Kontroversi pengharaman Facebook rupanya kian memanas di Negara kita. Giliran NU atau Nahdlatul Ulama yang menentang keras dikeluarkannya fatwa yang mengharamkan penggunaan Facebook alias situs layanan pertemanan di internet, dengan dalih penggunaan yang berlebihan. Namun semua hokum haruslah mempunyai suatu rujukan untuk memperkuat suatu pendapat, tidak asal bicara saja seperti dengan suatu alas an misalkan dengan dalih berlebihan. Kalau dalilnya karena alasan penggunaan berlebihan dan digunakan untuk hal-hal yang tidak baik, bisa saja semua peralatan dan perlengkapan teknologi klasik ataupun modern akan dihukumi haram semua. Jadi kita tidak langsung menghakimi suatu hal yang menjadi marak atau popular tanpa memikirkan kebelakangnya. Menurut dalam tradisi NU memang dikenal bathsul masail atau diskusi tanya jawab untuk mengupas sebuah persoalan tertentu. Namun, jika sudah membahas hal-hal yang hukum asalnya tidak diatur dalam Al Quran dan hadis, cenderung akan menjerumuskan pemahaman umat. Jika sampai dikeluarkan fatwa tersebut, bisa jadi itu akan menyesatkan dan merupakan bentuk penolakan Islam terhadap teknologi modern. Sepatutnya, sebelum mengeluarkan dalil haram, harus benar-benar dikaji akar permasalahannya. Kalau dikit-dikit keluar fatwa haram dengan alasan penggunaan berlebihan, semua barang yang sebenarnya halal kalau digunakan berlebihan semuanya akan haram. Kalau semuanya haram, masyarakat tidak akan bisa berbuat apa-apa. Menurut hukum dalam Islam, Islam tidak berurusan dengan barang, alat, atau sarana, tapi dengan perlakuan manusia terhadap alat atau sarana itu. Hukum dalam ushul fiqh itu definisinya khitab (titah) Allah yang berhubungan dengan perbuatan-perbuatan mukallaf (orang baligh dan berakal). Jadi tidak membicarakan bendanya. Facebook, seperti juga jenis teknologi lainnya, merupakan alat semata. Dalam agama, alat itu bersifat netral. Ia bisa menjadi haram kalau disalahgunakan. Sebaliknya, menjadi halal jika bernilai manfaat dan kebaikan. Dikatakan, hukum Facebook sama dengan menggunakan alat-alat lainnya, seperti telepon seluler. Jika digunakan untuk kebaikan, alat komunikasi itu justru membawa manfaat yang sangat besar. Jadi, tergantung penggunaannya. Yang penting untuk apanya. Jadi yang dihukumi bukan alatnya, tapi penggunaanya. Jadi kalau menurut dalam pandangan saya semua yang mempunyai pendapat bahwa facebook itu haram, merupakan pemikiran yang dangkal. Seorang ulama pun pasti mengerti hukumnya tapi ulama tersebut tidak menyalahkan pada sesuatu yang bersifat modern yang menjadi popular, itu semua tergantung oleh pemakainya. Jadi dalam kasus ini ada opini yang ingin diciptakan pihak tertentu. Misalnya, ingin mengesankan bahwa ulama itu anti modernisme. Dan memang ada upaya pihak tertentu untuk membenturkan ulama dengan masyarakat. Jadi, waspadalah. Jika menghadapi masalah, pahamilah duduk persoalanya, baru bersikap.
Rujukan
"Padahal kesimpulannya tidak sesederhana itu. Terus terang, saya menyayangkan timbulnya distorsi itu," kata Nabiel.(*)