Anda di halaman 1dari 6

PEDOMAN UMUM PENANGGULANGAN KEDARURATAN KHUSUS GIZI

Direktorat Gizi Masyarakat, Departemen Kesehatan RASIONAL: 1. Kondisi lingkungan yang tidak mendukung di tempat kejadian dan paska krisis, seperti tidak ada air bersih, fasilitas komunikasi dan transportasi terputus, terhambatnya pangan ke kelompok sasaran, kemungkinan tidak tepatnya bentuk makanan untuk kelompok penduduk tertentu. 2. Konsekuensi meningkatnya wabah penyakit, menurunnya daya tahan tubuh, dan meningkatnya kematian 3. Keterbatasan tenaga kesehatan dan tenaga lainnya untuk membantu proses evakuasi termasuk penyelenggaraan bantuan pangan dan obat-obatan di tempat kejadian dan kamp pengungsi 4. Kondisi emosional dari petugas dan masyarakat terkena bencana 5. Kelompok sasaran paling rawan (bayi <6 bulan) yang memerlukan penanganan khusus, dimana fungsi ASI yang tidak bisa digantikan dengan makanan lain. 6. Untuk setiap situasi darurat, ASI menjadi sangat penting untuk gizi dan kesehatan bayi 7. Kelompok sasaran rawan lainnya, seperti ibu hamil dan menyusui perlu mendapat perhatian khusus untuk kelangsungan kehidupan berikutnya. PROSES PENYELENGGARAAN: 1. Harus melakukan kajian cepat jumlah sasaran, dengan rincian kelompok umur: 0-6 bulan, 6-12 bulan, 12-60 bulan, ibu hamil, ibu menyusui, dan kelompok penduduk lainnya 2. Melakukan identifikasi cepat berdasarkan butir 1 untuk: a) Jenis makanan yang ada; b) Jenis makanan yang diperlukan; c) Penyimpangan pemberian makanan pada sasaran; d) Ketersediaan makanan pokok yang disesuaikan dengan jumlah sasaran; e) Fasilitas dapur umum termasuk tenaga; f) Fasilitas pelayanan kesehatan Untuk 1 dan 2 harus dilakukan dalam kurun waktu 5 hari (maksimum); Fungsi dapur umum hanya untuk sasaran agar TIDAK LAPAR 3. Melakukan pengukuran status gizi (dianjurkan melakukan pengukuran berat dan tinggi badan), dan mengganti fungsi dapur umum dengan melakukan penyelenggaraan makanan menggunakan Sistem ransum sesuai dengan kebutuhan menurut kelompok umur. Tahap ini diberikan hanya dalam kurun waktu 2 minggu (Maksimum)

4. Ketentuan ransum: a) Umur 0 - 6 bulan: HANYA ASI SAJA, kecuali jika Ibu bayi tidak ada (meninggal), alternatif yang dapat dilakukan: i) mencari kemungkinan donasi ASI dari ibu yang sedang menyusui; ii) memberikan susu fomula khusus untuk bayi < 6 bulan (generik) dilengkapi dengan instruksi penggunaan yang jelas sesuai dengan standar Codex tercantum dalam label, tidak menggunakan botol, diberikan oleh tenaga kesehatan setempat untuk menghindari penyimpangan sasaran; iii) tidak dianjurkan bentuk makanan lain. (lihat lampiran 1 untuk ketentuan pemberian susu formula dalam keadaan darurat). b) Umur 6-12 bulan: ASI harus tetap diberikan disertai dengan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). Manfaatkan MP-ASI yang ada dengan menggunakan sumber air yang aman dan dimasak. Jika MP-ASI tidak tersedia, alternatif MP-ASI lain dapat diberikan (biskuit, susu formula lanjutan). c) Umur 12-60 bulan: Bentuk Makanan dapat diberikan seperti orang dewasa, selain itu perlu diberi tambahan berupa MP-ASI (biskuit), susu. d) Ibu hamil dan menyusui: Bentuk makanan dewasa, ditambah dengan makanan tambahan sebanyak 1000 Kkal dan 10-12 gram protein. Bentuk makanan tambahan dapat berupa : Biskuit, gula, susu. e) Kelompok penduduk lainnya: bentuk makanan sesuai kebutuhan penduduk normal per hari (2000 Kkal, 55 gram protein). Contoh ransum untuk orang dewasa (kebutuhan per hari): i. Sumber karbo hidrat setara 350 gram beras, kacang-kacangan 100 gram, minyak gorang 2 sdm; gula 2 sdm. ii. Sumber karbo hidrat setara 420 gram beras, kacang-kacangan 50 gram, ikan/daging 25 gram; minyak goreng 2 sdm, gula 2 sdm 5. Setelah tahap penyelamatan selama 2 minggu, dan kondisi masih darurat, maka perlu dilaksanakan tanggap darurat. Yang dimaksud dengan tanggap darurat adalah melakukan proses penyelenggaran (intervensi) selambat-lambatnya pada hari ke 20 sampai kondisi normal. 6. Yang dilakukan pada tahap tanggap darurat: a. Analisis status gizi yang dikumpulkan pada butir 3 telah selesai dilakukan, terutama kelompok balita, yang digunakan sebagai sampel penduduk lainnya. b. Melakukan evaluasi kelompok sasaran berdasarkan: prevalensi status gizi, angka kematian, dan penyakit. Selanjutnya hasil kajian ini digunakan untuk penyelenggaraan intervensi sesuai tingkat kedaruratan. c. Yang dimaksud dengan tingkat kedaruratan disini adalah: Melakukan pengelompokkan upaya penanggulangan berdasarkan butir 6.b.; yaitu :

i. Pada kondisi prevalensi gizi kurang (BB/TB) > 15%; atau prevalensi gizi kurang antara 10-14.9% disertai faktor pemburuk (angka kematian kasar 1 per 10,000 per hari, atau angka kematian balita 2 per 10,000 atau cakupan imunisasi <80%, atau ditemukan kasus campak, atau terjadi dehidrasi berat pada orang dewasa/anak2); Maka harus dilakukan: Sistem Ransum untuk seluruh sasaran; PMT darurat blanket approach terutama untuk seluruh kelompok rentan ibu hamil dan menyusui, dan balita; dan PMT terapi untuk penderita gizi buruk untuk menurunkan angka kematian. ii. Pada kondisi prevalensi gizi kurang (BB/TB) 10-14.9%; atau gizi kurang 5 - 10% disertai dengan faktor pemburuk maka harus dilakukan PMT darurat terbatas targeted approach hanya untuk kelompok rentan yang bergizi kurang, dan PMT terapi untuk penderita gizi buruk. Kelompok sasaran lainnya sesuai kebutuhan dan ketersediaan dengan sistem prioritas. iii. Pada kondisi prevalensi gizi kurang (BB/TB) antara 5-10%; atau gizi kurang <5% disertai dengan faktor pemburuk, maka tidak diperlukan intervensi khusus, intervensi dapat dilakukan melalui pelayanan rutin, dikembalikan pada sistem yang ada. MANAJEMEN DAN SISTEM MONITORING 1. Melakukan koordinasi dengan semua stakeholder yang menanggulangi bencana, agar tidak terjadi tumpang tindih pekerjaan dan tanggung jawab yang dapat menyebabkan ketidakjelasan. 2. Ada pembagian tugas yang jelas 3. Surveilans (monitoring untuk tujuan deteksi dini dan evaluasi) dilakukan secara intensif berikut dengan rekomendasi tindakan yang diperlukan dan bersifat segera. 4. Yang perlu dipantau adalah: a) perubahan status gizi, b) pelaksanaan pemberian makanan; c) jumlah sasaran yang dirawat dengan terapi khusus; d) logistik makanan. Lihat daftar tilik terlampir (lampiran 2) untuk mendukung proses penanggulangan kedaruratan.

Lampiran 1: Ketentuan pemberian susu formula pada keadaan darurat/bencana 1. Mitos tentang menyusui dalam keadaan darurat bencana (Unicef,1999) : Stres membuat ASI kering. Stres berat atau ketakutan akan menyebabkan aliran ASI berkurang sebagai respon fisiologis terhadap rasa khawatir yang meningkat, tetapi hal ini hanya bersifat sementara. Sebenarnya menyusui akan mengeluarkan hormon yang dapat mengatasi stres sehingga ibu tenang dan dapat memberi kasih sayang kepada bayinya, bukan hanya sekedar memberi ASI. Ibu gizi kurang tidak mampu menyusui Hanya ibu yang mengalami gizi kurang yang sangat berat yang tidak mampu menyusui. Ibu dengan gizi kurang yang ringan tetap dapat menyusui dengan kualitas ASI yang tetap baik. Agar ibu tetap sehat dan mampu menyusui perlu diberikan makanan tambahan. Bayi dengan diare butuh cairan tambahan ASI mengandung air 90%, bayi yang menyusu hanya ASI saja (eksklusif) yang menderita diare tidak perlu diberikan cairan lain, apalagi dalam keadaan darurat sulit mendapatkan air bersih. Dalam keadaan diare berat bayi dapat diberikan ORS dengan menggunakan cangkir. Bila menyusui terhenti tidak dapat menyusui kembali Menyusui kembali setelah terhenti sementara dapat dilakukan dengan teknik relaktasi yang mendukung dan memotivasi ibu untuk menyusui siang dan malam, karena makin sering bayi menghisap ASI makin banyak produksi ASI. 2. Pola pemberian makan yang terbaik bagi bayi dan anak di bawah dua tahun adalah : Menyusui bayi segera setelah lahir dalam satu jam pertama Memberikan hanya ASI saja atau ASI eksklusif sejak lahir sampai bayi berumur 6 bulan Memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) mulai umur 6 bulan Menyusui dilanjutkan sampai anak berumur 2 tahun atau lebih. 3. Resolusi WHA 47 (1994). Dalam keadaan darurat bencana sekalipun ibu harus tetap menyusui untuk menyelamatkan kehidupan bayi, karena menyusui merupakan satu-satunya cara pemberian makanan yang paling aman dan optimal. Di samping itu menyusui menjamin hubungan emosional yang tak terpisahkan antara ibu dan bayi sebagai satu kesatuan biologis maupun sosial 4. Mengacu pada Resolusi tersebut tentang Compliance to The International Code of Marketing of Breastmilk Substitute, dalam keadaan darurat bencana prosedur penggunaan susu formula sebagai berikut : Sumbangan susu formula, botol, dot dan makanan bayi komersial harus ditolak.

Apabila diperlukan, susu formula sebaiknya dibeli oleh institusi yang bertanggungjawab terhadap program gizi berdasarkan analisis dan asesmen yang akurat. Apabila susu formula didistribusikan dan penggunaannya harus dimonitor dan diawasi secara ketat oleh petugas kesehatan. Distribusi hanya dimaksud untuk bayi yang benar-benar membutuhkan, dengan jangka waktu maksimum sampai bayi berumur 1 tahun atau dapat menyusui kembali. Susu formula jangan menjadi bagian dari distribusi umum Botol dan dot tidak boleh didistribusi secara umum dan penggunaannya tidak dianjurkan dan sebagai gantinya dilakukan pemberian dengan menggunakan cangkir. Sebaiknya susu formula yang digunakan berlabel generik. 5. Saran tindak lanjut (terutama untuk kelompok berisiko tinggi/rawan): Sehubungan dengan sumbangan susu formula pada keadaan darurat kami sarankan: Memotivasi ibu agar tetap menyusui karena dengan menyusui akan mengatasi stres dan sekaligus memberikan makanan yang tak mungkin terkontaminasi. Ibu hamil dan menyusui diberikan makanan tambahan Mewaspadai akibat pemberian susu formula yang tidak terawasi akan menimbulkan masalah baru seperti diare bila penyiapannya tidak higienis dan tidak tersedia air bersih. Bila memang susu formula dibutuhkan perlu diperhatikan hal-hal sbb: 1. Hanya diberikan kepada bayi yang sudah tidak menyusu atau ibunya meninggal 2. Susu formula khusus untuk bayi diberikan satu paket dengan air kemasan untuk mencegah kontaminasi dan dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi atau sampai bayi dapat menyusu ibu kembali (relaktasi) 3. Susu formula khusus untuk bayi yang diberikan harus mengikuti instruksi penggunaan yang jelas sesuai dengan standar codex yang tercantum dalam label dengan menggunakan sendok dan cangkir bukan dengan botol dan dot yang mudah terkontaminasi bakteri sehingga menimbulkan diare 4. Untuk balita 12 60 bulan di samping susu formula lanjutan dapat diberikan makanan tambahan misalnya biskuit. 5. Menyiapkan petugas kesehatan setempat untuk memperhatikan hal-hal tersebut di atas

Lampiran 2: Daftar tilik untuk kepentingan kajian kedaruratan: 1. Perkiraan jumlah pengungsi dan asal pengungsi 2. Berapa jumlah pengungsi perhari (bertambah/berkurang) 3. Dimana lokasi pengungsi (mudah/sulit dijangkau) 4. Bagaimana organisasi pengungsi 5. Jenis kelamin pengungsi dan kelompok umur 6. Bagaimana budaya pengungsi, sosial problem, individu khusus (cacat, dll) 7. Bagaimana kondisi makan, tempat, air, sanitasi, keamanan 8. Bagaimana rasio tempat dan jumlah pengungsi, dan juga perkiraan luas pengungsi dengan kemungkinan jumlah pengungsi yang bertambah 9. Bagaimana akses pengungsi untuk kepentingan lain 10. Apakah pada lokasi pengungsi ada kemungkinan terjadinya pencemaran dari dampak bencana, terutama air, sampah, pembuangan limbah, makam, vektor 11. Apakah lokasi pengungsi dekat dengan akses bahan bakar, dan fasilitas lain yang diperlukan 12. Bagaimana kondisi dari penduduk sekitar pengungsi, apakah penduduk sekitar pengungsi juga termasuk yang harus mendapat bantuan 13. Berapa banyak pengungsi yang menderita sakit, luka, risiko kematian, tanda kurang gizi 14. Bagaimana stok pangan, apakah mencukupi untuk berapa lama 15. Apakah keperluan pengungsi yang mendasar terpenuhi 16. Apakah hambatan utama yang dapat menghalangi proses pemberian bantuan 17. Siapakah koordinator umum dalam penanggulangan bencana 18. Bagaimana jaringan kerja dalam penanganan pengungsi termasuk jaringan internasional jika diperlukan

Anda mungkin juga menyukai