Anda di halaman 1dari 8

TUGAS EKOLOGI LAUT TROPIS

ALTERNATIF PENANGGULANGAN FENOMENA GHOSTFISHING


di LINGKUNGAN LAUT



Christin Jelita
230210090036

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JATINANGOR
2011
LATAR BELAKANG
Indonesia sungguh diberi anugrah yang sangat besar oleh Tuhan karena
memiliki sumber daya alam yang melimpah ruah dengan tingkat biodiversity yang
cukup tinggi (kedua tertinggi setelah Brazil). Luas lautnya 3.257.483 km, namun
sekarang ini kondisi lingkungan yang ada sangatlah tidak seimbang. Keadaan
ekosistem laut tropis sekarang ini sedang terusik. Negara kita memang kaya, tetapi
kekayaan itu bila tidak dimanIaatkan dengan bijaksana maka manusia sendiri jugalah
yang akan menerima akibatnya. Kurangnya perhatian dari pemerintah kepada para
nelayan yang latar belakang pendidikannya rendah menjadi salah satu pemicu
pemanIaatan sumberdaya alam yang tidak terkontrol dan ramah lingkungan.
Karena kebutuhan akan protein semakin meningkat, maka para nelayan
berusaha mencari ikan sebanyak-banyaknya. Berbagai cara dilakukan oleh nelayan
kita seperti menggunakan bom ikan, pukat harimau dan racun. Selain itu, mereka juga
mengupayakan pembuatan alat tangkap yang dalam penggunaannya awet dan bisa
digunakan berkali-kali serta memperoleh hasil yang cukup banyak. Alat tangkap yang
dapat digunakan berkali-kali itu dibuat dari suatu bahan sintesis sejenis plastic yang
tidak dapat terurai. Akibat alat-alat tangkap sintetis tersebut terjadilah yang
dinamakan ghost fishing.
GhostIishing merupakan salah satu dampak negative dari metode alat tangkap.
Metode alat tangkap yang paling menimbulkan ghostIishing ialah gillnet, dan bubu.
Ghost Iishing adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan tertangkapnya
organisme laut oleh alat tangkap yang hilang atau telah terpisah dari
operatornya. Hilangnya alat tangkap ini diakibatkan oleh arus dan Iaktor cuaca, alat
tangkap tersapu oleh alat tangkap aktiI seperti trawl dan juga unsur kesengajaan
seperti alat tangkap yang dengan sengaja dipotong karena dirasa mengganggu
pelayaran dan juga daerah operasi penangkapan nelayan lain. Potongan jaring, atau
alat tangkap yang tertinggal di laut, secara terus menerus akan menangkap ikan.
Proses tertangkapnya ikan yang tak termanIaatkan sebagai akibat dari tertinggalnya
alat tangkap ikan di laut inilah yang disebut sebagai ghost fishing. Ghostfishing ini
mempengaruhi kelestarian ikan.
Jaring-jaring plastik menjadi perangkap bagi organisme-organisme laut dan
karena siIat plastik yang tidak dapat dihancurkan oleh organisme sehingga kejadian
tersebut dapat berlangsung bertahun-tahun. Jaring-jaring tersebut dapat memerangkap
organisme saat terapung di permukaan, ketika tersangkut di dasar, atau saat hanyut di
kolom air. Mamalia laut, ikan, burung laut dan penyu adalah sejumlah hewan yang
sering terkena resiko ini. Tahun 1992, US EPA juga melaporkan bahwa di Laut
PasiIik ditemukan sampah jaring plastik sepanjang 1.500 m yang menjerat mati 99
ekor burung laut, ikan-ikan hiu dan 75 ekor ikan salmon. Cukup banyak kerugian
yang dakibatkan ghostIishing ini. Amerika Serikat memperkirakan kehilangan
pendapatan sekitar $250 juta per tahun dari hilangnya lobster akibat dari ghost
fishing. Dilaporkan juga bahwa, jenis kerugian dari ghost fishing ini bukan saja dari
hilangnya sumberdaya ikan, tetapi juga dialami oleh sumberdaya non-ikan seperti
burung laut dan mamalia. Yang tak kalah pentingnya, hilangnya alat tangkap di laut
ternyata juga berdampak luas terhadap ekologi laut dan juga transportasi laut
khususnya keselamatan kapal di laut.

GAGASAN
Kondisi kekinian di lingkungan laut
Pada saat ini laut Indonesia mengalami penurunan produktivitas. Kenyataan
ini sangat ironis karena Indonesia yang merupakan negara kepulauan dan hampir
sebagian besar masyarakatnya merupakan masyarakat pesisir yang menggantungkan
hidupnya dari hasil laut komersial. Nelayan yang biasanya menangkap ikan masih
disekitar pantai sekarang harus melaut cukup jauh untuk memperoleh hasil
tangkapan. Contohnya saja di beberapa daerah seperti Pangandaran, nelayan harus
berlayar sejauh 3mil baru memperoleh hasil tangkapan dan itupun hasilnya tangkapan
yang diperoleh pun tidak seberapa.
GhostIishing terjadi akibat nelayan lokal lebih mementingkan keuntungan
yang diperoleh daripada kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh alat tangkap.
Nelayan di negara kita juga pada umumnya masih menggunakan alat-alat tangkap
tradisional yang memiliki tingkat selektivitas rendah dan murah dalam pembuatannya
salah satunya ialah bubu. Di Indonesia penggunaan bubu masih menjadi Iavorit para
nelayan karena mudah dalam pembuatannya dan juga dapat digunakan berkali-kali.
Namun material pembuatan bubu ini yaitu, kayu,kawat besi dan bambo bersiIat non-
biodegredable. Banyak bubu yang hilang akibat terseret oleh arus akibatnya banyak
sumber daya alam yang tertangkap dengan percuma dan tak termanIaatkan karena
mati sia-sia. Kondisi seperti ini jika dibiarkan terus menerus akan menyebabkan
kerusakan ekosistem yang lebih parah karena terputusnya rantai makanan akibat
terperangkapnya biota-biota tersebut. Pemerintah diharapkan dapat memberi
sosialisasi mengenai alat tangkap yang ramah lingkungan dan juga bantuan modal
untuk penyediaan alat tangkap berteknologi dan ramah lingkungan.
Kriteria teknologi ramah lingkungan
1. Alat tangkap memiliki selektivitas yang tinggi ( ukuran dan jenis ikan)
2. Tidak merusak habitat, nursery dan breeding ground
3. Tidak membahayakan kepada nelayan
4. Menghasilkan ikan yang bermutu baik
5. Produk tidak membahayakan kesehatan konsumen.
6. Hasil tangkapan sampingan rendah
7. Berdampak rendah terhadap terhadap keanekaragaman sumber hayati
8. Tidak menangkap hewan yang dilindungi
9. Diterima secara social
Gambar untuk Ienomena ghostfishing


http://www.myspace.com/marylandparrothead/blog/527231823


http://seapics.com/Ieature-subject/environment/ocean-pollution-pictures-002.html

Namun demikian, Indonesia merupakan negara dengan tingkat biodiversity
tertinggi kedua di dunia, sangat sulit untuk menerapkan seluruh kriteria alat tangkap
berteknologi ramah lingkungan. Merujuk pada penelitian Jamily, Ahmad Bakhtiyar
dalam jurnal Pengaruh Pemberian Arus Listrik Bolak Balik (alternating current/AC)
dengan Beda Tegangan Terhadap Tingkah Laku Ikan Kerapu Macan (Epinephelus
fuscoguttatus), dalam jurnal tersebut dijelaskan bahwa penggunaan arus listrik bolak
balik (AC) dapat mengeIisiensikan hasil tangkapan dan juga tingkat kerusakan
lingkungan yang dihasilkan cukup kecil. Metode penangkapan seperti ini dapat
mengurangi Ienomena ghostfishing yang sangat merusak lingkungan.
Solusi daripada Ienomena ghostIishing adalah menggunakan electric Iishing
sebagai pengganti jaring tangkap. Electro Iishing adalah menggunakan alat bantu
Electric (listrik) untuk menangkap ikan dengan cara menyetrum ikan lalu
menyedotnya ke dalam suatu alat penampung ikan. Arus listrik yang digunakan
adalah arus listrik AC yang cukup aman dan radius penyetruman di sesuaikan dengan
undang-undang dan hukum kelautan dalam penggunaan alat bantu menangkap ikan.
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan alat tangkap ini adalah suhu air, kualitas air,
keadaan lingkungan dan keadaan cuaca.sehingga diharapkan penangkapan ikan
optimal dan tidak ada yang terbuang dan tidak mencemari lingkungan laut
masalahnya agar dapat diterapkan di Indonesia hanyalah masalah publikasi dan
inIormasi serta penyuluhan yang cukup bagi para nelayan dan penangkap ikan.

Langkah-langkah strategis dalam mengatasi fenomena ghostfishing :
1. Penyuluhan yang terprogram kepada nelayan lokal mengenai alat tangkap
ramah lingkungan untuk meminimalisir kerusakan.
2. Studi lebih lanjut dalam pencarian alternatiI alat penangkapan ikan yang aman
dan murah.
3. Menyempurnakan undang-undang yang mengatur mengenai alat tangkap
perikanan.
4. Bantuan dana dari pemerintah pada pusat-pusat penelitian, perguruan tinggi
dan dinas perikanan di daerah yang rawan Ienomena ghostfishing untuk dapat
mencari alternatiI yang terbaik guna menanggulangi ghostfishing.





KESIMPULAN
Penggunaan electric Iishing sebagai alat tangkap alternative yang ramah
lingkungan guna menanggulangi Ienomena ghostfishing. Pemerintah sebagai
pemegang kebijakan diharapkan turut andil dalam mengatasi masalah ini,
bekerjasama dengan pusat-pusat penelitian, perguruan tinggi untuk melakukan
kegiatan sosialisasi kepada para nelayan lokal dan juga megupayakan alat tangkap
yang ramah lingkugan.













SUMBER
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/44533/laporan20Akhir20
PKM20.pdI?sequence2
http://marinedivingclub.wordpress.com/2008/09/16/bagaimana-dengan-sampah-
plastik/
http://www.stp.kkp.go.id/index.php?optioncomcontent&viewarticle&id333:eIek
-terhadap-ekosistem-akibat-kegiatan-penangkapan-
ikan&catid82:pendidikan&Itemid114
http://www.kamusilmiah.com/lingkungan/penangkapan-ikan-ghost-Iishing/
http://elib.ub.ac.id/handle/123456789/24618

Anda mungkin juga menyukai