Anda di halaman 1dari 3

Kontroversi di Haramkannya Facebook dengan Dalih Berlebihan

Muhammad Zarkasi (09650074)

Kontroversi pengharaman Facebook rupanya kian memanas di Negara kita. Giliran NU atau Nahdlatul Ulama yang menentang keras dikeluarkannya fatwa yang mengharamkan penggunaan Facebook alias situs layanan pertemanan di internet, dengan dalih penggunaan yang berlebihan. Namun semua hokum haruslah mempunyai suatu rujukan untuk memperkuat suatu pendapat, tidak asal bicara saja seperti dengan suatu alas an misalkan dengan dalih berlebihan. Kalau dalilnya karena alasan penggunaan berlebihan dan digunakan untuk hal-hal yang tidak baik, bisa saja semua peralatan dan perlengkapan teknologi klasik ataupun modern akan dihukumi haram semua. Jadi kita tidak langsung menghakimi suatu hal yang menjadi marak atau popular tanpa memikirkan kebelakangnya. Menurut dalam tradisi NU memang dikenal bathsul masail atau diskusi tanya jawab untuk mengupas sebuah persoalan tertentu. Namun, jika sudah membahas hal-hal yang hukum asalnya tidak diatur dalam Al Quran dan hadis, cenderung akan menjerumuskan pemahaman umat. Jika sampai dikeluarkan fatwa tersebut, bisa jadi itu akan menyesatkan dan merupakan bentuk penolakan Islam terhadap teknologi modern. Sepatutnya, sebelum mengeluarkan dalil haram, harus benar-benar dikaji akar permasalahannya. Kalau dikit-dikit keluar fatwa haram dengan alasan penggunaan berlebihan, semua barang yang sebenarnya halal kalau digunakan berlebihan semuanya akan haram. Kalau semuanya haram, masyarakat tidak akan bisa berbuat apa-apa. Menurut hukum dalam Islam, Islam tidak berurusan dengan barang, alat, atau sarana, tapi dengan perlakuan manusia terhadap alat atau sarana itu. Hukum dalam ushul fiqh itu definisinya khitab (titah) Allah yang berhubungan dengan perbuatan-perbuatan mukallaf (orang baligh dan berakal). Jadi tidak membicarakan bendanya. Facebook, seperti juga jenis teknologi lainnya, merupakan alat semata. Dalam agama, alat itu bersifat netral. Ia bisa menjadi haram kalau disalahgunakan. Sebaliknya, menjadi halal jika bernilai manfaat dan kebaikan. Dikatakan, hukum Facebook sama dengan menggunakan alat-alat lainnya, seperti telepon seluler. Jika digunakan untuk kebaikan, alat komunikasi itu justru membawa manfaat yang sangat besar. Jadi, tergantung penggunaannya. Yang penting untuk apanya. Jadi yang dihukumi bukan alatnya, tapi penggunaanya. Jadi kalau menurut dalam pandangan saya semua yang mempunyai pendapat bahwa facebook itu haram, merupakan pemikiran yang dangkal. Seorang ulama pun pasti mengerti hukumnya tapi ulama tersebut tidak menyalahkan pada sesuatu yang bersifat modern yang menjadi popular, itu semua tergantung oleh pemakainya. Jadi dalam kasus ini ada opini yang ingin diciptakan pihak tertentu. Misalnya, ingin mengesankan bahwa ulama itu anti modernisme. Dan memang ada upaya pihak tertentu untuk membenturkan ulama dengan masyarakat. Jadi, waspadalah. Jika menghadapi masalah, pahamilah duduk persoalanya, baru bersikap.

Rujukan

Roy Suryo Sambut Baik Fatwa Facebook


Selasa, 26 Mei 2009 09:46 WIB | Iptek | Internet | Dibaca 7511 kali Surabaya (ANTARA News) - Pakar telematika Roy Suryo Notodiprojo menyambut baik rekomendasi fatwa ulama atas status hukum Islam terhadap facebook dan jejaring sosial lainnya. "Saya tidak memiliki kapasitas untuk mengomentari halal dan haram, tapi saya menyambut baik rekomendasi itu," katanya saat dihubungi dari Surabaya, Selasa. Ia mengajak masyarakat berpikir positif terhadap rekomendasi itu sebagai upaya untuk menghindari penyalahgunaan fasilitas jejaring itu. "Saya sendiri salah satu orang yang pernah dirugikan dalam penyalahgunaan facebook. Di internet, ada 26 facebook atas nama Roy Suryo, tapi hanya satu yang asli dan memang saya sendiri yang buat," kata orang yang dipastikan melenggang ke Senayan menjadi anggota DPR baru itu. Roy juga mengungkapkan akun facebook milik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang tiruannya banyak bermunculan, namun hanya satu yang asli. Menurut dia, sebenarnya ancaman pidana terhadap penyalahguna teknologi informasi sudah diatur Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. "Undang-undang itu sebenarnya sudah cukup. Tapi tidak apa-apa kalau memang perlu fatwa lagi. Hanya saja perlu ada penegasan, bahwa tidak semua teknologi berdampak buruk," tambahnya. Dia menyarankan pihak yang akan mengeluarkan fatwa bahwa tidak semua pengguna jejaring sosial harus terkena ancaman hukum agama. "Saya yakin, para ahli agama kita lebih bijak sehingga tidak menggeneralisasi penggunaan jejaring sosial itu," kata Roy. Sementara itu Nabiel Harun dari Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMPPP) seJawa Timur menegaskan, pihaknya tidak pernah mengusulkan kepada siapapun, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mengeluarkan fatwa haram terhadap facebook dan jejaring sosial lainnya. "Hasil `bahtsul masail` FMPPP kemarin hanya menjelaskan, bahwa facebook dan jejaring sosial lain hukumnya haram, jika dipergunakan berlebihan seperti kegiatan yang dapat membangkitkan syahwat," katanya. Dia menyayangkan pemberitaan media massa, bahwa facebook dan jejaring sosial lainnya haram.

"Padahal kesimpulannya tidak sesederhana itu. Terus terang, saya menyayangkan timbulnya distorsi itu," kata Nabiel.(*)

Anda mungkin juga menyukai