatalan perjanjian.

Alasan kedua, dalam konsep hukum perjanjian dikenal adanya asas kebebasan berkontrak dan pacta sunt servanda. Jika kedua belah pihak telah bersepakatan untuk mau menunggu penyelesaian rumah susun tersebut, maka hal ini berlaku bagai undang-undang bagi kedua belah pihak.

Anda mungkin juga menyukai