Anda di halaman 1dari 14

Tugas Kelompok Mata Kuliah Dosen Pengampuh : Psikologi Anak Berbakat : Prof. Dr. Syamsul Bachri Thalib, M.

Si

Oleh: Kelompok 4

Ade Agusriani Musfirah Yulsia Ardiansyah Jasman Marcelina

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR 2011

Kreativitas sebagai keterampilan

Kreativitas adalah keterampilan yang dapat dipelajari, dilatih, dan digunakan oleh semua orang. Keterampilan tersebut sama seperti bermain ski, bermain tennis, memasak, atau belajar mate-matika. Semua orang dapat mempelajari keterampilan semacam itu. Namun, pada akhirnya tidak semua orang apat menguasai keterampilan tersebut dengan sama baiknya. Beberapa orang dapat bermain tenis lebih baik dari yang lain. Namun, semua orang dapat mempelajari keterampilan tersebut dan berusaha menjadi lebh baik melalui latihan.

Defenisi Kreativitas Bono (2008) mengemukakan bahwa dalam bahasa inggris, kata create berarti mengadakan sesuatu yang sebelumnya tidak ada. Jadi seseorang dapat menciptakan kekacauan. Artinya, seseorang membuat suatu kekacauan yang sebelumnya tidak ada. Namun, apakah ini berarti orang itu kreatif? Kita buruburu menambahkan bahwa apa yang dibuat jadi ada itu harus memiliki nilai. Jadi, kreativitas adalah mengadakan sesuatu yang memiliki nilai. Tentu saja, harus ada elemen kebaruan. Karena pengulangan tidak peduli seberapapun berharganya tidak dilihat sebagai sesuatu yang kreatif. Kata kreatif hampir selalu dikaitkan dengan seni karena dalam seni semua karya selalu baru dan memiliki nilai. Benar adanya jika nilai tersebut tidak selalu diketahui pada awalnya. Pelukis aliran impresionis, misalnya, tidak sepenuhnya dihargai dimasanya. Dalam bahasa inggris, tidak ada kata lain yang dapat membedakan kreativitas ide-ide baru dari kreativitas seni. Kreativitas dalam dunia seni melibatkan elemen penilaian estetis dalam skala yang besar. Seniman menilai bahwa sesuatu itu benar. Ini cukup berbeda dengan kemampuan untuk

menghasilkan ide baru. meskipun seniman dapat menghasilkan karya yang luar biasa, tidak berarti mereka otomatis pandai dalam mengubah ide dan menciptakan ide baru. Munandar (2004) mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi, atau unsur-unsur yang ada. Dalam hal ini, Munandar mengartikan bahwa kreativitas sesungguhnya tidak perlu menciptakan hal-hal yang baru, tetapi merupakan gabungan (kombinasi) dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya. Sedangkan yang

dimaksud dengan data, informasi, atau unsur-unsur yang ada, dalam arti sudah ada atau sudah dikenal sebelumnya, adalah semua pengalaman yang telah diperoleh seorang selama hidupnya termasuk segala pengetahuan yang pernah diperolehnya. Oleh karena itu, semua pengalaman memungkinkan seseorang mencipta, yaitu dengan menggabung-gabungkan (mengkombinasikan) unsurunsurnya menjadi sesuatu yang baru. David Campbell menyatakan bahwa kreativitas adalah kegiatan yang mendatangkan hasil yang sifatnya: 1) Baru (novel): inovatif, belum ada sebelumnya, segar, menarik, aneh, mengejutkan. 2) Berguna (useful): lebih enak, lebih praktis, mempermudah, memperlancar, mendorong,

mengembangkan, mendidik, memecahkan masalah, mengurangi hambatan, mengatasi kesulitan, mendatangkan hasil lebih baik/ banyak. 3) Dapat dimengerti (understandable): hasil yang sama dapat dimengerti dan dapat dibuat di lain waktu. Tingkatan Kreativitas Calvin Taylor mengemukakan 5 tingkatan kreativitas sebagai berikut: 1. Ekspresif Intinya adalah ekspresi bebas mengenai berbagai keterampilan serta originalitas, sedangkan jenis produk bukanlah hal yang penting. Hal yang dapat dilihat dan paling menonjol pada orang-orang di tingkat ini adalah dua sifat, yaitu spontanitas dan kebebasan berekspresi. 2. Produktif Orang-orang mengalami peralihan dari tingkatan ekspresif menuju tingkatan produktif dalam kreativitas ketika keterampilannya berkembang sehingga mereka dapat menghasilkan karya-karya sempurna. Produk itu dikatak kreatif, ketika seseorang mencapai tingkat keberhasilan tertentu. Dengan demikian, produk tersenut tidak diilhami dari karya orang lain secara mutlak, tetapi merupakan karya tersendiri yang belum pernah ada sebelumnya. 3. Inovatif Tingkatan kreativitas ini tidak membutuhkan keterampilan atau kepandaian, tetapi menuntu fleksibilitas dalam memahami hubungan-hubungan baru yang tidak dikenal antara beberapa bagian yang saling terhubung dan telah ada sebelumnya.

4. Kreatif Level berikut ini membutuhkan kemampuan yang kuat untuk membuat konsepsi abstrak yang ada, ketika prinsip-prinsip dasar itu dipahami secara sempurna. Sehingga memudahkan orang yang kreatif untuk memperbaiki dan mengembangkannya. 5. Iluminasi Ini adalah gambaran pemahaman paling tinggi yang mengandung suatu konsepsi dari prinsip yang benar-benar baru dalam tingkatan yang paling banyak abstraknya. Fase-fase Kreativitas Apakah kreativitas itu datang dalam satu waktu ataukah didahului dengan persiapan mental dan pikiran? Apakah orang yang kreatif itu pasti ahli dalam berkreasi sebelum dapat berkreasi? Fase-fase kreativitas telah banyak menyita pikiran para ilmuwan. Di antaranya adalah Katherine Patrick yang dianggap sebagai ahli yang melakukan berbagai eksperimen laboratorium terhadap proses dan fase-fase kreativitas. La sampai pada teori Wallace yang mengatakan adanya fase-fase kreativitas berdasarkan penerapan, bukan berdasarkan pengamatan teori saja. lnti percobaan Katherine adalah ia menyusun sikap eksperimen laboratorium yang menjadikan orang-orang melakukaannya dengan pemikiran kreatif dan melakukan beberapa langkah untuk mencatat terjadinya pemikiran tersebut, selangkah demi selangkah. Ada keistimewaan lain dan penting dalam berbagai riset Katherine, ia melakukan eksperimen yang sama terhadap sekelompok orang yang tidak kreatif yang disebut sebagai kelompok normatif, lawan dari orang-orang kreatif yang disebut dengan kelompok empirisisme atau eksperimentalisme. Katherine akhirnya mencapai suatu identifikasi eksperimental terhadap ide mengenai empat fase proses kreativitas. Keempat fase itu dapat dirangkum sebagai berikut. 1. Fase persiapan Pada fase ini, seorang yang kreatif berkesempatan untuk mendapatkan banyak data, keterampilan, dan pengalaman yang dapat membuatnya menguasai objek kreativitas atau menentukan masalah. Ada orang yang berpendapat bahwa fase ini merupakan fase terpenting. lni terlihat ketika kita mengetahui bahwa kegagalan dalam memahami berbagai masalah secara

benar dan menentukan secara detail merupakan hambatan terpenting terjadinya pemikiran kreatif dan menghalangi para inovator untuk

mendapatkan solusi-solusi yang tepat. Pentingnya fase ini ditegaskan oleh berbagai hasil riset eksperimen yang dilakukan oleh dua orang ilmuwan, Wallace dan Steln. Mereka memahami setelah para ahli riset membagi tema eksperimen inovasi ke dalam dua tingkatan kreativitas. Orang-orang yang memiliki tingkatan kreativitas tinggi mengalokasikan sebagian besar

waktunya untuk fase pertama, yang berkaitan dengan analisis masalah dan memahami unsur-unsur masalah sebelum mulai berusaha untuk

memecahkannya. sedangkan orang-orang yang memiliki tingkat kreativitas rendah tergesa-gesa dalam menyelesaikan masalah dan membutuhkan waktu lebih sedikit untuk langkah pertama. 2. Fase inkubasi lni adalah fase yang identik dengan usaha keras yang dikerahkan oleh seorang yang kreatif dalam memecahkan masalah atau menggapai objek yang sedang ia pikirkan. Pada fase ini biasanya seseorang menghadapi banyak kesulitan dan hambatan yang menghadang kemajuan inovasinya dan menyebabkan kegagalan yang dapat menambah hati tidak tenang, gelisah, tak berdaya. Di antara tulisan yang paling jujur mengenai fase ini adalah yang disebutkan oleh Charlie Chaplin dalam biografinya ketika mengilustrasikan penderitaan yang ia alami saat menulis skenario film-film yang disutradarainya. la berkata: pernah terjadi kerancuan pada cerita yang kutulis. Aku menemukan kesulitan dalam memecahkan persoalan tersebut. Ketika itu, aku terpaksa menunda kerja dan berusaha berpikir sambil berjalan ke sana ke mari. Pada saat aku kembali ke kamarku,kemarahanku kembali memuncak, lalu aku kembali studio dan duduk berjam-jam di balik salah satu pemandangan di studio berusaha untuk memecahkan masalah. Banyak sekali solusi datang di akhir hari, setelah aku merasa putus asa dan sudah mencurahkan segenap pikiranku. Ketika aku tidak lagi memikirkannya, solusi itu akhirnya datang sendiri, seperti hanya lapisan debu yang terangkat dari tanah yang berlapiskan marmer. Aku melihatnya di depanku dan semua

kegelisahan hilang dan kehidupan berdenyut kembali di dalam studioku. Banyak penggagas teori tentang kreativitas membuat hipotesis bahwa orang yang kreatif ketika meninggalkan pemikiran yang sadar mengenai objek yang sedang ia pikirkan, ada semacam penekanan atau

kecenderungan terhadap ketidaksadaran yang diikutinya. Aktivitas tidak

sadar inilah yang bagi orang kreatif dianggap sebagai kelebihan dalam menjalankan proses kreativitas dan mencapai fase iluminasi yang dapat menghasilkan solusi, menyelesaikan masalah, atau tema yang menghantui pikiran orang yang kreatif. 3. Fase Iluminasi Fase ini digambarkan sebagai fase perbuatan detail dan akurat otak dalam proses penciptaan. Fase ini mencakup penyiapan pelita kreativitas atau kesempatan untuk melahirkan ide baru untuk memecahkan masalah atau mengkristalisasikan ide umum untuk berkreasi. Oleh karena itu, fase ini berkaitan dengan inspirasi yang dibicarakan oleh banyak seniman dan ilmuwan. 4. Fase implementasi lni adalah fase final yang mencakup penerapan ide inovatif terhadap ilmu dan standarisasinya, membentuk dan menjelaskan ide umum dalam seni. Model Pendidikan Integratif Clark Model pendidikan intergratif Clark (Munandar, 2004) didasarkan atas

riset tentang otak/pikiran dari dasawarsa terakhir. Titik pusatnya adalah pada fungsi alam pikiran sepenuhnya dari individu dan bertujuan untuk membantu siswa menggunakan semua kemampuan mereka dalam belajar. Untuk itu model ini menggabung penggunaan keterampilan pemikiran, perasaan, pengindraan, dan intuisi (firasat) dalam pembelajaran akademis dan non-akademis. Kekuatan dari model ini ialah pendekatannya yang terpadu dalam belajar, melihat siswa sebagai individu yang berfungsi sepenuhnya dan mempunyai sistem interaksi yang mempengaruhi kinerja. Cara seorang siswa mereka akan mempengaruhi cara berpikirnya, dan juga sebaliknya.
kesadaran-kesadaran yang lebih tinggi, tidak dari alam pikiran sadar rasional, tetapi diperoleh dari alam pra-sadar atau tidak sadar. meningkatkan pertumbuhan ke arah "enlightenment" Intuisi (Firasat) Keadaan merasa membebaskan energi emosional dari pencipta, mengalihkan energi ini ke pengamat, memperoleh respons emosional Perasaan

kreativitas
keadaan berpikir rasional, dapat diukur. dapat dikembangkan dengan latihan sadar dan sengaja. Berpikir
keadaan talenta menciptakan produk baru yang diterima orang lain (dilihat atau didengar). memerlukan perkembangan fisik atau mental tingkat tinggi, keterampilan tingkat tinggi dan bidang talenta.

Penginderaan

Setiap bagian menampilkan suatu fungsi dari otak yang berinteraksi dengan dan mendukung fungsi-fungsi lain jika siswa belajar. Keempat fungsi ini ialah fungsi berpikir (kognitif), fungsi perasaan atau emosi (afektif), fungsi fisik (penginderaan), dan fungsi firasat (mempunyai insight, kreatif), keempat fungsi tersebut saling bekerja sama. Clark (1986) menggambarkan keempat bagian tersebut sebagai berikut: Fungsi kognitif meliputi kekhususan dari belahan otak kiri yang analitis, memecahkan masalah, sekuensial, evaluatif, dan kekhususan dari belahan otak kanan yang lebih berorientasi spasial dan gestalt (keseluruhan). Fungsi afektif digunakan dalam perasaan dan emosi dan merupakan pintu gerbang untuk

meningkatkan atau membatasi fungsi kognitif yang lebih tinggi. Fungsi fisik meliputi gerakan, penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan dan perabaan yang menentukan bagaimana kita mengamati realitas. Fungsi firasat adalah pemahaman secara menyeluruh, secara langsung memperoleh suatu konsep dalam keseleruhannya, dan sebagian merupakan hasil dari tingkat sintesis yang tinggi dari semua fungsi otak. Model integratif ini mempunyai tujuan komponen inti. Meskipun menurut Clark tidak semuanya perlu dalam setiap hal, tetapi penggunaan ketujuh komponen semuanya akan menghasilkan penggunaan yang paling efektif dari model ini. komponen itu adalah: 1. Lingkungan belajar yang responsif 2. Relaksasi dan mengurangi ketegangan 3. Gerakan dan physical encoding 4. Menguasai bahasa dan perilaku 5. Pilihan dan pengendalian yang diamati 6. Aktivitas kognitif yang majemuk dan menantang 7. Firasat dan integrasi Dari tinjauan kurikulum, model integratif membangun pengalaman belajar untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam setiap dari tujuh kawasan komponen kunci. Keterpaduan dari keterampilan fungsi otak itulah

memungkinkan siswa berfungsi sepenuhnya. Delapan Kecerdasan Gardner Gardner dengan Teori Multi Kecerdasan mengatakan bahwa , IQ tidak boleh dianggap sebagai gambaran mutlak, suatu entitas tunggal yang tetap yang

bisa diukur dengan tes menggunakan pensil dan kertas.

Ungkapan yang tepat

adalah bukan seberapa cerdas Anda, tetapi bagaimana Anda menjadi cerdas. Setiap orang memiliki beberapa tipe kecerdasan. Gardner mendifinisikan kecerdasan adalah kemampuan untuk memecahkan masalah atau menciptakan suatu produk yang bernilai dalam satu latar belakang budaya atau lebih. Dengan kata lain kecerdasan dapat bervariasi menurut konteknya. Dalam bukunya

Frames of Mind Gardner menawarkan delapan jenis kecerdasan manusia, sebagai berikut: KinestikTubuh Linguistik

Naturalis

Logis Matematik

Visual Spasial Intrapersonalasial

Interpersonal

Musikal

Kecerdasan Linguistik (Bahasa). Kemampuan membaca, menulis,dan berkomunikasi dengan kata-kata atau bahasa. Contoh orang yang memiliki kecerdasan linguistic adalah penuulis, jurnalis, penyair, orator, dan pelawak. Kecerdasan Logis-Matematis. Kemanpuan berpikir (bernalar) dan menghitung, berpikir logis dan sistematis. Ini adalah jenis keterampilan yang sangat dikembangkan pada diri insinyur, ilmuwan, ekomon, akuntan, detektif, dan para anggota profesi hukum. Kecerdasan Visual-Spasial. Kemampuan berpikir menggunakan Membayangkan berbagai hal

gambar, memvisualisasikan hasil masa depan.

pada mata pikiran Anda. Orang yang memiliki jenis kecerdasan ini antara lain para arsitek, seniman, pemahat, pelaut , fotografer, dan perencara strategis.

Kecerdasan Musikal. Kemampuan menggubah atau mencipta musik, dapat menyanyi dengan baik, dapat memahami atau memainkan musik, serta menjaga ritme. Ini adalah bakat yang dimiliki oleh para musisi, composer,

perekayasa rekaman Kecerdasan Kinestik-Tubuh. Kemampuan menggunakan tubuh Anda secara terampil untuk memecahkan masalah, menciptakan produk atau mengemukakan gagasan dan emosi. Kemampuan ini dimiliki oleh para atlet, seniman tari atau akting atau dalam bidang banguan atau konstruksi. Kecerdasan Interpersonal (social). Kemampuan bekerja secara efektif dengan orang lain, berhubungan dengan orang lain dan memperlihatkan empati dan pengertian, memeperhatikan motivasi dan tujuan mereka. Kecerdasan jenis ini biasanya dimiliki oleh para guru yang baik, fasilitator, penyembuh, polisi,

pemuka agama, dan waralaba. Kecerdasan Intrapersonal. Kemampuan menganalis-diri dan

merenungkan-diri, mampu merenung dalam kesunyian dan menilai prestasi seseorang, meninjau perilaku seseorang dan perasaan-perasaan terdalamnya, membuat rencana dan menyusun tujuan yang hendak dicapai, mengenal benar diri sendiri. Kecerdasan ini biasanya dimiliki oleh para filosof, penyuluh ,

pembimbing, dan banyak penampil puncak dalam setiap bidang. Pada tahun 1996, Gardner memutuskan untuk menambahkan satu jenis kecerdasan kedelapan (yaitu kecerdasan naturalis), dan kendatipun banyak pendapat yang menentang, ada godaan untuk menambahkan yang kesembilan, yaitu kecerdasan spiritual. Kecerdasan Naturalis. melakukan pemilahan-pemilahan Kemampuan mengenal flora dan fauna, runtut dalam dunia kealaman, dan

menggunakan kemampuan ini secara produktif- misalnya berburu, bertani, atau melakukan penelitian biologi.

Kecerdasan hanyalah sehimpunan kemampuan dan keterampilan. Manusia dapat mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan dengan belajar menggunakan kemampuannya secara penuh.

Delapan kecerdasan yang dimiliki oleh manusia ini mengungkapkan kepada kita bahwa ada banyak jendela menuju satu ruangan yang sama di mana subjek-subjek pelajaran dapat didekati dari berbagai prespektif. Dan ketika orang mampu menggunakan bentuk-bentuk kecerdasan mereka yang paling kuat, mereka akan menemukan bahwa belajar itu mudah dan menyenangkan. Model Struktur Intelek dari Guilford Guilford menciptakan suati teori tentang intelegensi yang digambarkan dalam bentuk kubus tiga dimensi yang dimaksudkan untuk menampilkan semua kemampuan intelek manusia. Ketiga dimensi itu ialah konten, produk, dan operasi. Guilford membedakan empat kategori konten, yaitu figural, simbolik, semantik, dan perilaku; enam kategori produk, yaitu unit, krlas, hubungan, sistem, transformasi, dan implikasi; dan lima kategori operasi, yaitu kognisi, ingatan, berpikir divergen, berpikir konvergen, dan evaluasi. Model ini memberikan banyak kegunaan terutama untuk anak berbakat. Disamping meluaskan dan mendalami sasaran belajar berdasarkan gabungan dari tiga dimensi operasi, materi, dan produk, guru dapat memberikan materi pelajarannya dengan melatih proses-proses pemikiran yang beragam, tidak terbatas pada kognisi dan ingatan tetapi mencakup pemikiran divergen, konvergen, dan pemikiran evaluatif sesuai dengan bakat dan kemampuan anak. Model Treffinger untuk mendorong Belajar Kreatif Treffinger melibatkan keterampilan kognitif maupun afektif pada setiap tingkat dari model ini yang terdiri dari tiga tingkatan. Dimulai dengan unsur-unsur dasar dalam menanjak ke fungsi-fungsi berpikir kreatif yang lebih majemuk. Model Treffinger terdiri dari langkah-langkah berikut: basic toolls, practice with process, dan working with real problems. Tingkat I, basic tools atau teknik-teknik kreativitas tingkat I meliputi keterampilan berpikir divergen dan teknik-teknik kreatif. Keterampilan dan teknikteknik ini mengembangkan kelacaran dan kelenturan berpikir serta kesediaan mengungkapkan pemikiran kreatif kepada orang lain. Tingkat II, practice with process, atau teknik-teknik kreativitas tingkat II memberi kesempatan pada siswa untuk menerapkan keterampilan yang dipelajari pada tingkat I dalam situasi praktis.

Tingkat III, working with real problems menerapkan keterampilan yang dipelajari pada tingkat pertama terhadap tantangan dunia nyata. Siswa menggunakan kemampuan mereka dengan cara-cara yang bermakna untuk kehidupannya, siswa tidak hanya belajar keterampilan berpikir kreatif tetapi juga bagaimana menggunakan informasi ini dalam kehidupan mereka.

Model multiple Talents dari Taylor Model multiple Talents atau talenta berganda dari Taylor merupakan hasil penelitian dan karya dalam bidang kreativitas yang dilakukan oleh Calvin Taylor dari University of Utah. Ia berpendapat bahwa tidak hanya bakat akademis yang perlu dipupuk dan dihargai di sekolah; dalam modelnya ia membedakan enam talenta yang dapat dikembangkan di sekolah. Menurut pandangan Taylor, hampir setiap orang berbakat atau bertalenta dalam bidang tertentu modelnya dapat digunakan sebagai curricculum guide. Program dapat disusun untuk mengajar konten akademik, kreativitas,

keterampilan merencanakan, komunikasi, prediksi, dan pengambilan keputusan. Kreativitas ialah kemampuan untuk melihat atau memikirkan hal-hal yang luar biasa, yang tidak lazim, memadukan informasi yang tampaknya tidak berhubungan dan mencetuskan solusi-solusi baru atau gagasan-gagasan baru, yang menunjukkan kelancaran, kelenturan, dan orisinalitas dalam berpikir.

Model Williams untuk Perilaku Kognitif-Afektif di dalam kelas Model ini berlandaskan pemikiran bahwa kreativitas perlu dipupuk secara menyeluruh dalam kurikulum dan bahwa siswa harus mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dalam semua bidang kegiatan mereka. Keterampilan kognitif dan afektif dalam pengembangan kreativitas digabung dengan bidang materi tradisional yang diajarkan di sekolah. Model Williams menampilkan secara tiga dimensi bagaimana kurikulum, strategi mengajar, dan perilaku siswa

berinteraksi dalam meningkatkan pemikiran. Dimensi ini adalah kurikulum (konten mata pelajaran), perilaku guru (strategi guru), dan perilaku siswa (kognitif dan afektif). Taksonomi Sasaran Belajar Efektif dari Krathwohl

10

Taksonomi

Krathwohl

meliputi

seperangkat

keterampilan

yang

dapat

dikembangkan pada siswa yang berkenaan dengan cara mereka merasa. Keterampilan ini sesuai untuk semua umur dan dapat diselingi didalam kurikulum. Taksonomi ranah afektif dari krathwohl terdiri dari lima tingkat: menerima (receiving), kesediaan untuk merespons (willingness to respond), menghargai (valuing), menyusun sistem nilai (organizing a value system), dan perwatakan (characterization) oleh kompleks nilai. Kelima tingkat ini merupakan keterampilan afektif yang diperlukan untuk menggunakan taksonomi kognitif dengan berhasil. Tingkat 1, receiving adalah kemampuan untuk merasakan emosi. Pada tingkat ini siswa menyadari emosi dan dapat menunjukkannya pada salah satu dari tiga sub-tingkat: kesadaran, kesediaan untuk menerima, dan perhatian yang dikendalikan atau dipilih. Tingkat 2 responding, siswa sadar akan hal-hal dalam lingkungannya dan cukup berminat untuk berespons dengan salah satu cara. Dalam kategori ini juga ada tiga sub-tingkat, dengan pola respons pasif sampai aktif, yaitu: menuruti, kesediaan untuk berespons, dan kepuasan dalam berespons. Tingkat 3, valuing berarti bahwa siswa menemukan makna dalam suatu objek atau emosi dan menghargainya. Untuk berfungsi pada tingkat ini, siswa harus menunjukkan keajegan dalam penilaiannya, sehingga nyata bahwa ada satu sistem nilai. Disinipun ada tiga sub-tingkat: menerima suatu nilai, preferensi untuk suatu nilai, dan pengikatan diri (komitmen) terhadap suatu nilai. Tingkat 4, organization, nilai-nilai diinternalkan dan disistemkan menjadi sistem nilai atau kompleks nilai. Ini berarti memprioritaskan beberapa nilai dan mengakomodasi satu sama lainnya sehingga ada keajegan dalam perilaku berdasarkan sistem itu. Ada dua sub-tingkat dalam kategori ini, yaitu konseptualisasi dari suatu nilai, dan organisasi dari sistem nilai. Tingkat terakhir, characterization by a value or value complex adalah tingkat tertinggi dari taksonomi afektif. Disini nilai diterjemahkan dalam perilaku, dan sistem nilai yang dikembangkan siswa akan menentukan bagaiman mereka bertindak. Ada dua sub-tingkat dimana siswa mengalami kondisi percaya, respek, apresiasi, dan afeksi, yaitu: mengembangkan perangkat nilai dan karakterisasi.

11

Matriks berikut memberi gambaran tentang fokus setiap model dalam ranah kognitif atau afektif atau keduanya, dan terutama bagian mana dari model yang tertuju pada pengembangan kreativitas

Taksonomi
Guilford Taylor Treffinger Williams Krathwohl Clark

Ranah
Kognitif Kognitif Kognitif-afektif Kognitif-afektif Afektif Kognitif-afektif

Kreativitas
Berpikir divergen bidang kreatif-produktif ketiga tingkat pengembangan kreativitas dimensi strategi mengajar guru dan dimensi perilaku siswa ciri afektif dari kreatifitas perpaduan antara pemikiran, perasaan, penginderaan, dan firsasat

12

DAFTAR PUSTAKA

Al-Hajjaj, Y.A. 2010. 30 Kiat Meledakkan Kreativitas Anda Kreatif Atau Mati. Solo: Ziyad Visi Media. Bono, E de (2008) Metode Mencetuskan Ide-ide cerdas, orisinal, dan kreatif. Jogjakarta: Think. Munandar, U. 2004. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta.

13

Anda mungkin juga menyukai