Anda di halaman 1dari 18

ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak usia dini yang sehat dan cerdas merupakan Aset Bangsa di masa

depan. Usia dini (usia 0-8 tahun) sering disebut sebagai usia emas (the golden age) hanya datang sekali dan tidak dapat diulangi lagi, sangat menentukan kualitas sumber daya manusia. Dengan demikian, periode ini merupakan periode kondusif untuk menumbuhkembangkan berbagai kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional dan spiritual. Akan tetapi, hal tersebut dapat dicapai jika anak mempunyai status gizi dan kesehatan yang baik. Jumlah anak Indonesia usia 0-6 tahun pada tahun 2008 diperkirakan 13% dari total penduduk, atau mendekati 30 juta orang. Jumlah ini secara absolut sangat besar, dan memerlukan proses tumbuh kembang secara optimal mulai dari pengasuhan dalam rumah maupun melalui pelayanan kesehatan, gizi, dan pendidikan. Derajat kesehatan anak umur 0-6 tahun masih sangat rendah, antara lain ditunjukkan oleh tingginya angka kematian bayi (34/1000 kelahiran hidup, SDKI 2007), dan angka kematian balita (45 per 1000 kelahiran hidup, SDKI 2007), angka morbiditas penyakit infeksi masih dominan yang ditandai dengan prevalensi ISPA dan diare pada bayi masing-masing (14.9% dan 11,7%), sedangkan prevalensi ISPA dan diare pada umur 1-4 tahun sebesar 16.1% dan 11.3% (Riskesdas, 2007). Terlihat juga kesenjangan derajat kesehatan dan gizi anak Indonesia yang lebar terutama antara anak yang berasal dari keluarga kaya dan keluarga miskin, antar daerah (kota, desa), dan antar latar belakang orang tua yang berbeda. Indonesia telah melaksanakan pelayanan sosial untuk anak usia dini, seperti pelayanan kesehatan dan gizi di Posyandu, Taman/Tempat Penitipan Anak, Kelompok Bermain, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-kanak, Raudhatul Atfhal, serta Bina Keluarga Balita. Namun terdapat disparitas antara propinsi, kabupaten dan kota se Indonesia. Secara Nasional angka partisipasi balita di Posyandu untuk penimbangan 4 kali hanya 45.4%, khusus di SulSel mencapai 39.8% (Riskesdas, 2007), angka partisipasi kasar PAUD pada tahun 2008 sebesar 50,62%, sedangkan di SulSel angkanya masih sangat jauh dari angka nasional yaitu 45.20%. Disamping masalah cakupan yang masih rendah, masih perlu diamati tentang kualitas pelayanan yang diberikan. Pada umumnya partisipasi masyarakat sangat positif, namun dirasakan fasilitas dan kualitas yang diterima masyarakat masih terbatas dan sangat bervariasi. Oleh karena itu, diperlukan sebuah kajian untuk mengamati praktek pelaksanaan berbagai jenis pelayanan anak usia dini, selanjutnya diberikan intervensi pendidikan gizi dan kesehatan, dan stimulasi psikososial kepada kader/guru dan orang tua untuk meningkatkan wawasan dan keterampilan para pengasuh, yang akhirnya akan berimplikasi terhadap tumbuh kembang anak yang optimal.

B. Tujuan Khusus Untuk tercapainya proses tumbuh kembang anak yang optimal, maka perlu dilakukan program pengembangan anak usia dini dengan kualitas yang terbaik. Diketahui beberapa bentuk program ini di masyarakat berkembang dengan pesat di Indonesia, dan perlu segera dideteksi kualitasnya dalam rangka mengajak masyarakat paham tentang pentingnya membentuk sumber daya manusia yang optimal. Tujuan dari penelitian adalah untuk : 1. Mengidentifikasi keragaan PAUD (Jumlah, jenis, keberfungsiaan termasuk faktor pendukung dan penghambat) 2. Mengidentifikasi kompetensi kader dalam penyelenggaraan PAUD, keragaan peserta PAUD dan orangtua/pengasuh utama 3. Memperoleh instrument penyelenggaraan, monitoring dan evaluasi Pos PAUD 4. Menyusun materi TOT bagi kader/pengelola dan materi penyuluhan kepada orangtua/pengasuh utama 5. Menyelenggarakan TOT bagi kader/pengelola dan penyuluhan kepada orangtua/pengasuh utama 6. Mengevaluasi dampak TOT terhadap kompetensi kader dan status gizi dan kemampuan peserta PAUD 7. Mempelajari strategi program yang holistik untuk anak usia dini dan keluarganya yang melibatkan perencanaan yang terintegrasi antar pelayanan anak, pendidikan, kesehatan, serta pelayanan-pelayanan sosial lainnya. C. Urgensi (Keutamaan) Penelitian Usia dini merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan dan perkembangan kepribadian anak dan sangat penting dalam perkembangan intelegensi. Secara alamiah perkembangan anak berbeda-beda, unik dan tidak ada satu anak yang persis sama meskipun berasal dari anak yang kembar. Setiap anak berbeda dalam hal intelegensinya, bakat, minat, kreativitas, kematangan emosi, kepribadian, kondisi jasmani dan sosialnya. Sehingga, periode ini adalah masa yang berharga dan sangat penting bagi seorang anak untuk mengenali berbagai macam fakta di lingkungannya sebagai stimulan terhadap perkembangan kepribadian, psikomotor, kognitif maupun sosialnya yang dapat diperoleh melalui pendidikan anak usia dini (PAUD), yang meliputi TK/ RA untuk anak usia 5-6 tahun, serta kelompok bermain, taman penitipan anak, dan berbagai program serupa untuk anak usia 3-4 tahun. Selain itu, beberapa muatan penyiapan anak usia dini untuk belajar di SD/MI diberikan juga di Posyandu dan program Bina Balita. Posyandu yang pada awalnya merupakan program layanan kesehatan bagi ibu dan anak usia dini, kini telah dilengkapi dengan muatan pendidikan. Demikian juga Bina Balita yang memberikan layanan pendidikan dan pemeliharaan kesehatan anak bagi orangtua, terutama ibu, yang memiliki anak usia di bawah 5 tahun. Kehidupan pada masa anak yang merupakan suatu periode kritis atau

sensitif, kualitas perangsangan (stimulus) harus diatur sebaik-baiknya, yang tentunya memerlukan intervensi baik dari guru, kader maupun pengasuhnya. Program PAUD informal dan nonformal diarahkan untuk memberikan layanan pengembangan anak usia 0-6 tahun secara intensif dengan mengoptimalkan peran orang tua dan pemberdayaan peran serta masyarakat melalui program taman penitipan anak, kelompok bermain, dan satuan PAUD sejenis. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) mulai dikembangkan pada tahun 2001 melalui jalur informal yaitu melalui pendidikan keluarga dan pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan sekitarnya dengan sasaran program adalah anak usia 3-4 tahun dan stimulasi oleh kader dalam bentuk bermain bersama. Program PAUD pada saat ini ada yang sudah terintegrasi dengan Posyandu dan Kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB) agar dapat secara luas menjangkau anak di perdesaan. Program ini memfokuskan kegiatan melalui pemberian wahana bermain yang mendidik, meningkatkan kemampuann orang tua dan merangsang perkembangan anak, serta mempengaruhi pola asuh anak di lingkungan keluarganya. Untuk anak usia 5-6 tahun, pelayanan diberikan melalui Taman Kanak-Kanak (TK) dan Raudhatul Athfal (RA) dengan tujuan membantu anak mengembangkan berbagai potensi diri secara fisik dan psikis, yang meliputi moral dan nilai-nilai agama, sosial, emosional, dan kemandirian, kognitif, bahasa, fisik motorik dan seni agar siap memasuki pendidikan dasar. Pelayanan kesehatan dan gizi di Posyandu dilakukan untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan anak, termasuk didalamnya adalah deteksi anak dari penyakit, pemberian imunisasi, tempat konsultasi orang tua untuk perkembangan kesehatan dan gizi anak. Berdasarkan data Potensi Desa 2008, dari 75,410 desa, 70,046 diantaranya sudah mempunyai Posyandu, sejumlah 258.347 Posyandu yang menjangkau anak 0-5 tahun. Pada beberapa wilayah kegiatan di Posyandu sudah diintegrasikan dengan kelompok bermain yang memberi pelayanan pengembangan psikososial untuk anak dan parenting skill untuk ibu. Pada wilayah perkotaan, anak 3 bulan 6 tahun, selain Posyandu, anak mendapat pelayanan pada Taman/Tempat Penitipan Anak (TPA) dengan kegiatan antara lain pengasuhan, perawatan, bimbingan sosial, dan stimulasi psikomotorik yang dilakukan melalui permainan individu dan kelompok. Khusus pada anak 3-4 tahun, pelayanan pendidikan lebih dominan. Pada kelompok ini, aspek asertif dalam bentuk pembelajaran moral dan sosial emosional juga dikembangkan disamping aspek kognitif dan psikomotorik. Pelayanan anak lainnya adalah kelompok bermain (KB), umumnya untuk anak 2,5 5 tahun. Kegiatan pelayanan yang dilakukan bervariasi, antara lain anak mendapat pembelajaran nilai-nilai dasar, agama dan moral, kemampuan kognitif, bahasa, dan sosioemosional yang dilakukan secara bermain, dinamika kelompok, pengenalan lingkungan, dan lain sebagainya. Situasi pelayanan sosial seperti tersebut di atas, seharusnya sudah dapat mengantisipasi kepentingan pengembangan anak usia dini di Indonesia. Akan tetapi berbagai permasalahan dirasakan, terutama berkaitan dengan cakupan dan kualitas program. Faktanya, kondisi anak usia dini Indonesia

dewasa ini sangat memprihatinkan ditandai dengan rendahnya status kesehatan dan gizi serta kesiapan untuk bersekolah. Dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2007), misalnya diketahui bahwa cakupan Posyandu hanya 45,4% anak balita datang ke Posyandu melakukan pemantauan berat badan 4 kali untuk 6 bulan terakhir. Ada kecenderungan cakupan Posyandu ini cukup tinggi hanya pada kelompok anak usia 0-23 bulan, yaitu ketika mereka membutuhkan imunisasi. Setelah itu partisipasi menurun seiring dengan bertambahnya usia anak. Disamping itu, ditunjukkan pula bahwa anak usia 1223 bulan yang mendapat imunisasi lengkap hanya 46,2%. Layanan pendidikan anak usia dini (PAUD, BKB, TPA, KB, TK/RA) juga dirasakan masih jauh dari mencukupi, terutama untuk anak 24 bulan keatas. Dari data Potensi Desa 2008, diketahui Pos PAUD ada di 20.271 desa dari total 75.410 desa di seluruh Indonesia. Banyak faktor penyebab yang saling terkait mulai dari peran keluarga yang tidak optimal antara lain karena rendahnya status kesehatan dan pendidikan ibu yang menyebabkan pola asuh anak tidak memadai, dan juga belum tersedianya pelayanan kesehatan, gizi, dan pendidikan yang baik. Berdasarkan kondisi tersebut di atas, program pengembangan anak usia dini sangat dibutuhkan. Pada usia dini diperlukan intervensi dari orang dewasa, orang tua, maupun pendidik untuk memberikan perhatian khusus dengan cara memberikan pengalaman yang beragam. Intervensi dini membantu anak dalam keluarga dengan tujuan agar anak dapat meningkat secara optimal dalam pertumbuhan dan perkembangannya, dengan asumsi kegiatan intervensi dini bersifat interdisiplin (kedokteran, pendidikan, pelayanan social, pengasuhan, kesehatan masyarakat, dan psikologi), dan harus didekati melalui lingkungan keluarga. Bentuk intervensi yang harus diberikan pada tahun-tahun pertama sejak kelahiran anak meliputi kesehatan, gizi, pendidikan dan stumulasi psikososial, yang diharapkan dapat menghasilkan manusia yang mandiri, terampil, mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah-ubah. Teori ekologi anak menjelaskan bahwa perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh sistem interaksi yang kompleks dari berbagai tingkatan lingkungan disekitarnya. Dua faktor utama yaitu faktor intrinsik (dari dalam tubuh anak) dan faktor ekstrinsik (dari luar tubuh anak, dan lingkungan) sangat besar pengaruhnya pada proses tumbuh kembang anak. Lingkungan di sekitar anak adalah semua interaksi yang terjadi mulai dari yang terdekat dengan anak (orangtua, keluarga, teman sebaya, pengasuh), sampai dengan komponen yang mempengaruhi interaksi yang terdekat dengan anak tersebut (pendidikan orangtua, tempat orangtua bekerja, sekolah, tempat pelayanan sosial, atau lembaga lainnya). Tidak terlupakan interaksi pada proses tumbuh kembang anak tersebut berkaitan juga dengan nilai budaya, adat istiadat setempat, hukum dan peraturan perundangan, serta kebijakan sosial lainnya. Dengan kompleksitas lingkungan yang mempengaruhi tumbuh kembang anak, maka Indonesia memerlukan program pengembangan anak usia dini yang holistik dan terintegrasi. Tahun 2006, Bappenas sudah memfasilitasi untuk melakukan studi kebijakan tentang ini. Dari studi

kebjakan tersebut, telah keluar rekomendasi bahwa: 1. Setiap anak yang lahir di Indonesia mempunyai hak untuk hidup dan berkembang mencapai kapasitas maksimal potensinya. Pemberian prioritas untuk proses tumbuh kembang anak adalah suatu keharusan yang pada akhirnya merupakan investasi suatu negara untuk maju. 2. Pendekatan holistik pengembangan anak usia dini yang mencakup kesehatan dasar, gizi, dan pengembangan intelektual, mental, emosi dan psikososial menjadi suatu kebutuhan untuk untuk menyiapkan sumber daya manusia yang kreatif dan produktif. 3. Program pengembangan anak usia dini yang tidak terintegrasi perlu segera dibenahi agar kondisi anak Indonesia yang masih memprihatinkan dapat segera membaik. Dengan demikian, sinergi antarpelaku yang sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak agar sehat dan cerdas perlu diwujudkan. Untuk itu diperlukan pengamatan intensif dari peran antar pelaku tersebut melalui suatu proses penelitian. Dari pengamatan intensif ini diharapkan mulai dapat dikembangkan strategi dan kebijakan program yang selanjutnya juga memerlukan ujicoba dengan memberikan intervensi yang jelas sesuai permasalahan tumbuh kembang anak.

BAB II STUDI PUSTAKA Hakikat anak usia dini dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasioanal No 20 tahun 2003 adalah kelompok manusia yang berusia 0-6 tahun. Namun beberapa ahli, mengelompokkan hingga usia 8 tahun. Anak usia dini merupakan kelompok anak yang berbeda dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik, yang berarti bahwa anak tersebut memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik kasar dan halus), kecerdasan (daya pikir, daya cipta), sosio emosional, bahasa dan komunikas yang berbeda. Pertumbuhan dan perkembangan seringkali disandingkan, karena keduanya memiliki keterkaitan yang tidak bisa dipisahkan. Pertumbuhan merupakan proses perubahan yang terjadi secara kuantitatif, mencakup pertambahan struktur, organ, sel-sel, maupun pertambahan berat badan, dsb. Sedangkan perkembangan merupakan konsep yang memilik perubahan yang bersifat kuantitatif dan kualitatif yang menyangkut aspek mental/psikologi yang ditandai dengan kemampuan anak dalam merespon pembicaraan orang dewasa, merangkak, berjalan, memegang suatu benda, dll (Mutiah, 2010). Pertumbuhan dan perkembangan anak merupakan hasil interaksi antara faktor genetik-herediter-konstitusi dengan faktor lingkungan, baik lingkungan prenatal maupun lingkungan post natal. Faktor lingkungan ini yang akan memberikan segala macam kebutuhan, yang merupakan kebutuhan dasar yang diperlukan untuk tumbuh dan berkembang. Kebutuhan dasar anak untuk tumbuh dan berkembang dibagi atas 3 kelompok yaitu :1) kebutuh fisis biomedis (asuh); 2) kebutuhan akan kasih sayang/emosi (asih); dan 3) kebutuhan latihan/ ransangan/bermain (asih). Aspek yang termasuk dalam kebutuhan fisis-biomedis diantaranya adalah gizi yang adekuat dan seimbang, perawatan kesehatan dasar, pakaian, perumahan, personal higiene dan sanitasi lingkungan. Kebutuhan akan kasih sayang/emosi meliputi kasih sayang orang tua, rasa aman, harga diri, kebutuhan akan sukses, mandiri dan dorongan, kebutuhan mendapatkan kesempatan dan pengalaman, dan rasa memiliki. Sedangkan kebutuhan akan stimulasi termasuk di dalamnya adalah aspek pendidikan dan pelatihan baik formal maupun non formal (Narendra, dkk, 2002). Beberapa kondisi yang dibutuhkan agar anak dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik yakni : 1) lingkungan keluarga yang bahagia dan sejahtera; 2) memberikan sandang, pangan, dan papan yang memadai bagi pertumbuhan dan perkembangan anak; 3) memberikan keteladanan yang baik terhadap anak; 4) mengajarkan nilai-nilai yang baik (kejujuran, tanggungjawab, disiplin, sopan santun, murah hati, suka menolong, dll); 5) memberikan waktu bermain dan alat bermain yang memadai. Usia 0-6 tahun merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan dan kepribadian anak dan sangat penting dalam perkembangan intelegensi. Terdapat beberapa tahapan/masa yang dilalui anak usia dini yaitu : 1) masa peka (masa sensitif dalam penerimaan stimulasi dari lingkungan); 2) masa

egosentris (selalu ingin dituruti, sehingga perlu perhatian dan kesabaran dari orang dewasa/pendidik); 3) masa berkelompok (anak-anak lebih senang bermain dengan teman sebayanya); 4) masa meniru (proses peniruan dengan orang-orang di sekitarnya yang dekat); 5) masa eksplorasi (masa menjelajahi dengan memanfaatkan benda-benda yang ada di sekitarnya). Setiap anak mengalami berbagai macam tahapan perkembangan yang berlangsung secara berurutan, terus menerus, dalam tempo perkembangan tertentu yang realtif sama. Peran aktif orang tua terhadap tumbuh kembang anaknya sangat diperlukan pada saat mereka masih berada pada usia dini. Mengasuh, membina, dan mendidik anak di rumah merupakan kewajiban bagi setiap orang tua dalam usaha membentuk kepribadian anak. Kemampuan dan sensitivitas pengasuh (orangtua) menginterpretasikan isyarat-isyarat anak memudahkan tumbuh kembang anak mencapai optimal. Oleh karena itu, orang tua harus memahami tingkat perkembangan anak, dan mempunyai motivasi yang kuat untuk memajukan tumbuh-kembang anak. Namun demikian di dalam proses pengasuhan pembinaan dan pendidikan ditemukan beberapa masalah yang dapat menimbulkan kesulitan dalam pengasuhan anak. Ada tiga jenis sikap orang tua dalam keluarga yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak yaitu sikap otoriter, liberal, dan demokrasi. Orang tua yang otoriter mengakibatkan anak mempunyai rasa sosial, keberanian dan kreativitas menjadi tidak/kurang berkembang, anak menjadi penakut/pemalu, dan kurang tegas dalam mengambil tindakan. Sedangkan orang tua yang liberal anak menjadi tidak disiplin, tidak sopan, egois, hubungan dengan orang lain kurang harmonis, tidak menurut, tidak menghargai orang tua, dan sering menentang norma yang berlaku di masyarakat. Orang yang demokratis, anak akan menunjukkan sikap atau perilaku tanggung jawab yang besar, dapat menerima perintah dan dapat diperintah sesuai dengan kewajaran, dapat menerima kritik secara terbuka, memiliki keberanian untuk berinisiatif dan kreatif, mudah beradapatasi dan lebih toleran, dan dapat menghargai hasil karya orang lain. Pengasuhan anak dalam hal perilaku yang dipraktekkan oleh pengasuh (ibu, bapak, nenek, atau orang lain) dalam memberikan makanan, pemeliharaan kesehatan, memberikan stimulus, serta dukungan emosional dan kasih sayang memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan intelektual anak (Husaini, 2006). Pendidikan bagi anak usia dini sangat penting dilakukan, karena pendidikan merupakan dasar bagi pembentukan kepribadian manusia, sebagai peletak dasar budi pekerti yang luhur, kepandaian dan keterampilan. Pembelajaran pada anak usia dini merupakan hasil interaksi antara pemikiran dan pengalamannya dengan materi-materi, ide-ide dan representasi mentalnya terhadap dunia sekitarnya. Orang dewasa (guru, kader, maupun pengasuh) dapat menggunakan pengetahuan tentang perkembangan anak untuk meneidentifikasi tentang ketepatan tingkah laku, aktivitas dan materi-materi yang diperlukan untuk setiap kelompok usia, yang sekaligus juga dapat digunakan untuk memahami pola perkembangan anak, kekuatan, minat dan pengalaman, serta untuk merancang lingkungan pembelajaran yang sesuai. Pemahaman tentang tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak, akan

mempermudah orang tua maupun pendidik untuk mencermati apakah anak sudah bertumbuh dan berkembang sesuai dengan patokan pertumbuhan dan perkembangan anak. Hal ini penting, untuk mempersiapkan anak dengan pemberian stimulasi yang tepat sesuai dengan kemampuan anak pada usia tertentu. Terdapat berbagai macam stimulasi yaitu stimulasi visual, verbal dan taktil. Pemberian stimulasi yang efektif akan dapat mengembangkan kemampuan dan potensi anak secara lebih baik. Stimulasi dapat berfungsi sebagai penguat dan pendorong bagi perkembangan anak secara optimal. Anak pada dasarnya belajar melalui berbagai macam sensori dan panca indranya. Panca indra merupakan pintu gerbang masuknya berbagai pengetahuan ke dalam otak anak. Karena itu, posisi pancaindra mempunyai peran yang strategis dalam mengembangkan berbagai potensi anak usia dini. Sehingga seluruh pancaindra selayaknya diberikan kesempatan yang sama untuk menjadi alat dalam belajar melalui alat permainan dengan menggunakan indra penglihatan, pendengaran, penciuman dan perabaan (Mutiah, 2010). Selama tahun-tahun pertama, otak bayi berkembang sangat pesat yang menghasilkan bertriliun-triliun sambungan antar sel. Sambungan antar sel akan semakin kuat apabila diberikan stimulasi dan semakin sering digunakan. Sebaliknya, akam melemah bahkan musnah apabila tidak pernah diberikan stimulasi dan tidak pernah digunakan dalam proses kognitif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila anak jarang disentuh, jarang diberikan rangsangan baik visual, verbal maupun taktil dan kinestetik, maka perkembangan otaknya 2030% lebih kecil dari ukuran normal anak seusianya. Selama 10 setahun (sejak tahun 1960-1970) terdapat berbagai program intervensi dini yang bersifat eksperimental telah diteliti. Kemudian pada tahun 1977 peserta program mulai diteliti, hasilnya menunjukkan bahwa anak yang mendapat perlakuan intervensi dini dibandingkan dengan mereka yang tidak mengikuti program memperlihatkan skor IQ yang lebih tinggi dalam tes kecerdasan, meningkatnya kemampuan membaca dan lebih banyak menunjukkan perkembangan yang normla selama berada di level sekolah dasar. Hamburg (1987) berpendapat bahwa intervensi yang dilakukan pada tahun-tahun pertama sejak kelahiran anak dapat memberikan dasar kualitas untuk kehidupan dalam waktu yang lama dan kesehatan jangka panjang. Kesehatan, gizi dan pendidikan, pengasuhan dan perlindungan sangat berkaitan satu sama lain. Intervensi kelima unsur tersebut dapat menghasilkan manusia yang mandiri, terampil, mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah-ubah. Pengaruh gizi terhadap kecerdasan anak, dapat dijelaskan melalui pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan otak sejak intrauterine sampai kepada anak lahir dan usia dini. Sejak dari minggu ke-4 pembuahan sampai lahir dan anak usia dini, gizi amat berperan penting di dalam proses pertumbuhan dan perkembangan otak. Menurut Georgieff (2007) pengaruh gizi makro terhadap otak dapat dikategorikan terhadap pengaruh terhadap struktur anatomi otak (pembelahan sel-sel syaraf yang akan menentukan jumlah sel saraf yang dibentuk dan melalui proses pertumbuhan sel-sel syaraf yang akan menentukan serta perkembangan sel-sel syaraf menuju terbentuknya sel saraf

dengan komponen lengkap (akson, dendrit, sinaps dan komponen lain), pengaruh terhadap kimia otak (proses pembentukan jumlah atau konsentrasi neurotransmitter, pembentukan jumlah reseptor dan jumlah pengangkut neurotransmitter), dan pengaruh terhadap fisiologi otak (proses metabolisme otak dan peningkatan efisiensi dari proses ransangan otak). Selain gizi makro yang mempengaruhi otak, gizi mikro (Iodium, asam folat, zat besi, zink, tembaga, vitamin B kompleks, vitamin A, vitamin C dan E, dan cholin) juga sangat berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan otak . Studi-studi mengenai perkembangan otak, perilaku, motorik dan kecerdasan dalam kaitannya dengan gizi pada manusia sudah banyak dilakukan di negara lain. Akan tetapi, di Indonesia masih sedikit jumlah studi yang khusus mengaitkan gizi dengan perkembangan otak, sebagian besar studi hanya melihat pengaruh gizi terhadap pertumbuhan otak, perkembangan perilaku motorik dan kecerdasan. Pertumbuhan fisik individu sebelum dan setelah lahir akan merupakan ledakan besar dalam perkembangan kognitif dan emosional anak. Berdasarkan review dari berbagai studi tentang pengaruh kekurangan gizi terhadap perkembangan kecerdasan anak. Martorell (1996) menyimpulkan bahwa kekurangan gizi pada masa kehamilan dan usia dini menyebabkan keterlambatan dalam pertumbuhan fisik, perkembangan motorik, dan gangguan perkembangan kognitif. Pengaruh ini dapat menyebabkan berkurangnya IQ sebesar 15 poin. Selain itu, semakin muda anak mendapatkan intervensi gizi semakin baik perkembangan perilakunya.. Pentingnya intervensi gizi di usia awal dan hubungannya dengan kemampuan kognitif dalam jangka pendek dan jangka panjang sangat jelas. Selain intervensi gizi (makro dan mikro), stimulasi psikososial sejak dari janin, sampai anak berusia 6 tahun juga sangat besar peranannya dalam perkembangan otak. Semakin awal stimulasi psikososial diberikan, semakin baik hasil yang dicapai. Teori ekologi manusia telah menjelaskan pentingnya keluarga terhadap perkembangan anak. Perkembangan anak yang positif dapat terwujud bila dipenuhi : 1) interaksi timbal balik yang kompleks, dan dilakukan selama hidup anak dengan orang dewasa; 2) hubungan interpersonal yang kuat diharapkan dapat meningkatkan respon anak terhadap lingkungan fisik dan sosial terdekatnya sehingga mempercepat pertumbuhan psikologis anak; 3) pemantapan dan pemeliharaan pola-pola interaksi dan kedekatan emosi antara pengasuh dan anak perlu didukung, dibantu dan dihargai oleh pihak ketiga, bahkan pihak ketiga harus ikut pula dalam pengasuhan anak; 4) proses pengasuhan anak yang efektif membutuhkan pertukaran informasi yanag terus menerus dan saling percaya antara lingkungan rumah, TPA dan tempat bekerja orang tua; 5) proses pengasuhan anak yang efektif membutuhkan kebijakan publik dan kegiatankegiatan lain yang dapat mendukung pengasuhan anak. Totalitas dari lingkungan anak merupakan untuk memberikan stimulasi merupakan aspek yang sangat penting. Rima Shore (1999) mengungkapkan pemahaman baru tentang bagaimana stimulasi berkaitan dengan panca indera. Ketika rangsangan-rangsangan mengaktifkan jalur jalur saraf, seluruh sinaps yang membentuk jalur tersebut menerima dan menyimpan sinyal kimia. Penggerakan yang berulang terus menerus, akan semakin memperkuat sinyal tersebut dan ketika sinyal mencapai

10

ambang batas, akan melesatkan kecepatan rangsangan yang dialirkan melalui sinaps tersebut. Sinaps-sinaps menjadi sangat kuat dan terus bertahan sampai usia dewasa (McCain dan Mustard, 1999). Gizi selain berkaitan terhadap pertumbuhan dan perkembangan otak, juga sangat terkait dengan ukuran fisik anak. Ukuran tubuh yang pendek merupakan salah satu indikator kekurangan gizi yang berkepanjangan. Dengan demikian, gizi seimbang (karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral) harus terpenuhi untuk menjaga keseimbangan gizi tubuh. Makanan yang dimakan oleh anak harus beragam jenisnya, jumlah atau porsinya cukup, higienis dan aman, makan dilakukan secara teratur dan dilakukan dengan cara yang baik. Gizi memiliki keterkaitan yang erat dengan kondisi kesehatan anak. Apabila anak menderita defisiensi gizi, maka kemungkinan besar anak akan mudah terkena infeksi. (Poverawati dan Asfuah, 2009). Kondisi fisik anak yang sehat, maka pemberian stimulasi yang efektif akan dapat mengembangkan kemampuan dan potensi anak menjadi lebih baik. Sampai saat ini, masalah gizi dan kesehatan anak usia dini yang akan berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak masih merupakan masalah besar yang dihadapi oleh Indonesia. Salah satu cara untuk menangani masalah tersebut adalah dengan melaksanakan program KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) gizi dan kesehatan kepada pengasuh atau institusi termasuk kader kesehatan dan guru anak di pos PAUD. Berkaitan dengan hal tersebut, pengetahuan umum tentang gizi (fungsi makanan, susunan makanan/menyusun menu seimbang, cara memilih dan mengolah makanan) serta cara menilai faktor kesehatan yang berhubungan dengan faktor gizi harus benar-benar diketahui oleh pengasuh atau kader dan guru yang akan berinteraksi dengan anak usia dini. Permasalahan anak usia dini tidak hanya terkait gizi, kesehatan tapi juga termasuk bagaimana lingkungan psikososial anak yang mempengaruhi perkembangannya, karena 50% dari seluruh tahap perkembangan psikososial seseorang dialami pada masa kanakkanak (Paath, dkk, 2004; Triyanti dan Fatmah, 2007; Mutiah, 2010). Oleh karena itu, dalam upaya untuk mencapai tumbuh kembang anak yang optimal perlu diberikan intervensi pendidikan gizi, kesehatan dan bagaimana stimulasi psikososial terhadap para pengasuh anak usia dini baik melalui training maupun penyuluhan.

11

BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis rancangan penelitian yaitu: 1. Deskriptif Analitik Desain ini digunakan untuk memperoleh data dasar (base line) dan endline) tentang keragaan PAUD, kompetensi kader dalam penyelenggaraan PAUD, keragaan peserta PAUD dan orangtua/pengasuh utama, serta pengukuran status gizi dan kemampuan peserta PAUD 2. Intervensi dengan rancangan case control prospective. Bentuk intervensi yang dilakukan yaitu Training of Trainer (TOT) kepada kader/pengelola dan penyuluhan kepada ibu/pengasuh utama. Dari setiap PAUD masingmasing akan dipilih 2 kader untuk mengikuti TOT. Selain itu akan dilakukan intervensi berupa penyuluhan kepada ibu/pengasuh utama dari anak yang diamati. B. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian akan dilaksanakan di Kabupaten Maros SulSel dengan memilih 2 Kecamatan yang mempunyai 4 jenis PAUD yang berbeda. C. Sampel Penelitian Sampel penelitian ini adalah : 1. Jenis PAUD di 2 Kecamatan Akan dipilih masing-masing 2 pos secara purposive yaitu 2 Pos Paud, 2 Posyandu, 2 Pos Terintegrasi, 2 Lainnya (BKB, atau Kelompok Bermain, atau TPA) untuk diamati 2. Kader/Guru 2 orang per jenis PAUD, sehingga jumlah sampel adalah 16 orang dengan rincian 2 kec*4*2 3. Anak dengan kelompok umur 0-6 tahun Akan dipilih minimal 15 anak (+6 anak) yang mewakili kelompok umur (0-2 tahun, >2-4 tahun, dan >4-6 tahun Jumlah sampel diperkirakan sebanyak 336 anak dengan rincian perhitungan adalah : 2 kec * 4 jenis Pos * 2 (kontrol dan intervensi) * 21 anak * (0 6 tahun) D. Rencana Kegiatan 1. Mengumpulkan daftar PAUD berdasarkan kelompok/jenis (PAUD/ Posyandu/ Pos terintegerasi/ lainnya: BKB, kelompok bermain atau TPA) serta menetapkan lokasi penelitian. Adapun proses yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: a. Dari kecamatan terpilih akan ditentukan secara purposive 8 kelompok pengamatan:

12

2. 3. 4. 5. 6.

7. 8.

A: 2 Pos Paud, B: 2 Posyandu, C: 2 Pos Terintegrasi, D: 2 Lainnya (BKB, atau Kelompok Bermain, atau TPA) b. Dari setiap kelompok tersebut akan diamati minimal 15 anak (+6 anak) yang akan mewakili 3 kelompok umur (0-2 tahun, > 2-4 tahun dan > 46 tahun) dengan instrumen pengamatan berupa kuesioner untuk anak. Membuat kuesioner untuk mengidentifikasi kompetensi kader dan pengetahuan Ibu Mengkaji pedoman teknis penyelenggaraan Pos PAUD Menyusun SOP penyelenggaraan Pos PAUD sehingga secara operasional kegiatan ini dapat dilaksanakan sekaligus dapat dimonitor dan dievaluasi. Menyusun materi untuk cerita dalam bentuk audio visual (multimedia) Menyusun materi untuk TOT, yang meliputi: a. Modul Ortu/pengasuh utama : pentingnya tumbuh kembang anak dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, gizi seimbang b. Modul Kader/pengelola: SOP, pengetahuan dan keterampilan dalam administrasi, pencatatan dan, pengarsipan serta pemberdayaan masyarakat (termasuk pengetahuan guru tentang praktek makan gizi seimbang: bawa bekal) Melaksanakan TOT bagi kader dan pengelola, dan penyuluhan bagi ortu/pengasuh utama Evaluasi dampak TOT dan Penyuluhan terhadap kompetensi kader dan status gizi serta kemampuan peserta PAUD

E. Cara Pengumpulan Data Data akan dikumpulkan oleh tenaga pengumpul data yang sebelumnya dilatih oleh penanggung jawab dan koordinator lapangan. Tenaga pengumpul data adalah tenaga yang sudah berpengalaman melakukan penelitian lapang. Jumlah pengumpul data ini sebanyak 4 orang. Pengumpul data akan melakukan pengukuran status gizi anak, dan melengkapi keseluruhan pertanyaan yang tercantum dalam kuesioner pengamatan. Selama pengumpulan data berlangsung, koordinator lapangan akan mengawasi/supervisi pelaksanaan pengumpulan data, dan memeriksa kelengkapan data yang dikumpulkan. F. Manajemen Dan Analisis Data Data yang sudah dikumpulkan akan dilakukan proses pengkodean dan editing dan selanjutnya dilakukan data entry. Setelah dilakukan data entry, akan dilakukan proses pembersihan data (data cleaning), dan menyiapkan variabel untuk kepentingan analisis. Analisis data dilakukan secara bertahap yang akan menjelaskan gambaran umum tempat Pos Pelayanan Anak Usia Dini serta anak usia dini 0-6 tahun yang telah dikumpulkan dari Kabupaten/Kota.

13

G. Bagan Alir Penelitian

14

ntifikasi Masalah

INTERVENSI : TOT PADU dan EVALUASI Sosialisasi embangan SOP Penyelenggaraan kader/guru Media KIE Konsep Gizi Seimbang pada anak usia dini PENYULUHAN pengasuhan anak Kepedulian kader/guru &Kompetensi Kader/guru ibu Tumbuh Kembang Anak (status gizi dan kemampuan) TAHAP I :

EI AWAL: tatif: aan PAUD tensi Kader gizi dan kesehatan anak i sosial ekonomi keluarga anak i sosio demografi anak

15

TAHAP IV:
TAHAP II: TAHAP III:

SURVEY AKHIR: Pengembangan SOP Penyelenggaraan PAUD Kompetensi Kader/Guru TOT : Kader/Guru Pengembangan Media KIE Tumbuh Kembang anak (status gizi dan kemampu Penyuluhan : Pengasuh anak H. Jadwal Kegiatan Penelitian Studi observasi ini akan dilaksanakan dalam waktu sekurang-kurangnya 8 bulan pada tahun 2010 dengan rincian sebagai berikut: Kegiatan 1 Persiapan Pembuatan proposal Penjajagan lokasi Pengurusan ijin Pelaksanaan Persiapan baseline (pelatihan enumerator) Baseline Pelaksanaan TOT dan Penyuluhan Pemantauan Endline Pelaporan Entri Data Pengolahan dan analisis data Laporan Akhir Seminar 2 3 Bulan Ke4 5

16

BAB IV PEMBIAYAAN Biaya yang dibutuhkan untuk pelaksanaan studi ini selama satu tahun adalah sebanyak Rp. 100.000.000,- (Seratus Juta Rupiah). Rincian dari biaya tersebut tersebut dapat dilihat pada lampiran.

17

DAFTAR PUSTAKA 1. Georgieff, 2007. The Role of Nutrition in Cognitive Development

dalam Nelson CA, Luciana M, eds. Handbook in development cognitive neuroscience. Cambridge, MA : MIT Press. 2. Husaini, 2006. Perilaku Memberikan Makan untuk Meningkatkan Tumbuh Kembang Anak. Jurnal Gizi Indonesia, Vol 29 No 1. Persatuan Ahli Gizi Indonesia. 3. Martorell 1996. Undernutrition during Pregnancy and Early Childhood and its Concequences for Behavioral Development. Paper prepared for World Banks conference on Early Child Development: Investing in the Future. 4. McCain dan Mustard, 1999. Reversing the Real Brain Drain : Early Years Study, Final Report. Ontario Canada. 5. Mutiah, 2010. Psikologi Bermain Anak Usia Dini. Jakarta : Kencana. 6. Narendra, dkk, 2002. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Edisi Pertama. Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta : Sagung Seto. 7. Paath, dkk, 2004. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta : Penerbit Kedokteran EGC. 8. Poverawati dan Asfuah, 2009. Buku Ajar : Gizi untuk Kebidanan. Yogyakarta : Maha Medika. 9. Triyanti dan Fatmah, 2007. Komunikasi Informasi dan Edukasi Gizi : dalam Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

18

Anda mungkin juga menyukai