Anda di halaman 1dari 12

BAB II.

TINJAUAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Salah satu upaya untuk meningkatkan pembangunan pedesaan adalah dengan melakukan upaya pemberdayaan perempuan. Karena bagaimanapun juga, peran perempuan dalam program pembangunan, khususnya pembangunan desa berperan besar apabila kita bisa mengoptimalkan program pemberdayaan perempuan tersebut. Itulah mengapa upaya strategi peningkatan SDM perempuan Perdesaan di daerah potensial penyedia TKI dalam meningkatkan pembangunan pedesaan sangat penting. 2.1. Pemberdayaan Perempuan Pedesaan Dengan makin berkembangnya pembangunan, dimana dalam

kenyataannya perempuan mempunyai peranan di dalamnya. Sementara di beberapa tempat masih adanya diskriminasi yang kurang proporsional terhadap wanita. Pemikiran yang berkaitan dengan wacana-wacana tentang perempuan serta meniadakan setiap kendala yang menghambat peran serta aktif perempuan di segala bidang kehidupan masyarakat harus dikembangkan. Oleh karena persamaan hak antara laki-laki dan perempuan merupakan hak asasi manusia dan merupakan prasarat bagi terciptanya keadilan sosial dan juga merupakan prasarat mutlak diperlukan bagi persamaan hak, pembangunan dan perdamaian. Kemitrasejajaran yang terbentuk berdasarkan persamaan antara laki-laki dan perempuan merupakan prasarat bagi pembangunan yang berkelanjutan dan berjangka panjang adalah mutlak, agar laki-laki dan perempuan dapat bekerja sama untuk kepentingan bersama menghadapi masa depan yang lebih maju. Pembangunan sosial dan ekonomi jika tidak diikuti oleh kualitas hidup penduduk akan menimbulkan berbagai keadaan yang dapat memperburuk ketidakmerataan dan marginalisasi sosial. Dengan demikian, diperlukan alternatifalternatif baru yang dapat menjamin agar seluruh anggota masyarakat menikmati manfaat dari pertumbuhan ekonomi berdasarkan pendekatan holistik pada setiap aspek pembangunan yang berupa pemberdayaan, khususnya pemberdayaan bagi perempuan di pedesaan.

Konsep pemberdayaan perempuan yang tersusun secara sistematis dan sebagai strategi dalam pembangunan masih relatif baru, semakin relevan untuk dibincangkan dalam era reformasi dan otonomi daerah yang merupakan kata kunci dari pemberdayaan. Istilah pemberdayaan itu sendiri merupakan upaya untuk membangun daya dengan motivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berusaha untuk mengembangkannya. Dimensi sosial budaya masyarakat nelayan memiliki kompleksitas masalah diantara kemiskinan dan keterbelakangan, resiko beban kerja perempuan dari keluarga nelayan jauh lebih berat dan umumya berpendidikan rendah serta berperan ganda. Fokus pada kepentingan pemberdayaan masyarakat pedesaan khususnya perempuan yang secara spesifik mengembangkan suatu metode aplikatif yaitu Manajemen Pemberdayaan Perempuan (MPP) melalui

Pembelajaran Ketrampilan (life skill) Berbasis Sosial Budaya (PKBSB) harus dikembangkan secara berkelanjutan. Metode tersebut dapat disajikan dalam bentuk pedoman mengatur proses pemberdayaan perempuan yang selama ini dimarginalkan, sekaligus menyajikan konsep pemberdayaan, perspektif gender, dan langkah-langkah operasional manajemen pemberdayaan masyarakat marginal nelayan di pedesaan. Aplikasi modelnya dimulai dari penadaran melalui dialog, perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, penilaian, dan pengembangan. Selama ini literatur yang membahas pemberdayaan perempuan kelompok masyarakat pedesaan pada tingkat grassroot masih langka, lebih-lebih yang menampilkan contoh nyata manajemen pemberdayaan melalui pendidikan pelatihan keterampilan berbasis sosial budaya. Perempuan dapat berhasil mengubah visi dan misi hidupnya sebagai akibat pemberdayaan yang dilakukan oleh change agent. Kehadirannya di pentas literatur nasional akan memperkaya wawasan kalangan akademisi dan praktisi LSM dalam melakukan penelitian dan pengembangan masyarakat melalui melalui manajemen pemberdayaan. Tampaknya metode MPP-PKBSB bagi perempuan dapat dikatakan sebagai model yang praktis dan hemat. Praktis, karena secara teknis mereka telah memiliki dasar-dasar vacational-skills dan hasilnya dapat diaplikasikan dalam

waktu singkat, hemat karena sumber belajar dan bahan baku dapat diperoleh di lingkungan sekitar. 2.2. Peranan Perempuan Dalam Pembangunan Peran perempuan Indonesia dalam konteks berbangsa dan bernegara, banyak mengalami pasang surut seiring dengan situasi dan perkembangan keadaan. Pada masa revolusi fisik maupun di awal-awal kemerdekaan, kaum perempuan di Indonesia mempunyai peran dan porsi yang cukup signifikan, baik dalam usaha meraih kemerdekaan maupun mempertahankan kemerdekaan yang telah dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Bukti-bukti sejarah maupun cerita tantang sejarah (The tale of history) banyak bercerita bagaimana perjuangan dan keteguhan kaum perempuan Indonesia dalam membantu para pejuang untuk mengusir para penjajah. Mereka ada di posko-posko kesehatan maupun di dapur-dapur umum, untuk mendukung setiap pergerakan dari para pejuang kita. Mereka telah memberikan semangat dan inspirasi tersendiri para pejuang dalam usaha ikut aktif mempertahankan kemerdekaan bangsa. Begitu pula dimasa awal-awal pembangunan di era tahun 70-an. Terlepas dari kepentingan politik tertentu, kaum perempuan di Indonesia telah terlibat secara aktif dan positif dalam menggerakkan roda-roda pembangunan sebagaimana tercermin dalam berbagai bentuk perkumpulan, seperti Dharma Wanita, PERWARI (Persatuan Wanita Republik Indonesia), di pos-pos yandu maupun di lingkungan ibu-ibu PKK di seluruh tanah air. Dimasa reformasi seperti sekarang ini, kaum perempuan di Indonesia seolah-olah telah mendapatkan energi baru yang jauh lebih besar, dimana peran dan fungsi mereka di tengah-tengah masyarakat menjadi semakin terbuka lebar. Salah satu hasil dari reformasi adalah adanya otonomi daerah sebagai manifestasi berakhirnya masa sentralisasi kekuasaan yang selama ini hanya berada di tangan pemerintah pusat. Melalui UU. No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka kaum perempuan di Indonesia mempunyai peluang yang lebih besar untuk menunjukkan eksistensinya sebagai bagian dari warna negara yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan yang lain.

2.3.

Kondisi Kualitas SDM Perempuan Berdasarkan laporan UNDP baru-baru ini (2004), tingkat HDI (Human

Developmen Index) Indonesia menempati posisi ke 111 dari 175 negara. Posisi ini masih jauh di bawah Negara-negara di kawasan Asia Tenggara seperti, Malaysia (59), Thailand (76) dan Philipina (83). Bahkan dengan Vietnam, sebuah Negara yang baru saja dilanda konflik dan perang saudara yang panjang, Indonesia masih berada satu peringkat dengan Negara ini. HDI merupakan sebuah tolak ukur baru, diperkenalkan tidak kurang dalam lima tahun terakhir ini untuk mengukur keberhasilan pembangunan sebuah Negara. Apabila dimasa-masa lampau, tingkat pembangunan suatu Negara hanya semata-mata didasarkan pada penilaian pertumbuhan ekonomi saja, maka HDI merupakan sebuah metodologi yang melihat pembangunan sebuah negara dalam cakupan yang lebih luas. Tidak hanya dilihat dari sisi keberhasilan pembangunan ekonomi semata, tetapi meliputi aspek pembangunan pendidikan maupun kondisi derajat kesehatan masyarakat. Penilaian HDI akan selalu disandingkan dengan GDI (Gender

Development Index) dan GEM (Gender Empowerment Measures) yang secara empiris mempunyai hubungan erat dengan tingkat kemajuan dan kesejahteraan suatu bangsa. Bila dilihat dari GDI, dalam laporan yang sama. UNDP mencatat bahwa Indonesia berada pada urutan ke-92 dan tertinggal sangat jauh dengan negara-negera anggota Asean lainnya. Singapura menempati posisi (26), kemudian Mayalsia (55), Thailand (58) dan Philipina serta Vietnam masingmasing di urutan ke-62 dan ke-89. Laporan dari UNDP ini semakin relevan apabila kita melihat realitas kualitas Sumber Daya Manusia kaum perempuan Indonesia, khusunya di sektor pendidikan. Berdasarkan data yang ada di Sub-Direktorat Pendidikan Keaksaraan Direktorat Pendidikan Luar Sekolah Depdiknas, tidak kurang ada 11.200.000 kaum perempuan di Indonesia yang tercatat masih menyandang buta aksara. 9,7% dari angka tersebut adalah kaum perempuan yang berusia antara 10-45 tahun (Media Indonesia, 11 Juli 2005).

Begitu pula dengan akses terhadap pendidikan dasar dan lamanya waktu sekolah. Bila dilihat dari sisi ini, maka partisipasi anak perempuan di tingkat SD dan SLTP, cukup tinggi yaitu mencapai 95%. Namun pada kenyataannya angka anak perempuan yang tidak melanjutkan sekolah, makin tinggi. Berdasarkan data dari Pusat Data dan Informasi Balitbang Depdiknas 2000/2001, menunjukkan hanya 71,4% murid perempuan yang melanjutkan ke SLTP, sementara yang lakilaki, mencapai 72,8%. Disparitas angka ini semakin besar, apabila dilihat prosentase yangmelanjutkan sekolah dari jenjang SLTP ke SLTA, dimana anak perempuan yang melanjutkan sebanyak 72,7% dan anak laki-laki 76,3%. Begitu pula yang melanjutkan ke tingkat perguruan tinggi, anak perempuan hanya mencapai 44,7% sedangkan anak laki-laki mencapai 51,4% (Kompas, 6 November 2004). Kondisi yang tidak jauh berbeda, tercermin pula dalam aspek kesehatan yang di hadapi kaum perempuan di Indonesia. Meskipun pada tingkat harapan hidup perempuan Indonesia lebih baik (68 th) di bandingkan kaum laki-laki (64 th), namun realitas kesehatan kaum perempuan masih jauh dari harapan. Angka kematian ibu di Indonesia tetap masih tinggi, yaitu diatas 300/100.000 kelahiran hidup. 2.4. Tenaga Kerja Wanita Tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan baik didalam maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini sesuai denagn undang-undang Nomor 14 tahun 1969, pasal 1 tentang ketentuan-ketentuan pakok mengenai tenaga kerja. GBHN 1988 dalam bidang peranan wanita dalam pembangunan bangsa, wanita baik sebagai warga negara maupun sebagai sumber instansi bagi pembangunan mempunyai hak, kewajiban dan kesempatan yang sama dengan pria disegala bidang kehidupan bangsa dalam segenap kegiatan pembangunan. Demikian juga jika tenaga kerja wanita yang bekerja di perusahaan atau pabrik maupun yang menjual jasa dari tenaganya, harus mendapat perlindungan yang baik atas keselamatan, kesehatan, serta kesusilaan, pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama. Hal ini telah diterapkan

dalam pasal 10 UU No. 1969, yang berlaku baik tenaga kerja pria maupun wanita yang menyebutnya bahwa pemerintah membina perlindungan kerja yang mencakup : a. Norma Keselamatan Kerja b. Norma Kesehatan Kerja dan hygiene perusahaan c. Norma Kerja d. Pemberian ganti kerugian, perawatan dan rehabilitas dalam hal kecelakaan kerja Pemerintah mempunyai kewajiban membina perlindungan kerja bagi tenaga kerja Indonesia, dan tidak membedakan antara tenaga kerja laki-laki dan tenaga kerja wanita. Undang-undang No. 14 tahun 1969, pasal 2 menyebutkan bahwa : Didalam menjalankan undang-undang ini serta peraturan pelaksaannya tidak boleh diadakan diskrininasi. Namun dalam kenyataan menunjukkan bahwa ada peraturanperaturan atau ketentuan yang hanya diperuntukkan sifat kodrat wanita, yang pada saat tertentu mengalami haid, hamil, melahirkan dan sebagainya. Mengigat hal demikian pemerintah membina perlindungan kerja yang khusus bagi tenaga kerja wanita.

2.5.

Kendala yang Dihadapi Perempuan Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir sekarang ini, telah berkembang

sebuah wacana yang pada dasarnya menggugat kembali peran dan fungsi perempuan di Indonesia. Wacana tersebut tidak hanya menyangkut keinginan untuk mereposisi dan meredifinisikan eksistensi kaum perempuan, tetapi mencakup pula adanya keinginan yang kuat untuk meningkatkan citra dan kualitas kaum perempuan di Indonesia. Hal ini didasarkan pada suatu kenyataan bahwa kaum perempuan di Indonesia, masih banyak mengalami hambatan-hambatan struktural maupun non struktural, sehingga mereka belum dapat berperan secara maksimal baik dalam konteks kehidupan rumah tangga maupun sebagai individu manusia yang mempunyai keinginan-keinginan logis, untuk berperan lebih aktif di masyarakat. Hambatan struktural, pada dasarnya adalah hambatan yang memang diciptakan secara terstruktur, dimana peran kaum perempuan di-eleminir

sedemikan rupa sehingga tidak dapat berkembang secara wajar. Fungsi dan peran perempuan yang selalu ditempatkan sebagai ibu rumah tangga yang selalu harus di dapur atau mengurusi masalah rumah tangga adalah contoh klasik dimana secara sosio kultur perempuan telah diposisikan sebagai orang rumah. Hambatan non struktural pada dasarnya lebih banyak disebabkan oleh sikap dan cara pandang kaum perempuan itu sendiri yang menempatkan dirinya pada posisi lemah dan menerima apa adanya segala sesuatu sebagai sesuatu yang given. Paradigma sosial kultural yang berkembang di masyarakat kita, yang cenderung menempatkan kaum perempuan pada posisi nomor dua setelah kaum laki-laki, merupakan sebuah contoh nyata dimana kaum perempuan masih mengalami perlakuan yang tidak adil dan tidak proporsional. Begitu pula dalam konteks ekonomi maupun politik, kaum perempuan di Indonesia masih harus berjuang untuk mendapatkan haknya yang wajar agar dapat berdiri sejajar dengan kaum laki-laki. Bias gender, dimana tolak ukur kesempatan dan kemampuan sering dilihat dari faktor jenis kelamin dengan menempatkan posisi perempuan pada posisi yang lebih rendah, masih sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari sehingga sering menjadi salah satu hambatan bagi kaum perempuan untuk berkiprah dan berperan secara maksimal. Ada beberapa jenis hambatan yang masih dialami oleh sebagian besar perempuan di Indonesia, antara lain : 1. 2. 3. 4. Hambatan Kultural Hambatan Sosial Hambatan Ekonomi Hambatan Politik

2.6.

Komitmen Pemerintah Salah satu mekanisme kerja dari pemerintahan SBY adalah dengan

menetapkan target program 100 hari bagi para menterinya sebagai sebuah target awal yang harus segera di realisasikan. Dalam konteks pemberdayaan kaum perempuan di Indonesia, semenjak awal kementerian Pemberdayaan Perempuan

telah menetapkan beberapa program yang harus dicapai dalam kurun waktu 100 hari pertama, dimana salah program yang cukup strategis adalah kesetaraan gender. Kementerian PP sendiri telah menerbitkan surat edaran kepada departemen dan LPND No.B-168/Men.PP/Dep.II/XI/2004 ke seluruh propinsi dan kabupaten tentang perlunya memperhatikan kesetaraan gender dalam rekruitmen pegawai negeri. Point dalam surat ini adalah bahwa para perempuan harus diberi peluang dan kesempatan yang sama untuk dapat duduk di tingkat eksekutif di daerah masing-masing. Apa yang telah dilakukan oleh Meneg PP ini pada dasarnya sejalan dengan surat serupa yang pernah di keluarkan masa presiden Abdurrahman Wahid. Pada masa pemerintahannya, Gus Dur pernah mengeluarkan sebuah Instruksi Presiden (Inpres) No. 9 Tahun 2000 yang berisiskan tentang penghapusan isu perbedaan gender dalam pembangunan nasional. Inpres ini pada dasarnya adalah mengamanatkan kepada kaum perempuan untuk dapat duduk lebih banyak, dalam jabatan-jabatan publik. Kelahiran UU No. 23 Tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dapat dikatakan sebagai sebuah komitmen lain dari pemerintah untuk melindungi kaum perempuan di Indonesia dari segala bentuk kesewenangwenangan maupun ketidak adilan. Jauh sebelumnya, pemerintah telah mengeluarkan UU No. 7 Tahun 1984 yang merupakan pengesahan terhadap konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan (Convention on the elimination of all forms of discrimination against women). Era Otonomi Daerah telah memberikan peluang yang lebih besar bagi kaum perempuan Indonesia untuk berkiprah dan mengambil peran yang signifikan dalam pembangunan. Roh otonomi daerah pada hakekatnya merupakan sebuah pemberdayaan masyarakat lokal dalam membangun daerah, maupun negaranya bagi seluruh komponen warga Negara, termasuk bagi kaum perempuannya.

Keberadaan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintaha Daerah, telah mendorong agar pemerintahan di daerah dapat melakukan inovasi dan kreatifitas kebijakan sesuai dengan situasi dan kebutuhan masyarakat lokal. Dalam konteks pemberdayaan kaum perempuan di daerah, pemerintah daerah seharusnya dapat memanfaatkan peluang ini untuk memberikan perhatian yang lebih baik terhadap eksistensi serta memaksimalkan peran kaum perempuan sebagai mitra dalam pembangunan. Pemda harus mampu meng-identifikasi permasalahan-permasalah yang dihadapi serta membuat skala prioritas strategis dalam menopang daya dukung pembangunan, baik di tingkat lokal maupun nasional. Oleh sebab itu, perbaikan kualitas hidup kaum perempuan, merupakan isu pokok yang harus menjadi langkah awal dalam memperbaiki kualitas sumber daya manusia. Pemerintah daerah harus mempunyai komitmen yang kuat terhadap

pemberdayaan kaum perempuan, terutama untuk menekan angka kematian ibu hamil dan melahirkan. Otonomi daerah akan berhasil dilaksanakan apabila prinsip-prinsip persamaan gender diterapkan sebagai stimulator penggerak roda-roda

pembangunan di semua sektor dan sebagai sebuah paradigma baru, otonomi daerah akan berhasil apabila memenuhi tiga pra syarakat pokok, yaitu : 1. 2. 3. Tersedianya dan terpenuhinya SDM yang professional dan proporsional Tersedianya SDA yang memadai Perencanaan yang komprehensif dan visioner

2.7.

Penelitian Terdahulu Berbagai penelitian mengenai strategi peningkatan SDM perempuan

pedesaan telah dilakukan. Namun penelitian yang dikhususkan pada daerah potensial penyedia TKI masih jarang dilakukan. Selama ini penelitian tentang strategi peningkatan SDM perempuan pada umunya ditujukan untuk

pengembangan bidang pariwisata, sosial dan budaya. Menurut Klidas (2001: 18) empowerment is seen as pursuing the narrow end of individual/group autonomy; It is defined as enhancing individual or

group development to its full potential. Pemberdayaan dikaitkan dengan upaya mengangkat keberadaan seseorang atau suatu kelompok masyarakat dari posisi lemah untuk dapat mengembangkan lebih diri secara dengan optimal. Sedangkan kualitas

pemberdayaan

perempuan

berkaitan

peningkatan

keterlibatan dan partisipasi mereka dalam bidang pekerjaan yang ditekuni (Saparinah Sadli, 1995). Menurut Jamieson (1993: 97) pemberdayaan perempuan lebih ditekankan pada: 1) organizing and managing the process yang menyangkut upaya perubahan sikap setelah sekian lama terbentuk dominasi pria di banyak bidang pekerjaan; 2) inventory process yang berkaitan dengan upaya memberikan peluang kepada perempuan untuk mengembangkan kemampuan mereka sehingga mereka dapat berpartisipasi di bidang pembangunan masyarakat; dan 3) delivery process yang meliputi upaya memberikan kesempatan kepada perempuan untuk berpartisipasi dan berperan di bidang pembangunan pedesaan. 2.8. Kerangka Pemikiran Gender merupakan konsepsi yang diakui sebagai penyebab ketimpangan hubungan antara laki-laki dan perempuan, dimana perempuan berada pada status yang lebih rendah. Di Indonesia pendekatan gender telah diambil untuk peningkatan status perempuan melalui peningkatan peran dalam pembangunan. Peran perempuan menjadi satu topik diskusi yang sangat menarik karena selama ini peran perempuan di dalam pembangunan masih dapat dikategorikan terbelakang. Suatu yang bertolak belakang dengan berbagai hasil studi yang menunjukkan peran perempuan di tingkat pedesaan dalam rumah tangga sangat dominan. Curahan kerja perempuan di pedesaan seringkali lebih tinggi namun terbatas pada kerja reproduktif yang tidak dinilai secara ekonomi, sehingga penghargaan terhadap perempuan hampir tidak ada. Pergeseran peran perempuan yang semula pada kerja reproduktif ke produktif semakin lama menunjukkan gejala peningkatan. Secara kuantitas, perempuan memang lebih unggul dibandingkan laki-laki, hal ini menunjukkan bahwa sumber daya perempuan memiliki potensi untuk berperan serta dalam pembangunan. Kualitas sumber daya perempuan juga tidak kalah dibandingkan dengan laki-laki.

Gender merupakan konsep yang sangat berbeda dengan sex (jenis kelamin). Pembedaan laki-laki dan perempuan berdasarkan jenis kelamin hanya menunjuk pada perbedaan biologis semata. Perbedaan secara biologis ini tidak dapat memasukkan dinamika sosial budaya yang sangat bervariasi antar struktur sosial masyarakat. Konsep gender berusaha menjawab hal ini. Gender merupakan pembedaan laki-laki dan perempuan sebagai hasil konstruksi sosial yang membentuk identitas laki-laki dan perempuan serta pola perilaku dan kegiatan yang menyertainya. Pengertian gender ini memberikan ruang yang sangat dominan terhadap dinamika sosial budaya masyarakat untuk turut mempengaruhi pembedaan peran laki-laki dan perempuan. Sebagai hasil konstruksi sosial budaya, gender menjadi konsep yang dinamis antara ruang dan waktu. Penelitian sejarah telah membuktikan bahwa konstruksi sosial gender sepanjang waktu berubah-ubah. Terkadang hampir tanpa terasa dinamikanya, namun di lain waktu menjadi isu yang sangat menarik untuk diperdebatkan. Gender juga dapat menjadi komoditas politik, pengalaman sejarah menunjukkan pemerintah kolonial, pengabar Injil berkulit putih serta pengusaha telah membawa konsep gender dari struktur sosial mereka dan mencoba mengintroduksikannya pada masyarakat pribumi. Kegiatan ini menyebabkan dampak yang merusak bagi posisi dan kedudukan kaum perempuan pribumi yang berujung pada hilangnya hak, akses terhadap pekerjaan, kedudukan dan pengambilan keputusan di lingkungan negara maupun keluarga. Terkadang, penguasa kolonial juga menggunakan konsep gender untuk kepentingan ekonomi mereka, semisal untuk mempertahankan akses mereka terhadap tenaga kerja perempuan. Perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan dianggap sebagai konsekuensi wajar dari perbedaan biologis. Secara biologis, laki-laki dan perempuan memang berbeda. Untuk merubah perilaku sebagai akibat perbedaan biologis ini merupakan suatu hal yang tidak mungkin. Perkembangan hasil-hasil penelitian ilmu sosial menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan berbeda tidak hanya sekedar akibat dari perbedaan biologis antara keduanya. Namun lebih dari itu, proses sosial dan budaya telah turut mempertajam perbedaan antara laki-laki

dan perempuan. Secara umum kerangka pikir dari kegiatan ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Aturan, Kebijakan dan MDGs

Situasi dan Kondisi SDM Perempuan di Pedesaan

Gap Analysis

Produk Kebijakan yang responsif

Peningkatan Peran Perempuan

Faktor penghambat dan peluang peran perempuan

Hasil

Dampak

Gambar 2.1. Kerangka Pikiran Pelaksanaan Pekerjaan

Anda mungkin juga menyukai