Anda di halaman 1dari 46

Identitas pasien

Nama Umur Jenis kelamin Pendidikan Terakhir Alamat Agama Suku Bangsa Status Pekerjaan Nama Suami Umur Jenis Kelamin Pendidikan Terakhir Pekerjaan Alamat Agama Tanggal masuk RSMS Tanggal periksa No.CM : Ny. V : : : : : : : : : : : 21 tahun Perempuan SMA Bobotsari Kab. Purbalingga : Islam Jawa : Menikah Ibu Rumah Tangga Tn. S : 25 tahun Laki-Laki SMA Swasta : Bobotsari, Kab. Purbalingga : Islam 01 Juli 2011 : 01-08 Juli 2011 : 857688

Keluhan Utama : Kejang Keluhan Tambahan : Sesak napas, kenceng-kenceng, keluar air dari jalan lahir RPS Pasien baru datang ke IGD RSMS dengan surat pengantar RS Emanuel pada tanggal 01 Juli 2011 pukul 22.30 WIB. Sebelum ke RS Emanuel, ia dibawa ke RS Nirmala karena kondisi yang tidak kunjung membaik, pasien di rujuk. Pasien datang dengan keluhan kejang sejak dua jam SMRS. Sebelumnya pasien mengalami dua kali kejang masing-masing berdurasi sekitar satu menit. Kejang pertama terjadi sekitar pukul 20.30 kemudian kejang kedua pukul 21.00. Saat kejang pasien tetap membuka mata dan sadar. Suaminya mendeskirpsikan kejang yang dialami pasien sebagai gerakan berulang-ulang dari kaki dan tangannya. Selain itu, ia juga mengeluhkan sesak napas yang terjadi beberapa saat setelah kejang kedua terjadi. Pasien mengeluhkan kenceng-kenceng sudah mulai dirasakan sejak enam jam SMRS. Sejak dua jam SMRS, ia juga mengeluhkan keluar

RPD

Penyakit Jantung Penyakit Paru

: disangkal : disangkal

Penyakit Diabetes Melitus: disangkal Penyakit Ginjal : disangkal Penyakit Hipertensi : (+) sejak kehamilan Trimester I Riwayat Alergi : disangkal RPK

Penyakit Jantung : disangkal Penyakit Paru : disangkal Penyakit Diabetes Melitus : disangkal Penyakit Ginjal : disangkal

Riwayat Menstruasi Menarche : 14 tahun Lama haid : 7 hari Siklus haid : teratur Jumlah darah haid: normal (sehari ganti pembalut 2-3 kali) Riwayat Menikah Pasien menikah sebanyak satu kali selama satu tahun. Riwayat Obstetri G1P0A0 I : Hamil ini HPHT : 30 September 2010 HPL : 6 Juli 2011 UK : 39+1 minggu Riwayat ANC Pasien kontrol kehamilan teratur ke bidan puskesmas. Pasien mengemukakan sejak usia kehamilan 3 bulan, ia mengalami tekanan darah tinggi dan kemudian kontrol beberapa kali hingga tekanan darah kembali mendekati normal. Pada usia kehamilan 9 bulan ia mengalami kenaikan tekanan darah kembali dan kembali normal sampai dua minggu sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat KB Tidak pernah menggunakan KB dalam bentuk apapun sebelumnya. Riwayat Ginekologi Riwayat Operasi : tidak ada Riwayat Kuret : tidak ada Riwayat Keputihan : tidak ada Riwayat Sosial Ekonomi Pasien merupakan ibu rumah tangga dan suaminya bekerja sebagai wiraswasta. Kesan sosial ekonomi keluarga adalah golongan menegah ke bawah. Pasien menggunakan Jaminan Persalinan (Jampersal) dalam masalah kontrol kehamilan dan persalinan.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum Kesadaran Vital Sign mmHg : Sesak napas : GCS E4M6V5 : TD : 160/110 N : 100x/menit RR: 44 x/menit S : 36,5 0C : 155 cm : 49kg : cukup BMI ???

Tinggi Badan Berat Badan Status Gizi

Status Generalis Pemeriksaan kepala Bentuk kepala : mesocephal, simetris Mata : simetris, konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-, refleks pupil +/+ normal, isokor, diameter 3/3 mm, edema palpebra -/Telinga : discharge -/Hidung : discharge -/-, nafas cuping hidung +/+ Mulut : sianosis (+), lidah kotor -/Pemeriksaan leher Trakea : deviasi (-) Gld Tiroid : ttb Limfonodi Colli : ttb JVP : 5+2 cm Pemeriksaan Toraks Paru Inspeksi : dada simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi intercosta (-), pulsasi epigastrium (-), pulsasi parasternal (-) Palpasi : Vokal fremitus paru kanan = paru kiri Ketinggalan gerak (-) Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru Auskultasi : SD vesikuler, RBH +/+, RBK -/-, Wh -/Jantung Inspeksi : ictus cordis tampak SIC V 2 jari medial LMCS Palpasi : ictus cordis tampak SIC V 2 jari medial LMCS ictus cordis kuat angkat (-) Perkusi : batas jantung Kanan atas SIC II LPSD Kiri atas SIC II LPSS Kanan bawah SIC IV LPSD Kiri bawah SIC V 2 jari medial LMCS Auskultasi : S1>S2, regular, murmur (-), gallop (-) Pemeriksaan Abdomen Inspkesi : cembung, venektasi (-) Auskultasi : Bising usus (+) N Perkusi : pekak, pekak sisi (-), pekak alih (-) Palpasi : supel, nyeri tekan (-) Hepar : tidak teraba Lien : tidak teraba Pemeriksaan ekstermitas Superior : edema (-/-), jari tabuh (-/-), pucat (-/-), sianosis -/Inferior : edema (+/+), jari tabuh (-/-), pucat (-/-), sianosis -/-

Status Lokalis Abdomen Inspeksi Palpasi Leopold I : keras Leopold II : Leopold III : keras masuk Leopold IV : Perkusi Auskultasi :

: Cembung gravid : TFU 35 cm teraba satu bagian bulat lunak dan satu bagian bulat teraba tahanan memanjang di sisi kanan dan kiri ibu teraba satu bagian bulat lunak dan satu bagian bulat PAP konvergen : pekak DJJ (-)

Genitalia Eksterna Vaginal Toucher: Pembukaan 5 cm, kepala turun H1, Kulit Ketuban (-), portio tipis dan lunak Diagnosis G1P 0A0, 21 tahun, Umur Kehamilan 39+6 mg, Janin Ganda, I: presentasi kepala punggung kanan I: presentasi bokong punggung kiri, inpartu kala 1 fase aktif dengan Gemelli, IUFD dan Eklampsia.

Urinalisis

Sikap
1 Juli 2011 Pukul 23.00 Lapor dr. Hendro B, Sp. OG Instruksi : Cek Lab Darah dan Urin Lengkap MgSO4 4gr bolus iv MgSO4 6gr drip 20 tpm setelah hasil lab mendukung Inj Furosemid 2 ampul ekstra Inj Ceftriakson 2x1 gram iv (skin test) Pasang DC Konsul anestesi pro rawat ICU Stabilisasi KU Rencana partus per vaginam peringan kala II dengan VE Pukul 22.30 Residen anestesi memeriksa KU/Kes :Tampak sesak napas/Compos mentis TD : 160/110 N : 82 x/ menit RR : 44x/ menit DJJ (-) Acc rawat ICU untuk stabilisasi KU 2 Juli 2011 Pukul 11.00 dr. Hendro B, Sp. OG memeriksa: VT: Pembukaan 5 cm, KK (-), Kepala turun H1, portio tipis lunak Instruksi : Pro SC a.i. Partus Tak Maju Konsul Anestesi Pukul 11.30 Residen Anestesi memeriksa : Acc op SC Pukul 13.30 Operasi dimulai Pukul 13.40 Bayi I Lahir IUFD Pukul 13.42 Bayi II Lahir IUFD Pukul 14.00 Operasi Selesai Tanggal 2 Juli 2011 Pukul 13.40 WIB Bayi I Lahir dengan SCTP Pukul 13.42 WIB Bayi II Lahir dengan SCTP Jenis Kelamin Bayi I : Perempuan Berat Badan Lahir : 3590 gram Jenis Kelamin Bayi II : Perempuan Berat Badan Lahir : 3700 gram

-7-2011

-nyeri pada luka - BAB (-) - kentut (+) - BAK (+) DC

operasi

KU/kes : sedang/ CM TD : 140/100 mmHg N S : 117 x/menit : 36,5C : dbn RR : 27 x/menit Status Generalis : - Mata : CA +/+, SI :-/-- C -P : SDV, Rbh +/+ Status Lokalis : Reg. Abdomen : Inspeksi : - datar, supel Palpasi : - TFU 3 jari pusar - Nyeri tekan (-) Auskultasi : - BU (+) N Reg. Genitalia : - DC (+) - PPV (-)

PiA0, umur 21 tahun, Post Sectio caesarea trans peritoneal Hari +1 atas indikasi gemelli IUFD preeclampsia berat, gagal nafas dan partus tak maju

Inj Amoxicillin 3x1 amp Inj lasix 2x1 amp As. Mefenamat 3x1 tab Rob 2 x 1 tab

-8-2011

- BAB (+) - kentut (+) - BAK (+)

KU/kes : sedang/ CM TD : 140/100 mmHg N S : 80 x/menit : 36,8C RR : 20 x/menit Status Generalis : - Mata : CA -/-, SI :-/-C -P : dbn : SDV, Rbh +/+

PiA0, umur 21 tahun, Post Sectio caesarea transTerapi lanjutan peritoneal Hari +2 atas indikasi gemelli IUFD preeclampsia berat, gagal nafas dan partus tak maju

Status Lokalis : Reg. Abdomen : Inspeksi : - datar, supel Palpasi : - TFU 3 jari pusar - kontraksi baik - Nyeri tekan (-)

Tanggal 6-7-2011 - BAB (-) - kentut (+) - BAK (+) DC

Subjektif -nyeri pada luka operasi TD : 138/32 mmHg N S : 62 x/menit : 36,5C RR : 22 x/menit Status Generalis :

Objektif KU/kes : sedang/ CM

Assasment PiA0, umur 21 tahun, Post Sectio caesarea trans peritoneal Hari + atas indikasi gemelli IUFD preeclampsia berat, gagal nafas dan partus tak maju

Planning Amoxicillin 3x1 As. Mefenamat 3x1 Rob 2 x 1

- Mata : CA +/+, SI :-/- C/P : dbn Status Lokalis : Reg. Abdomen : Inspeksi : - datar, supel Palpasi : - TFU 3 jari pusar - Nyeri tekan (-) Auskultasi : - BU (+) N Reg. Genitalia : - DC (+) - PPV (-)

7-8-2011

- BAB (+) - kentut (+) - BAK (+)

KU/kes : sedang/ CM TD : 140/100 mmHg N S : 80 x/menit : 36,8C RR : 20 x/menit Status Generalis : - Mata : CA -/-, SI :-/- C/P : dbn Status Lokalis : Reg. Abdomen : Inspeksi : - datar, supel Palpasi : - TFU 3 jari pusar - kontraksi baik - Nyeri tekan (-) Auskultasi :

PiA0, umur 21 tahun, Post Sectio caesarea transTerapi lanjutan peritoneal Hari + atas indikasi gemelli IUFD preeclampsia berat, gagal nafas dan partus tak maju

8-7-2011

- BAB (+) - kentut (+) - BAK (+)

KU/kes : sedang/ CM TD : 110/70 mmHg N S : 84 x/menit : 36,8C RR : 20 x/menit Status Generalis : - Mata : CA -/-, SI :-/- C/P : dbn Status Lokalis : Reg. Abdomen : Inspeksi : - datar, supel Palpasi : - TFU 3 jari pusar - Nyeri tekan (-) Auskultasi : - BU (+) N Reg. Genitalia : - PPV (+)

PiA0, umur 21 tahun, Post Sectio caesarea transTerapi lanjutan peritoneal Hari + atas indikasi gemelli IUFD preeclampsia berat, gagal nafas dan partus tak maju

Gemelli Definisi Kehamilan kembar ialah satu kehamilan dengan dua janin atau lebih. Sebagian besar kehamilan kembar ialah kembar dua atau gemelli. Selain itu, sesuai dengan banyaknya jumlah janin, dinamakan triplet, kuadruplet, quintuplet, sextuplet, dan septuplet. Epidemiologi Secara keseluruhan, angka kejadian kehamilan kembar semakin meningkat. Saat ini 3% dari kehamilan adalah kehamilan kembar dan sebagian besarnya merupakan gemelli. Angka kejadian kembar monozigot di seluruh dunia relatif konstan yaitu 4 dari 1000 kehamilan. Kehamilan kembar dizigot berhubungan dengan ovulasi multipel dan angka kejadiannya bervariasi sesuai ras dan dipengaruhi oleh usia ibu dan paritasnya. Angka kembar dizigot tertinggi terdapat di negara-negara Afrika yaitu 10-40 per 1000 kehamilan, diikuti oleh Kaukasia sebesar 7-10 per 1000 kehamilan, dan terendah Asia sebanyak 3 per 1000 kehamilan.

Etiologi Janin yang kembar lebih sering terjadi akibat fertilisasi dua buah ovum yang terpisah (ovum-ganda, kembar dizigot atau kembar fraternal). Sekitar sepertiga diantara kehamilan kembar berasal dari ovum tunggal yang dibuahi, dan selanjutnya membagi diri menjadi dua struktur yang serupa, masing-masing dengan kemampuan untuk berkembang menjadi ovum-tunggal tersendiri (kehamilan monozigot atau kembar identik). Salah satu atau kedua proses dapat terlibat dalam pembentukan fetus dengan jumlah yang lebih besar. Sebagai contoh, kembar empat dapat lebih dari satu, dua, tiga atau empat buah ovum. Faktor-faktor ras, hereditas, umur, paritas, dan faktor-faktor lain menyebabkan matangnya 2 atau lebih folikel de Graaf atau terbentuknya 2 ovum atau lebih dalam satu folikel. Pada kembar yang berasal dari satu telur, terdapat faktor penghambat pada masa pertumbuhan dini hasil konsepsi. Faktor penghambat yang mempengaruhi segmentasi sebelum blastula terbentuk, menghasilkan kembar dizigotik. Bila faktor penghambat terjadi setelah blastula tetapi sebelum amnion terbentuk, maka akan terjadi kehamilan kembar dengan 2 amnion, sebelum primitive streak tampak, maka akan terjadi kehamilan kembar dengan 1 amnion. Setelah primitive streak terbentuk, maka akan terjadi kembar dempet dalam berbagai bentuk.

Faktor Risiko Faktor-faktor yang menyebabkan matangnya 2 atau lebih folikel de Graaf atau terbentuknya 2 ovum atau lebih dalam satu folikel: Ras Ras Afrika-Amerika memiliki kecenderungan untuk kehamilan kembar paling besar dibandingkan ras lain. Myrianthopoulus (1970) mendapatkan bahwa pada wanita kulit putih terdapat 1 kehamilan kembar dari 100 kehamilan, dan 1 banding 80 pada wanita kulit hitam. Kehamilan kembar di Asia lebih sedikit. Di Jepang angka kejadian hanya 1 dari 155 kehamilan. Usia Kejadian kehamilan kembar mulai dari 0 pada pubertas di mana aktivitas ovarium minimal, dan mencapai puncaknya pada usia 37 tahun. Dari penelitian-penelitian di simpulkan bahwa wanita berusia lebih dari 30 tahun mempunyai kesempatan lebih besar mendapatkan hasil konsepsi ganda. Setelah usia 40 tahun frekuensi kehamilan kembar menurun kembali. Paritas Wanita yang telah hamil satu kali atau lebih sebelumnya, terutama kehamilan kembar meningkatkan risiko hamil kembar. Hereditas Riwayat kehamilan kembar pada keluarga meningkatkan kemungkinan untuk kehamilan kembar. Sebagai faktor penentu kehamilan kembar, genotip ibu jauh lebih penting daripada ayah dan pada umumnya terbatas pada kehamilan dizigotik. Faktor-faktor lain Induksi ovulasi dengan menggunakan preparat gonadotropin (FSH + chorionic gonadotropin) atau klomifen, akan meningkatkan secara nyata kemungkinan ovulasi ovum yang jumlahnya lebih dari satu, yang jika dibuahi akan menghasilkan janin kembar. Obat klomid dan hormon gonadotropin yang dipergunakan untuk menimbulkan ovulasi dilaporkan menyebabkan kehamilan dizigotik. Teknologi reproduksi yang berkembang, seperti in vitro fertilization (IVF) dan teknik-teknik lain menghasilkan telur multipel yang kemudian dibuahi dan dikembalikan ke dalam uterus memiliki kemungkinan kehamilan kembar yang tinggi.

Gambar 2. Kembar dikoriotik diamniotik: pemisahan terjadi segera setelah pembelahan pertama. Gambar 4. Kembar monokoriotik monoamniotik: pemisahan terjadi setelah kantung amnion terbentuk. Gambar 1. Kejadian kembar dizigot.

GambGambar 1. Kejadian kembar dizigot. ar 1.

Gambar 2. Kembar dikoriotik diamniotik: pemisahan terjadi segera setelah pembelahan pertama.

Gambar 3. Kembar monokoriotik diamniotik: pemisahan terjadi pada tahap lanjut dari pembentukan embrio namun sebelum blastosit menentukan fungsi tiap sel dengan sempurna.

Gambar 4. Kembar monokoriotik monoamniotik: pemisahan terjadi setelah kantung amnion terbentuk.

Diagnosis Diagnosis kehamilan kembar sering tidak dibuat bukan karena sukar, tetapi karena pemeriksa tidak memikirkan kemungkinan tentang hal tersebut. Untuk mempertinggi ketepatan diagnosis, haruslah dipikirkan kemungkinan kehamilan kembar bila didapatkan hal-hal berikut:1 Besarnya uterus melebihi lamanya amenore. Uterus bertumbuh lebih cepat daripada biasanya pada pemeriksaan berulang. Penambahan berat badan ibu yang mencolok yang tidak disebabkan oleh edema atau obesitas. Banyak bagian kecil teraba. Teraba tiga bagian besar janin. Teraba dua balotemen. Diagnosis pasti Diagnosis pasti dapat ditentukan dengan: Terabanya 2 kepala, 2 bokong, dan satu/dua punggung Terdengarnya dua denyut jantung yang letaknya berjauhan dengan perbedaan kecepatan paling sedikit 10 denyut per menit Sonogram pada trimester pertama Rontgen foto abdomen

Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi, baik terhadap ibu maupun janin, pada keadaan janin kembar multipel diantaranya:Error! Bookmark not defined.,Error! Bookmark not defined. Ibu Abortus spontan Kelahiran prematur dan ruptur membran Perdarahan pospartum Plasenta previa, solusio plasenta, dan ketuban pecah dini Pre-eklampsia dan eklampsia Anemia normositik hipokrom Infeksi traktus urinarius Hipotonik kontraksi uterus dan lebih panjangnya fase laten Atonia uterus Fetal Kematian janin. Tiga kali lebih banyak dikarenakan anomali, compresi tali pusat, dll. Perkembangan anomali Polihidramnion Kelahiran preterm dan komplikasi intrapartus Presentasi abnormal Twin-to-twin syndrome Prolaps tali pusat Berat bayi lahir rendah Vanishing Twin Syndrom

Penatalaksanaan Penatalaksanaan kehamilan multifetus Diet Hipertensi Maternal Pencegahan persalinan prematur Tirah baring Terapi tokolisis Kortikosteroid Penanganan dalam persalinan Presentasi dan Posisi Proses Persalinan Interval Kelahiran

Preeklampsia-Eklampsia (Gagal napas) Definisi Preeklampsia ialah penyakit dengan tandatanda hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam trimester ke-3 kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa. Istilah Eklampsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti halilintar. Kata tersebut dipakai seolah-olah gejala-gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului oleh tanda-tanda lain. Jadi wanita dengan eklampsia merupakan wanita dengan tanda-tanda pre eklampsia yang timbul serangan kejang yang diikuti oleh koma. Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu daripada tanda-tanda lain. Untuk menegakkan diagnosis preeklampsia, kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg atau lebih di atas tekanan yang biasanya ditemukan atau mencapai 140 mmHg atau lebih. Kenaikan tekanan diastolik sebenarnya lebih dapat dipercaya. Apabila tekanan diastolik naik dengan 15 mmHg atau lebih, atau menjadi 90 mmHg atau lebih, maka diagnosis hipertensi dapat dibuat. Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat. Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 0,3 g/liter dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1 atau 2+ atau 1 g/liter atau lebih dalam air kencing yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream yang diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Biasanya protenuria timbul lebih lambat daripada hipertensi dan kenaikan berat badan, karena itu harus dianggap sebagai tanda yang cukup serius. Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. diagnosis preeklampsia. Kenaikan berat badan kg setiap minggu dalam kehamilan masih dianggap normal, tetapi bila kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali, hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya preeklampsia.

Etiologi Sampai saat ini, etiologi pasti dari preeklampsia/ eklampsia belum diketahui. Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut diatas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory. Adapun teori teori tersebut antara lain : Teori radikal bebas dan kerusakan endotel Teori Iskemi Uteroplasenta Peran Faktor Genetik Peran Faktor Imunologis

ISKEMIA REGIO UTEROPLASENTER Faktor : herediter - Defisiensi vit.C, E dan kalsium

PEMBENTUKAN RADIKAL BEBAS (TOKSIN): Peroksidase asam lemak tak jenuh/ jenuh Merusak membrane sel

KERUSAKAN FOSFOLIPID ENDOTEL : Permeabilitas naik terjadi timbunan trombosit

MEMBRAN SEL ERITROSIT : Hemolisis hiperlipemia dan Fe bebas meningkat

GANGGUAN METABOLISME PROSTAGLANDIN : Tromboksan naik-vasokonstriksi Prostasiklin dan angiotensin turun menyebabkan sensitivitas vaskuler naik

GANGGUAN PERFUSI JARINGAN : Vasokonstriksi - TENSI NAIK Ekstravasasi Edema

Klasifikasi Pre Eklampsia Menurut berat ringannya gejala/ tanda, maka Pre-Eklampsia diklasifikasikan sebagai berikut:
Pre-Eklampsia Ringan
Tekanan darah >140/90 mmHg

Diagnosis Pre-Eklampsia ringan ditegakkan apabila ditemukan: Proteinuria < 5 gram per liter dalam 24 jam Edema lokal atau general
Pre-Eklampsia Berat

Diagnosis Pre-Eklampsia Berat apabila terdapat satu atau lebih hal berikut ini:
Tekanan darah sistolik 170 mmHg dan diastolik 110 mmHg atau

Kenaikan tekanan sistolik > 60 mmHg Kenaikan tekanan diastolik > 30 mmHg
Proteinuria > 5 gram/ liter/ 24 jam, atau +4 dalam pemeriksaan kualitatif

Oliguria, yakni , 500 ml/ 24 jam Edema yang masif Gangguan visus dan serebral Nyeri tekan epigastrium, nyeri bagian atas abdomen/ muntah-muntah Terdapat sindroma HELPP (Hemolisis, Elevates Liver Enzyme on Low Platelet Count)

Keparahan preeklampsia dinilai berdasarkan frekuensi dan intensitas berbagai kelainan yang tercantum pada tabel Semakin nyata kelainan tersebut, semakin besar indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan.
Kelainan Tekanan darah diastolik Proteinuria Nyeri kepala Gangguan penglihatan Nyeri abdomen atas Oligiuria Kejang Kreatinin serum Trombositopenia Peningkatan enzim hati Pertumbuhan terhambat Enema paru Ringan < 100 mmhg Samar (trace) sampai +1 Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Normal Tidak ada Minimal Tidak ada Tidak ada Berat 110 mmHg +2 persisten ada ada ada ada ada (eklamsia) meningkat ada nyata jelas ada

Faktor-faktor resiko Pre Eklampsia Faktor faktor resiko Preeklampsia adalah :

Nulipara umur belasan tahun. Pasien ekonomi rendah dengan pemeriksaan antenatal yang kurang atau tidak sama sekali dan nutrisi yang buruk, terutama dengan diet kurang protein. Mempunyai riwayat preeklampsia atau eklampsia dalam keluarga. Mempunyai penyakit vaskular hipertensi sebelumnya. Kehamilan-kehamilan dengan trofoblas yang berlebihan ditambah vili korion:
Kehamilan ganda Mola hidatidosa Diabetes melitus Hidrops fetalis

Penatalaksanaan Pre Eklampsia


Pre-Eklampsia ringan
Istirahat dan tidur yang cukup serta tenang Diit rendah garam Dapat diberikan valium tablet 5 mg 3 x 1 atau fenobarbital tablet 30 mg 3 x 1 Diuretika dan obat antihipertensi tak dianjurkan karena tidak bermanfaat, bahkan bisa menutupi tanda dan gejala preeklampsi berat Bila memungkinkan, terminasi kehamilan pada umut kehamilan lebih atau sama dengan 37 minggu

Pre-Eklampsia berat Umur kehamilan kurang dari 37 minggu Sulfas magnetikus 8 gr IM dilanjutkan 4 gr setiap 4 jam (bila syarat terpenuhi dan tak ada kontraindikasi) selama 24 jam sampai menjadi preeklampsi ringan Bila berhasil diawasi seperti preeklampsi ringan Bila dengan terapi ini tidak ada perbaikan dilakukan terminasi kehamilan Umur kehamilan lebih dari 37 minggu Penderita dirawat inap: istirahat mutlak, diit rendah garam, tinggi protein, SM (Syarat terpenuhi) dan infus D5% atau RL Berikan obat antihipertensi : contoh: catapres Diuretika tidak diberikan, kecuali bila ada edema umum, edema paru, dan kegagalan jantung kongestif Setelah SM kedua dilakukan induksi oksitosin Kala II harus dipercepat dengan VE atau forceps Ergometrin tak diberikan kecuali pada perdarahan karena atonia uteri Diberikan SM (bila syarat terpenuhi) Bila indikasi bisa dilakukan SC.

Penanganan kejang MgSO4 merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang pada pre Eklampsia berat dan Eklampsia. Dosis awal :

MgSO4 4 gr iv sebagai larutan 20% selama 5 menit. Segera dilanjutkan dengan pemberian 10 gr larutan MgSO4 50% masing-masing kanan dan kiri secara im, ditambah 1 ml lignokain 2% pada semprit yang sama. Pasien akan merasa agak panas sewaktu pemberian MgSO4. Jika kejang berulang setelah 15 menit, berikan MgSO4 2 gr (larutan 50%) iv selama 5 menit. MgSO4 1-2 gr/jam per infus Lanjutkan pemberian MgSO4 sampai 24 jam pasca persalinan atau kejang berakhir

Dosis pemeliharaan

Sebelum pemberian MgSO4 periksa : Frekuensi pernafasan minimal 16x/menit Reflek patella (+) Urine minimal 30 ml/jam dalam 24 jam terakhir Siapkan antidontum : Jika terjadi henti nafas : lakukan ventilasi (masker dan balon, ventilator) beri kalsium glukonat 1 gr (20 ml dalam larutan 10%) iv perlahan-lahan sampai pernafasan mulai lagi.

Persalinan

Persalinan harus diusahakan segera setelah keadaan pasien stabil. Penundaan persalinan meningkatkan resiko untuk ibu dan janin. Periksa servik Jika servik matang, lakukan pemecahan ketuban lalu induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin ; jika skor Bishop > 6 induksi cukup dengan oksitoksin. Jika < 5, matangkan servik dengan prostaglandin. Pantau nadi, tekanan darah, kontraksi rahim dan DJJ tiap 30 menit. Jika DJJ < 100/menit hentikan infus. Infus Oksitoksin 2,5 unit dalam 500 cc dekstrose (atau garam fisiologik) mulai 10 tetes/menit. Naikkan kecepatan infus 10 tetes/menit tiap 30 menit sampai terjadi kelahiran. PGE2 bentuk pesarium 3 mg atau gel 2-3 mg di fornik posterior vagina dan dapat diulang 6 jam kemudian jika his tak timbul. Jika persalinan pervagina tidak dapat diharapkan dalam 12 jam (pada eklampsia) atau dalam 24 jam (pada pre Eklampsia) lakukan SC. Jika DJJ < 100/menit atau > 180/menit lakukan SC. Jika servik belum matang, janin hidup, lakukan SC. Jika anestesi untuk SC tidak tersedia, atau jika janin mati atau terlalu kecil: Usahakan pervaginaan Matangkan servik dengan misoprostol, prostaglandin atau kateter foley. Misoprostol : 25 mg di fornik posterior vagina. Jika his tak timbul dapat diulangi setelah 6 jam. Kateter foley : jangan dilakukan pada pasien dengan riwayat perdarahan, ketuban pecah, pertumbuhan janin terlambat atau infeksi vaginal. Cara pemasangan: Pasang spekulum DTT vagina. Masukkan kateter foley pelan-pelan melalui servik dengan menggunakan forsep DTT. Ujung kateter masuk OUI. Gembungkan balon kateter dengan air 10 ml. Gulung sisa kateter dan letakkan di vagina. Diamkan kateter dalam vagina sampai timbul konstraksi uterus sampai 12 jam. Kempiskan balon kateter sebelum mengeluarkan kateter, kemudian dilanjutkan infus oksitosin. Perawatan Pasca Persalinan Anti konvulsan diteruskan sampai 24 jam setelah persalinan atau kejang terakhir. Teruskan sampai antihipertensi jika tekanan diastolik masih 10 mmHg atau lebih. Pantau urine Rujukan ke fasilitas lebih lengkap jika : Terdapat oliguria (urin kurang dari 400 ml/24 jam) selama 48 jam setelah peralinan. Terdapat koagulapati atau sindrom HELLP. Koma berlanjut lebih dari 24 jam sesudah kejang.

Seksio Sesarea Elektif

Apabila diagnosis preeklamsia berat sudah ditegakkan, kecenderungannya adalah pelahiran janin pervaginam secara tradisional dianggap tindakan yang terbaik bagi ibu. Beberapa kekhawatiran, anatar lain serviks yang kurang siap sehingga induksi persalinan sulit berhasil, adanya perasaan darurat karena keparahan preeklamsia, dan perlunya mengkoordinasikan perawatan neonatal, mendorong sebagaian dokter untuk menganjurkan seksio sesarea. Alexander dkk. (1999) meneliti 278 bayi tunggal lahir hidup dengan berat 750 sampai 1500 g yang lahir dari wanita dengan preeklamsia berat di Parkland Hospital. Separuh di antara para wanita tersebut menjalani induksi persalinan dan sisanya melahirkan melalui seksio sesarea tanpa proses persalinan. Induksi persalinan gagal pada 35 persen wanita dalam kelompok induksi, tetapi tidak berbahaya bagi bayi mereka yang beratnya sangat rendah. Hasil serupa dilaporkan oleh Nassar dkk (1998).

Komplikasi Komplikasi di bawah ini biasanya terjadi pada pre Eklampsia berat dan Eklampsia :
Solusi Plasenta Hipofibrinogenemia pada pre Eklampsia Hemolisis

Terjadi pada ibu yangmenderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada pre Eklampsia. Gejala klinis hemolisis yang dikenal karena muncul ikterus, walau belum pasti apakah merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Keadaan ini kadangkadang terjadi pada pre Eklampsia berat. Pada autopsi penderita pre Eklmapsia sering ditemukan nekrosis periportal hati.
Perdarahan otak, yang merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia. Kelainan mata, berupa kehilangan penglihatan untuk sementara. Peradangan kadang-kadang terjadi pada retina ; hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya poplexia cerebri. Edema paru-paru, hal ini payah jantung. Nekrosis hati, nekrosis periportal hati sebagai akibat vasospasmus arteiol. Sindroma HELLP, yaitu Haemolysis, Elevated Liver Enzymer dan Low platelet. Kelainan ginjal

Kelainan ginjal yang dapat terjadi berupa endetoliosis glomerolus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endothelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat muncul ialah anuria sampai gagal ginjal akut.
Komplikasi lain seperti lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat kejang-kejang, pneumonia aspirasi dan DIC. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin ontrauterin. Kematian maternal. Komplikasi terberat ialah kematian ibu dan janin.

Kematian Janin Intra Uterin Definisi IUFD (Intra Uterine Fetal Demise) merupakan kematian janin yang terjadi tanpa sebab yang jelas, yang mengakibatkan kehamilan tidak sempurna (Uncomplicated Pregnancy). Kematian janin terjadi kira-kira pada 1% kehamilan dan dianggap sebagai kematian janin jika terjadi pada janin yang telah berusia 20 minggu atau lebih, dan bila terjadi pada usia di bawah usia 20 minggu disebut abortus. Sedangkan WHO menyebutkan bahwa yang dinamakan kematian janin adalah kematian yang terjadi bila usia janin 20 minggu dan berat janin waktu lahir diatas 1000 gram.

Penyebab Kematian
Faktor Ibu Ketidakcocokan Rh darah Ibu dengan janin Ketidakcocokan golongan darah Ibu dengan janin Berbagai penyakit pada ibu hamil Trauma saat hamil Infeksi pada ibu hamil Prolonged Pregnancy/ Serotinus Hamil pada usia lanjut Kematian Ibu Faktor Janin Gerakan Sangat Berlebihan Kelainan kromosom Kelainan bawaan Malformasi janin Kehamilan multipel Intra Uterine Growth Restriction Infeksi (parvovirus B19, CMV, listeria) Faktor Palsenta Perlukaan cord Pecah secara mendadak (abruption) Premature Rupture of Membrane Vasa Previa

Faktor Risiko Faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan kematian janin intra uterin antara lain: Ibu usia lanjut Riwayat kematian janin intra uterine Infertilitas ibu Hemokonsentrasi pada ibu Usia ayah

Tanda dan Gejala Tanda dan gejala yang juga dapat ditemukan pada kasus kematian janin intra uterin adalah sebagai berikut: Tidak ada gerakan janin. Pada umumnya, ibu merasakan gerakan janin pertama pada usia kehamilan 18 minggu (pada multipara) atau 20 minggu (pada primipara). Gerakan janin normal yaitu minimal 10 kali dalam sehari. Gerakan janin yang sangat hebat atau sebaliknya, gerakan janin yng semakin melemah. Ukuran abdomen menjadi lebih kecil dibandingkan dengan ukuran pada saat kehamilan normal dan tinggi fundus uteri menurun atau kehamilan yang tidak kunjung besar, dicurigai bila pertumbuhan kehamilan tidak sesuai bulan. Bunyi jantung anak tidak terdengar. Palpasi janin menjadi tidak jelas. Pergerakan janin tidak teraba oleh tangan pemeriksa. Pada foto rontgen dapat terlihat:
Tulang-tulang cranial saling menutupi (tanda spalding) Tulang punggung janin sangat melengkung (tanda naujokes) Ada gelembung-gelembung gas pada badan janin

Gejala dan Tanda Selalu Ada 1) 2) 3) Nyeri perut hilang timbul

Gejala dan Tanda Kadang-Kadang Ada Diagnosa Kemungkinan Syok Uterus tegang/kaku Gawat janin atau DJJ tidak terdengar Solusio plasenta atau2) 3)

Gerakan janin berkurang atau hilang 1) menetap 22 minggu

Perdarahan pervaginam sesudah hamil

1) 2) 3)

Gerakan janin dan DJJ tidak ada Perdarahan Nyeri perut hebat

1) 2) 3) 4) 5) 6)

Syok abdominal Kontur uterus abnormal Abdomen nyeri Bagian-bagian janin teraba Denyut nadi ibu cepat

Ruptura uteri

Perut kembung/ cairan bebas intra

1) 2)

Gerakan janin berkurang atau hilang 1) DJJ abnormal (<100/menit atau >180/menit)

Cairan ketuban bercampur mekonium Gawat janin

1)

Gerakan janin/ DJJ hilang

1) 2) 3)

Tanda-tanda kehamilan berhenti Tinggi fundus uteri berkurang Pembesaran uteri berkurang

Kematian janin

Patologi Anatomi Janin yang meninggal intra uterin biasanya lahir dalam kondisi maserasi. Kulitnya mengelupas dan terdapat bintik-bintik merah kecoklatan oleh karena absorbsi pigmen darah. Seluruh tubuhnya lemah atau lunak dan tidak bertekstur. Tulang kranialnya sudah longgar dan dapat digerakkan dengan sangat mudah satu dengan yang lainnya. Cairan amnion dan cairan yang ada dalam rongga mengandung pigmen darah. Maserasi dapat terjadi cepat dan meningkat dalam waktu 24 jam dari kematian janin. Dengan kata lain, patologi yang terjadi pada IUFD dapat terjadi perubahan-perubahan sebagai berikut: Rigor mortis Berlangsung 2 jam setelah mati, kemudian janin menjadi lemas sekali. Stadium Maserasi I Timbul lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh-lepuh ini mula-mula berisi cairan jernih kemudian menjadi merah. Berlangsung sampai 48 jam setelah janin mati. Stadium Maserasi II Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat. Terjadi setelah 48 jam janin mati. Stadium Maserasi III Terjadi kira-kira 3 minggu setelah janin mati. Badan janin sangat lemas dan hubungan antar tulang sangat longgar. Terdapat edema di bawah kulit.

Berikut tahapan-tahapan penanganan pada ibu yang didiagnosa mengalami IUFD: Jika kematian janin intra uterine telah jelas ditemukan, pasien harus diberitahukan secara berhati-hati. Pertimbangkan untuk menunda prosedur evakuasi janin untuk membiarkan pasien menyesuaikan secara psikologis terhadap kematian janin tersebut. Penundaan tersebut juga mempunyai keuntungan tambahan dengan memberikan kesempatan pada serviks untuk lebih siap. Jika persalinan tidak terjadi segera setelah kematian janin, terutama pada kehamilan lanjut, koagulopati maternal dapat terjadi, walaupun keadaan ini jarang terjadi sebelum 4-6 minggu setelah kematian janin. Setelah 3 minggu, lakukan pemeriksaan koagulasi yang termasuk hitung trombosit, kadar fibrinogen, waktu protrombin, partial tromboplastin time (PTT) dan analisis produk degradasi fibrinogen serta lakukan secara serial. Berikan immunoglobulin rhesus pada semua gravida rhesus negatif kacuali ayah janin diketahui pasti dengan rhesus negatif. Berikan dosis kecil (30g) pada trimester I dan dosis penuh pada kehamilan akhir. Penggunaan USG pada kehamilan dini telah menunjukkan bahwa kematian janin terjadi pada gestasi kembar lebih sering daripada yang diperkirakan sebelumnya. Keadaan ini biasanya asimtomatik, walaupun mungkin terjadi bercak pada vagina. Tidak diperlukan intervensi, dan dapat diharapkan terjadinya resorpsi pada janin yang mati. Hipofibrinogenemia maternal adalah komplikasi yang jarang dan harus diamati pada kasus tersebut. Koagulopati konsumtif juga dapat timbul pada janin yang hidup. Keadaan ini mengarahkan pada perlunya persalinan segera jika kematian salah satu janin terjadi pada kehamilan yang lanjut dan maturitas janin yang lainnya telah diyakini dengan pemeriksaan unsur-unsur pulmonal dalam cairan amnion. Prostaglandin E2 dalam bentuk supositoria vagina (20 mg tiap tiga sampai lima jam) adalah efektif untuk evakuasi janin yang telah mati pada midtrimester. Walaupun insidensi keberhasilan adalah tinggi, terjadinya retensi plasenta memerlukan kuretase. Dokter dapat menggunakan dosis 15-methylprostaglandin F2 intramuskuler (250 g pada interval satu dan satu sampai satu setengah dan seengah jam) jika selaput amnion telah pecah. Sesuaikan jadwal dosis untuk menghindari stimulasi yang berlebihan. Adanya kegagalan mengarahkan pada anomali rahim. Persiapkan aminophylline dan terbualine untuk menghindari bronkospasme jika prostaglandin diberikan pada pasien asmatik. Penggunaan oksitosin secara bersamaan harus dihindari karena resiko rupture uterin. Jika janin telah mati dalam waktu yang cukup lama, ukuran rahim menurun cukup banyak untuk memungkinkan evakuasi dengan penyedotan dapat dilakukan dengan aman. Pemeriksaan keadaan koagulasi, seperti yang telah disebutkan, harus dilakukan. Jika keadaan tersebut ditemukan, atasilah koagulopati dan lanjutkan dengan evakuasi. Kira-kira 80% akan memasuki persalinan dalam dua atau tiga minggu. Jika timbul koagulopati, heparin dapat dipakai untuk memperbaikinya sebelum melakukan evakuasi rahim, tetapi penggunaan heparin pada keadaan tersebut tidak sepenuhnya bebas dari bahaya. Histerotomi hampir tidak pernah diindikasikan kecuali terdapat persalinan dengan seksio secaria sebelumnya atau operasi miomektomi. Evakuasi instrumental transervikal dan kehamilan trimester ketiga yang telah lanjut memerlukan keahlian dan pengalaman khusus untuk menghindari perforasi dan perdarahan. Laminaria mungkin berguna dalam kasus tersebut. Semua gravida dengan rhesus negatif harus diberikan immunoglobulin rhesus. Jika diperkirakan terdapat interval lebih dari 72 jam antara kematian janin dan persalinan, berikan dosis immunoglobulin yang sesuai dengan segera. Penjelasan pasca persalinan adalah bagian yang penting dalam perawatan total pasien. Tiap usaha harus dilakukan untuk mendapatkan ijin otopsi janin, karyotiping dan pemeriksaan lain yang dindikasikan

Tentukan usia kehamilan dan cari adanya kehamilan ganda Penanganan Umum

Ditemukan janin tunggal

Ditemukan kehamilan ganda dengan satu janin masih hidup Amati absorpsi janin yang telah mati. Amati koagulopati maternal dengan pemeriksaan koagulasi serial.

Pertimbangkan untuk menunda intervensi dengan alasan psikologis untuk memberikan waktu pada gravida melakukan penyesuaian diri dan membiarkan cervix matang.

Harapkan terjadi persalinan spontan dalam kehamilan akhir, Jika terjadi pada 2-3 minggu pada sebagian besar pasien. pertimbangkan intervensi dengan Amati koagulopati maternal dengan persalinan atau seksio induksi pemeriksaan koagulasi serial sesaria untuk mencegah koagulopati janin yang hidup. Jika terjadi koagulopati, pertimbangkan pengobatan dengan heparin untuk memperbaiki gangguan koagulasi dan melakukan intervensi.

Kematian janin dini atau pertengahan kehamilan

Kematian janin pada kehamilan lanjut Amati persalinan atau berikan regimen prostaglandin intramuskular /

dilatasi dan evakuasi vakum atau

DUGAAN KEMATIAN JANIN

Hilangnya pergerakan janin Tidak terdapat pertumbuhan janin Tidak terdapat denyut jantung janin

Hitung trombosit Kadar fibrinogen Waktu protrombin (PT) Partial Thromboplastin Time (PTT) Produk Degrdasi Fibrin (FDP) Ultrasonografi

Tegaskan kematian janin dengan ultrasongrafi

Berikan penjelasan dan dukungan dalam keadaan duka cita

Anda mungkin juga menyukai