Anda di halaman 1dari 17

IMUNISASI PADA ANAK PENDAHULUAN Selama dalam proses tumbuh kembang, anak memerlukan asupan gizi yang adekuat,

penanaman nilai agama, budaya, pembiasaan dispiplin yang konsisten, serta upaya pencegahan penyakit. Salah satu upaya pencegahan penyakit, yaitu melalui pemberian imunisasi. Memberikan suntikan imunisasi pada bayi tepat pada waktunya adalah faktor yang sangat penting untuk kesehatan bayi. Imunisasi (atau vaksinasi) diberikan mulai dari lahir sampai awal masa kanak-kanak. Imunisasi biasanya diberikan selama waktu pemeriksaan rutin ke dokter atau klinik. PENGERTIAN Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memebrikan imunitas (kekebalan). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan imunisasi: tanyakan pada orang tua tentaang: a. status kesehatan sat ini b. pengalaman/reaksi terhadap imunisasi yang pernah didapat c. penyakit sekarang dan masa lalu jelaskan pada orang tua tentang penyakit yang dpat dicegah dngan imunisasi (PD3I) terlebih dahulu. catatan imunisasi yang lalu pemberian imunisasi harus didasari oleh adanya pemahaman yang baik dari orang tua tentang imunisasi sebagai upaya pencegahan penyakit kontraindikasi pemberian imunisasia: a. Flu berat atau panas tinggi b. Perubahan pada system imun yang tidak dapat menerima vaksin virus hidup c. Sedang dalam pemberian obat-obatan yang menekan system imn (sitostatika, tranfusi darah, dan immunoglobulin) d. Riwayat alergi terhadap pemberian vaksin sebelumnya seperti pertusis. Keadaan-keadaan di mana imunisasi tidak dianjurkan : a. BCG, tidak diberikan pada bayi yang menderita sakit kulit lama, sedang sakit TBC dan panas tinggi. b. DPT, tidak diberikan bila bayi sedang sakit parah, panas tinggi dan kejang. c. Polio, tidak diberikan bila diare dan sakit parah. d. Campak, tidak diberikan bila bayi sakit mendadak dan panas tinggi. JENIS IMUNITAS 1. Imunitas Aktif Imunitas aktif dapat terjadi apabila terjadi stimulus yang menghasilkan antibody dan kekebalan seluler, biasanya bertahan lebih lama disbanding kekebalan pasif Ada 2 jenis kekebalan aktif, yaitu: a. Kekebalan aktif didapat Yaitu kekebalan yang didapat secara alami (naturally acquired). Misalnya anak yang terkena difteri tau poliomyelitis dengan proses anak terkena infeksi kemudian terjadi silent abortive, sembuh, selanjutnya kebal terhadap penyakit tersebut. b. Kekebalan aktif dibuat Yaitu kekebalan yang sengaja dibuat yang dikenal dengan imunisasi dasar dan ulangan (booster), berupa

pemberian vaksin (kuman yang masih hidup namun dilemahkan). Vaksin tersebut akan berinteraksi dengan system kekebalan tubuh untuk menghasilkan respon imun. Hasil yang diproduksi akan sama dengan kekebalan seseorang yang mendapat penyakit btersebut secara alamiah. 2. Imunitas Pasif Imunitas pasif adalah pemberian antibody yang berasal dari hewan atau manusia kepada manusia lain dengan tujuan memberi pelindungan terhadap penyakit infeksi yang bersifat sementara karena kadar antibody akan berkurang setelah beberapa minggu atau bulan. Kekebalan pasif menurut terbentuknya: a. Kekebalan pasif bawaan (passive congenital) b. Pasif didapat (Passive Acquired) Kekebalan pasif menurut lokalisasi dalam tubuh: a. Imunitas humoral Terdapat dalam imunoglobulin (Ig) b. Imunitas seluler Imunitas seluelr terdiri atas fagositosis oleh sel-sel retikuloendotelial. PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMUNISASI (PD3I) 1. TBC (TUBERCULOSIS) Penularan penyakit TBC terhadap seorang anak dapat terjadi karena terhirupnya percikan udara yang mengandung kuman TBC. Kuman inii dapat menyerang berbagai organ tubuh, seperti paru-paru (paling sering terjadi), kelenjar getah bening, tulang, sendi, ginjal, hati, atau selaput otak (yang terberat). Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan pada bayi yang baru lahir sampai usia 12 bulan, tetapi imunisasi ini sebaiknya dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan. Imunisasi ini cukup diberikan satu kali saja. Bila pemberian imunisasi ini "berhasil," maka setelah beberapa minggu di tempat suntikan akan timbul benjolan kecil. Karena luka suntikan meninggalkan bekas, maka pada bayi perempuan, suntikan sebaiknya dilakukan di paha kanan atas. Biasanya setelah suntikan BCG diberikan, bayi tidak menderita demam. 2. DIFTERI Penyakit Difteri adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium Diphteriae. Mudah menular dan menyerang terutama saluran napas bagian atas dengan gejala Demam tinggi, pembengkakan pada amandel (tonsil ) dan terlihat selaput puith kotor yang makin lama makin membesar dan dapat menutup jalan napas. Racun difteri dapat merusak otot jantung yang dapat berakibat gagal jantung. Penularan umumnya melalui udara (betuk/bersin) selain itu dapat melalui benda atau makanan yang terkontamiasi. Pencegahan paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan dengan tetanus dan pertusis sebanyak tiga kali sejak bayi berumur dua bulan dengan selang penyuntikan satudua bulan. Pemberian imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus dalam waktu bersamaan. Efek samping yang mungkin akan timbul adalah demam, nyeri dan bengkak pada permukaan kulit, cara mengatasinya cukup diberikan obat penurun panas 3. PERTUSIS Penyakit Pertusis atau batuk rejan atau dikenal dengan Batuk Seratus Hari adalah penyakit infeksi saluran yang disebabkan oleh bakteri Bordetella Pertusis. Gejalanya khas yaitu batuk yang terus menerus sukar berhenti, muka menjadi merah atau kebiruan dan muntah kadang-kadang bercampur darah. Batuk diakhiri dengan tarikan napas panjang dan dalam berbunyi melengking.Penularan umumnya terjadi

melalui udara (batuk/bersin). Pencegahan paling efektif adalah dengan melakukan imunisasi bersamaan dengan Tetanus dan Difteri sebanyak tiga kali sejak bayi berumur dua bulan dengan selang pentuntikan. 4. TETANUS Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yan berbahaya karena mempengaruhi sistim urat syaraf dan otot. Gejala tetanus umumnya diawali dengan kejang otot rahang (dikenal juga dengan trismus atau kejang mulut) bersamaan dengan timbulnya pembengkakan, rasa sakit dan kaku di otot leher, bahu atau punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut, lengan atas dan paha. Neonatal tetanus umumnya terjadi pada bayi yang baru lahir. Neonatal tetanus menyerang bayi yang baru lahir karena dilahirkan di tempat yang tidak bersih dan steril, terutama jika tali pusar terinfeksi. Neonatal tetanus dapat menyebabkan kematian pada bayi dan banyak terjadi di negara berkembang. Sedangkan di negara-negara maju, dimana kebersihan dan teknik melahirkan yang sudah maju tingkat kematian akibat infeksi tetanus dapat ditekan. Selain itu antibodi dari ibu kepada jabang bayinya yang berada di dalam kandungan juga dapat mencegah infeksi tersebut. Infeksi tetanus disebabkan oleh bakteri yang disebut dengan Clostridium tetani yang memproduksi toksin yang disebut dengan tetanospasmin. Tetanospasmin menempel pada urat syaraf di sekitar area luka dan dibawa ke sistem syaraf otak serta saraf tulang belakang, sehingga terjadi gangguan pada aktivitas normal urat syaraf. Terutama pada syaraf yang mengirim pesan ke otot. Infeksi tetanus terjadi karena luka. Baik karena terpotong, terbakar, aborsi , narkoba (misalnya memakai silet untuk memasukkan obat ke dalam kulit) maupun frosbite. Walaupun luka kecil bukan berarti bakteri tetanus tidak dapat hidup di sana. Sering kali orang lalai, padahal luka sekecil apapun dapat menjadi tempat berkembang biaknya bakteria tetanus. Periode inkubasi tetanus terjadi dalam waktu 3-14 hari dengan gejala yang mulai timbul di hari ketujuh. Dalam neonatal tetanus gejala mulai pada dua minggu pertama kehidupan seorang bayi. Walaupun tetanus merupakan penyakit berbahaya, jika cepat didiagnosa dan mendapat perawatan yang benar maka penderita dapat disembuhkan. Penyembuhan umumnya terjadi selama 4-6 minggu. Tetanus dapat dicegah dengan pemberian imunisasi sebagai bagian dari imunisasi DPT. Setelah lewat masa kanakkanak imunisasi dapat terus dilanjutkan walaupun telah dewasa. Dianjurkan setiap interval 5 tahun : 25, 30, 35 dst. Untuk wanita hamil sebaiknya diimunisasi juga dan melahirkan di tempat yang terjaga kebersihannya 5. POLIO Gejala yang umum terjadi akibat serangan virus polio adalah anak mendadak lumpuh pada salah satu anggota geraknya setelah demam selama 2-5 hari. Terdapat 2 jenis vaksin yang beredar, dan di Indonesia yang umum diberikan adalah vaksin Sabin (kuman yang dilemahkan). Cara pemberiannya melalui mulut. Di beberapa negara dikenal pula Tetravaccine, yaitu kombinasi DPT dan polio. Imunisasi dasar diberikan sejak anak baru lahir atau berumur beberapa hari dan selanjutnya diberikan setiap 4-6 minggu. Pemberian vaksin polio dapat dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin hepatitis B, dan DPT. Imunisasi ulangan diberikan bersamaan dengan imunisasi ulang DPT Pemberian imunisasi polio akan menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit Poliomielitis. Imunisasi polio diberikan sebanyak empat kali dengan selang waktu tidak kurang dari satu bulan imunisasi ulangan dapat diberikan sebelum anak masuk sekolah (5 6 tahun) dan saat meninggalkan sekolah dasar (12 tahun).Cara memberikan imunisasi polio adalah dengan meneteskan vaksin polio sebanyak dua tetes langsung kedalam mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang dicampur dengan gula manis. Imunisasi ini jangan diberikan pada anak yang lagi diare berat. Efek samping yang mungkin terjadi sangat minimal dapat berupa kejang-kejang 6. CAMPAK

Campak adalah penyakit yang sangat menular yang dapat disebabkan oleh sebuah virus yang bernama Virus Campak. Penularan melalui udara ataupun kontak langsung dengan penderita.Gejala-gejalanya adalah : Demam, batuk, pilek dan bercak-bercak merah pada permukaan kulit 3 5 hari setelah anak menderita demam. Bercak mula-mula timbul dipipi bawah telinga yang kemudian menjalar ke muka, tubuh dan anggota tubuh lainnya. Komplikasi dari penyakit Campak ini adalah radang Paru-paru, infeksi pada telinga, radang pada saraf, radang pada sendi dan radang pada otak yang dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen ( menetap ). Pencegahan adalah dengan cara menjaga kesehatan kita dengan makanan yang sehat, berolah raga yang teratur dan istirahat yang cukup, dan paling efektif cara pencegahannya adalah dengan melakukan imunisasi. Pemberian Imunisasi akan menimbulkan kekebalan aktif dan bertujuan untuk melindungi terhadap penyakit campak hanya dengan sekali suntikan, dan diberikan pada usia anak sembilan bulan atau lebih 7. HEPATITIS Penyakit hepatitis disebabkan oleh virus hepatitis tipe B yang menyerang kelompok resiko secara vertikal yaitu bayi dan ibu pengidap, sedangkan secara horizontal tenaga medis dan para medis, pecandu narkoba, pasien yang menjalani hemodialisa, petugas laboratorium, pemakai jasa atau petugas akupunktur. 8. INFLUENZA Influenza adalah penyakit infeksi yang mudah menular dan disebabkan oleh virus influenza, yang menyerang saluran pernapasan. Penularan virus terjadi melalui udara pada saat berbicara, batuk dan bersin, Influenza sangat menular selama 1 2 hari sebelum gejalanya muncul, itulah sebabnya penyebaran virus ini sulit dihentikan.Berlawanan dengan pendapat umum, influenza bukan batuk pilek biasa yang tidak berbahaya. Gejala Utama infleunza adalah: Demam, sakit kepala, sakit otot diseluruh badan, pilek, sakit tenggorok, batuk dan badan lemah. Pada Umumnya penderita infleunza tidak dapat bekerja/bersekolah selama beberapa hari.Dinegara-negara tropis seperti Indonesia, influenza terjadi sepanjang tahun. Setiap tahun influenza menyebabkan ribuan orang meninggal diseluruh dunia. Biaya pengobatan, biaya penanganan komplikasi, dan kerugian akibat hilangnya hari kerja (absen dari sekolah dan tempat kerja) sangat tinggi.Berbeda dengan batuk pilek biasa influenza dapat mengakibatkan komplikasi yang berat. Virus influenza menyebabkan kerusakan sel-sel selaput lendir saluran pernapasan sehingga penderita sangat mudah terserang kuman lain, seperti pneumokokus, yang menyebabkan radang paru (Pneumonia) yang berbahaya. Selain itu, apabila penderita sudah mempunyai penyakit kronis lain sebelumnya (Penyakit Jantung, Paru-paru, ginjal, diabetes dll), penyakit-penyakit itu dapat menjadi lebih berat akibat influenza. 9. DEMAM TIFOID Penyakit Demam Tifoid adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Salmonella Typhi yang masuk melalui saluran pencernaan dan menyebar keseluruh tubuh (sistemik), Bakteri ini akan berkembang biak di kelenjar getah bening usus dan kemudian masuk kedalam darah sehingga meyebabkan penyebaran kuman dalam darah dan selanjutnya terjadilah peyebaran kuman kedalam limpa, kantung empedu, hati, paruparu, selaput otak dan sebagainya. Gejala-gejalanya adalah: Demam, dapat berlangsung terus menerus. Minggu Pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore/malam hari. Minggu Kedua, Penderita terus dalam keadaan demam. Minggu ketiga, suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali diakhir minggu. gangguan pada saluran pencernaan, nafas tak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah ditutupi selaput lendir kotor, ujung dan tepinya kemerahan. Bisa juga perut kembung, hati dan limpa membesar serta timbul rasa nyeri bila diraba. Biasanya sulit buang air besar, tetapi mungkin pula normal dan bahkan dapat terjadi diare. gangguan kesadaran, Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak seberapa dalam, yaitu

menjadi apatis sampai somnolen. Bakteri ini disebarkan melalui tinja. Muntahan, dan urin orang yang terinfeksi demam tofoid, yang kemudian secara pasif terbawa oleh lalat melalui perantara kaki-kakinya dari kakus kedapur, dan mengkontaminasi makanan dan minuman, sayuran ataupun buah-buahan segar. Mengkonsumsi makanan / minuman yang tercemar demikian dapat menyebabkan manusia terkena infeksi demam tifoid. Salah satu cara pencegahannya adalah dengan memberikan vaksinasi yang dapat melindungi seseorang selama 3 tahun dari penyakit Demam Tifoid yang disebabkan oleh Salmonella Typhi. Pemberian vaksinasi ini hampir tidak menimbulkan efek samping dan kadang-kadang mengakibatkan sedikit rasa sakit pada bekas suntikan yang akan segera hilang kemudian

KEADAAN-KEADAAN YANG TIMBUL SETELAH IMUNISASI Keadaan-keadaan yang timbul setelah imunisasi berbeda pada masing-masing imunisasi, seperti yang diuraikan di bawah ini: 1. BCG, dua minggu setelah imunisasi terjadi pembengkakan kecil dan merah di tempat suntikan, seterusnya timbul bisul kecil dan menjadi luka parut. 2. DPT, umumnya bayi menderita panas sore hari setelah mendapatkan imunisasi, tetapi akan turun dalam 1 - 2 hari. Di tempat suntikan merah dan bengkak serta sakit, walaupun demikian tidak berbahaya dan akan sembuh sendiri. 3. Campak, panas dan umumnya disertai kemerahan yang timbul 4 - 10 hari setelah penyuntikan. PERAWATAN YANG DIBERIKAN SETELAH IMUNISASI 1. BCG, luka tidak perlu diobati tetapi bila luka besar dan bengkak di ketiak anjurkan ke puskesmas; 2. DPT, bila panas berikan obat penurun panas yang diperoleh dari posyandu dan berikan kempres dingin. 3. Campak, bila timbul panas berikan obat yang didapat dari posyandu. http://moslem-ners.blogspot.com/2008/02/imunisasi-pada-anak.html

Imunisasi pada Anak Ditulis oleh Administrator Jumat, 09 Oktober 2009 07:48

Imunisasi adalah pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu. Vaksin adalah suatu obat yang diberikan untuk membantu mencegah suatu penyakit. Vaksin membantu tubuh untuk menghasilkan antibodi. Antibodi ini berfungsi melindungi terhadap penyakit. Vaksin tidak hanya menjaga agar anak tetap sehat, tetapi juga membantu membasmi penyakit yang serius yang timbul pada masa kanak-kanak. Vaksin secara umum cukup aman. Keuntungan perlindungan yang diberikan vaksin jauh lebih besar daripada efek samping yang mungkin timbul. Dengan adanya vaksin maka banyak penyakit masa kanak-kanak yang serius, yang sekarang ini sudah jarang ditemukan.

Imunisasi BCG
Vaksinasi BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC). BCG diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2 bulan. BCG ulangan tidak dianjurkan karena keberhasilannya diragukan. Vaksin disuntikkan secara intrakutan pada lengan atas, untuk bayi berumur kurang dari 1 tahun diberikan sebanyak 0,05 mL dan untuk anak berumur lebih dari 1 tahun diberikan sebanyak 0,1 mL. Vaksin ini mengandung bakteri Bacillus Calmette-Guerrin hidup yang dilemahkan, sebanyak 50.000-

1.000.000 partikel/dosis. Kontraindikasi untuk vaksinasi BCG adalah penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita leukemia, penderita yang menjalani pengobatan steroid jangka panjang, penderita infeksi HIV). Reaksi yang mungkin terjadi: 1. Reaksi lokal : 1-2 minggu setelah penyuntikan, pada tempat penyuntikan timbul kemerahan dan benjolan kecil yang teraba keras. Kemudian benjolan ini berubah menjadi pustula (gelembung berisi nanah), lalu pecah dan membentuk luka terbuka (ulkus). Luka ini akhirnya sembuh secara spontan dalam waktu 8-12 minggu dengan meninggalkan jaringan parut. 2. Reaksi regional : pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau leher, tanpa disertai nyeri tekan maupun demam, yang akan menghilang dalam waktu 3-6 bulan. Komplikasi yang mungkin timbul adalah: Pembentukan abses (penimbunan nanah) di tempat penyuntikan karena penyuntikan yang terlalu dalam. Abses ini akan menghilang secara spontan. Untuk mempercepat penyembuhan, bila abses telah matang, sebaiknya dilakukan aspirasi (pengisapan abses dengan menggunakan jarum) dan bukan disayat. Limfadenitis supurativa, terjadi jika penyuntikan dilakukan terlalu dalam atau dosisnya terlalu tinggi. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 2-6 bulan.

Imunisasi DPT
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap difteri, pertusis dan tetanus. Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal. Pertusis (batuk rejan) adalah inteksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang melengking. Pertusis berlangsung selama beberapa minggu dan dapat menyebabkan serangan batuk hebat sehingga anak tidak dapat bernafas, makan atau minum. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak. Tetanus adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang Vaksin DPT adalah vaksin 3-in-1 yang bisa diberikan kepada anak yang berumur kurang dari 7 tahun. Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk suntikan, yang disuntikkan pada otot lengan atau paha. Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak berumur 2 bulan (DPT I), 3 bulan (DPT II) dan 4 bulan (DPT III); selang waktu tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi DPT ulang diberikan 1 tahun setelah DPT III dan pada usia prasekolah (5-6 tahun).

Jika anak mengalami reaksi alergi terhadap vaksin pertusis, maka sebaiknya diberikan DT, bukan DPT. Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi awal, sebaiknya diberikan booster vaksin Td pada usia 14-16 tahun kemudian setiap 10 tahun (karena vaksin hanya memberikan perlindungan selama 10 tahun, setelah 10 tahun perlu diberikan booster). Hampir 85% anak yang mendapatkan minimal 3 kali suntikan yang mengandung vaksin difteri, akan memperoleh perlindungan terhadap difteri selama 10 tahun. DPT sering menyebakan efek samping yang ringan, seperti demam ringan atau nyeri di tempat penyuntikan selama beberapa hari. Efek samping tersebut terjadi karena adanya komponen pertusis di dalam vaksin. Pada kurang dari 1% penyuntikan, DTP menyebabkan komplikasi berikut:

demam tinggi (lebih dari 40,5 Celsius) Kejang Kejang demam (resiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya pernah mengalami kejang atau terdapat riwayat kejang dalam keluarganya) Syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon).

Jika anak sedang menderita sakit yang lebih serius dari pada flu ringan, imunisasi DPT bisa ditunda sampai anak sehat. Jika anak pernah mengalami kejang, penyakit otak atau perkembangannya abnormal, penyuntikan DPT sering ditunda sampai kondisinya membaik atau kejangnya bisa dikendalikan. 1-2 hari setelah mendapatkan suntikan DPT, mungkin akan terjadi demam ringan, nyeri, kemerahan atau pembengkakan di tempat penyuntikan. Untuk mengatasi nyeri dan menurunkan demam, bisa diberikan asetaminofen (atau ibuprofen). Untuk mengurangi nyeri di tempat penyuntikan juga bisa dilakukan kompres hangat atau lebih sering menggerak-gerakkan lengan maupun tungkai yang bersangkutan.

Imunisasi DT
Imunisasi DT memberikan kekebalan aktif terhadap toksin yang dihasilkan oleh kuman penyebab difteri dan tetanus. Vaksin DT dibuat untuk keperluan khusus, misalnya pada anak yang tidak boleh atau tidak perlu

menerima imunisasi pertusis, tetapi masih perlu menerima imunisasi difteri dan tetanus. Cara pemberian imunisasi dasar dan ulangan sama dengan imunisasi DPT. Vaksin disuntikkan pada otot lengan atau paha sebanyak 0,5 mL. Vaksin ini tidak boleh diberikan kepada anak yang sedang sakit berat atau menderita demam tinggi. Efek samping yang mungkin terjadi adalah demam ringan dan pembengkakan lokal di tempat penyuntikan, yang biasanya berlangsung selama 1-2 hari.

Imunisasi TT
Imunisasi tetanus (TT, tetanus toksoid) memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tetanus. ATS (Anti Tetanus Serum) juga dapat digunakan untuk pencegahan (imunisasi pasif) maupun pengobatan penyakit tetanus. Kepada ibu hamil, imunisasi TT diberikan sebanyak 2 kali, yaitu pada saat kehamilan berumur 7 bulan dan 8 bulan. Vaksin ini disuntikkan pada otot paha atau lengan sebanyak 0,5 mL. Efek samping dari tetanus toksoid adalah reaksi lokal pada tempat penyuntikan, yaitu berupa kemerahan, pembengkakan dan rasa nyeri.

Imunisasi Polio
Imunisasi polio memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomielitis. Polio bisa menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu maupun kedua lengan/tungkai. Polio juga bisa menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot pernafasan dan otot untuk menelan. Polio bisa menyebabkan kematian. Terdapat 2 macam vaksin polio:

IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk), mengandung virus polio yang telah dimatikan dan diberikan melalui suntikan OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan.

Bentuk trivalen (TOPV) efektif melawan semua bentuk polio, bentuk monovalen (MOPV) efektif melawan 1 jenis polio. Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I,II, III, dan IV) dengan interval tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun setelah imunisasi polio IV, kemudian pada saat masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat meninggalkan SD (12 tahun). Di Indonesia umumnya diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes (0,1 mL) langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang berisi air gula. Kontra indikasi pemberian vaksin polio:

Diare berat Gangguan kekebalan (karena obat imunosupresan, kemoterapi, kortikosteroid) Kehamilan.

Efek samping yang mungkin terjadi berupa kelumpuhan dan kejang-kejang. Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon kekebalan primer, sedangkan dosis ketiga dan keempat diperlukan untuk meningkatkan kekuatan antibodi sampai pada tingkat yang tertinggi. Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi dasar, kepada orang dewasa tidak perlu dilakukan pemberian booster secara rutin, kecuali jika dia hendak bepergian ke daerah dimana polio masih banyak ditemukan. Kepada orang dewasa yang belum pernah mendapatkan imunisasi polio dan perlu menjalani imunisasi, sebaiknya hanya diberikan IPV.

Kepada orang yang pernah mengalami reaksi alergi hebat (anafilaktik) setelah pemberian IPV, streptomisin, polimiksin B atau neomisin, tidak boleh diberikan IPV. Sebaiknya diberikan OPV. Kepada penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita AIDS, infeksi HIV, leukemia, kanker, limfoma), dianjurkan untuk diberikan IPV. IPV juga diberikan kepada orang yang sedang menjalani terapi penyinaran, terapi kanker, kortikosteroid atau obat imunosupresan lainnya. IPV bisa diberikan kepada anak yang menderita diare. Jika anak sedang menderita penyakit ringan atau berat, sebaiknya pelaksanaan imunisasi ditunda sampai mereka benar-benar pulih. IPV bisa menyebabkan nyeri dan kemerahan pada tempat penyuntikan, yang biasanya berlangsung hanya selama beberapa hari.

Imunisasi Campak
Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak (tampek). Imunisasi campak diberikan sebanyak 1 dosis pada saat anak berumur 9 bulan atau lebih. Pada kejadian luar biasa dapat diberikan pada umur 6 bulan dan diulangi 6 bulan kemudian. Vaksin disuntikkan secara subkutan dalam sebanyak 0,5 mL. Kontra indikasi pemberian vaksin campak:

infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38Celsius gangguan sistem kekebalan pemakaian obat imunosupresan alergi terhadap protein telur hipersensitivitas terhadap kanamisin dan eritromisin wanita hamil.

Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, ruam kulit, diare, konjungtivitis dan gejala kataral serta ensefalitis (jarang).

Imunisasi MMR
Imunisasi MMR memberi perlindungan terhadap campak, gondongan dan campak Jerman dan

disuntikkan sebanyak 2 kali. Campak menyebabkan demam, ruam kulit, batuk, hidung meler dan mata berair. Campak juga menyebabkan infeksi telinga dan pneumonia. Campak juga bisa menyebabkan masalah yang lebih serius, seperti pembengkakan otak dan bahkan kematian. Gondongan menyebabkan demam, sakit kepala dan pembengkakan pada salah satu maupun kedua kelenjar liur utama yang disertai nyeri. Gondongan bisa menyebabkan meningitis (infeksi pada selaput otak dan korda spinalis) dan pembengkakan otak. Kadang gondongan juga menyebabkan pembengkakan pada buah zakar sehingga terjadi kemandulan. Campak Jerman (rubella) menyebabkan demam ringan, ruam kulit dan pembengkakan kelenjar getah bening leher. Rubella juga bisa menyebakban pembengkakan otak atau gangguan perdarahan. Jika seorang wanita hamil menderita rubella, bisa terjadi keguguran atau kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkannya (buta atau tuli). Terdapat dugaan bahwa vaksin MMR bisa menyebabkan autisme, tetapi penelitian membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara autisme dengan pemberian vaksin MMR. Vaksin MMR adalah vaksin 3-in-1 yang melindungi anak terhadap campak, gondongan dan campak Jerman. Vaksin tunggal untuk setiap komponen MMR hanya digunakan pada keadaan tertentu, misalnya jika dianggap perlu memberikan imunisasi kepada bayi yang berumur 9-12 bulan. Suntikan pertama diberikan pada saat anak berumur 12-15 bulan. Suntikan pertama mungkin tidak memberikan kekebalan seumur hidup yang adekuat, karena itu diberikan suntikan kedua pada saat anak berumur 4-6 tahun (sebelum masuk SD) atau pada saat anak berumur 11-13 tahun (sebelum masuk SMP). Imunisasi MMR juga diberikan kepada orang dewasa yang berumur 18 tahun atau lebih atau lahir sesudah tahun 1956 dan tidak yakin akan status imunisasinya atau baru menerima 1 kali suntikan MMR sebelum masuk SD. Dewasa yang lahir pada tahun 1956 atau sebelum tahun 1956, diduga telah memiliki kekebalan karena banyak dari mereka yang telah menderita penyakit tersebut pada masa kanak-kanak. Pada 90-98% orang yang menerimanya, suntikan MMR akan memberikan perlindungan seumur hidup terhadap campak, campak Jerman dan gondongan. Suntikan kedua diberikan untuk memberikan perlindungan adekuat yang tidak dapat dipenuhi oleh suntikan pertama.

Efek samping yang mungkin ditimbulkan oleh masing-masing komponen vaksin:

Komponen campak

1-2 minggu setelah menjalani imunisasi, mungkin akan timbul ruam kulit. Hal ini terjadi pada sekitar 5% anak-anak yang menerima suntikan MMR. Demam 39,5 Celsius atau lebih tanpa gejala lainnya bisa terjadi pada 5-15% anak yang menerima suntikan MMR. Demam ini biasanya muncul dalam waktu 1-2 minggu setelah disuntik dan berlangsung hanya selama 1-2 hari. Efek samping tersebut jarang terjadi pada suntikan MMR kedua.

Komponen gondongan

Pembengkakan ringan pada kelenjar di pipi dan dan dibawah rahang, berlangsung selama beberapa hari dan terjadi dalam waktu 1-2 minggu setelah menerima suntikan MMR.

Komponen campak Jerman

Pembengkakan kelenjar getah bening dan atau ruam kulit yang berlangsung selama 1-3 hari, timbul dalam waktu 1-2 mingu setelah menerima suntikan MMR. Hal ini terjadi pada 14-15% anak yang mendapat suntikan MMR. Nyeri atau kekakuan sendi yang ringan selama beberapa hari, timbul dalam waktu 1-3 minggu setelah menerima suntikan MMR. Hal ini hanya ditemukan pada 1% anak-anak yang menerima suntikan MMR, tetapi terjadi pada 25% orang dewasa yang menerima suntikan MMR. Kadang nyeri/kekakuan sendi ini terus berlangsung selama beberapa bulan (hilang-timbul). Artritis (pembengkakan sendi disertai nyeri) berlangsung selama 1 minggu dan terjadi pada kurang dari 1% anak-anak tetapi ditemukan pada 10% orang dewasa yang menerima suntikan MMR. Jarang terjadi kerusakan sendi akibat artritis ini. Nyeri atau mati rasa pada tangan atau kaki selama beberapa hari lebih sering ditemukan pada orang dewasa. Meskipun jarang, setelah menerima suntikan MMR, anak-anak yang berumur dibawah 6 tahun bisa mengalami aktivitas kejang (misalnya kedutan). Hal ini biasanya terjadi dalam waktu 1-2 minggu setelah suntikan diberikan dan biasanya berhubungan dengan demam tinggi. Keuntungan dari vaksin MMR lebih besar jika dibandingkan dengan efek samping yang ditimbulkannya. Campak, gondongan dan campak Jerman merupakan penyakit yang bisa menimbulkan komplikasi yang sangat serius.

Jika anak sakit, imunisasi sebaiknya ditunda sampai anak pulih. Imunisasi MMR sebaiknya tidak diberikan kepada:

anak yang alergi terhadap telur, gelatin atau antibiotik neomisin anak yang 3 bulan yang lalu menerima gamma globulin anak yang mengalami gangguan kekebalan tubuh akibat kanker, leukemia, limfoma maupun akibat obat prednison, steroid, kemoterapi, terapi penyinaran atau obati imunosupresan. wanita hamil atau wanita yang 3 bulan kemudian hamil.

Imunisasi Hib
Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh Haemophilus influenza tipe b. Organisme ini bisa menyebabkan meningitis, pneumonia dan infeksi tenggorokan berat yang bisa menyebabkan anak tersedak. Vaksin Hib diberikan sebanyak 3 kali suntikan, biasanya pada saat anak berumur 2, 4 dan 6 bulan.

Imunisasi Varisella
Imunisasi varisella memberikan perlindungan terhadap cacar air. Cacar air ditandai dengan ruam kulit yang membentuk lepuhan, kemudian secara perlahan mengering dan

membentuk keropeng yang akan mengelupas. Setiap anak yang berumur 12-18 bulan dan belum pernah menderita cacar air dianjurkan untuk menjalani imunisasi varisella. Anak-anak yang mendapatkan suntikan varisella sebelum berumur 13 tahun hanya memerlukan 1 dosis vaksin. Kepada anak-anak yang berumur 13 tahun atau lebih, yang belum pernah mendapatkan vaksinasi varisella dan belum pernah menderita cacar air, sebaiknya diberikan 2 dosis vaksin dengan selang waktu 4-8 minggu. Cacar air disebabkan oleh virus varicella-zoster dan sangat menular. Biasanya infeksi bersifat ringan dan tidak berakibat fatal; tetapi pada sejumlah kasus terjadi penyakit yang sangat serius sehingga penderitanya harus dirawat di rumah sakit dan beberapa diantaranya meninggal. Cacar air pada orang dewasa cenderung menimbulkan komplikasi yang lebih serius. Vaksin ini 90-100% efektif mencegah terjadinya cacar air. Terdapat sejumlah kecil orang yang menderita cacar air meskipun telah mendapatkan suntikan varisella; tetapi kasusnya biasanya ringan, hanya menimbulkan beberapa lepuhan (kasus yang komplit biasanya menimbulkan 250-500 lepuhan yang terasa gatal) dan masa pemulihannya biasanya lebih cepat. Vaksin varisella memberikan kekebalan jangka panjang, diperkirakan selama 10-20 tahun, mungkin juga seumur hidup. Efek samping dari vaksin varisella biasanya ringan, yaitu berupa:

demam nyeri dan pembengkakan di tempat penyuntikan ruam cacar air yang terlokalisir di tempat penyuntikan.

Efek samping yang lebih berat adalah:


kejang demam, yang bisa terjadi dalam waktu 1-6 minggu setelah penyuntikan pneumonia reaksi alergi sejati (anafilaksis), yang bisa menyebabkan gangguan pernafasan, kaligata, bersin, denyut jantung yang cepat, pusing dan perubahan perilaku. Hal ini bisa terjadi dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam setelah suntikan dilakukan dan sangat jarang terjadi.

ensefalitis penurunan koordinasi otot.

Imunisasi varisella sebaiknya tidak diberikan kepada:


Wanita hamil atau wanita menyusui Anak-anak atau orang dewasa yang memiliki sistem kekebalan yang lemah atau yang memiliki riwayat keluarga dengan kelainan imunosupresif bawaan Anak-anak atau orang dewasa yang alergi terhadap antibiotik neomisin atau gelatin karena vaksin mengandung sejumlah kecil kedua bahan tersebut Anak-anak atau orang dewasa yang menderita penyakit serius, kanker atau gangguan sistem kekebalan tubuh (misalnya AIDS) Anak-anak atau orang dewasa yang sedang mengkonsumsi kortikosteroid Setiap orang yang baru saja menjalani transfusi darah atau komponen darah lainnya Anak-anak atau orang dewasa yang 3-6 bulan yang lalu menerima suntikan immunoglobulin.

Imunisasi HBV
Imunisasi HBV memberikan kekebalan terhadap hepatitis B. Hepatitis B adalah suatu infeksi hati yang bisa menyebabkan kanker hati dan kematian. Dosis pertama diberikan segera setelah bayi lahir atau jika ibunya memiliki HBsAg negatif, bisa diberikan pada saat bayi berumur 2 bulan. Imunisasi dasar diberikan sebanyak 3 kali dengan selang waktu 1 bulan antara suntikan HBV I dengan HBV II, serta selang waktu 5 bulan antara suntikan HBV II dengan HBV III. Imunisasi ulangan diberikan 5 tahun setelah suntikan HBV III. Sebelum memberikan imunisasi ulangan dianjurkan untuk memeriksa kadar HBsAg. Vaksin disuntikkan pada otot lengan atau paha. Kepada bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif, diberikan vaksin HBV pada lengan kiri dan 0,5 mL HBIG (hepatitis B immune globulin) pada lengan kanan, dalam waktu 12 jam setelah lahir. Dosis kedua diberikan pada saat anak berumur 1-2 bulan, dosis ketiga diberikan pada saat anak berumur 6 bulan. Kepada bayi yang lahir dari ibu yang status HBsAgnya tidak diketahui, diberikan HBV I dalam waktu 12 jam setelah lahir. Pada saat persalinan, contoh darah ibu diambil untuk menentukan status HBsAgnya; jika positif, maka segera diberikan HBIG (sebelum bayi berumur lebih dari 1 minggu). Pemberian imunisasi kepada anak yang sakit berat sebaiknya ditunda sampai anak benar-benar pulih. Vaksin HBV dapat diberikan kepada ibu hamil.

Efek samping dari vaksin HBV adalah efek lokal (nyeri di tempat suntikan) dan sistemis (demam ringan, lesu, perasaan tidak enak pada saluran pencernaan), yang akan hilang dalam beberapa hari.

Imunisasi Pneumokokus Konjugata


Imunisasi pneumokokus konjugata melindungi anak terhadap sejenis bakteri yang sering menyebabkan infeksi telinga. Bakteri ini juga dapat menyebabkan penyakit yang lebih serius, seperti meningitis dan bakteremia (infeksi darah). Kepada bayi dan balita diberikan 4 dosis vaksin. Vaksin ini juga dapat digunakan pada anak-anak yang lebih besar yang memiliki resiko terhadap terjadinya infeksi pneumokokus.

http://www.balita-anda.com/fatherhood/661-imunisasi-pada-anak.html

Herdman, T. Hesther.2009. NANDA International Nursing Diagnosis: definition & Classification 2009-2011.Singapura: Markono Print Media Pte Ltd Hidayat, Aiziz Alimul. Pengantar Ilmu keperawatan Anak. Buku 1. jakarta: Salemba Medika. 2006 http//:vaksinasi/penyimpanan-vaksin.html Johnson, Marion, dkk.2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). Amerika : Library Of Congress Cataloging-in-Publication Data Kompas. 19 Februari 2010 . kini vaksin bias awet tanpa kulkas. Di akses pada 17 Maret 2010.(http://www.tribunjabar.co.id) McCloskey & bulechek. 1996. Nursing Interventions Classificatio (NIC). Amerika: Graphic World,Inc. Wong, Donna L. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. jakarta: EGC. 2003 www.scribd.com/doc/7035278/Persiapan-Alat-Imunisas

Anda mungkin juga menyukai