Anda di halaman 1dari 21

RESPONSIVITAS DAN KAPASITAS EMBRIOGENESIS MIKROSPORA

BEBERAPA GENOTIPE CABAI (Capsicum spp.)PADA SISTEM KULTUR


SEBAR-MIKROSPORA

HAKIIM BASHAAR

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
ABSTRAK
HAKIIM BASHAAR. Responsivitas dan Kapasitas Embriogenesis Mikrospora Beberapa
Genotipe Cabai (Capsicum spp.) pada Sistem Kultur Sebar-Mikrospora. Dibimbing oleh ENCE
DARMO JAYA SUPENA dan HADISUNARSO.
Cabai besar Tanjung-2 dan cabai keriting Big Chili dari Capsicum annuum, serta cabai
rawit tipe hijau Bara dan tipe putih Hot Chili dari C. frutescens diuji responsivitas dan kapasitas
embriogenesis mikrosporanya dengan prosedur kultur sebar-mikrospora untuk memproduksi
tanaman haploid ganda (HG) pada kondisi lokal di Bogor. Sebagai kontrol digunakan cabai besar
HG Galaxy. Ciri morfologi stadia populasi mikrospora uninukleat akhir yang dominan (> 50 %)
pada Galaxy adalah ketika panjang mahkotanya sama dengan atau sedikit lebih panjang dari
kelopaknya, dan ketika warna antera berwarna hijau dengan warna keunguan pada ujungnya.
Induksi androgenesis berhasil dilakukan terhadap kultivar yang dicobakan kecuali cabai rawit
Bara. Responsivitas terbaik diperlihatkan oleh cabai besar Tanjung-2 (58 %) yang tidak berbeda
nyata dengan HG Galaxy (53 %) dengan jumlah embrio lengkap masing-masing 2.2 dan 4.1
embrio per kuncup bunga. Secara umum responsivitas cabai besar lebih baik dibandingkan cabai
keriting, dan cabai keriting lebih baik dari cabai rawit.

ABSTRACT
HAKIIM BASHAAR. Responsifity and capacity of pepper (Capsicum spp.) microspore
embryogenesis in shed-microspore culture procedure. Under supervision of ENCE DARMO JAYA
SUPENA and HADISUNARSO.
Four cultivars of two species pepper (Capsicum spp.), that are : large hot pepper Tanjung-2
and curly pepper Big Chili belonging to C. annuum; green type of small pepper Bara and white
type of small pepper Hot Chili belonging to C. frutescens tested its responsifity and capacity with
the shed-microspore culture procedure to produce the double haploid (DH) at local condition in
Bogor. As control large hot pepper DH Galaxy was used. Morphological marker for the optimal
microspore stage of Galaxy is when the length of petals slightly longer than sepals, and there is an
appearance of purple color on the tips of anthers. Induction of androgenesis was occured in all
cultivars tested except Bara. The best responses were showed by Tanjung-2 (58 %) which is not
statistically different from Galaxy (53 %) with normal embrio yield 2.2 and 4.1 embryo per flower,
respectively. Generally, large hot pepper more responsive than curly pepper, and curly pepper
more responsive than small pepper.
RESPONSIVITAS DAN KAPASITAS EMBRIOGENESIS MIKROSPORA
BEBERAPA GENOTIPE CABAI (Capsicum spp.)PADA SISTEM KULTUR
SEBAR-MIKROSPORA

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biologi

HAKIIM BASHAAR

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
Judul : Responsivitas dan Kapasitas Embriogenesis Mikrospora Beberapa
Genotipe Cabai (Capsicum spp.) pada Sistem Kultur Sebar-Mikrospora
Nama : Hakiim Bashaar
NIM : G 34102071

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, MSi. Ir. Hadisunarso


NIP 131851278 NIP 130779512

Mengetahui,
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor

Dr.Drh. Hasim, DEA


NIP 131578806

Tanggal Ujian: Tanggal lulus :


PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis ucapkan ke-Hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam kepada suri tauladan terbaik
Nabi Muhammad SAW dan semoga terlimpahkan pula kepada keluarga dan para sahabatnya serta
orang-orang yang mengikuti jejak mereka sampai hari kemudian.
Meski luas lahan tanaman cabai di Indonesia relatif stabil, yaitu lebih dari 150.000 hektar
per tahun, produktivitasnya berfluktuasi. Ini menunjukkan ada persoalan dalam budidaya cabai.
Skripsi ini berjudul “Responsivitas dan Kapasitas Embriogenesis Mikrospora Beberapa Genotipe
Cabai (Capsicum spp.) pada Sistem Kultur Sebar-Mikrospora”, dan merupakan sebuah pendekatan
teknologi dalam usaha meningkatkan produktivitas dan kualitas tanaman cabai Indonesia yang
berbasis pada pengembangan kultivar lokal.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Keluarga tercinta, Mamah, Papah, adik-adikku: Febrie Subhan, Okke Maulana, dan Ahmad
Fathan Mubina. Serta tante Ela dan paman Eka atas segala doa, semangat dan kasih sayang
yang membuat penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, MSi. atas segala bimbingan dan fasilitas yang diberikan
untuk menunjang penelitian penulis sampai terselesaikanya skripsi ini.
3. Ir. Hadisunarso atas bimbingan dan arahan yang diberikan kepada penulis saat penelitian
sampai selesai.
4. ... ............. selaku dosen penguji atas masukan untuk perbaikan karya ilmiah ini.
5. Staf dan rekan-rekan penelitian di PPSHB : Pak Adi, Pak Mulya, Mbak Pepy, Pak Muzuni,
mas firda, mas yasir, mbeh relfi, mbak budi, popy, ammay, ussy, jaya dan masih banyak yang
lain tidak penulis sebutkan tanpa mengurangi rasa hormat. Senang bisa mengenal kalian dan
menjalani masa-masa penelitian yang tidak terlupakan bersama
6. Teman-teman seperjuangan di “kota hujan”: Tedi, zaki, yudi, bekti, yandi, hasyim, putra,
selamet, ode, rozi, gani, rahmadi atas kebersamaan dan pengalaman yang menyenangkan
selama ini, semoga kita bisa sukses bersama di masa-masa yang akan datang.
7. Semua pihak yang telah membantu hingga selesainya studi penulis di “kampus rakyat” ini
Semoga karya ilmiah bermanfaat.

Bogor, Desember 2007

Hakiim Bashaar
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 29 Nopember 1983 merupakan anak pertama dari
empat bersaudara, dari pasangan Endang Suardi dan Sri Sukmawati.
Tahun 1996 penulis lulus dari SD Negeri Pisangan II Ciputat. Tahun 1999 penulis lulus dari
SLTP Negeri I Ciputat. Tahun 2002 penulis lulus dari SMU Widuri Jakarta Selatan dan pada tahun
yang sama penulis diterima di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB.
Saat mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Genetika Dasar
untuk program sarjana selama tiga semester pada tahun ajaran 2005-2007, dan juga untuk program
pascasarjana mahasiswa Biologi BUD selama dua semester pada tahun ajaran 2006/2007. Penulis
juga menjadi ketua Bidang Kewirausahaan dari Himpunan Mahasiswa Biologi (HIMABIO) pada
tahun ajaran 2004/2005.
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL............................................................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................................................viii
PENDAHULUAN..............................................................................................................................1
BAHAN DAN METODE...................................................................................................................1
Bahan Tanaman dan Sumber Antera ...................................................................1
Pengamatan Morfologi Kuncup Bunga dan Antera Serta Perkembangan
Mikrospora...........................................................................................................1
Kultur Sebar-Mikrospora Antera..........................................................................1
Perkecambahan dan Pertumbuhan Tanaman........................................................2
HASIL................................................................................................................................................2
Hubungan Morfologi Kuncup Bunga dan Antera dengan Stadia Mikrospora
pada HG Galaxy...................................................................................................2
Embriogenesis Mikrospora..................................................................................2
Hubungan Morfologi Kuncup Bunga dan Antera dengan Stadia Mikrospora
pada Bara dan Hot Chili.......................................................................................3
PEMBAHASAN.................................................................................................................................5
SIMPULAN........................................................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................6
LAMPIRAN.......................................................................................................................................8
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Tahapan perkembangan mikrospora pada beberapa fase perkembangan kuncup bunga
tanaman cabai besar HG Galaxy .......................................................................................................3
Tabel 2 Penampilan beberapa genotipe cabai (Capsicum spp.) untuk vitalitas, responsivitas dan
kapasitas embriogenesis mikrosporanya............................................................................................4

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Morfologi antera di dalam kultur: a. antera pada Bara, b. antera pada Hot Chili dan c.
antera pada HG Galaxy. Bar: 2 mm....................................................................................................8
Lampiran 2 Tahapan perkembangan mikrospora pada beberapa stadia perkembangan kuncup
bunga beberapa genotipe tanaman cabai (Capsicum spp.) ................................................................8
Lampiran 3 Morfologi bunga pada beberapa kelompokan perkembangan. a: : cabai rawit ”Hot
Chili”. b: cabai besar ”Tanjung-2”. c: cabai keriting ”Big Chili”. Bar: a = 2 mm, b = 5 mm, c = 3
mm......................................................................................................................................................9
1

menjadi embrio, dan setelah dikecambahkan


PENDAHULUAN dan dipindahtanamkan akan menjadi tanaman
utuh. Prosedur KSM ini sangat potensial
Cabai merupakan tanaman sayuran
digunakan sebagai langkah awal untuk
terpenting di Indonesia baik dinilai dari luas
mengembangkan cabai varietas hibrida
areal pertanaman maupun nilai ekonominya.
berbasis kultivar lokal yang ada di Indonesia
Pada tahun 2004, luas areal pertanaman cabai
maupun dicobakan pada spesies lain pada
mencapai 194.588 ha atau sekitar 19.9 % dari
genus Capsicum.
total luas areal tanaman sayuran (Deptan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari
2005). Produktivitas cabai pada tahun 2006
responsivitas dan kapasitas embriogenesis
sebesar 5.0 ton/ha (FAO 2007). Produktivitas
mikrospora beberapa genotipe cabai dari
ini ternyata masih lebih rendah bila
spesies Capsicum annuum L. maupun spesies
dibandingkan terhadap rata-rata produktivitas
Capsicum frutescens L. pada kondisi lokal di
negara di Asia seperti India (9.2 ton/ha),
Bogor dengan menerapkan prosedur KSM
Thailand (14 ton/ha), dan Cina (20.6 ton/ha).
yang dikembangkan Supena et al. (2006a)
Oleh karenanya diperlukan usaha untuk
meningkatkan produktivitas dan kualitas
tanaman cabai Indonesia, salah satunya adalah
dengan mengembangkan kultivar lokal yang BAHAN DAN METODE
sudah banyak dikenal dan dibudidayakan oleh Bahan Tanaman dan Sumber Antera
masyarakat. Genotipe cabai yang digunakan adalah:
Pengembangan kultivar lokal tanaman cabai besar Tanjung-2 dan cabai keriting Big
cabai melalui penelitian genetik dan Chili yang termasuk spesies C. annuum; cabai
pemuliaan memerlukan galur murni (GM) rawit tipe hijau Bara dan cabai rawit tipe putih
yang terjamin keseragaman genetiknya. Hot Chili yang termasuk spesies C. frutescens,
Pembentukan GM dapat dilakukan secara serta cabai besar HG Galaxy (Supena et al.
konvensional melalui proses penyerbukan 2006a) sebagai kontrol atau genotipe model.
sendiri terkendali, namun dibutuhkan waktu Pertanaman cabai dan pemeliharaannya di-
sedikitnya 5-7 generasi. Teknologi haploid, lakukan pada lahan terbuka.
yaitu regenerasi embrio dari gamet untuk
Pengamatan Morfologi Kuncup Bunga dan
menghasilkan tanaman haploid dan haploid
Antera Serta Perkembangan Mikrospora
ganda (HG) merupakan alternatif untuk
Pengamatan untuk menentukan tahapan
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pem-
perkembangan mikrospora dilakukan pada
bentukan GM karena hanya membutuhkan 1-2
tanaman model Galaxy, yang selanjutnya
generasi (Ochoa-Alejo & Ramirez-Malagon
digunakan sebagai standar pada penelitian ini.
2001).
Bunga cabai dikelompokan menjadi enam
Penelitian untuk menghasilkan tanaman
tahap perkembangan berdasarkan morfologi
haploid dan HG pada cabai melalui kultur
kuncup bunga dan area warna ungu pada
antera pada media padat telah banyak
antera. Mikrospora diisolasi dari masing-
dilakukan, namun metode ini masih sangat
masing antera kelompok kuncup bunga untuk
bergantung pada genotipe, khususnya spesifik
selanjutnya DNA inti mikrospora diwarnai
untuk jenis paprika (Sibi et al. 1979; Dumas
dengan 4’,6-diamidino-2-phenylindol (DAPI).
de Vaulx et al. 1981; Gyulai et al. 2000).
Stadium perkembangan mikrospora diamati
Metode kultur antera pada media padat ini
dibawah mikroskop fluoresens Nikon Eclipse
dilaporkan tidak responsif pada kultivar cabai
E-600 dengan filter UV.
besar dan bahkan beberapa genotipe paprika
Konfirmasi tahapan perkembangan mikro-
(Qin & Rotino 1993, Ltifi & Wenzel 1994).
spora pada genotipe cabai lainnya dilakukan
Baru-baru ini Supena et al. (2006a)
setelah dari hasil akhir kultur diperoleh bahwa
berhasil mengembangkan prosedur untuk
respon untuk cabai rawit putih sangat rendah
memproduksi tanaman HG varietas lokal
dan bahkan tidak didapatkan pertumbuhan
cabai Indonesia dengan menggunakan metode
embrio pada cabai rawit tipe hijau.
kultur sebar-mikrospora (KSM). Prosedur ini
menggunakan antera yang dikulturkan pada Kultur Sebar-Mikrospora Antera
media dua lapis, yaitu media cair di atas Media. Media yang digunakan adalah
media padat. Selanjutnya dalam masa media dua lapis (Supena et al. 2006a), yaitu
inkubasi, antera akan membuka secara normal lapisan bawah berupa media padat yang
dan mikrosporanya tersebar ke media. mengandung komponen Nitsch (Nitsch &
Mikrospora ini kemudian akan berkembang Nitsch 1969) dan maltosa 20 g/l dengan
2

penambahan arang aktif 10 g/l, dan agar secara bertahap. Tanaman pada stadium
gelrite 2 g/l. Sedangkan pada lapisan atas berdaun 5-6 buah siap diaklimatisasikan dan
berupa media cair dengan komponen sama ditanam dalam pot di rumah kaca.
seperti pada media padat, kecuali tanpa arang Pengamatan dan Analisis Data
aktif dan agar. Untuk mengatasi kontaminasi Perkembangan kultur diamati setiap
digunakan kombinasi antibiotik rifampisin (10 minggu. Setelah kultur berumur 7-8 minggu,
mg/l) dan timentin (400 mg/l). embrio yang terbentuk diamati dan dihitung.
Isolasi Antera. Kuncup bunga yang Embrio dikelompokkan ke dalam dua kate-
digunakan sebagai sumber eksplan adalah gori, yaitu embrio lengkap dan embrio tidak
dengan antera yang mengandung lebih dari lengkap. Embrio lengkap merupakan embrio
50% mikrospora pada stadium uninukleat yang berkembang baik, memiliki radikula,
akhir (Supena et al. 2006a). Karakterisasi hipokotil, kotiledon, epikotil dan plumula
untuk stadia ini adalah adanya warna ungu yang akan berkembang menjadi tanaman yang
pada antera, yaitu pada kelompok tumbuh normal. Sedangkan embrio tidak
perkembangan ke-2 dan ke-3 (Gambar 1 pada lengkap adalah embrio yang tidak mempunyai
bagian hasil). Kuncup bunga diberi kotiledon.
praperlakuan suhu dingin berinterval 5-10 0C Data hasil pengamatan dianalisis meng-
selama satu hari yang diletakkan pada wadah gunakan metode analisis sidik ragam dan uji
tertutup yang berisi kertas lembab. Proses beda nyata terkecil (BNT) dengan program
isolasi antera dilakukan pada kondisi steril di komputer SPSS 14.0.
dalam laminar. Kuncup bunga didesinfeksi
selama 1 menit dalam etanol 70%, kemudian
dibilas 2 kali dalam akuades steril. Desinfeksi
HASIL
dilanjutkan dalam NaOCl 2% selama 15 menit Hubungan Morfologi Kuncup Bunga dan
dengan penambahan Tween-20 0.05% (v/v), Antera dengan Stadia Mikrospora pada
kemudian dibilas 3 kali dalam akuades secara HG Galaxy
bertahap selama 1 menit, 5 menit, dan terakhir Hubungan perkembangan stadia mikro-
minimal 10 menit. Proses isolasi antera dari spora dengan ciri morfologi kuncup bunga
kuncup bunga yang sudah disterilisasi dan warna antera pada tanaman model haploid
dilakukan dengan cara mengelupas kelopak ganda Galaxy disajikan pada Gambar 1 dan
dan mahkota serta melepaskan filamennya. Tabel 1. Stadia uninukleat akhir telah didapati
Inkubasi dan Produksi Embrio. Hasil pada kelompok perkembangan ke-1 (48.5 %),
isolasi antera dikulturkan dalam sistem media persentase ini semakin meningkat pada per-
dua lapis dan diinkubasi pada suhu dingin kembangan ke-2 (60.1 %) dan ke-3 (66.7 %),
berinterval 6-110 C selama seminggu pertama dan kemudian menurun pada perkembangan
kultur, selanjutnya dipindahkan pada suhu 25- ke-4 (42.8 %). Stadia uninukleat akhir tidak
280 C dan selalu dalam kondisi gelap. Embrio didapati lagi pada perkembangan ke-5 dan ke-
yang terbentuk dalam masa inkubasi dipanen 6 karena pada kelompok ini mikrospora telah
pada umur 7-8 minggu kultur untuk se- menjadi polen dan mikrospora tidak berinti.
lanjutnya dikecambahkan. Embriogenesis Mikrospora
Perkecambahan dan Pertumbuhan Embriogenesis mikrospora melalui me-
Tanaman tode KSM berhasil dilakukan pada tanaman
Embrio dikecambahkan dalam medium cabai kontrol serta tiga dari empat genotipe
yang mengandung elemen 1/2 MS, sukrosa 20 tanaman cabai yang dicobakan dalam pe-
g/l dan 6-benzylaminopurin (BA) 0.1 µM, nelitian ini. Analisis statistik terhadap data
dipadatkan dengan gelrite 2 g/l. Kultur kultur memperlihatkan bahwa terdapat penga-
dilakukan pada botol kultur berdiameter 6 cm ruh genotipe terhadap respon embriogenesis
dan diinkubasi pada suhu 25-280 C dengan dan vitalitas kultur. Respon embriogenesis
pencahayaan selama 16 jam. Setelah tiga terbesar dimiliki Tanjung-2 sebesar 58 %
sampai empat minggu bibit yang telah yang tidak berbeda nyata dengan Galaxy (53
berdaun 4-5 buah dan memiliki perakaran %) dan Big Chili (44 %), sedangkan respon
yang baik dipindahkan ke dalam botol terkecil pada Hot Chili sebesar 19 % serta
berdiameter 8 cm dan tinggi 11 cm dengan Bara yang tidak respon sama sekali (0 %)
media campuran tanah, kasting dan arang (Tabel 2).
sekam (1:1:1) setebal 4-5 cm yang Dalam hal vitalitas kultur (ketahanan
dilembabkan dengan air, kemudian botol di- terhadap kontaminasi) kontrol lebih tahan
seal untuk menjaga kelembaban dan dibuka dibandingkan ke empat genotipe lainnya,
3

dimana 60 % dari jumlah petri yang dikultur-


kan terbebas dari kontaminasi, sebaliknya
nilai vitalitas kultur terendah dimiliki oleh
Big Chili (26 %) dan Bara (24 %) (Tabel 2).
3

Tabel 1 Tahapan perkembangan mikrospora pada beberapa fase perkembangan kuncup bunga
tanaman cabai besar HG Galaxy
Fase Warna ungu pada antera Persentase tahapan perkembangan mikrospora
perkembangan dari beberapa
kuncup bunga perkembangan kuncup EU MU LU EB MB G+V TI
bunga
1 Belum ada 6.0 45.5 48.5 0 0 0 0
Hanya tipis pada bagian
2 14.2 25.7 60.1 0 0 0 0
ujung
3 Sekitar ¼ panjang antera 0 33.3 66.7 0 0 0 0
Seluruh antera berwarna
4 0 0 42.8 28.6 28.6 0 0
ungu
Warna ungu memucat pada
5 kuncup dengan mahkota 0 0 0 0 0 68.0 32.0
yang akan mekar
Warna ungu memucat pada
6 0 0 0 0 0 35.0 65.0
kuncup yang baru mekar
Keterangan : EU: uninukleat awal, MU: uninukleat pertengahan, LU: uninukleat akhir, EB:
binukleat awal, MB: binukleat pertengahan, G+V: polen dengan inti generatif dan vegetatif, TI:
Tidak berinti (mikrospora mati)

1 2 3 4 5 6
Gambar 1 Morfologi bunga cabai HG Galaxy pada beberapa kelompok perkembangan. Bar: 5 mm

Jumlah embrio per petri responsif yang dihasilkan terbesar pada Galaxy yaitu 7.1 embrio dan yang
terkecil pada Hot Chili hanya 1.3 embrio (Tabel 2). Hasil ini mengambarkan bahwa genotipe
berpengaruh juga terhadap kemampuan produksi embrio. Dalam hal kualitas embrio yang
dihasilkan, yang diperlihatkan melalui persentase embrio lengkap (Gambar 2a-c), ternyata kultivar
Tanjung-2 (64.4 %) tidak kalah dibanding Galaxy (57.5 %). Tanaman hasil metode KSM juga
berhasil didapatkan pada cabai kultivar Tanjung-2 (Gambar 2e). Hasil pengamatan jumlah
kloroplas dalam sel penjaga daun didapatkan rata-rata jumlah kloroplas sebesar 10.2.

Hubungan Morfologi Kuncup Bunga dan Antera dengan Stadia Mikrospora pada Bara dan
Hot Chili
Rendahnya respon embriogenesis pada Hot Chili serta tidak terjadi respon pada Bara
menimbulkan dugaan bahwa stadia mikrospora yang digunakan tidak tepat, disebabkan penciri
yang berasal dari HG Galaxy kemungkinan berbeda untuk kedua tipe cabai ini. Namun,
et
berdasarkan hasil konfirmasi diketahui bahwa

e
ek
a et b el
et
e

e
cl d e
4

Tabel 2 Penampilan beberapa genotipe cabai (Capsicum spp.) untuk vitalitas, responsivitas dan
kapasitas embriogenesis mikrosporanya
Keterangan: 1= dari jumlah petri awal, 2 = dari jumlah petri tidak kontaminasi. Angka yang diikuti
huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5

Gambar 2 Embriogenesis mikrospora beberapa genotipe cabai (Capsicum spp.) dalam metode
KSM dan tanaman yang dihasilkan : a. embrio pada Galaxy; b. embrio dan kecambah
pada Tanjung-2; c. embrio pada Big Chili; d. embrio pada Hot Chili; e. tanaman berasal
dari hasil KSM cabai varitas Tanjung-2. Karakter-karakter embrio: el (embrio
lengkap); et (embrio tidak lengkap); ek (embrio yang telah berkecambah) Bar: a-d = 3
mm, e = 4 cm

Rata- Rata-rata
Jumlah Kultur terjadi
Kultur tidak rata embrio embrio
total respon
Genotipe kontaminasi 1 embrio lengkap lengkap
kultur embriogenesis 2
(%) per per (%)
(petri) (%)
kuncup kuncup
Galaxy 103 60 a 53 a 7.1 4.1 57.5
Tanjung-2 94 48 ab 58 ab 3.5 2.2 64.4
Big Chili 68 26 b 44 ab 1.9 0.6 33.3
Hot Chili 66 24 b 19 bc 1.3 0.3 25.0
Bara 79 42 ab 0c 0 0 0
5

PEMBAHASAN baik dari cabai rawit. Namun, masih


rendahnya responsivitas dan kapasitas embrio-
Salah satu faktor yang sangat genesis mikrospora pada Hot Chili serta tidak
mempengaruhi keberhasilan induksi andro- terjadi respon pada Bara dalam penelitian ini
genesis melalui kultur antera ataupun isolasi tidak hanya disebabkan oleh pengaruh
mikrospora adalah penggunaan stadia genotipe, tetapi dipengaruhi juga oleh
perkembangan mikrospora yang tepat. Untuk beberapa faktor diantaranya adalah : 1. kurang
cabai, stadia kuncup bunga atau antera yang optimalnya suhu praperlakuan kuncup bunga
tepat adalah yang mengandung lebih dari 50 dan suhu perlakuan inkubasi kultur yang
% mikrosporanya berada pada tahap uni- digunakan; 2. kondisi pertumbuhan tanaman
nukleat akhir (Supena et.al 2006a). Hasil sumber eksplan dan kontaminasi kultur oleh
pengamatan pada HG Galaxy, ciri morfologi patogen pada tanaman yang digunakan; 3.
untuk stadia populasi mikrospora tersebut penggunaan usia fisiologis tanaman yang
adalah ketika panjang mahkotanya sama tidak pada fase-fase awal pembungaan; 4. ciri
dengan atau sedikit lebih panjang dari morfologi bunga dan warna antera untuk
kelopaknya, dan ketika warna antera berwarna stadia mikrospora yang diinginkan tidak sama
hijau dengan terdapat warna keunguan pada untuk semua genotipe.
ujungnya. Hasil ini sesuai dengan yang Suhu praperlakuan kuncup bunga (5-100
dilaporkan Supena et al. (2006a) dan bahkan C) dan suhu perlakuan kultur (6-110 C)
sepertinya berlaku umum untuk kultivar cabai berturut-turut mendekati suhu 40 C untuk
besar (Sibi et al. 1979, Andrezejewski & Mol praperlakuan dan 90 C untuk perlakuan sesuai
1985, Dolcet-Sanjuan et al. 1997, Tipirdamaz yang dianjurkan Supena et al. (2006a), belum
& Ozkum Ciner 2001, Kim et al. 2004, mampu secara optimal menginduksi embrio-
Supena et al. 2006a). Kedua penciri ini genesis mikrospora. Hal ini disebabkan
digunakan juga untuk genotipe cabai lainnya lebarnya interval suhu tersebut terhadap
dalam penelitian ini, yaitu tipe cabai keriting besaran suhu yang diinginkan, dimana
ataupun untuk spesies yang berbeda C. seharusnya pada besaran yang optimal suhu
frutescens. tersebut berperan sebagai cekaman untuk
Pengaruh genotipe terhadap induksi menghentikan perkembangan gametofitik dan
androgenesis pada penelitian ini terlihat dari mengarahkan ke perkembangan sporofitik
variasi respon yang dihasilkan oleh masing- untuk dapat menghasilkan embrio dari
masing genotipe. Secara umum terlihat bahwa mikrospora.
responsivitas dan kapasitas embriogenesis Kontaminasi merupakan masalah utama
mikrospora cabai besar lebih baik dibanding- pada pelaksanaan kultur di Indonesia yang
kan cabai keriting, dan cabai keriting lebih merupakan daerah tropis dengan tingkat
keragaman mikroorganisme yang tinggi menjangkiti tanaman lainnya tetapi di dalam
(Supena et al. 2006b). Pada penelitian ini kultur, Bara memiliki antera yang terlihat
kontaminasi sangat mempengaruhi kultur tidak normal seperti pada tanaman lainnya
dengan menyebabkan terkolonisasinya antera (Lampiran 1). Bara dan Hot Chili merupakan
maupun media oleh bakteri yang berakibat tanaman menahun sehingga peluang adanya
terhadap terhambatnya bahkan terhentinya bakteri endofitik yang secara langsung dan
pertumbuhan mikrospora dalam kultur, dan tidak langsung mempengaruhi vitalitas yang
diduga kontaminasi yang terjadi berhubungan akhirnya mempengaruhi respon sangat besar.
dengan kondisi pertumbuhan tanaman. Penggunaan kombinasi antibiotik Rifampisin
Penggunaan lahan terbuka sebagai tempat (10 mg/l) dan Timentin (400 mg/l) belum
tanam dan dugaan adanya bakteri endofitik sepenuhnya mampu mengatasi kontaminasi
merupakan alasan mengapa masih terjadi kultur, dimana menurut laporan Supena et al.
tingkat kontaminasi yang cukup tinggi dalam (2006b) kombinasi antibiotik Rifampisin (10
penelitian ini. Bakteri endofitik merupakan mg/) dan Timentin (200 mg/l) sudah mampu
bakteri yang hidup di dalam jaringan tanaman menekan kontaminasi hingga 82 % pada
dan umumnya bakteri ini tidak segera kultur antera cabai yang ditumbuhkan di
mengkontaminasi kultur pada periode-periode rumah kaca.
awal tetapi baru mengkontaminasi pada Usia fisiologis yang paling baik untuk
periode kultur yang telah lama (Leifert & kultur adalah pada usia tanaman muda atau
Cassells 2001). Pada Bara walaupun secara pada awal-awal pembungaan (Kristiansen &
morfologi tanaman terlihat memiliki per- Andersen 1993). Kultur yang dilakukan pada
tumbuhan yang sehat dan tahan terhadap penelitian ini umumnya menggunakan antera
penyakit keriting yang umumnya mudah yang berasal dari usia fisiologis yang telah
6

dewasa. Karenanya, sedikit banyak faktor ini dung stadia uninukleat akhir dominan (77.8
ikut mempengaruhi rendahnya respon pada %) dan meningkat hingga perkembangan ke-4
Hot Chili dan Bara. (85.7 %). Karena keterbatasan ulangan
Penciri morfologi bunga dan warna antera pengamatan yang dikhawatirkan akan
untuk mencirikan stadia uninukleat akhir yang memperbesar peluang terjadinya kesalahan,
dominan (> 50 %) pada Galaxy hanya bisa maka stadia yang digunakan yaitu stadia
digunakan pada cabai besar lainnya yaitu dengan persentase terbesar, dimana untuk
Tanjung-2, dan tidak bisa digunakan pada kedua genotipe tersebut berada pada
cabai keriting Big Chili serta pada cabai rawit perkembangan ke-4. Hasil ini memberikan
Bara dan Hot Chili. Hal ini diperlihatkan gambaran perbedaan pola pencirian stadia
melalui konfirmasi yang dilakukan (Lampiran mikrospora untuk ketiga tipe cabai. Pada cabai
2 & 3) dimana stadia uninukleat akhir besar, perkembangan ke-4 tidak lagi
dominan pada Tanjung-2 memiliki pola yang mengandung stadia uninukleat akhir yang
sama pada HG Galaxy dan sekaligus dominan, sebaliknya pada cabai rawit
menjelaskan kemungkinan tingginya respon kelompok perkembangan ini memiliki per-
pada Tanjung-2 disebabkan material awal sentase stadia uninukleat akhir terbesar.
kultur telah tepat. Big Chili memiliki pola Demikian juga cabai keriting Big Chili yang
yang berbeda dengan HG Galaxy, dimana memiliki persentase terbesar juga berada pada
stadia uninukleat akhir dominan terdapat pada perkembangan ke-4 dan ke-5. Oleh karena itu,
kelompok perkembangan ke-4 dan ke-5. dengan melihat hasil ini menjadi catatan
Namun, kuncup bunga yang paling sesuai terhadap perlunya karakterisasi untuk
pada kelompok ini berada pada perkembangan mendapatkan stadia yang dominan sebelum
ke-5 dimana terdapat stadia uninukleat melakukan kultur terutama pada cabai keriting
pertengahan yang lebih sedikit. Sehingga dan cabai rawit
stadia uninukleat akhir yang berada pada fase Pada kultivar Tanjung-2, berhasil
ini berada pada kondisi akan membelah yang didapatkan tanaman haploid dari perkem-
merupakan stadia paling responsif terhadap bangan embrio yang dihasilkan melalui
induksi androgenesis (Sibi et al. 1979 ). Pada metode KSM, tanaman ini memiliki rata-rata
Hot Chili stadia uninukleat akhir dominan jumlah kloroplas sebesar 10.2, dimana jumlah
terdapat mulai kelompok perkembangan ke-2 ini mendekati nilai yang diukur oleh Supena
(71.4 %), meningkat hingga perkembangan et al. (2006b) yaitu sebesar 9.0 untuk tanaman
ke-4 (100 %). Demikian juga juga pada Bara haploid dan 17.0 untuk tanaman haploid
di-mana perkembangan ke-3 telah mengan- ganda atau diploid cabai kultivar Galaxy.

SIMPULAN baik dibandingkan cabai keriting, dan cabai


keriting lebih baik dari cabai rawit.
Penciri morfologi untuk mendapatkan
populasi mikrospora yang mengandung lebih
dari 50 % nya berada pada tahap uninukleat
akhir pada tanaman Galaxy adalah dari antera DAFTAR PUSTAKA
yang berwarna hijau dengan warna keunguan Dumas de Vaulx R, Chambonnet D, Pochard
pada ujungnya yang diperoleh dari kuncup E. 1981. Culture in vitro d’anthères du
bunga dengan ciri panjang mahkotanya sama piment (Capsicum annuum L.):
dengan atau sedikit lebih panjang dari amélioration des taux d’obtention de
kelopaknya. Penciri ini hanya cocok plantes chez différents génotypes par des
digunakan pada kultivar cabai besar dan tidak traitements à +35 0C. Agronomie 1: 859-
cocok untuk kultivar cabai keriting dan cabai 864. (Dalam bahasa Perancis dilengkapi
rawit, karena memiliki pola perkembangan abstrak bahasa Inggris)
yang berbeda. Induksi androgenesis berhasil Dolcet-Sanjuan R, Claveria E, Huerta A.
dilakukan terhadap tiga kultivar anggota C. 1997. Androgenesis in Capsicum annuum
annuum dan satu kultivar anggota C. L.-Effects of carbohydrate and carbon
frutescens. Responsivitas terbaik diperlihatkan dioxide enrichment. J Amer Soc Hort Sci
oleh cabai besar Tanjung-2 dan Galaxy 122: 468-475.
(kontrol) masing-masing sebesar 58 % dan 53
%, dengan jumlah embrio lengkap masing- [Deptan] Departemen Pertanian. 2005.
masing 2.2 dan 4.1 embrio per kuncup bunga. Statistik Pertanian 2005. Jakarta: Deptan.
Secara umum responsivitas cabai besar lebih Gyulai G, Gémesné JA, Sági ZS, Venezel G,
Pintér P, Kristóf Z, Törjék O, Heszkey I,
7

Bottka S, Kriss J, Zatykó L. 2000.


Doubled haploid development and PCR-
anlaysis of F1 hybrid derived DH-R2
paprika (Capsicum annuum L.) lines.
Plant Physiol 156:168-174.
Kristiansen K, Andersen SB. 1993. Effect of
donor plant temperature, photoperiod, and
age on anther culture response of
Capsicum annuum L. Euphytica 67: 105-
109.

Ltifi A, Wenzel G. 1994. Anther culture of hot


and sweet pepper (Capsicum annuum L.):
Influence of genotype and plant growth
temperature. Capsicum and Eggplant
Nwsl 13: 74-77.
Leifert C, Cassells AC. 2001. Microbial
Hazards in Plant Tissue and Cell
Cultures. In Vitro Cell Dev Biol-Plant
37:133-138.
Nitsch JP, Nitsch C. 1969. Haploid plants
from pollen grains. Science 163: 85-87.
Ochoa-Alejo N, Ramirez-Malagon R. 2001.
In vitro chili pepper biotechnology. In
Vitro Cell Dev Biol-Plant 37:701-729.
Powell W. 1990. Environmental and Genetical
Aspects of Pollen Embryogenesis. Di
dalam : Bajaj YPS, editor. Biotechnology
in Agriculture and Forestry, Vol. 12
Haploids in Crop Improvement I. Berlin
Heidelberg: Springer-Verlag. hlm. 45-65.
Qin X, Rotino GL. 1993. Anther culture of
several sweet and hot pepper genotypes.
Capsicum and Eggplant Nwsl 12: 59-62.
Sibi M, Dumas de Vaulk R, Chambonnet D.
1979. Obtention de plantes haploïdes par
androgenèse in vitro chez le piment
(Capsicum annuum L.). Ann Amelior
Plantes 29:583-606. (Dalam bahasa
Perancis dilengkapi abstrak bahasa
Inggris)
Supena EDJ, Suharsono S, Jacobsen E,
Custers JBM. 2006a. Succesful
development of a shed-microspore culture
protocol for double haploid production in
Indonesian hot pepper (Capsicum
annuum L.). Plant Cells Rep 25:1-10.
Supena EDJ, Muswita W, Suharsono S,
Custers JBM. 2006b. Evaluation of
crucial factors for implementing shed-
microspore culture of Indonesian hot
pepper (Capsicum annuum L.) cultivars.
Scientia Horticulturae 107: 226-232.
8

LAMPIRAN

a bb
Lampiran 1 Morfologi antera di dalam kultur: a. antera pada Bara, b. antera pada Hot Chili
dan c. antera pada HG Galaxy. Bar: 2 mm

Lampiran 2 Tahapan perkembangan mikrospora pada beberapa stadia perkembangan kuncup


bunga beberapa genotipe tanaman cabai (Capsicum spp.)
9

Lampiran 3 Morfologi bunga pada beberapa kelompokan perkembangan. a: : cabai rawit


”Hot Chili”. b: cabai besar ”Tanjung-2”. c: cabai keriting ”Big Chili”. Bar: a = 2
mm, b = 5 mm, c = 3 mm.

Anda mungkin juga menyukai