Anda di halaman 1dari 5

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Indonesia mempunyai potensi sumber daya perikanan yang sangat besar dengan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, yaitu memiliki sekitar 3000 jenis ikan di peraiaran laut dan tawar (Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, 2008) ditambah dengan letak Indonesia berada di wilayah pusat segitiga terumbu karang dunia atau biasa disebut the Coral Triangle yang memiliki berbagai jenis terumbu karang yang tersebar di wilayah Indonesia dengan luas diperkirakan mencapai 50.000 km2, yaitu hampir 25% terumbu karang dunia, dengan jumlah genera 70 80, serta spesies yang lebih dari 500 jenis atau merupakan hampir 75% dari keanekaragaman jenis terumbu karang di dunia. Dengan demikan menempatkan Indonesia sebagai negara mega biodiversity (Dahuri 2003 dalam Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut 2008). Salah satu tempat yang mempunyai potensi sumber daya perikanan yang besar dengan keanekaragaman hayati yang tinggi adalah Kepulauan Seribu, Kepulauan Seribu merupakan suatu kawasan di Indonesia yang tediri dari hamparan pulau-pulau yang memiliki potensi keanekaragaman hayati (biodiversity) yang cukup besar yang mengundang ragam pengelolaan yang tinggi (multi use) sehingga masuk dalam kriteria untuk dijadikan Kawasan Perlindungan Laut. Kawasan Kepulauan Seribu dijadikan sebagai kawasan konservasi dan melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 162/Kpts-II/1995 dan No. 6310/Kpts-II/2002 Kepulauan Seribu ditetapkan sebagai Taman Nasional Laut. Kawasan ini memiliki luas wilayah 108.000 ha dengan sekitar 44 buah pulau termasuk ke dalam taman nasional. Taman Nasional Laut kepulauan Seribu dibagi menjadi 4 zona berdasarkan pada kegiatan pengelolaan yang dapat dilakukan. Keempat zona tersebut meliputi Zona Inti, Zona Perlindungan, Zona Pengelolaan dan Zona Pemukiman (Muljono 1992).

Kepulaun Seribu mempunyai keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi serta khas, begitu pula ekosistemnya yang khas, selain itu Kepulauan Seribu mempunyai produktivitas primer yang sangat tinggi hal ini dikarenakan letak Kepulauan Seribu yang berada di wilayah tropis, sehingga organisme yang berperan sebagai produsen primer terutama fitoplankton mendapat penyinaran matahari yang optimal sepanjang tahun. Kandungan fitoplankton dan zooplankton adalah sebagai indikator produktivitas primer, seperti pada perairan tropik lainya produktivitas sepanjang tahun di Kepulaun Seribu tidak mengalami fluktuasi begitu mencolok, hal ini dikarenakan massa air dekat dengan permukaan yang mendapat sinar matahari yaitu ketinggian matahari di cakrawala sepanjang tahun tidak banyak berubah, Dengan demikian diperoleh kondisi yang optimal bagi fitoplankton dan ditunjang dengan unsur hara yang tinggi, sehingga kandungan plankton yang melimpah dapat menunjang kehidupan biota laut yang lebih besar seperti ikan dan biota ekonomis lainya (Mihardja 2001). Fitoplankton merupakan tumbuhan planktonik yang mengandung klorofil dan mampu berfotosintesis, menghasilkan senyawa organik (karbohidrat dan oksigen), Karena kemampuannya tersebut, fitoplankton dapat disebut sebagai produsen primer. Dalam urutan rantai makanan, fitoplankton sebagai organisme autotrof dimakan zooplankton dan zooplankton dimangsa oleh biota karnivor dan seterusnya oleh biota lainnya. Habitat fitoplankton di lapisan permukaan perairan dan kolom air yang masih mempunyai cukup cahaya matahari. Keberadaan fitoplankton di suatu perairan ditentukan oleh interaksinya dengan faktor fisika dan kimiawi perairan, diantaranya adalah nutrien. Faktor faktor tersebut dapat menentukan kelayakan hidup organisme perairan, terutama fitoplankton. Perubahan kondisi perairan baik fisika maupun kimiawi dapat menimbulkan gangguan terhadap kelangsungan hidup fitoplankton yang ada di dalamnya. Perubahan ini dapat terjadi karena pengaruh alami, contohnya hujan dan angin ataupun aktivitas manusia seperti kegiatan pelabuhan, penangkapan dengan mengunakan bom dan laju pertumbuhan penduduk yang terus meningkat.

Fitoplankton sendiri mempunyai batas toleransi terhadap faktor faktor tersebut sehingga akan membentuk struktur komunitas fitoplankton yang berbeda. Data tentang fitoplankton diperlukan untuk membantu dalam perumusan pengelolaan. Mengingat pentingnya data tentang fitoplankton tersebut, maka perlu dilakukan penelitian dan pengkajian lebih dalam tentang struktur komunitas fitoplankton di kawasan Kepulauan Seribu. Sesuai dengan fungsi biologis perairan yang masih potensial, maka dipilihlah perairan Pulau Semak Daun, Kepulauan Seribu yang temasuk kedalam zona pemukiman sebagai lokasi penelitian. Diharapkan dengan penelitian ini dapat diketahui bagaimana struktur komunitas fitoplankton yang terdapat di perairan Pulau Semak Daun dan kaitannya dengan kegiatan pengelolaan di daerah tersebut. Disamping itu, studi mengenai struktur komunitas dan kelimpahan fitoplankton di perairan ini masih belum banyak dilakukan. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka permasalahan yang dapat di identifikasi adalah bagaimana kondisi struktur komunitas fitoplankton di sekitar perairan Karang Lebar Pulau Semak Daun, Kepulauan Seribu. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas fitoplankton perairan Karang Lebar Pulau Semak Daun, Kepulauan Seribu.
1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari hasil penelitian ini adalah

sebagai bahan informasi

pemetaan struktur komunitas fitoplankton di wilayah sekitar Perairan Pulau Semak Daun, Kepulauan Seribu yang dapat dijadikan saran pengelolaan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. 1.5 Pendekatan Masalah Fitoplankton adalah jasad renik yang hidup melayang di dalam air, relatif tidak memiliki daya gerak sehingga gerakannya dipengaruhi oleh gerakan air dan mempunyai kemampuan berfotosintesis (Davis 1955). Berdasarkan

kemampuannya, fitoplankton dinyatakan sebagai dasar dari piramida makanan di dalam ekosistem perairan. Keberadaan fitoplankton di dalam ekosistem perairan bergantung pada aktivitas organisme lain terutama bakteri, yang mampu menguraikan bahan organik menjadi bahan anorgaik yang sangat dibutuhkan oleh fitoplankton (Nyabakken 1992). Fitoplankton mempunyai peranan sangat penting sebagai produsen primer karena mampu menerima dan mengikat cahaya matahari untuk fotosintesis. Fitoplankton meliputi kelas Bacillariophyceae, Cholorophyceae, Chrysophyceae, Dinophyceae, Euglenophyceae, Haptophyceae, Prisiphyceae, dan Xantophyceae (Boney 1975). Pada rantai makanan di laut, fitoplankton merupakan produsen primer yang pada umumnya terdiri dari kelas Diatom (Bacillariophyceae) dan Dinoflagelata (Dinophyceae), fitoplankton tersebut menjadi makanan langsung bagi zooplankton dan beberapa jenis ikan filter feeder (Praseno dan Kastoro 1980). Hal ini diperkuat bahwa fitoplakton yang berukuran besar dan biasa tertangkap oleh jaring plankton adalah Diatom dan Dinoflagelata (Nybakken 1992). Oleh karena itu ke dua kelompok fitoplankton ini di kategorikan sebagai jenis fitoplankton penting di laut (Praseno dan Kastoro 1980). Dalam rantai makanan (food chain), fitoplankton dimakan hewan herbivor yang merupakan konsumen primer (primary consumer). Produsen sekunder ini umumnya berupa zooplankton yang kemudian dimangsa pula oleh hewan karnivor yang lebih besar sebagai konsumen sekunder (secondary consumer). Demikian seterusnya rentetan karnivor memangsa karnivor lain hingga produsen tingkat keempat, kelima dan seterusnya (Nontji 1993). Keberadaan fitoplankton mempunyai hubungan yang positif dengan kesuburan, apabila kelimpahan fitoplankton di suatu perairan tinggi maka peraiaran tersebut memiliki produktivitas primer yang tinggi pula (Raymount 1963). Produktivitas primer adalah laju produksi bahan organik (dinyatakan dalam C= karbon) melalui reaksi fotosintesis persatuan volume / luas sutu perairan tertentu (Nontji 1994). Produktivitas primer merupakan persediaan makanan untuk organisme heterotrof, seperti bakteri, jamur dan hewan. Ikan

termasuk salah satu organisme heterotrof yang dalam hal ini ikan merupakan produktivitas sekunder suatu perairan. Banyaknya produktivitas sekunder dari suatu komunitas tergantung pada banyaknya ptoduktivitas primer pada komunitas yang bersangkutan. Artinya produktivitas sekunder tinggi jika produktivitas primernya tinggi (Susanto 2000). Selain itu produktivitas primer juga mempunyai hubungan positif dengan produktivitas sekunder seperti zooplankton dan ikan (Susanto 2000). Dengan kata lain keberadaan fitoplankton sebagai produsen primer yang tinggi dapat meningkatkan keberadaan organisme di atasnya yang berperan sebagai produsen sekunder seperti zooplankton dan ikan, Perairan Karang Lebar Pulau Semak Daun merupakan daerah yang masuk ke dalam zona pemukiman dan berfungsi sebagai pusat pemerintahan,daerah eskploitasi dan tempat tinggal para penduduk sehingga sangat potensial bagi kegiatan pengelolaan. Pulau Semak Daun merupakan pulau kecil tak berpenghuni dan dikelilingi oleh terumbu karang dengan luas 10.000 m, terletak di Kepulauan Seribu, sebelah utara Teluk Jakarta. Posisi lokasi studi tersebut terletak diantara 54256,60 LS hingga 54422,64 LS dan1063316,80 BT hingga 1063650,40 BT. Struktur komunitas fitoplankton yang ada di perairan Karang Lebar Pulau Semak Daun belum diketahui sehingga dengan mengetahui susunan kelompok fitoplankton yang terdapat diperairan pulau Semak Daun dan faktor lingkungan yang ada didalamnya dapat disimpulkan bahwa pulau semak daun potensial sebagai tempat yang mempunyai produktivitas primer tinggi. Informasi tentang struktur komunitas fitoplankton ini juga bisa digunakan untuk memprediksi apakah di daerah tersebut banyak terdapat biota laut yang nantinya dapat mendukung kegiatan pengelolaan di pulau Semak Daun.

Anda mungkin juga menyukai