Anda di halaman 1dari 12

Pertemuan MODUL SOSIOLOGI KOMUNIKASI Oleh : Heri Budianto, S. Sos. M.Si. Dra. Siti Komsiah,M.

Si
POKOK BAHASAN KOMUNIKASI MASSA SEBAGAI SUATU PRANATA SOSIAL

DESKRIPSI Pokok bahasan komunikasi sebagai suatu pranata sosial membahas tentang pengertian pranata sosial, media massa sebagai pranatan sosial, perkembangan komunikasi massa sebagai paranata sosial, dan social kontrol dan media massa. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan dapat mengetahui pengertian pranata sosial, mengapa media massa sebagai pranata sosial. Selain itu mahasiswa diharapkan mampu memahami mengenai perkembangan komunikasi massa sebagai pranata sosial dan fungsi pranata media. Serta mampu memahami fungsi kontrol media fenomenanya.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB

Heri Budianto, S. Sos. M.Si. Sosiologi Komunikasi

Pengertian pranata sosial Dalam peristilahan sosiologi, pranata atau institusi sosial (social intituation) diartikan sebagai suatu fungsi yang memenuhi ataupun melayani kebutuhan sosial tertentu. Dalam bahasa Indonesia, ada juga yang menggunakan istilah lembaga kemasyarakatan sebagai terjemahan istilah social instition. Soemardjan dan Soemardi (1967) mengartikan institusi sosial sebagai: semua norma-norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu keperluan pokok dalam kehidupan masyarakat. Keperluan pokok itu biasanya terletak dalam salah satu bidang kehidupan masayarakat; misalnya dalam bidang ekonomi, pendidikan, agama, politik, keturunan, dan sebagainya. Kebutuhan hidup berkerabat sebagai contoh menimbulkan pranata-pranata sosial seperti pelamaran, perkawinan, perceraian, Burhan Bungin (2006) menyebutkan : Lembaga sosial atau pranata adalah sekumpulan tata aturan yang mengatur interaksi dan proses-proses sosial di dalam masyarakat. Lembaga sosial memungkinkan setiap struktur dan fungsi serta harapanharapan setiap anggota dalam masyarakat dapat berjalan memenuhi harapan sebagaimana yang disepakati bersama. Dengan kata lain lembaga sosial digunakan untuk menciptakan ketertiban atao order. Wujud kongkrit dari pranata adalah aturan, norma, adat, atau semacamnya yang mengatur kebutuhan masyarakat dan telah terinternalisasi dalam kehidupan manusia, dengan kata lain pranata sosial adalah norma yang telah melembaga atau menjadi kelembagaan di masyarakat. Ogburn dan Nimkoff (1960) menjelaskan institusi adalah konstalasi dari kebiasaan yang bermakna secara sosial yang terbentu sejumlah fungsi atau perangkat fungsi seperti pemerintahan, perjuangan, pemujaan, yang cukup penting untuk ada pada berbagai tempat dan waktu. Insitutusi adalah merupakan salah satu dari sejumlah organisasi sosial yang berfungsi dalam kehidupan masyarakat. Banyaknya organisasi sosial dalam suatu masyarakat ditentukan oleh besarnya masyarakat tersebut. Semakin besar populasi masayarakat, maka akan semakin besar institusi yang ada. Institusi sosial yang mempunyai kegunaan utama sebagai alat pengamatan masyarakat (social control) karena dengan mengetahui adanya institusi-institusi itu setiap orang dapat mengatur perilakunya menurut kehendak masyarakat.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB

Heri Budianto, S. Sos. M.Si. Sosiologi Komunikasi

Komunikasi massa sebagai institusi sosial Salah satu yang menjadi kebutuhan dalam kehidupan bersama adalah sarana untuk menyampaikan Pada atau menyebarluaskan tradisional, informasi institusi kepada sesa lebih anggota banyak masyarakat. muka. Komunikasi massa merupakan bentuk sekaligus cara melembaganya komunikasi sosial. Dengan sarana dan kebiasaan yang terselenggara melelui komunikasi massa, masyarakat telah mempunyai ekspektasi tertentu yang khas, dan juga telah terbiasa untuk berkomunikasi dengan jalan itu. Apresiasi dan pemahaman yang lebih jauh tentang komunikasi massa sebagai suatu institusi sosial menuntut suatu konsiderasi mengenai hubungan dengan antara institusi-institusi komunikasi massa dengan institusi sosial yang lain seperti pemerintah, struktur ekonomi, keluarga, dan lain sebagainya. Yang menjadi fokus adalah fungsinya sebagai suatu lembaga atau prantara sosial. Sedangkan fungsi dan disfungsi tadi lebih mengkhusus untuk pribadi, kelompok masyrakat dan masyarakat secara umum dari media tertentu sebagai individu, atau bahkan lebih detil lagi hanya bagian dari suatu media (maksudnya Cuma isi tertentu saja).Peran media massa secara institusi sosial secara keseluruhan ternyata mengalami pergeseran-pergeseran Perkembangan komunikasi massa sebagai pranata sosial Pada mulanya media massa diciptakan untutk keperluan menyampaikan sesuatu (informasi) kepada khalayak ramai. Perkembangan berikutnya terjadi dalam wujud / bentuk atau bentuk media sendiri, yaitu dengan datang media massa baru. Setelah surat kabar, menyusul muncul radio, lau belakangan televisi. Dengan demikian ditengan kehidupan sebagai besar masyarakat, kini media massa sebagai suatu prantara sosial untuk kebutuhan berkomunikasi massa telah menjadi kenyataan seharihari. Sejumlah fungsi lain telah melekat pada prantara media massa bahkan merupakan bagian yang tak terpisahkan yaitu: masyarakat komunikasi

diselengggarakan pada forum-forum dan saluran tradisional misalnya komuniksi tatap

1.

fungsi bisnis: media massa mengiklankan sesuatu

mensponsori suatu produk atau kegiatan mempromosikan suatu ide kegiatan ataupun produk termasuk untuk diri media itu sendiri. Bahkan kini media massa sebagai suatu

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB

Heri Budianto, S. Sos. M.Si. Sosiologi Komunikasi

bisnis merupakan prantara niaga yang cukup besar. Ada beberapa media massa yang bahkan memiliki anak-anak perusahaan yang bergerak baik dibidang media massa sendiri atau yang bekembang ke bidang lain yang bukan media. Misalnya : Keterlibatan Metro TV dalam sebuah event sebagai media partner yang diselanggarakan oleh suatu perusahaan. Perkembangan anak-anak perusahaan media sebagai wujud perkembangan bisnis media misalnya : Trans Corporations (TransTV dan TV7), Media Group (Media Indonesia, MetroTV, Lampung Post, dan berbagai perusahaan di luar media), Gramedia Group (Kompas, beberapa tabloid ternama Bola, Kontan, NIKITA dsb), Jawa Pos Group (JPNN), Media Nusantara Cipta (MNC) dengan RCTI, GlobalTV, TPI, beberapa radio, SINDO, dan sebagainya.

2.

fungsi politis: media massa dapat mendukung atau

menolak ide tokoh tertentu. Karena setiap media ada khalayaknya maka sikap politik suatu media biasanya berpengaruh pula pada masyarakat luas. Secara institusi media mempunyai visi, misi, dan ideologi yang akan berpengaruh terhadap fungsi politis media. Misalnya sebuah media yang berafiliasi kepada satu partai politik, maka media massa tersebut akan terus mendorong kepentingan partai tersebut. Kepentingan-kepentingan diluar partai tersebut akan ditolak dan kontra bagi media tersebut.

3.
juga

fungsi sosial: media massa sebagai institusi sosial bertanggungjawab dalam bidang-bidang sosial.

Tanggung jawab sosial media yang diwujudkan dalam Corporate soscial responsibility merupakan wujud nyata peran sosial media. Misalnya RCTI Peduli, Dompet duafa republika, Pundi Amal SCTV, Dana kemanusiaan Kompas, dan sebagainya. Dana-dana yang dihimpun media

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB

Heri Budianto, S. Sos. M.Si. Sosiologi Komunikasi

diperuntuka untuk kegiatan sosial semacam bencana alam seperti gempa bumi, banjir, tsunami, dan tanah longsor. Selain itu selama ini media juga memberikan bantuan berupa beasiswa bagi kalangan tidak mampu, pengobatan gratis dan sebagainya. Fungsi sosial lain dari media misalnya adalah menyediakan rubrik jodoh, dan menjembatani persoalan-persoalan sosial lainnya.

4.

fungsi organisator: Media massa mengorganisasikan

orang dalam bentuk kelab-kelab remaja kumpulan ibu-ibu pembaca majalah wanita. Fungsi ini dilakukan media dengan berbagai tujuan misalnya mengelola segmentasi pasar atau khalayak mereka atau bahkan hanya mengelola bagian dari rubrik atau program acara mereka. Misalnya salah satu radio swasta DELTA FM di Jakarta menjembatani dan mengorganisator para pendengarnya dan membuat program jalan/wisata bersama ke suatu tempat.

5.

fungsi ekonomis: kelompok usaha media massa telah industri media telah mendorong

menjadi kekuatan ekonomi tersendiri yang berpengaruh: Perkemabagan pertumbuhan ekonomi baru bagi media itu sendiri mapun sektor-sektor lainnya. Misalnya tersedianya lapangan kerja baru dibidang media. Lapangan kerja itu tidak hanya dari dalam media tapi juga di sektor-sektor luar media sebagai perpanjangan tangan media misalnya pengecer koran, biro iklan, productions house dan sebagainya. Media Massa dan Social Control Pengertian social control Kontrol sosial erat kaitannya pengendalian sosial, karena perilaku masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya ditiap bidang telah diwadahi oleh pranata tertentu. Pada dasarnya setiap orang diharapkan untuk berperilaku hidup yang mempertimbangkan keberadaan orang lain disekitarnya. Artinya jika tidak dipenuhi

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB

Heri Budianto, S. Sos. M.Si. Sosiologi Komunikasi

seluruh ataupun jika tidak dapat dipenuhi sebagaimana mestinya, maka masyarakat tidak terlalu memperdulikanya. Misalnya setiap anggota masyarakat diharapkan untuk berperilaku yang bertanggung jawab untuk ketenteraman dan keamanan lingkungan tempat ia bermukim. Masyarakat kemudian mengamati dan mengendalikan agar warga masyarakat ditempat terwujud berprilaku sesuai dengan norma dan nilai yang berprilaku. Dengan kata lain mereka lakukan social control. Koentjaraningrat pakar antropologi kita menunjukan lima cara pengendalian sosial (social control), yaitu dengan:

1) mempertebal keyakinan anggota masyarakat akan kebaikan


norma-norma kemasyarakat yang ada.

2) memberikan penghargaan kepada anggota masyarakat yang


taat pada norma- norma kemasyarakatan. 3) Mengembangkan rasa malu pada diri atau jiwa anggota masyarakat jika mereka menyimpan atau menyeleweng dari norma-norma kemasyarakatan yang berlaku.

4) Menimbulkan rasa takut. 5) Menciptakan sistem hukum, yaitu sistem tata tertib dengan
sanksi-sanksi yang berat bagi para pelanggarnya.

Social control oleh media massa Seberapa jauh media massa ampuh melaksanakan fungsi social control ditentukan oleh tingkat integrasi media massa dalam penilaian warga masyarakat yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan integrasi media massa adalah sejauh mana media massa yang bersangkutan oleh masyarakat dinilai jujur, konsisten dan konsekuen dalam melaksanakan peranannya selama ini. Media massa juga turut membantu mengumpulkan dan menyalurkan aspirasi masyarakat dalam perumusan suatu ketentuan hukum serta aturan lain yang menyangkut perilaku masyarakat disuatu bidang. Hal yang termasuk kedalam cara yang dimaksud butir ke-5 pengendalian sosial yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat diatas

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB

Heri Budianto, S. Sos. M.Si. Sosiologi Komunikasi

tadi. Berarti media massa turut dalam penciptaan sistem hukum yang dimaksud untuk masyarakat yang bersangkutan. Sebagai representasi dari masyarakat sipil (civil society) media massa bartanggungjawab menjalankan kontrol sosialnya. Kontrol sosial oleh media massa di atur dalam undang-undang tentang pers nomor 40 tahun 1999. Pasal 3 menyebutkan pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Pasal 5 menyebutkan : (1) Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah. (2) Pers wajib melayani hak jawab. (3) Pers wajib melayani hak koreksi. Pasal 6 menyebutkan: Pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut :

a. memenuhi hak masyarakat untuk memenuhu;


b. menegaskan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan. c. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar. d. Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum;

e. Memperjuangkan keadailan dan kebenaran.


Sebagai bagian dari sebuah bangsa, media massa mempunyai tanggungjawab dalam mendorong tercapainya tujuan negara. Dalam proses pembangunan negara dalam mencapai tujuannnya diperlukan kontrol sosial dengan tujuan menjunjung transparansi, profesionalitas, bebas korupsi kolusi dan nepotisme. Pemerintah dalam hal ini eksekutif bertanggungjawab bersama-sama lembaga negara lain legislatif dan yudikatif mencapai tujuan negara. Maka sebagai representasi dari masyarakat sipil, media massa mempunyai kekuatan hukum untuk melakukan kontrol dalam proses tersebut.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB

Heri Budianto, S. Sos. M.Si. Sosiologi Komunikasi

Contoh misalnya: Pemerintahan SBY-JK banyak menjalankan program-program pemerintahan. Ambillah contoh konversi minyak tanah ke gas elpiji. Tujuan dari program tersebut adalah untuk mengurangi subsidi minyak tanah yang sangat besar. Selain itu konversi itu juga untuk menjaga makin berkurangnya ketersediaan minyak di tanah air, sedangkan gas masih melimpah. Pengguna minyak tanah yang lebih banyak adalah masyarakat dari golongan menengah bawah, diberikan kompos gas secara gratis dan juga diberikan tabung seberat 3 KG. Program konversi tersebut memakan dana yang sangat besar, dan juga melibatkan aparat pemerintahan sampai ke tingkat kelurahan dan desa. Sebagai program pemerintah, konversi minyak tanah ke gas ini harus di kontrol mulai dari kebijakan yang telah diambil pemerintahan SBY-JK, misalnya regulasi sampai kepada teknis kelapangan yakni pembagian atau distribusi kompor. Beberapa pemberitaan tentang konversi minyak ke gas yang dilakukan media sebagai bentuk kontrol media adalah :

Pemerintah

Percepat

Program

Konversi

Minyak

Tanah

Rabu, 30 Agustus 2006 | 20:04 WIB TEMPO Interaktif, Jakarta: Pemerintah akan mempercepat program konversi minyak tanah ke elpiji dari 6 tahun menjadi 4 tahun. Total minyak tanah yang dialihkan itu ditargetkan mencapai 90 persen dari konsumsi minyak tanah sekitar 10 juta kiloliter. "Kita bisa, sebab Indonesia produsen elpiji (gas tabung)," kata Wakil Presiden Jusuf Kalla saat mengunjungi Pertamina kemarin. Sebelumnya, pemerintah menganggarkan dana Rp 1,93 triliun bagi program konversi minyak tanah ini. Program konversi minyak tanah ke elpiji ini berdasarkan surat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro kepada Menko Perekonomian, Menteri Keuangan, Dirjen Migas, dan PT Pertamina (persero). Dananya berasal dari pengurangan subsidi minyak tanah yang dialihkan ke elpiji. Dari program ini, diperkirakan terjadi pengurangan konsumsi minyak tanah mencapai 988.280 kiloliter. Sedangkan konsumsi elpiji menjadi naik sebesar 567.700 ton. Saat ini harga jual elpiji di dalam negeri Rp 4.250 per kilogram. Padahal sebagian pasokan elpiji diimpor Pertamina dengan biaya Rp 6.0007.000. Jadi selama ini Pertamina mensubsidi konsumen dalam negeri Rp 1.750-

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB

Heri Budianto, S. Sos. M.Si. Sosiologi Komunikasi

2.750 per kilogram. Tahun ini konsumsi elpiji rata-rata 1 juta ton. Jusuf Kalla menjelaskan, bila ini tercapai, dalam 4 tahun ada penghematan subsidi Rp 30 triliun. Namun, diperlukan tambahan investasi sekitar Rp 15 triliun. "Kami akan minta swasta untuk ikut program ini," ujarnya. Berdasarkan uji coba konversi elpiji yang dilakukan Pertamina, lanjut Kalla, hasilnya 85 persen konsumen beralih dari minyak tanah ke elpiji. Hasil lainnya, ada kenaikan pendapatan rill masyarakat hingga Rp 25 ribu sebulan untuk keluarga sederhana. "Jadi ini harus segera berjalan." Direktur Utama PT Pertamina (persero) Arie Soemarno menambahkan, tidak ada tambahan subsidi untuk Pertamina. Skemanya subsidi minyak tanah akan dialihkan ke elpiji dengan perbandingan 1:1. Jadi bisa saja untuk sementara Pertamina menanggung dulu selisih harga jual elpiji. Yang penting diganti dengan subsidi minyak tanah karena ada pengurangan konsumsi minyak tanah," ujarnya. Arie menjelaskan, untuk tabung pertama kali, diupayakan gratis. Sedangkan harga jual elpiji tetap dijual Rp 4.250 per kilogram sehingga Pertamina masih menanggung kerugian sekitar Rp 1,9 triliun. "Itu akan kami cari jalan dan dibicarakan dengan pemegang saham," tutur dia. muhamad fasabeni/nieke

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB

Heri Budianto, S. Sos. M.Si. Sosiologi Komunikasi

MENYOAL KONVERSI MINYAK TANAH KE BAHAN BAKAR GAS Ditulis oleh Eddy Satriya Selasa, 06 Maret 2007 (Telah diterbitkan dalam Downstream Indonesia Edisi Feb 2007)

Subsidi energi, baik listrik maupun BBM, telah menjadi momok menakutkan bagi pengambil keputusan di Republik Indonesia ini. Pemerintah dipusingkan bukan hanya oleh rumitnya merancang pembangunan dan menentukan prioritas dalam penyusunan RAPBN, tetapi juga dengan besarnya subsidi terutama BBM yang harus ditanggung setiap tahun. Karena itulah, pemerintah bersama DPR telah bersepakat untuk menghapuskan subsidi BBM secara bertahap seperti tertuang dalam UU No. 25/2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas). Meskipun demikian, subsidi minyak tanah dikecualikan. Dengan kata lain, meski telah menerapkan harga pasar untuk bensin dan solar, pemerintah masih mensubsidi minyak tanah untuk keperluan masyarakat berpendapatan rendah dan industri kecil. Namun subsidi minyak tanah dalam dua tahun terakhir masih terasa memberatkan karena besarnya volume yang harus disubsidi, seiring dengan berbagai krisis dan transisi yang terjadi dalam managemen energi nasional. Kondisi ini diperberat pula dengan bertahannya harga minyak dunia pada kisaran USD 50-60 per barel. Karena itu, langkah pemerintah untuk melakukan konversi penggunaan minyak tanah kepada bahan bakar gas dalam bentuk Liquefied Petroleum Gas (LPG) bisa dianggap sebagai salah satu terobosan penting dalam mengatasi rancunya pengembangan dan pemanfaatan energi, sekaligus mengurangi tekanan terhadap RAPBN. Dari berbagai sumber diketahui bahwa pemerintah berencana untuk mengkonversi penggunaan sekitar 5,2 juta kilo liter minyak tanah kepada penggunaan 3,5 juta ton LPG hingga tahun 2010 mendatang yang dimulai dengan 1 juta kilo liter minyak tanah pada tahun 2007 (detik.com, 19/1/07). Langkah ini bisa dipahami cukup strategis mengingat setelah penghapusan subsidi bensin dan solar, permintaan akan minyak tanah tidak memperlihatkan penurunan. Karena itu, salah satu jalan yang bisa dilakukan adalah dengan mengurangi pemakaian minyak tanah. Sayangnya, rencana konversi kepada LPG ini terasa mendadak dan tidak terencana secara komprehensif. Tak heran berbagai masalah dalam pelaksanaannya muncul seakan tiada henti. Mulai dari ribut-ribut tender kompor gas yang dilakukan oleh Kantor Menteri Koperasi dan UKM, belum jelasnya sumber pendanaan dan besarnya subsidi yang mencapai ratusan milyar Rupiah, rendahnya sosialisasi kepada masyarakat yang justru sedang giat-giatnya memproduksi kompor murah berbahan bakar briket sesuai program pemerintah sebelumnya, ketidaksiapan infrastruktur seperti stasiun pengisian dan depot LPG, hingga kaburnya kriteria pemilihan lokasi uji coba dan kelompok masyarakat penerima kompor dan tabung gas gratis. Belum habis berbagai kontroveri tersebut, muncul pula masalah lain dalam proses tender kompor gas. Yaitu adanya aturan baru dimana kompor gas harus memiliki dua tungku. Padahal peserta tender sebelumnya telah mengantisipasi dan diminta menyiapkan penawaran hanya satu tungku sesuai aturan dari Departemen Perindustrian (Kompas,3/2/07). Lalu bagaimana langkah ke depan?

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB

Heri Budianto, S. Sos. M.Si. Sosiologi Komunikasi

Tidak semua rencana baik bisa berjalan mulus. Apalagi dalam era demokrasi yang penuh transisi. Berbagai niat dan semangat untuk mengukir sejarah tidak cukup hanya dibekali upaya biasa, tapi juga menuntut perjuangan ekstra dan kerjasama. Itulah salah satu kaedah proses perencanaan saat ini. Karena itu demi kelangsungan program konversi yang bertujuan baik, maka proses perencanaan dan program pelaksanaannya sebaiknya dibenahi dari sekarang sebelum mengalami kegagalan atau menciptakan dampak yang lebih buruk. Ada dua masalah utama yang perlu pemikiran ulang. Pertama, dampak penghapusan subsidi untuk bensin dan solar kelihatannya luput dari perhatian pemikir negeri ini. Anjuran kiai dan puluhan cendekiawan Indonesia dengan berbagai iklannya di media cetak dan media elektronik untuk bersabar menghadapi penyesuaian harga BBM ternyata tidak mangkus. Himpitan dan kesulitan ekonomi yang dihadapi masyarakat miskin seperti nelayan di pesisir dan penduduk yang hidup didaerah sungai seperti di Jambi, Sumatera Selatan, sebagian Jawa, dan sebagian besar Kalimantan, menuntut kreativitas agar bisa bertahan hidup. Mahalnya solar untuk melaut telah memaksa nelayan memodifikasi ribuan mesin kapal agar tetap bisa dioplos dengan minyak tanah supaya ekonomis, meski harus mengganti beberapa onderdil secara berkala. Sedangkan bagi rakyat pengguna transportasi sungai, mesin tempel perahu mereka juga harus direkayasa agar bisa menggunakan minyak tanah yang lebih murah. Meski secara ekonomi terjadi pengurangan subsidi untuk bensin dan solar, namun secara nasional penggunaan dan permintaan minyak tanah bukannya menurun. Malah sebaliknya, permintaan naik berlipat-lipat yang tercermin dengan banyaknya antrian minyak tanah disepanjang tahun 2005 dan 2006 di seluruh wilayah nusantara, termasuk di ibukota Jakarta. Hal ini telah diperburuk pula oleh ulah spekulan, pengoplos, dan buruknya distribusi Pertamina. Kedua, apabila pemerintah masih akan terus melakukan konversi minyak tanah dengan berbagai kondisi makro seperti di atas, maka pelaksanaannya menuntut pembenahan. Koordinasi menjadi kata kunci. Demikian pula, harus jelas institusi penanggung jawab program utama (executing agency) dan institusi pelaksana untuk setiap sub program (implementing agency). Saat ini peran, fungsi dan tugas masing-masing institusi yang terlibat masih rancu. Setidaknya ada beberapa institusi yang terlibat, antara lain: Departemen ESDM, PT. Pertamina, BPH Migas, Depertemen Perindustrian, Kementerian Koperasi dan UKM, Badan Usaha (swasta), LSM, dan Pemerintah Daerah. Menjadi penting untuk meluruskan peran dan tugas masing-masing agar tidak terjadi tumpang tindih dan saling tuding. Untuk mewujudkan kerjasama dan koordinasi yang baik antar instansi sudah sepantasnya dibetuk Tim Terpadu untuk melaksanakan program konversi ini. Mengingat jumlah masyarakat miskin yang terus bertambah, maka sangat diperlukan kecermatan dalam menentukan lapisan masyarakat yang akan menjadi sasaran konversi ini. Untuk skala nasional tentu saja tingkat kesulitannya akan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan skala uji coba yang sekarang sedang dilaksanakan di beberapa kecamatan di wilayah DKI Jaya dan Tangerang. Konversi penggunaan minyak tanah memang harus dilaksanakan secara berkesinambungan mengingat masih tingginya permintaan dan ketergantungan nasional terhadap BBM. Program ini harus berkelanjutan dan tidak bisa sporadis mengingat pemerintah masih kesulitan menaikkan produksi minyak ketingkat 1,3 juta barel per hari,

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB

Heri Budianto, S. Sos. M.Si. Sosiologi Komunikasi

sementara penggunaan bahan bakar gas dan batu bara masih terkendala oleh infrastruktur. Penggantian jutaan kompor minyak tanah menjadi kompor gas tentu memerlukan biaya cukup besar. Apalagi jika itu akan diberikan secara cuma-cuma. Untuk jangka panjang strategi pembiayaan mutlak harus dipikirkan. Diusulkan agar biaya konversi pemakaian minyak tanah ini bisa diambilkan dari berbagai retribusi dan pendapatan negara bukan pajak lainnya (PNBP) yang jumlahnya cukup besar di sektor Migas. Sedangkan pengelolaanya dalam jangka panjang bisa saja di embankan kepada badan usaha tertentu atau dikembalikan ke Pertamina dengan menggunakan pola Public Service Obligation sehingga mengurangi rantai birokrasi dan dapat meringankan beban pemerintah ditengah keterbatasan sumber daya manusia yang ada saat ini. Sebagai penutup tidak kalah pentingnya adalah program sosialisasi kepada masyarakat agar dapat mensukseskan program ini. Karena itu ukuran tabung gas dan kepastian rancangan kompor hendaklah dibuat sedemikian rupa sehingga memang sesuai dengan kebutuhan mereka. Khusus untuk ukuran tabung gas, kiranya perlu dipikirkan ulang secara seksama, hingga tidak terjadi salah persepsi nantinya bagi sebagian masyarakat miskin yang tentu juga memiliki tingkat pendidikan yang agak terbatas dibandingkan dengan masyarakat luas lainnya. Kedua hal ini sangat perlu diperhatikan untuk menghindarkan berbagai masalah sosial yang belum diantisipasi pemerintah pada saat ini.

Daftar Pustaka Bungin, Burhan. Sosiologi Komunikasi. Prenada Media. Jakarta. 2006 Depari, Eduard & MacAndrews, Colin. Peran Komunikasi dalam Pembangunan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 1978. Elvinaro dan Erdinaya. Komunikasi Massa; Suatu Pengantar. Simbiosa Rekatama Media. Bandung. 2004 Nasution, Zulkarimein. Komunikasi Pembangunan. PT. RajaGrafindo. Jakarta. 1987 Sutaryo. Sosiologi Komunikasi-Perspektif Teoritik. ArtiBumi Intaran, Yogyakarta, 2005. Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1990.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB

Heri Budianto, S. Sos. M.Si. Sosiologi Komunikasi

Anda mungkin juga menyukai