Anda di halaman 1dari 16

LKS-MU

Lelah sudah pasti menyusup dan mendiami satu tubuh kecil itu, namun langit cerah mebuatnya nyaman dan tetap menikmati aktifitas sore yang sepekan ini telah ditekuninya. BB yang cukup menguras otak itu akhirnya usai juga. Beralih rencana ia bersama dua orang temannya yang lain mampir ke kedai kecil milik salah seorang temannya ketika SD dulu. Hy.. ikut BB juga??? Sapa temannya dari balik tembok dapur. Yuph.!!!! Buat tambahan ja pusing mikir sendiri. Kadang-kadang belajar juga enak bareng-bareng. Jelasnya. Kamu Nat Apa sie yang ga bisa lo lakuin??? Puji Yaya. Maksud kamu??? Jangan dilebih-lebihin dunk!!! Biasa ja kok. Matematika dah sampe mana??? Pasti dah kelar, kan??? So pasti Nat gitu loh Eits Apaan sih??? Selalu. Tapi alhamdulillah dah hampir kelar. Kenapa? Jangan bilang mo pinjam LKSku! Serang Nat mengerti maksud karibnya. Kamu Nat. Pelit amat sie Boleh ya Nat. Pura-pura mikir, tapi akhirnya dengan banyak syarat disetujui juga permintaan temannya itu. Emang masih sampe mana sie??? Ya de besok aku bawain. Tapi nanti aku pake punya sapa dunk?!! Aku sie ok-ok ja... cuma hari Kamis aku ada jamnya. Elak Nat dengan beribu alasan. Berharap temannya mundur. Nat tahu itu salah karena Nat juga ga pengen membunuh temannya. Meski demikian hati Nat ga pernah bisa menghindar. Ya elah Nat aku ada lebih kok. Stw, nanti kamu pake punyaku yang satunya. Hah??? Punya lebih? Gimana caranya LKS punya lebih dari satu? Rupanya pemikir detektif mulai beraksi juga. Sepengetahuan Nat temannya itu suka ngambil milik orang. Udahlah ga mau berdebat. Ya de Ok! Thanks ya Nat. Ya uda balik dulu yaw? Da sore. Hati-hati Nat.

Hati Nat mulai bimbang. Perasaannya mengatakan ada yang salah. Oh Im G. Ini LKS siapa? Pertanyaan itu mulai muncul diotaknya. Ada tipe-x di sepanjang kolom id. Penasaran yang mulai muncul itu mendapat jawabannya dengan ulahnya yang tak kalah sabar itu. Astaghfirullah! Batinnya beristighfar melihat nama pada LKS itu. Hati yang selalu berontak itu akhirnya berfikir keras untuk bisa mengembalikan LKS itu kepada sang pemilik. Jelas Nat kebingungan. Ia dan karibnya tak satu SMP. Masalah runyam yang menyapanya di ambang pintu UAN. Akhirnya otaknya tak sia-sia bekerja. Membuahkan hasil yang

mungkin maksimal. Yuph! Aku harus segera kembalikan ke MU gimana pun caranya. Kasihan dia kalau harus menyelesaikan studynya tanpa LKS itu. Berharga banget bu. Tapi gimana ya??? Siapa bisa bantu aku??? Yah LKSku ntar ja urusnya. Yang penting ini dulu. Rumahnya??? Ohw ini kan satu kompleks ama Dani. Ok? Aku akan hubungi Dani dan setelah itu aku temui Yaya ngomong sama dia. Apapun yang akan terjadi, itu urusan belakangan. Sabtu sore Ga cerah lagi, warna kelam langit semakin mencekam aura anak-anak yang sedang berlatih Pramuka. Pasalnya ia adalah senior. Ia tahu kalau hari ini ada latihan basket untuk persiapan pertandingan esok hari. Kebetulan Dani adalah pemain inti bersama rekan OSIS yang lain. Lapangan basket masih cukup ramai. Tapi.. Ups Senyum itu??? Rena Panggilnya kepada rekan Pramuka yang juga adik kelasnya. Ada apa kak? Ada yang bisa aku bantu? Tanyanya dengan senyum ramah seolah mengerti apa yang sedang dipikirkan Nat. Yuph! Bisa sampaikan pesan ga? Ke tuch orang yang baru masuk kelas! jelasku. Owh Kak Dani??? Ehmehm.. Goda Rena. Maksud kamu? Udah nanti saja ceritanya. Bilang ke dia, sebelum pulang tunggu aku dulu, terserah dia di mana. Jelasku. Ok! Boss! Sekarang??? Goda Rena lagi. Iaaaaa.. uda nieh aku yang urus. Ok? Yyyyyyyyy. Langit kelam menjadi saksi bisu kebimbangan dan getar di hati Nat. Khawatir jika Dani sampai tahu ia megang kelas. Nat emang cewe paling diem se-tim OSISnya, dan dialah satu-satunya cewe berjilbab se-tim OSIS. Jadi moment untuk bertemu langsung dengan rekan cowonya begitu aneh dirasa. Kepedulian yang hambar dan tak pernah kurasakan, semua yang aneh dan begitu mengejutkan. Lama sudah kutunggu kesempatan ini tiba. Assalamualaikum Waalaikumsalam Ada yang bisa dibantu mba? Ada sie Maaf ya dah buat nungguIni ada dikit masalah ja dan saya pikir kamu bisa bantu saya. Memang saya bisa bantu apa mba? Kan saya juga gag bisa apa-apa. Kebiasaan nie merendah... Gag kok, Cuma mo minta tolong untuk ngembaliin LKS ini ke yang punya... Ya sie mungkin kamu gag kenal ma dia, aku sendiri juga gag tahu, tapi bukannya kamu pernah cerita bahwa kamu kenal Yessy?? Nah yang punya LKS ini temennya dia. Panjang ceritanya, nanti kalau sudah kau berikan saya akan ceritakan semuanya.

Siip... Okay!!! Saya pulang dulu ya mba??? Sudah sore Pamitnya begitu paham tugas yang harus dia lakukan. Sore itu, bercampurlah rasa yang menenggelamkanku dalam malam. Sama sekali aku gag berhasil lari dari bayangan pertemuan itu.

Senin siang. Bel berbunyi 3 kali pertanda waktu istirahat telah tiba. Seperti biasa, kantin mba Lik telah menjadai sasaranku bersama tiga karibku untuk mengisi bensin setelah payah memerasnya untuk perjalanan setengah tapak hari itu.

Sahabatku Kekasihku... Sulit banget sie.... Nulis aja butuh waktu berjam-jam... Kenapa??? Karena aku males atau memang gag bisa? Padahal aku sudah terbiasa nulis. Terus penyebabnya apa? Blank banget kalau waktunya mefet ginie... Trus... kalau gag mau mefet, kenapa gag ditulis dari kemarinkemarin saja??? Bukannya kemarin-kemarin juga ada waktu senggang, pastinya!!! Eitss.... Jangan salah, pesakitanku menggerogoti semangatku untuk menulis. Hwa.. kalau gag maksa kapan bisa memulai??? Kalimat-kalimat itu terus saja meluncur dari otakku, apalagi ketika aku harus selesaikan tugas-tugas menulis dari satu club menulisku itu. Menossa... Sore itu di ruang 22 Cempaka lorong pertama RSUD. (siapa yang sakit??) Di luar sana terdengar seorang perempuan sedang bercengkerama dengan alam, ia tulis berbait-bait puisinya. Ia sedang menunggui adiknya yang sakit sejak sepekan yang lalu. Dan ketika itu, Rabu, 29 Nopember 2006, sore yang indah dilengkapi dengan lukisan alam dengan gantungan jingganya di deorama barat yang begitu anggun. Ntahlah apa yang sedang ia rasakan saat itu... Sajak-sajak itu pun terus mengalir dari jemarinya. Penanya yang setia selalu menemaninya dalam kondisi apapun. Lembar demi lembar pun ia habiskan sudah, dan terjadi percakapan singkat di koridor... Bunda, besok Nat gag skul yach???!!! Sambil merajut berharap ijin diperolehnya dari sang Bunda. Nat memang sosok yang tak pernah letih untuk satu kata itu. Belajar dan bermain dengan teman se-clubnya di Sekolah Menengah Atasnya itu. Ia adalah seorang siswi kelas XI jurusan IA. Sosoknya yang tenang begitu sulit dimengerti orang lain bahkan karibnya sendiri. Tapi Nat bukan sosok yang suka memamerkana hasil karyanya dan ia tak suka pada keramaian. Nat pendiam, tak suka banyak omong, bahkan ia lebih sering jalan sendirian. Kenapa tidak masuk, Sayang??? Tanya Bundanya kemudian. Belum Nat menjawab, sebuah usapan hangat menjawabnya lirih. Seperti menelan pil pahit, seorang Bunda dengan kasihnya bertanya kembali.

Kamu sakit Nat??? Badanmu demam... Ya sudah, sore ini kamu tidak usah pulang. Temani Bunda menunggu Adik. Keputusan untuk tidak masuk sekolah pun belum terjawabkan. Nat hanya bisa menguatkan diri untuk bisa bergerak ke sana ke mari demi membantu Bundanya. Dan malam itu ia tidur di brankar kosong di sebelah brankar adiknya. Kamis, 30 Nopember 2006 Embun yang belum sampai pada hatinya, menapaki lautan pagi yang akan membasahi dunia. Menyambut pagi dengan songsong sang mentari pagi. Begitu indah panorama pagi... Tapi, kini aku terbaring lesu di kamar itu. Dan ketika sosok berbusana serba putih itu datang... Bersembunyi di balik selimut adalah pilihan agar aku tak kena periksanya... Aku sama sekali gag mau kena jarum infuse. Gag.................. (teriakku dalam hati) Lho, ini siapa? Kenapa tiduran? Tanya sosok berbusana putih itu. Ketahuan de kalau itu aku. Dan ketika selesai check up, suhu tubuhku tercatat 390 C. Atas usul perawat yang selama sepekan itu dekat dengan kami, pukul 8 aku masuk UGD, dan check up ke ruang dokter umum. Setelahnya aku pun divonis rawat inap. Seminggu tepat adik masuk, aku pun menyusulnya. Selama seharian itu tubuh lemahku terbaring di ruang 22 Cempaka pula, terbaring di brankar yang semalaman kutiduri. Kamis yang penuh sejarah... Untuk yang kedua kalinya aku harus mencicipi cairan infuse. Bukanlah membuat aku tambah sehat tapi senyatanya, nalarku dan kepekaanku semakin lemah. Tubuh yang semakin mengembang tanpa batas normalnya, sakiiittt........ Malam itu tepat tengah malam, ketika semua orang terlelap dalam alam mimpinya. Tak satu pun terjaga di sampingku... Dan Argh... kenanganku, perjalanan dalam alam maya yang penuh rindu sang penyair kosongan jiwa.... Hanyalah aku menyelami dunianya saat itu... Namun ntahlah.. apa yang terjadi ketika itu... Darah merahku mengalir hebat tanpa aku tahu dari mana asalanya, teriakkanku memekakkan seluruh isi ruangan... Hanya aku dan adik di

sana, Bunda yang terlelap di samping Adik pun terbangun,... Tanpa pikir panjang Beliau lompat dari brankar Adik dan Argh... Bunda pun terjatuh hebat, dan Adikku... tanpa pikir panjang berlari ke ruang penjaga saat itu juga... Tangis yang tak tahu apa itu artinya... Dengan rasa enggan kucari celah dari mana air merah mengalir begitu derasnya, astghfirullahhaladzim.... sambungan saluran infuse dengan nadiku terlepas dan darah pun mengalir dengan hebatnya. Sejak itu juga aku takut melihatnya. Dan akhirnya dengan sisa tenaganya Bunda memapahku ke kamar mandi dan darah itu dibersihkannya. Malam itu berlalu dengan rasa was-wasku... Khawatir yang tak kunjung berlalu... Rasa takutku akibat air bah warna merah itu... hiks...hiks...hikss,,... Di malam yang sunyi ini kupanjatkanlah segenap asa yang mengabarkan atas kerinduanku. Kupatahkan kata-kataku, kepada Sang Khalik. Kudoa agar aku dapat bertemu meski hanya sedetik saja, sebelum aku pergi untuk selamanya. Rupanya peristiwa itu menyisakan trauma yang hebat dalam sejarahku. Rumah Sakit... Jumat, 1 Desember 2009 Kembali,,,, Aku hanya seorang Nat yang lemah, hanya bisa menunggu pagi berganti siang, dan siang pun berganti sore, hingga jingga di perbatasan kota tersulap menjadi pemandangan malam yang sungguh sangat memesona. Morning dew pun tak kalah seru meninggalkan Nat sendirian. Semua sibuk dengan aktifitas masing-masing. Bayangan Nat merambah ke jam skull. Ingatannya menjelajahi waktu, mengingat mapel apa yang saat itu diterima dan sudahkah itu masuk waktu istirahat dan sebagainya. Nat begitu asik menjelajahi fantasinya, hingga tanpa sadar, teman-teman sekelasnya nyamperin dia di kamar kecil yang serba putih itu. Hey.. Diem ja Lu!!! Semangat dunk! Oh iya, kamu panas. Bisa sakit juga Lu??? Celoteh Yoga teman sekelasnya yang suka usil itu. Dan kemudian dia berlalu mohon diri untuk sholat Jumat. Orang sakit, mugkin sudah bawaannya kali ya... Nat lupa, siapa saja

yang datang dan apa saja yang mereka perbincangkan. Nat kembali lesu ketika mereka semua lenyap dari pandangan. Tak ada yang bisa dilakukan Nat, membaca sepertinya juga percuma karena ia tak akan sanggup bertahan lama, jangankan 30 menit, 10 menit aja dia sudah keok. Nat putuskan untuk tidur saja, tapi ayal juga itu bisa dilakukannya. Nat selalu akan merintih jika ia sedang akan menjelajahi alam mayanya. Tangan sebelah kirinya harus selalu dibelai ketika ia akan tidur, bahkan mungkin ia akan menangis karena sakit yang disebabkannya obat masuk ke dalam tubuhnya melalui nadi. Seperti melawan arus, sang obat menawarkan bentuk pesakitan yang dalam bagi seorang Nat. Penderitaan itu hilang sekejap manakala sang sahabat sejati menemani Nat di sisi pembaringannya. Dia tak datang sendirian tapi bersama dengan rekan-rekan Pramuka yang lain. Banyak juga dari alumni yang care of me. Waktu pula yang akan memisahkan kami semua. Tak ada patah kata yang dapat meredamkan rasa rindu dan bersalahku kepada mereka, satu jam berlalu, mereka pun usai menemaniku. Waktu terus saja menerjangi setumpuk masalah yang kuhadapi karenanya, dan pula kutinggalkan serta merta kupersiapkan hijabku memasuki hari baru... Tak cukup sekali ia menemaniku menjelajahi waktu, meski hanya seutas senyum yang ia beri untukku. Mesk demikian, keberadaannya menerjemahkan alur hidupku saat itu. Tanpa ada patah kata yang keluar dari lisannya, aku paham ia pun merasakan sesuatu yang berat kurasakan. Tuhan,... Aku memang berharap kau pertemukan aku lagi. Tapi tidak seperti saat ini. Bukan sahabatku yang satu ini yang kuharap hadir dalam fantasiku. Tapi ia yang selalu motivasiku dari segala bentuk persoalan hidup yang kuhadapi. Tuhan.... Hanya itupintaku sebelum aku tak dapat lagi bersua dengannya, selamanya. R. 22 Cempaka, Sabtu, 2 Desember 2006

Malam itu, langit senja mengulurkan tangannya hendak menjabatku. Hampir aku hilang mengekornya, namun argh... Lagi-lagi aku tak berhasil jauh. Tetes demi tetes cairan itu masih terus mengalir masuk ke dalam tubuhku. Dan kuputuskan untuk segera menemui seseorang dalam alam bawah sadarku yang baru kukenal di senja sore itu, sahabat. Meski di luar sana masih kudengar Bunda bersama saudaranya, om dan tante, masih bercengkerama seputar hal-hal yang menarik bagi mereka, termasuk juga anak-anaknya. Di keluarga kami sudah biasa menganggap keponakan adalah anak mereka sendiri bahkan hampir tak ada bedanya. Itulah sepintas lalu. Dan 15 menit kemudian.... Suara aneh yang tak asing untukku menghentikan percakapan Bunda bersama om dan tante, kebetulan adikku tak diajak. Assalamualaikum... Sapa sosok besar itu. Tak ada salahnya aku mengintipnya dari balik jendela pikirku. Dan serta merta aku menyembunyikan kepalaku dan seluruh tubuhku di balik selimut, setelah menyadari kehadirannya. Mereka berdua pun masuk dan aku masih saja so jaim, padahal hatiku sudah tak keruan ingin segera bertemu. Assalamualaikum... sapa mereka. (waalaikumsalam...) jawabku dalam hati, getar-getar yang kian lama hilang, saat itu juga kurasakan kembali. Seperti ada nafas baru dalam hidupku yang hadir dengan kesiapannya memberi semangat baru dalam hidupku. Kok gag mau buka sie??? Kita pulang lagi saja ya???!!! Ancamnya melihat ulah saltingku. Ya, akhirnya dengan sungguh sangat terpaksa, aku keluar dari persembunyian itu. Mereka adalah sahabat dan rivalku. Sahabat yang hilang sejak acara perpisahan SMP dulu. Sahabat yang kuharap hadir di sela waktu malamku. Sahabat yang kupinta hadir di depan mataku barang sedetik saja kepada Sang Penciptaku, kau dan dia serta Sang Pemilik Cinta. Sahabat yang telah lama aku menyimpan rasa untuknya. Sahabat yang karenanya aku bisa menyembunyikan rasaku menjadi setia. Menamainya sebuah hati yang tak akan pernah terbalaskan, karena

kupikir

rasaku

tak

akan

menjadi

gayung

bersambut.

Ku

terlalu

memandangnya psimis dan terlalu meremehkan perhatiannya selama ini. Sahabat yang karenanyalah aku belajar mencintai dan berkorban jua. Sahabat yang hingga akhir pertemuan tetap menjadi yang terhebat. Dialah Dani. Nat tidak akan pernah membayangkan jika pertemuan yang pertama kalinya setelah perpisahan 2 tahun yang lalu terjadi di sebuah rumah sakit, dengan kondisinya yang tak tentu arah itu. Bahkan Nat tak akan pernah mau melanjutkan ceritanya bila ia tahu akhirnya. Setelah sekian lama mereka bersahabat, mengapa tah harus terberitakan setelahnya berdiam diri di sebuah rumah sakit??? Itulah yang selalu Nat pertanyakan. Hanya Nat yang tahu betapa perasaannya saat itu bahagia. Meski sakit pula yang akan ia rasakan setelahnya. Kedatangan mereka atas inisiatif rivalku. Rivalku sejak SD itu bahkan dari kecil udah jadi temenku, adalah putera dari rekan kerja Bunda di skull, yang juga guru Biologiku semasa SMP. Entah apa yang diketahui rivalku selama ini sehingga ia mengajak Dani jenguk aku di sana. Bahkan Dani pun tak pernah tahu kalau yang sakit itu aku. Dia pun baru menyadari setelahnya bertemu denganku. Kaget bukan kepalang ia saat itu. Pertemuan yang tak menciptakan sebuah percakapan baru, hanya tertunduk dan pilu. Ia menatapku penuh rindu dan rasa tak percaya bahwa ini Nat, sahabatnya yang ditinggalkannya dulu. Dan berujung 1 jam kemudian, dia mohon diri meninggalkanku menapaki alam maya sendiri, dan lagi. Malam itu di rumah Dani... Minggu, 3 Desember 2006 Nat... mengapa kau tega memberi kabar buruk ini kepadaku...??? Andai kau tahu Nat... Hari-hariku selalu mengharapkanmu hadir bersama dalam waktuku, kita lalui canda tawa dan lain halnya kebersamaan kita dulu. Tapi kenapa kini pertemuan berbalut duka Nat??? Nat... Aku rindu masa-masa kita dulu... Kau ajari aku Matematika, dan aku tak paham pula tapi kau sabar memahamkanku... Hingga akhirnya aku lulus UAN 2005. Kau yang selalu marah ketika aku berantem

dengannya keaksihku dulu, Kau yang selalu ingatkanku, Nat..!!! Andai Nat tahu hatiku, aku mulai mencintaimu semasa itu. Tapi aku selalu mengurungkan niat untuk menerjemahkan kata-kata itu. Aku terlalu egois mengatakannya padamu Nat. Kau terlalu baik untukku. Aku telah menyakitmu, meninggalkanmu di kota itu, kubiarkan kau hadapi setiap pelik kehidupanmu, demi persahabatan kita kau rela berpisah denganku. Nat, andai kau tahu, aku takut pada janji kita, karena kini aku melanggarnya, aku mencintaimu Nat!!! Dani pun akhirnya menuliskan bait liris untuk Nat... dan menuliskannya sebagai surat pertama setelah kepergiannya dulu... To : My beloved friend.... Nat Assalamualaikum wa rahmatullah wa barakatuh Nat, apa kabar??? Aku harap Nat sudah sembuh dari sakitmu. Kalaupun belum semoga Allah segera mengembalikan kesehatan Nat, dan tak akan dikembalikan lagi sakit itu padamu, atau bahkan menyisakannya untukmu, Nat. Nat, besar harapanku kau bisa sehat kembali seperti sediakala. Nat, Dani tahu bahkan paham sekali... Dani gag pantes nglakuin ini semua. Dani sudah tak tahu harus katakan apalagi kepadamu Nat. Keadaanmu yang tak pernah kupahami, kau terjebak dalam sakitmu saat ini. Nat, sejak pulang dari menjengukmu, mataku sulit terpejam, bayang tentangmu selalu hadir di setiap sudut ruangan seolah kau mengatakan sesuatu kepadaku. Nat, katakan aku boleh jujur kepadamu. Aku menyayangimu lebih dari yang kau tahu. Memang kita bersahabat, namun apalah daya kehendak Tuhan melebihi kekuatan kita membuat sebuah janji. Aku juga sadar diri, bahwasanya siapalah aku ini, hanyalah seorang sahabat yang tak kan paham tentang perasaan sahabatnya. Maafkan aku telah mengatakannya, Nat. Aku tak ingin kehilangan kau untuk yang kedua kali. Untuknya tetaplah menjadi sahabatku hingga Allah berkenan pisahkan kita kelak di kemudian hari. Jangan ciptakan perpisahan manakala Tuhanmu tidak

meridhoi keputusanmu. Nat, maafkan aku telah meninggalkanmu dulu. Aku selalu dilema. Maafkan aku jika kau yang harus kukorbankan. Aku meninggalkanmu bukan tanpa alasan, aku takut bertemu denganmu, Nat. Aku malu pada diriku sendiri, kebaikan yang telah kau berikan mengapa tah harus kubalas dengan sakit yang kau rasakan??? Nat, masihkah pintu maafmu kau buka untukku, sekedar pengobat dari rasa bersalahku selama ini. Nat, cepatlah kau sembuh. Agar skullmu tak terlalu lama kau tinggal. Aku banga bersahabat denganmu. Segeralah kau beri jawab, manakala kau sembuh nanti. Kucukupkan sampai di sini semoga dapat menjadi pengobat dalam tidurmu malam ini. Maafkan aku Nat. Wassalamualaikum wa rahmatullah wa barakatuh.... Bandung, 3 Desember 2006 Dani
21.30-23.05

Dani akhiri percakapan singkat itu dengan salam. Kecup manisnya untuk Nat seorang. Doa munajatnya terpapahkan untuk Nat, gadis yang selama ini ia cinta meski hanya dalam angan. Dani pun terus berharap doanya segera mendapat jawab dan suratnya pun terbalaskan. Senin, 4 Desember 2006 Assalamualaikum..... Sapa Ado dalam keheningan siang. Waalaikumsalam...... Jawabku pelan, sedikit kaget aku bertanya, Ado??? Nat, aku sebentar saja karena ditunggu teman di depan gedung ini. Salam Angger sang rivalmu, ini titipan darinya (Ado menyodorkan sampul surat putih itu). Katanya dari sahabatmu. (Aku hanya bisa mengangguk lemah-mengerti maksud Ado tanpa harus dijelaskannya lanjut). Aku permisi ya Nat.... Heem... Hati-hati ya... Tak lagi aku berpikir dari siapa itu, sudah tentu darinya. Kubaca sejenak sajak plipur rindu itu. Dan alangkah terkejutnya aku. Dani tulis

kata-kata itu. Dia menuliskan kata-kata larangan yang pernah kita sepakati untuk tidak sampai mengungkapnya dulu. Kini tak ada lagi hijab yang membatasi kita, semua rahasia telah terbongkar. Persahabatan bagai kepompong. Tak ada lagi alasan menyembunyikan maut dalam jangkar kebohongan. Dani sudah memulainya, maka Nat pun terus berusaha menghindar tapi akhir pun terjadi juga. Nat tak sabar ingin segera pulang. Jadwal kepulangannya yang diprediksi dokter jatuh pada hari Senin pun harus diundur sampai batas waktu yang tak ditentukan, lantaran kondisi trombositnya yang belum stabil. Hari-hari yang kan kulalui, kini semua kan terasa sunyi... Meski sempat kemarin si Radit, adiknya yang seangkatan itu menjenguknya bersama orang yang selama ini pun perhatiin Nat. Si Radit lama menemaninya, namun pun hanya tinggallah seorang Nat yang akan terus menapaki senja di sore harinya. Kamis, 7 Desember 2006 Rasa syukurku meninggalkan tempat serba obat itu tak dapat kulukiskan, seberapa banyak tinta yang ada pun tak akan mampu melukisaknnya, seberapa pun luasnya kain kanvas itu. Bahkan berjuta kata tak kan mampu mendiskripsikan kebahagiaanku. Namun demikian, kiprahku menapaki dunia tulis tak lagi sesemangat dulu. Hilang rasaku pada pena, hilang rasaku pada kertas, hilang rasaku pada tinta dan hilang rasaku pada tuts-tuts komputer di rumahku. Semua gairah itu berubah benci. Hilang sudah semangat yang dulu membara dan membakar kertaskertas itu. Lembar demi lembarnya kutinggalkan, tak lagi mendiskripsikan sosok Nat yang bangga akan tulisannya, tidak lagi menunjukan semangatnya dalam menulis. Nat pun meninggalkan segala yang berbau tulisan hingga suatu waktu ia temukan setetes yang penuh makna, lebih dari pada tinta yang pernah ia selami dulu, embun namanya. Nat jatuh cinta padanya, sejak mengenalnya Nat semakin cinta padanya dan pada akhirnya all of her story about dew. Tiada hari Nat tanpa embun.... Sajak-sajaknya pun tentang embun. Meski Nat sempat menulis sajak lilin sebelumnya.

Malam itu pun, Nat sempatkan bertengger sebentar dalam keresahna malam. Ia tuliskan beberapa bait pelipur lara yang ia tujukan pada Dani, sahabat yang telah lama menanti jawabannya. To: My Beloved friend Dani Assalamualaikum wa rahmaullah wa barakatuh Alhamdulillah Nat sudah sehat, dan Nat sekarang sudah di rumah. Aa bagaimana kabarnya??? Skull juga lancar, kan? Alhamdulillah, semoga Allah senantiasa memberikan kemudahan untukmu berkarya dan berprestasi. Aa, Nat sudah terima surat dari Aa dan kini Nat akan memenuhi janji Nat untuk segera membalasnya ketika Nat sudah sembuh. Nat akui, memang surat Aa mengagetkan Nat. Membuatnya Nat terperanjat. Namun, alangkah sombongnya Nat ketika cinta telah menyapa dan ia berdiri di depan pintu hati Nat dan Nat masih berkelok meragukannya. Tidakkah keraguan itu hadirnya setelah ia tidak mendapatkan kepastiannya??? Nat, tidak akan pernah marah atasnya. Nat pun tidak akan lari dari apa yang Nat hadapi. Sampai kapan pun itu, Aa tetap sahabat Nat. Nat menyadari betapa pun itu ujian yang harus kita hadapi, tapi Nat juga tak bisa bohong bahwasanya rasaku melebihi rasamu kepadaku. Terserah Aa mengartikan apa. Nat tak ingin menjalaninya saat ini, itu saja. Sayang, cemburu dan cinta Nat telah lama terbingkai, hanya menunggu waktu saja untuk menyerahkannya. Semua telah rapi dalm parcelnya hanya menunggu waktu saja untuk mengirimkannya. Meski aku di sini telah bersamanya yang lain, yakinlah A, yang kumiliki tak akan pernah berpaling kecuali Yang Maha Kuasa dan Maha Berkehendak membalikkan hati Nat, memalingkannya, tapi Nat harap tak akan hal itu terjadi kelak. Hanya satu yang ingin Nat katakan, terimakasih kau telah membalasnya...... Nat sayang Aa Dani juga. Semoga ini dapat mewakilkan seluruh hsarat yang selama ini terkubur. Terimakasih kau telah membantuku mengungkapnya.

Berproseslah untuk hidup dan jangan pernah menyerah. Kau selalu yang terbaik.... Wassalamualaikum wa rahmatullah wa baraktuh Bandung, 9 Desember 2006 Nat
23.00

Akhirnya, Nat pun mengatakan juga apa yang selama ini telah ia pendam. Beratus-ratus hari ia jalani akhirnya nemu juga jwaban akan sosok misteri sahabatnya itu.... Walau akhirnya Dani hilang entah kemana...... 23 Januari 2007 Mungkin memang itulah jalannya, Dani kembali hanya sebagai perindu saja, dan setelahnya dia akan pergi tanpa Nat tahu akankah Dani kemabali lagi???? Sajak ini Nat tulis untuk Dani,... Sungguhpun benar... Telah aku putuskan... Hanya taqdir yanga akan memisahkan Dtak sayup yang iringi hati ini Mendbur penuh emosi Namun tak dapat kusangkali Kenangan kita di masa lalu Anganku pun melayang pergi Dan mimpi hanya tinggal mimpi Jauh dari lubuk hati ini Menginginkan masa itu kembali1

HILANG DALAM BADAI


Oleh : Handiana Muthoharoh

1 Sajak 11 Maret 2007

Assalamualaikum... Sapaku ke seisi kelas, yang waktu itu kelas hanya dihuni oleh beberapa orang saja. Tak banyak yang masuk, tapi dengan jumlah mereka yang sedikit dah cukup membuat kelas rame... Karena waktu itu mereka lagi asik bercanda bareng, kebetulan ada yang lagi bawa makanan, jadi dimakan bareng-bareng. Hal itu telah menjadi iklim baru bagi warga D-7 yang makin kompak ja semenjak pemerintahan bergeser ke tangan Presiden Dewa, yang sebelumnya pemerintahan berada di bawah pimpinan Presiden Awa. Bukan maksud membedakan, pemerintahan Awa memang rintisan negara D-7 jadi ya maklum kalo warganya belum mengenal dan akrab satu sama lain. Malam itu kulewati begitu saja. Aku bahkan tak paham dengan perubahan emosi yang begitu cepat terjadi. Menjadi sosok periang meski sesaat bukan lagi hal yang aneh. Tapi hari ini aku bener-bener tak mengenali siapa diriku. Begitulah kiranya gambaran pribadi introvert. Introvert yang sejatinya dapat berubah jadi ekstrovert, sesaat ia merasakan kebahagiaan. Introvert versi Nat bukan introvert pendiam sejati. Ketika badai kebahagiaan itu menghampirinya, maka ia tak akan segan untuk membagi kebahagiaan itu dengan kawan karibnya. Malam yang cukup cerah itu pun benar-benar ia lalui. Berharap kebahagiaan malam berpihak kepadanya, Nat menerima tawaran kakaknya untuk menemaninya makan. Sejatinya Nat memang bukan sosok yang gampang diajak ke mana-mana. Ia pun berjalan mengikuti kakaknya yang telah menantinya di koridor kampus, kelas yang buyar semenit yang lalu lenyap pula dari pandangannya. Nat telah jauh melangkah. Tanpa kak Yun sadari, aku menahan perih yang sedari tadi aku rasakan. Aku sengaja sembunyi darinya, sembunyi dari kenyataan, bahwa sebenarnya ada kecewa menusuk dalam hati. Ia begitu serius menyayat-nyayat. Sakiiittttttt........ erangku dalam lamunan. Sampai juga di tempat yang diharapkan. Makan apa Nat? Tanyanya padaku. Hah? Nggga kak.. Kakak aja. Nat masih kenyang, tadi baru buka. jelasku mengelak. Angin seolah membaca kegelisahanku, ia menampar kakakku yang

sedang asikmenunggu pesanannya. Akhirnya percakapan itu terjadi. Hambar. Itu saja komentarku. Angin tak hanya menyapa kami begitu, ia begitu bersahabat malam itu, aku pun terbuai belaiannya. Tapi sayang, kebahagiaan yang kuharapkan tak memihak kepadaku sepanjang malam itu. Aku pulang hampir lewat batas malam. Kakak mengantarku sampai batas kota antara putra dan putri. Saking kecewanya aku, aku tak mau lagi melihatnya sepeninggal aku dari batas itu. Bahkan aku tak menggubris panggilannya, sama sekali. Sepanjang jalan itu aku hanya bisa mengisak sekuat hati, berharap bebanku dapat hancur sehancur-hancurnya. Aku pun tak menggubris telpon yang masuk, sms pun hanya ku baca pada no milik kawanku di kamar. Sms darinya kulewatkan begitu saja, 2 panggilan ku reject dan panggilan lainnya kubiarkan begitu saja. Aku sama sekali ga mau dengar dia ngomong sesuatu. Terlebih aku ga mau dia dengar isak beratku. Langkah semakin kupercepat menuju rumah kos yang dihuni 12 orang itu. Rumah kos plus plus sebutku pada tempat hunian itu. Kami sama-sama masih kuliah. Dig... dug... dig... dug... dig... dug... Detak jantung yang begitu jelas terdengar telinga. Akhirnya aku sampai juga di tempat istirahat itu. Pagar besinya masih setengah terbuka, menandakan aku belum sampai lewat batas malam. Kusegerakan mengusap sisa-sisa tetes air mataku tadi dan kulangkahkan kaki perlahan menuju pintu samping rumah itu. Yang akhirnya aku akan melintasi garasi dan sepintas R. Tamu bagi kami yang ikut tinggal di situ. Di dalamnya ada taman yang indah dengan penataannya. Melihat itu, membuatku ingin duduk sejenak di depannya. Dan kulakukan.

Anda mungkin juga menyukai