Anda di halaman 1dari 3

KETAQWAAN DAN KEIMANAN

1. Pengertian Keimanan dan Ketaqwaan


Manusia akan mulya dan bermartabat di sisi Allah jika ia bisa memperoleh derajat keimanan dan ketaqwaan dengan amal ibadah dan tingkah laku yang dia kerjakan. Keimanan dan ketaqwaan adalah dua hal yang saling berkaitan satu sama lain. Jika kita melihat dari definisi kedua istilah tersebut tentunya hubungan antara kedua nya terlihat dengan jelas. Keimanan diambil dari kata iman yang secara bahasa diartikan percaya. Namun, setelah mendapat imbuhan ke-an maka kata tersebut bisa diartikan menjadi suatu nilai religius yang dimiliki oleh setiap muslim untuk cenderung melakukan segala hal sesuai dengan aturan yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya serta mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari sehingga kehidupan yang dijalaninya teratur sedemikian rupa. Dari definisi di atas tentunya kita bisa melihat syarat mutlak yang harus dimiliki oleh setiap individu yang mengharapkan keimanan tersebut. Syarat itu tiada lain adalah keadaa muslim. Setiap mumin (orang yang memiliki keimanan bagus) pasti seorang muslim juga, tetapi pernyataan tersebut tidak sebaliknya. Hubungan antara dua keadaan (mumin dan muslim) tersebut bisa disebut Nisbat Umum Khusus Muthlaq. Keimanan yang dimiliki oleh tiap-tiap individu manusia di alam dunia ini berbeda-beda. Bahkan dalam suatu Hadits disebutkan bahwa keimanan seseorang itu bisa meningkat dan berkurang. Namun, yang ingin dibahas pada kesempatan ini adalah mengenai sedikit revisi pada penafsiran hadits tersebut. Jika kita baca dalam di halaman awal kitab Qoomiuttughyan, kita bisa menemukan bahwa keimanan adalah suatu hal yang mutlak. Mutlak disini diartikan sebagai keadaan ya atau tidak. Dalam istilah dunia Elektro biasa diartikan keadaan biner 1 atau 0. Oleh karena itu, apabila seseorang muslim berkurang keimanannya maka ia jatuh kafir (naudzubillahimindzaalik) dan untuk menjaga keimanan tersebut maka ia dianjurkan untuk tetap menjaga keimanannya pada batas tertentu. Dengan demikian, ada sebagian ulama yang menafsirkan bahwa yang dimaksud berkurang pada hadits tersebut (yang tadi disebutkan) adalah akibat keimanan bukan keimanan itu sendiri. Kata akibat disini meruju pada kegiatan ibadah yang dilakukan. Tentu kita bisa melihat apabila seseorang dikatakan turun kadar keimanannnya maka yang berkurang dari dirinya adalah kualitas dan kuantitas ibadah yang dilakukannya. Dari penafsiran hadits diatas semoga kita bisa terhindar dari penafsiran yang salah terhadap suatu referensi. (Wallaahualamubishshowaab)

2. Proses Terbentuknya Iman


Pada dasarnya, proses terbentuknya iman diawali dengan proses perkenalan, kemudian meningkat menjadi senang atau benci. Mengenal ajaran Allah, adalah langkah awal dalam mencapai keimanan. Apabila orang tersebut tidak mengenal ajaran Allah, maka orang tersebut tidak mungkin beriman kepada Allah. Disamping proses pengenalan, proses pembiasaan juga perlu diperhatikan. Tanpa pembiasaan, seseorang bias saja semula berisi berubah menjadi senang. Anak sehak dini harus dibiasakan melaksanakan apa yang diperintah Allah dan menjauhi yang dilarang-Nya, agar kelak setelah menjadi dewasa, anak menjadi senang dan terampil dalam melaksanakan ajaran-ajaran Allah. Dalam keadaan tertuntu, sifat, arah, dan intensitas tingkah laku dapat dipengaruhi melalui campur tangan secara langsung, yakni dalam bentuknya intervensi terhadap interaksi yang terjadi. Dalam hal ini dijelaskan beberapa prinsip dengan mengemukakakn implikasi metodologisnya, yaitu : a) Prinsip Pembinaan Berkeseimbangan Proses Pembentukan iman adalah suatu proses terus menerus, dan seimbang. Belajar adalah suatu proses yang memungkinkan orang semakin lama menjadi bersikap selektif. Implikasinya adalah diperlukan motivasi sejak kecil dan berkelangsungan seumur hidup. Oleh karena itu penting mengarahkan proses motivasi agar membuat tingkah laku menjadi yang terarah dan selektif untuk menghadapi nilai-nilai hidup yang patut diterima atau ditolak b) Prinsip Internalisasi dan Individuasi ` Nilai hidup antara iman dapat lebih mantap terjelma dalam bentuk tingkah laku tertentu, apabils anak didil diberi kesempatan untuk menghayatinya melalui suatu peristiwa internalisasi, yakni usaha menerima nilai sebagainya

c) Prinsip Sosialisai d) Prinsip Konsistensi dan Koherensi e) Prinsip Integrasi

3. Pengertian Keimanan atau Aqidah

4. Proses Terbentuknya Iman

Anda mungkin juga menyukai