Definisi
Di dalam UU No. 9/1999 tersebut ditetapkan bahwa Usaha Kecil (UK) adalah suatu unit usaha yang memiliki nilai neto (tidak termasuk tanah dan bangunan) yang melebihi Rp. 200 juta, atau penjualan per tahun tidak lebih besar dari Rp. 1 miliar. Sedangkan, menurut Instruksi Presiden (Inpres) No. 10/1999 tersebut, Usaha Menengah (UM) adalah suatu unit usaha dengan nilai asset neto (di luar tanah dan gedung) antara Rp. 200 juta hingga Rp. 10 miliar; di atas itu adalah Usaha Besar (UB). Menurut BPS (2000), Industri Kecil (IK) adalah unit usaha dengan jumlah pekerja paling sedikit 5 orang yang paling banyak 19 orang termasuk pengusaha. Sedangkan, Industri Rumah Tangga (IRT) adalah unit usaha dengan jumlah pekerja paling banyak 4 orang termasuk pengusaha. Unit-unit usaha tanpa pekerja (self-employment unit) termasuk di dalam kategori ini. Sedangkan, IMB adalah unit usaha yang mengerjakan lebih dari 20 orang.
Struktur Dualistis
Dibandingkan IK, IRT pada umumnya adalah unit-unit usaha yang sifatnya lebih tradisional, dalam arti tidak menerapkan sistem organisasi dan manajemen yang baik seperti lazimnya dalam suatu perusahaan modern: tidak ada pembagian tugas kerja dan sistem pembukuan yang jelas. Sebagian IRT terdapat di daerah pedesaan, dan kegiatan produksinya pada umumnya musiman erat kaitannya dengan siklus kegiatan di sektor pertanian.
Adanya keterkaitan ekonomi yang erat ini antara sektor pertanian dan IRT karena pada umumnya pemilik usaha/pengusaha dan sebagian besar tenaga kerja di IRT berprofesi sebagai petani atau buruh tani.
dengan negara-negara Asia lainnya seperti Singapura, Taiwan, Korea Selatan, dan Jepang, adalah karena pendidikan. Sebagian besar pekerja di IK dan IRT hanya berpendidikan SD, bahkan banyak diantaranya tidak sampai tamat. Namun sebagai perbandingan, tingkat pendidikan rata-rata pekerja di IK lebih baik daripada di IRT. Masalah SDM dengan pendidikan baik tidak hanya masalah IK dan IRT, tetapi juga dialami oleh IM dan IB, walaupun persentasenya jauh lebih kecil. Dalam perkataan lai, tingkat pendidikan rata-rata pekerja di sektor industri manufaktur nasional masih lebih rendah dibandingkan negara-negara industri maju di Asia.
Struktur Modal
Modal adalah salah satu faktor produksi yang sangat penting bagi setiap usaha, baik skala kecil, menengah maupun besar. Dalam banyak studi/literatur sering disebut bahwa modal sering menjadi faktor penghambat uatama bagi perkembangan usaha atau pertumbuhan output IK dan IRT, karena kelompok unit
usaha ini, seperti yang juga dialami oleh banyak UK di sektor-sektor lainnya, sering mengalami keterbatasan modal. Struktur modal usaha IK dan IRT secara bersama pada tahun 2000 menunjukkan bahwa sebagian besar kelompok unit usaha ini dibiayai oleh modal sendiri, sedangkan jumlah unit usaha yang memakai modal sendiri dan pinjaman hanya sedikit. Antara IK dan IRT terdapat perbedaan, walaupun tetap menunjukkan pola hampir serupa, dimana banyaknya usaha IK yang sepenuhnya menggunakan modal sendiri hampir 78 %. Sedangkan sebagian dari kebutuhan finansial dibiayai dengan pinjaman, dalam kelompok IRT persentasenya kecil (12,16%) dibandingkan kelompok IK (23,43%). lebih
Efisiensi
Selain produktivitas, tingkat efisiensi dari penggunaan faktor-faktor produksi atau input juga merupakan salah satu indikator penting dari kinerja suatu perusahaan atau industri. Semakin sedikit penggunaan input untuk membuat output dalam jumlah tertentu, semakin tinggi tingkat efisiensi dari penggunaan input tersebut. Dalam hal efisiensi, data BPS 2000 menunjukkan bahwa ternyata kinerja IRT ternyata lebih baik daripada IK (47,40 banding 61,62); walaupun secara disagregat ada variasi menurut subsektor. Nilai tambah IK terkonsentrasi di subsektor-subsektor pertanian sampai pertambangan, dan ini dapat dipakai sebagai salah satu indikator yang menunjukkan bahwa spesialisasi IK adalah di subsektor-subsektor tersebut; sedangkan IRT mempunyai spesialisasi di subsektor pertanian dan subsektor manufaktur.
Sifat Permasalahan
Ada beberapa masalah yang umum dihadapi oleh pengusaha kecil dan menengah seperti keterbatasan modal keja dan/atau modal investasi, kesulitan mendapatkan bahan baku yang kualitas yang baik dan harga yang terjangkau, keterbatasan teknologi, SDM dengan kualitas yang baik (terutama manajemen dan teknisi produksi), informasi khususnya mengenai pasar, dan kesulitan dalam
pemasaran (termasuk distribusi). Dua masalah eksternal yang oleh banyak pengusaha kecil dan menengah dianggap paling serius adalah keterbatasan akses ke bank dan distorsi pasar (output maupun input) yang disebabkan oleh kebijaksanaan-kebijaksanaan atau peraturan-peraturan pemerintah yang tidak kondusif, yang disengaja maupun tidak disengaja lebih menguntungkan pengusaha besar, termasuk investor asing (PMA). Dalam kondisi seperti ini, faktor-faktor seperti penguasaan teknologi dan informasi, modal yang cukup, termasuk untuk melakukan inovasi dalam produk dan proses produksi, Pembaharuan mesin dan alat-alat produksi, dan untuk melakukan kegiatanpromosi yang luas dan agresif, pekerja dengan keterampilan yang tinggi, dan manajer dengan entrepreneurship dan tingkat keterampilan yang tinggi dalam business management serta memiliki wawasan yang luas menjadi faktor-faktor yang sangat penting, untuk paling tidak mempertahankan tingkat daya saing global.
Kasus-Kasus UKM
Kasus yang paling sering dialami oleh UKM adalah keterbatasan modal, disusul kemudian dengan kesulitan dalam pemasaran, sebagian masalah bahan baku yang terlalu mahal, lokasi yang jauh, biaya penyimpanan stok dan mahal. Jumlah pengusaha yang mengatakan keterbatasan SDM merupakan suatu masalah serius ternyata tidak banyak, baik yang berlokasi di daerah pedesaan maupun di perkotaan. Hanya sedikit dari mereka yang mengatakan tidak ada masalah serius dengan pemasaran. Hal ini dapat dikaitkan dengan kenyataan bahwa pada umumnya mereka membuat barang-barang sederhana untuk kebutuhan pasar lokal bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Jumlah responden yang mengaku bahwa persaingan pasar merupakan salah satu masalah serius relatif kecil.
Pembahasan Permasalahan
Dalam literatur, pemasaran sering dianggap sebagai salah satu kendala yang kritis bagi perkembangan UKM.
Salah satu aspek yang terkait dengan masalah pemasaran yang umum dihadapi oleh UKM adalah tekanan-tekanan persaingan, baik di pasar domestik dari produk-produk serupa buatan UB dan impor, maupun di pasar ekspor. Selain terbatasnya informasi, banyak pengusaha kecil dan menengah, khususnya mereka yang kekurangan modal dan SDM dan mereka yang berlokasi di daerah-daerah pedalaman yang relatif terisolasi dari pusat-pusat informasi, komunikasi dan transportasi juga mengalami kesulitan untuk memenuhi standarstandar internasional yang terkait dengan produksi dan perdagangan. UKM, khususnya UK di Indonesia menghadapi dua masalah utama dalam aspek finansial: mobilisasi modal awal (star-up capital) dan akses ke modal kerja dan finansial jangka panjang untuk investasi. Lokasi bang terlalu jauh bagi banyak pengusaha yang tinggal di daerah yang relatif terisolasi, persyaratan terlalu berat, urusan administrasi terlalu berteletele, dan kurang informasi mengenai skim-skim perkreditan yang ada dan prosedurnya. Jumlah pengusaha yang membiayai usahanya sepenuhnya dengan uang sendiri atau dengan modal sendiri dan pinjaman, lebih banyak daripada jumlah pengusaha yang menggunakan 100 % modal dari pihak lain. Perbedaan kinerja dan perspektif bisnis jangka panjang IK dengan IRT yang merupakan salah satu faktor penting yang selalu dipertimbangkan oleh bank. Sebagian besar dari pengusaha-pengusaha yang tidak pernah pinjam uang dari bank mengaku bahwa tidak punya agunan merupakan alasan utama mereka; walaupun paling banyak terdapat di kalangan pengusaha IRT. Kurangnya informasi mengenai prosedur peminjaman, atau prosedurnya terlalu sulit dan makan waktu, atau suku bunga pinjaman tinggi. Keterbatasan SDM juga merupakan salah satu kendala serius bagi banyak UKM di Indonesia, terutama dalam aspek-aspek entrepreneurship, manajemen, teknik produksi, pengembangan produk, engineering design, quality control, organisasi bisnis, akuntansi, data processingi, teknik pemasaran, dan penelitian pasar. Untuk menanggulangi masalah SDM ini, memberikan pelatihan langsung kepada pengusaha sangat penting dan ini merupakan satu-satunya cara yang
paling efektif. Akan tetapi, banyak UKM, khususnya usaha mikro, tidak sanggup menanggung sendiri biaya pelatihan. Keterbatasan SDM merupakan salah satu ancaman serius bagi UKM Indonesia untuk dapat bersaing baik di pasar domestik maupun pasar internasional. Keterbatasan bahan baku (dan input-input lainnya) juga sering menjadi salah satu kendala serius bagi pertumbuhan output atau kelangsungan produksi bagi banyak UKM di Indonesia. UKM di Indonesia umumnya masih menggunakan teknologi lama/tradisional dalam bentuk mesin-mesin tua atau alat-alat produksi yang sifatnya manual. Perkembangan UKM di Indonesia tidak lepas dari berbagai macam masalah, yang tingkat intensitas dan sifatnya berbeda. Masalah yang paling sering disebut adalah keterbatasan modal dan kesulitan dalam pemasaran. UKM kurang berkembang karena kurang didukung pemerintah. Kalau di Korea ada kebijakan yang adil untuk memberi kesempatan kepada pedagang sejenis kaki lima.untuk berdagang., bukan malah diusir. Bahkan harusnya diberi kemudahan pendanaan. Contoh di Korea lulusan luar negeri diberi pinjaman untuk modal usaha dengan jaminan ijazah yang mereka punya.
Pertumbuhan superstore
industri tersebut membuat jenis-jenis produk yang proses produksinya tidak mempunyai skala ekonomis, dan mengandung teknologi sederhana. IKM memiliki segmentasi pasar sendiri yang melayani kebutuhan kelompok konsumen tertentu, yang pada umumnya berasal dari kalangan masyarakat berpendapatan menengah ke bawah. Dalam suatu proses pembangunan yang tercermin dari laju pertumbuhan PDB atau peningkatan pendapatan per kapita, kontribusi IK di negara bersangkutan mengalami perubahan.
Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas, UKM memiliki peranan baru yang lebih penting lagi yaitu sebagai salah satu faktor utama pendorong perkembangan dan pertumbuhan ekspor non-migas dan sebagai industri pendukung yang membuat komponen-komponen dan spare parts untuk UB lewat keterkaitan produksi misalnya dalam bentuk subcontracting.
di sektor pertambangan dan sektor tranport dan komunikasi, output UK tumbuh pesat selama periode tersebut. Sementara itu output yang dihasilkan oleh UM menyumbang 19,8 % terhadap pembentukan PDB nasional tahun 1997 (sebelum krisis), tetapi tahun 2000 kontribusi PDB-nya mengalami penurunan menjadi 16,3 %. Selama krisis, laju pertumbuhan output UM secara total 34,5 %, dan di beberapa sektor bahkan output UM mengalami laju penurunan di atas total, seperti misalnya di sektor pertambangan, sektor industri manufaktur dan sektor bangunan. Setelah krisis sedikit produksi di UM mengalami sedikit perbaikan dengan pertumbuhan rata-rata per tahun 4,8 %; dan di beberapa sektor output UM tumbuh rata-rata positif. Pangsa PDB dari UB praktis tidak mengalami perubahan yang signifikan selama periode 1997-2000, dan selama krisis juga mengalami pertumbuhan negatif. Hanya di dua sektor output UB tetap tumbuh positif yakni di sektor pertambangan; dan sektor keuangan, sewa dan jasa. Selama periode 1998-2000, rata-rata pertumbuhan output UB mengalami suatu perbaikan yang sangat signifikan, walaupun masih negatif, dan di banyak sektor mengalami pertumbuhan positif. Sebagai suatu perbandingan, UK dominan di beberapa sektor seperti sektor pertanian dan perdagangan, sektor hotel dan restoran dengan pangsa PDB UK di sektor pertanian mencapai 82 %. UM kuat, namun tidak dominan, hanya di sektor keuangan, sewa dan jasa; walaupun pangsanya mengalami penurunan dari 46 % tahun 1998 menjadi 39 % tahun 2000. Sedangkan UB dominan di empat sektor: pertambangan; industri manufaktu, listrik, gas dan air, dan jasa-jasa lainnya (data terlampir).
Kinerja Ekspor
Kemampuan UKM Indonesia untuk menembus pasar global atau meningkatkan ekspornya atau menghadapi produk-produk impor di pasar domestik ditentukan oleh suatu kombinasi antara sejumlah faktor keunggulan relatif yang dimiliki masing-masing perusahaan atas pesaing-pesaingnya. Keunggulan suatu negara atau industri dalam persaingan global selain ditentukan oleh keunggulan komparatif yang dimilikinya yang diperkuat dengan proteksi atau bantuan dari pemerintah, juga sangat ditentukan oleh keunggulan kompetitifnya.
Faktor-faktor yang diduga punya pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap kinerja ekspor UKM dapat dibedakan antara faktor-faktor dari sisi permintaan dan faktor-faktor dari sisi penawarannya. Baik di sisi permintaan maupun di sisi penawaran, tidak semua faktorfaktor tersebut merupakan variabel-variabel bebas, melainkan terdapat sejumlah interdependent variables. Variabel-variabel tersebut saling mempengaruhi satu sama lainnya tidak hanya terjadi dalam kelompok masing-masing, tetapi juga terjadi lintas kelompok. Sejak pemerintah menerapkan kebijakan promosi ekspor nonmigas, khususnya manufaktur pada pertengahan decade 1980-an, ekspor Indonesia telah mengalami proses diversifikasi yang berlangsung relatif lambat dibandingkan di negara-negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, dan Singapura. Pertumbuhan ekspor dari kategori produk-produk berteknologi rendah dan padat karya memberi suatu kesempatan besar bagi IKM di Indonesia untuk meningkatkan partisipasinya dalam peningkatan ekspor manufaktur nasional. Peranan UKM dalam pembentukan/pertumbuhan ekspor Indonesia masih kecil. UK dan UM masing-masing hanya menyumbang 2,23 % dan 10,73 % tahun 1999 dan 2,02 % dari 11,30 % tahun 2000. Nilai ekpor IK lebih rendah dibandingkan nilai ekport IM, apalagi jika dibandingkan dengan nilai eksport IB, yang mencerminkan bahwa IK masih lemah dalam ekspor.
Liberalisasi Perdagangan
Persetujuan putaran Uruguay dalam GATT tanggal 15 Desember 1983 di Geneva dan terbentuknya WTO di Maroko tahun 1994 dimaksud untuk memberlakukan liberalisasi perdagangan dunia yang bukan hanya bebas (free trade) tetapi juga adil (fair trade). Tujuan akhir yang hendak dicapai melalui persetujuan WTO tersebut adalah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dunia, yang diharapkan dapat dicapai lewat peningkatan volume perdagangan dunia.
Di satu pihak, liberalisasi perdagangan dunia pasti akan memberi banyak peluang bagi semua usaha di semua sektor, tidak hanya yang masuk dalam kategori tradeables tetapi juga yang non-tradeables. Bagi banyak UKM, khususnya UK di negara-negara berkembang tidak terkecuali Indonesia, keharusan memenuhi standarisasi internasional seperti di atas dalam periode jangka pendek bisa merupakan suatu rintangan baru (mungkin lebih sulit atau ruwet dibandingkan kesulitasn pemasaran akibat penerapan tarif proteksi) bagi produk-produk mereka untuk menembus padar dunia khususnya di negara-negara industri maju. Agar suatu perusahaan dapat bersaing di era perdagangan bebas, baik di pasar eksport, ada dua kondisi utama yang perlu dipenuhi. Pertama, lingkungan internal dalam perusahaan harus kondusif, yang mencakup banyak aspek, mulai dari kualitas SDM, penguasaan teknologi dan informasi, struktur organisasi, sistem manajemen, kultur/budaya bisnis, kekuatan modal, jaringan bisnis dengan pihak luar, hingga tingkat entrepreneurship. Kedua, lingkungan eksternal harus juga kondusif, yang terdiri dari lingkungan domestik dan lingkungan global.
Selain sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel, dan restoran menjadi konsentrasi terbesar kedua bagi perempuan. Di negara-negara berkembang/miskin, termasuk Indonesia, banyak perempuan melakukan kegiatan ekonomi di luar rumah seperti menjadi pedagang kecil, pemilik warung dan membantu suami mengelola usaha rumah tangga semata-mata untuk menambah pendapatan keluarga. Semakin bisnis bersifat formal atau semakin modern atau skala usaha semakin besar atau intensitas modalnya semakin tinggi, semakin sedikit perempuan yang terlibat di dalamnya seagai pengusaha. Secara hipotesis, dapat diduga bahwa ada suatu korelasi negatif antara tingkat partisipasi perempuan sebagai pengusaha dan skala usaha atau tingkat modernisasi usaha. Ada perbedaan antara perempuan pengusaha dan pengusaha lelaki, yang ditentukan terutama oleh budaya dan aspek-aspek yagn menyentuh seperti penilaian sosial/masyarakat umum terhadap perempuan karier, beban rangkap (sebagai ibu rumah tangga dan pelaku bisnis) dan keterbatasan mobilitas. Perempuan di UKM bekerja lebih keras dengan jam kerja yang lebih panjang dibandingkan rekan laki-laki mereka; namun, di pihak lain, perempuan serng juga dianggap kurang berani mengambil risiko, sehingga implikasinya adalah bahwa usaha-usaha yang dipimpin oleh perempuan bersifat kurang dinamik.
disepakati dan regulasi-regulasi kuota. Seperti di Indonesia, sebagian besar negara-negara maju baru saja memulai mengembangkan pendekatan-pendekatan spesifik untuk mempromosikan perempuan pengusaha-pengusaha. Kebijaksanaan-kebijaksanaan dan program-program penunjang UKM di UE yang sepanjang sejarah terfokus pada sektor industri manufaktur yang didominasi oleh laki-laki, secara perlahan difokuskan ke sektor-sektor perempuan seperti pariwisata, perdagangan, dan pelayanan kesehatan. Kadangkala, keterampilan-keterampilan teknik perempuan kurang berkembang, hingga harus dicerminkan dalam isi, kemampuan berbahasa dan kasus-kasus yang disediakan dalam pelatihan.
Usaha Kecil
Usaha Menengah
61,1
0,15
8.272,0
10,75
17,2
Usaha Besar
2,2
0,01
423,7
0,55
36,1
Masalah yang perlu dicermati adalah tingginya perbedaan produktivitas (PDB per tenaga kerja per tahun) yang mencerminkan kesenjangan pendapatan
Ketentuan UKM dalam UU No. 9/95 dan Inpres No. 10/99 tidak hanya menyangkut batasan skala omzet dan asset saja. Batasan UKM adalah juga unit usaha yang tidak berafiliasi langsung maupun tidak langsung dengan usaha besar. 2 Sumber: Pengukuran dan analisis ekonomi kinerja penyerapan tenaga kerja, nilai tambah dan ekspor usaha kecil menengah serta perannya terhadap tenaga kerja nasional dan produk domestik bruto menurut harga konstan dan harga berlaku. 2002. Kerjasama Kementrian Koperasi & UKMdan BPS.
tenaga kerja dan unit usaha antara masing-masing skala usaha. Tampak bahwa pada tahun 20023 terdapat perbedaan produktivitas yang besar.
Skala Usaha PDB per Tenaga Kerja (Juta Rupiah) 9,7 29,5 1.211,5 PDB per Unit Usaha (Juta Rupiah) 16,1 4.000,6 233.561,1
Sebagai catatan tambahan, menurut data BPS (Survei Usaha Terintegrasi SUSI) pada tahun 2000, terdapat sekitar 15 juta unit usaha (dengan volume usaha kurang dari Rp. 500 juta/tahun) yang belum berbadan hukum. Hal ini menunjukkan bahwa 38 persen dari lapisan bawah usaha kecil merupakan usaha informal. Tenaga kerja pada usaha informal ini berjumlah lebih dari 27,6 juta tenaga kerja, dengan proporsi tenaga yang tidak dibayar sekitar 81 persen. Sementara itu, dengan merujuk pada kriteria usaha mikro (volume usaha < Rp. 50 juta per tahun), sekitar 99 persen dari usaha informal ini tergolong usaha mikro. Masalah yang dihadapi dalam pengembangan UKM mencakup aspek yang luas dan telah berlangsung lama, antara lain: 1. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dalam aspek manajemen, organisasi, dan teknologi; 2. Lemahnya kompetensi kewirausahaan; 3. Keterbatasan akses terhadap permodalan, teknologi dan pasar, serta faktor produksi lainnya; dan 4. Kurang mendukungnya iklim usaha karena permasalahan kebijakan, termasuk regulasi, birokrasi dan retribusi yang berlebihan dan praktik persaingan usaha yang tidak sehat, sehingga menyebabkan beban biaya transaksi yang besar kepada UKM. Tantangan utama yang dihadapi antara lain adalah pesatnya perkembangan globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan bersamaan dengan cepatnya perkembangan teknologi; implementasi (public and private)
3
Sumber: Pengukuran dan analisis ekonomi kinerja penyerapan tenaga kerja, nilai tambah dan ekspor usaha kecil menengah serta perannya terhadap tenaga kerja nasional dan produk domestik bruto menurut harga konstan dan harga berlaku. 2002. Kerjasama Kementrian Koperasi & UKMdan BPS.
good governance, termasuk penerapan praktik etika usaha yang baik, di kalangan pemerintah dan dunia usaha; dan penuntasan reformasi perbankan yang sangat penting bagi perkembangan sektor riil.
Dalam kerangka tersebut, strategi pembangunan UKM dipandang sebagai upaya perubahan struktural melalui kebijakan dan program pembangunan untuk meningkatkan produktivitas dengan cara: 1. Membuka kesempatan berusaha seluas-luasnya dan memberikan kepastian berusaha atas dasar kesetaraan, keadilan dan efisiensi; 2. Memperluas akses UKMK kepada sumberdaya produktif (finansial dan nonfinansial) agar mampu memanfaatkan potensi sumberdaya lokal yang tersedia dan peluang berusaha yang terbuka; dan 3. Meningkatkan kemampuan pengusaha kecil dan menengah agar dapat mengembangkan keunggulan komparatifnya menjadi keunggulan kompetitif.
Sesuai dengan UU No. 25 Th. 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas), lingkup strategi pengembangan UKM meliputi: 1. Pada tataran makro mencakup upaya penciptaan iklim yang kondusif; 2. Pada tataran meso mencakup upaya peningkatan akses kepada sumberdaya produktif melalui perkuatan lembaga-lembaga pendukung pengembangan usaha; serta 3. Pada tataran mikro mencakup upaya pengembangan kewirausahaan dan UKM berkeunggulan kompetitif. Pendekatan yang dilakukan dalam penyusunan program adalah melalui penguatan kelembagaan dan peningkatanan kapasitas. Penguatan kelembagaan memiliki fokus pada penyempurnaan/ pengembangan kelembagaan/institusi, baik yang bersifat undang-undang/peraturan/kebijakan maupun institusi pengembang sumberdaya UKM. Peningkatan kapasitas pada intinya adalah peningkatan kemampuan sumberdaya manusia, baik yang menangani pengelolaan di bidang kelembagaan maupun pelaku UKM sendiri. Agar kebijakan strategis sebagaimana tertuang di dalam Propenas dapat diimplementasikan secara sinergik, maka pada tahun 1999 dibentuk Kelompok Kerja Lintas Kementerian untuk Pengembangan UKM (Inter-Ministerial Task Force for SME Development) di tingkat nasional. Kelompok kerja (selanjutnya disebut Pokja UKM) meliputi tersebut merupakan forum lintas-pelaku KUKM, yang Menko keanggotaannya perwakilan pemerintah (Meneg
Perekonomian, Bappenas, Depperindag, Depkeu, Deptan, Meneg PM & BUMN, BI) dan perwakilan swasta dan masyarakat seperti asosiasi, LSM, dan universitas. Pokja UKM ini terdiri dari 3 Sub Kelompok yaitu (1) Bidang Pengembangan Iklim Usaha, (2) Bidang Pendanaan, dan (3) Bidang Layanan Pengembangan Usaha. Pada bulan September 2002, Pokja UKM diperbaharui susunan keanggotaannya melalui Keputusan Menteri Negara Koperasi & UKM No. 97.1/Kep/M.KUKM/IX/2002 mengenai Tim Pengembangan UKM. Pokja UKM tersebut telah menyusun Rencana Tindak Jangka Menengah (RTJM) Pengembangan UKM yang memuat kumpulan rencana aksi berskala nasional yang merupakan hasil penjabaran lebih lanjut dan rinci dari Propenas dengan memasukkan berbagai aspirasi lintas pelaku di tingkat nasional, propinsi
maupun kabupaten/kota, serta rekomendasi dari beberapa kajian yang dilakukan oleh lembaga-lembaga internasional (ADB, World Bank, JICA, GTZ, ILO, dan USAID). Lingkup rencana tindak dalam RTJM mencakup setiap agenda utama pengembangan UKM dalam Propenas, yang meliputi penciptaan iklim usaha, pembiayaan, layanan pengembangan usaha, serta kewirausahaan dan UKM berkeunggulan kompetitif. Strategi pelaksanaan rencana tindak dalam RTJM secara nyata terakomodasi dalam Rencana Pembangunan Tahunan (Repeta). Materi Repeta 2001, Repeta 2002, Repeta 2003, dan konsep Repeta 2004 mengadopsi materi RTJM, tentunya setelah memperhatikan pentahapan dan skala kebutuhannya. Sementara itu, berbeda dengan Propenas dan Repeta yang ditetapkan melalui undang-undang sehingga bersifat tetap dalam jangka waktu yang ditentukan, maka RTJM ini tidak bersifat kaku sehingga dapat terus diperbaiki dengan mengakomodasi setiap perubahan yang berdampak nasional akibat perkembangan yang terjadi, baik di tingkat lokal dan nasional maupun internasional. Keterkaitan antara Propenas, RTJM dan Repeta adalah sebagai berikut:
Jangka Menengah
Tahunan
Propenas ( U U RTJM
Renstra De par te
RTJM diharapkan dapat menjadi pedoman bagi setiap instansi pemerintah dan masyarakat baik di tingkat nasional, propinsi maupun kabupaten/kota dalam merencanakan dan melaksanakan pengembangan UKM. Sementara itu rencana pelaksanaan RTJM secara rinci di daerah dapat disusun sesuai dengan kondisi dan situasi daerah dengan tetap mengacu kepada Propenas serta prinsip-prinsip pemberdayaan UKM. Berkaitan dengan peran pemerintah dalam pengembangan UKM, perlu dikembangkan secara lebih luas peran sebagai fasilitator, baik di tingkat nasional maupun daerah. Peran sebagai fasilitator ini sejalan dengan semangat pengembangan UKM yang berbasis pasar selain mengingat sumberdaya (finansial dan non-finansial) yang dimiliki pemerintah yang terbatas, sementara jumlah unit UKM sangat besar dengan jenis lapangan usaha yang beragam dan lokasi usaha yang tersebar. Fokus sasaran dari pengembangan UKM yaitu lebih kepada UKM yang memiliki potensi besar dan kemampuan untuk beradaptasi terhadap berbagai perubahan, terlepas dari keragaman sektor dan jenis usahanya. UKM dalam klasifikasi ini merupakan usaha yang bersifat dinamis serta telah siap untuk tumbuh dan bersaing; dan usahanya tidak lagi terbatas untuk memenuhi kebutuhan dari hari ke hari. Namun disadari bahwa sebagian dari kelompok sasaran pengembangan UKM masih layak untuk dikategorikan sebagai sasaran upaya pengentasan kemiskinan, seperti usaha mikro (informal) dan sebagian usaha kecil lapisan terbawah. Upaya yang dikembangkan untuk kelompok sasaran ini pada tahap awal lebih ditekankan pada fasilitasi penyediaan bantuan pendanaan, seperti kredit mikro dan bantuan dana bergulir, sehingga usahanya dapat bertahan untuk menjamin adanya penghasilan yang tetap. Upaya ini dapat dilengkapi dengan fasilitasi dan bantuan peningkatan kewirausahaan dan kemampuan manajemen usaha. Pada tahap ini, usaha mikro dan kecil tersebut didorong untuk meningkatkan usahanya menjadi unit usaha yang lebih mapan serta nantinya siap untuk tumbuh dan bersaing.
proporsional, rasional, transparan, partisipatif, bertanggung jawab dan pasti, dan mewujudkan sistem perimbangan keuangan yang baik antara pemerintah pusat dan pemda.
Dalam suatu Propinsi di mana sektor pertaniannya mengalami surplus tenaga kerja, suplai tenaga kerja ke kegiatan-kegiatan ekonomi skala kecil dan menengah, khususnya usaha mikro, di luar pertanian lebih besar daripada di suatu Propinsi yang tingkat kepadatan pekerja di sektor pertaniannya lebih rendah. Ternyata sebagian besar dari jumlah tenaga kerja yang bekerja di IRT dan IK di Indonesia terdapat di propinsi-propinsi yang sangat padat penduduk. Tingkat kepadatan penduduk memang sangat berperan dalam menentukan keberadaan atau pertumbuhan IK dan IRT. Perbedaan dalam pangsa pasar kerja di sektor industri manufaktur menurut skala usaha per Propinsi lebih erat kaitannya dengan perbedaan dalam tingkat pendapatan per kapita daripada dengan tingkat kepadatan penduduk. Konsentrasi IK dan IRT paling banyak terdapat di daerah-daerah yang memiliki banyak SDA, seperti misalnya industri kecil makanan dan minuman di daerah pedesaan yang memakai komoditas-komoditas pertanian sebagai bahanbahan baku utamanya. Semakin tinggi pendapatan riil rata-rata masyarakat di suatu Propinsi semakin besar proporsi angkatan kerja yang bekerja di IK di Propinsi tersebut. Tingkat pendapatan riil rata-rata masyarakat yang tinggi berasosiasikan positif dengan tingkat permintaan pasar yang tinggi terhadap produk-produk IK dan dengan besarnya suplai tenaga kerja ke industri tersebut. Tingkat pendapatan riil per kapita yang lebih tinggi memberi suatu dampak negatif terhadap pertumbuhan IRT, baik lewat sisi permintaan (negative demandisde effect: permintaan terhadap produk-produk IRT berkurang) maupun lewat sisi penawaran (negative supply-side effect: suplai tenaga kerja dan wirausaha ke IRT berkurang).
tersebut. Oleh sebab itu, setiap pengusaha UKM di daerah dituntut untuk dapat beradaptasi untuk menyesuaikan diri menghadapi perubahan tersebut. Sedangkan, di sisi lain, jika tidak ada kesiapan yang matang dari pengusaha-pengusaha UKM di daerah maka pemberlakuan otonomi daerah akan menimbulkan ancaman besar bagi mereka untuk dapat bertahan menghadapi persaingan dari luar daerah atau luar negeri. Dengan perkataan lain, tantangan yang pasti dihadapi setiap pengusaha UKM di daerah pada masa mendatang adalah bagaimana mereka dapat memanfaatkan kesempatan tersebut sebaikbaiknya. Pemanfaatan kesempatan yang dimaksud tersebut misalnya dalam bentuk: 1. Bagaimana mereka dapat meningkatkan laju pertumbuhan usaha mereka. 2. Bagaimana mereka dapat menguasai pasar lokal atau menembus pasar di daerah lain. 3. Bagaimana mereka dapat menarik investor dari luar untuk menanam modalnya di daerahnya. 4. Sejauh mana kesiapan mereka untuk dapat bermitra. 5. Bagaimana pengusaha UKM setempat dapat bermitra dengan pengusaha di daerah lain. 6. Bagaimana pengusaha UKM di daerah dapat menarik proyek-proyek besar. Tantangan bagi setiap pengusaha UKM di daerah adalah bagaimana mereka dapat meningkatkan kinerja usaha mereka paling tidak setara dengan kinerja pengusaha dari luar agar competition capability antara pengusaha daerah dengan pengusaha dari luar daerah sama. Tantangan bagi setiap pengusaha UKM di daerah adalah kemampuan mereka untuk menjadi kontraktor bagi proyek-proyek besar. Peluang terbaik dalam otonomi daerah yang juga dikaitkan dengan era perdagangan bebas terletak di kawasan Asia Pasifik dengan ekonominya yang besar dan dinamis. Daya tarik Indonesia di kawasan Asia Pasifik dan bagian dunia lain diperkuat oleh sumber-sumber alam, angkatan kerja dan letak geografis yang sangat dibutuhkan dalam sistem produksi global.
Kemampuan setiap pengusaha UKM di daerah untuk dapat menggunakan kesempatan itu sebaik-baiknya sangat ditentukan oleh dua hal utama, yakni kemampuan mereka berproduksi dan kemampuan meningkatkan daya saing produk mereka secara relatif. Semakin maju perekonomian suatu daerah semakin kecil peranan UKM, terutama UK atau usaha mikro, sedangkan UB semakin penting. Pada tahap awal dari pembangunan, pertumbuhan UB secara relative terhadap pertumbuhan UKM meningkat hingga titik tertentu, dan setelah itu pada tahap akhir rasionya menurun.
Bentuk
Kelembagaan
Untuk
Perumusan
dan
Arah kebijaksanaan pengembangan UKM di Indonesia dinyatakan secara eksplisit di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) Tahun 1999-2004. Sistem ekonomi kerakayatan yang didasarkan pada mekanisme pasar dengan suatu persaingan yang adil dan memperhatikan pertumbuhan ekonomi, keadilan, prioritas pada sosial, kualitas hidup, lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Dalam realitas, kebijaksanaan UKM (teruama UK) masih lebih berorientasi kepada sosial daripada pasar atau persaingan. Kebijaksanaan UKM belum sepenuhnya terintegrasi dalam kebijaksanaan ekonomi umum/makro di Indonesia. Di dalam Strategi Industri Nasional yang dirumuskan oleh Depperindag semasa permintahan Presiden Gus Dur, pentingnya dan peranan dari IKM dalam pembangunan atau usaha-usaha penyempurnaan daya saing dari industri nasional tidak dinyatakan secara eksplisit.
Struktur Pemerintahan
Berdasarkan undang-undang yang berlaku, fungsi-fungsi utama dari MPR adalah memilih presiden dan wakilnya, dan menetapkan konstitusi dan garis-garis besar dari kebijaksanaan pemerintah dan negara. Sedangkan fungsi-fungsi utama dari badan legislatif (DPR) adalah membuat, merubah, menyempurnakan, atau menyetujui usulan peraturan-peraturan dan undang-undang, termasuk UU APBN berdasarkan usulan RAPBN dari Menteri Keuangan yang berkoordinasi dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) lewat presiden, dan membantu pelaksanaan dari undang-undang dan realisasi dari APBN dan kebijaksanaan pemerintah. Kesembilan Komisi 1 Komisi 2 Komisi 3 Komisi 4 Komisi 5 komisi-komisi tersebut, masing-masing dengan bidang/sektornya adalah sebagai berikut: : Pertahanan dana keamanan, hubungan luar negeri dan informasi : Hukum, hak azasi manusia (HAM), dan masalah-masalah dalam negeri : Pertanian, kehutanan, dan kelautan (termasuk perikanan) : Transportasi, pemukiman, dan infrastruktur daerah : Industri, perdagangan, koperasi, turisme
: Agama dan pendidikan : Kesehatan dan kesejahteraan sosial : Energi, sumber daya mineral, penelitian dan teknologi, dan lingkungan : Keuangan, perbankan, perencanaan pembangunan. manajemen kunci dari pemerintah dan
bertanggungjawab atas perumusan strategi ekonomi, kebijaksanaan fiskal (pendapatan pemerintah), anggaran nasional (APBN), manajemen BUMN, dan pengembangan lembaga-lembaga keuangan. Departemen-departemen pemerintah (umum disebut departemen teknis) secara tradisional adalah motor utama untuk membuat, menjalankan dan mengefektifkan kebijaksanaan pemerintah. Kementerian-kementerian non departemen yang dikenal dengan sebutan Menteri Negara tidak mengepalai suatu departemen. Mereka adalah Asistenasisten dari Presiden. Badan-badan pelaksana dibentuk untuk mematahkan struktur pemerintah yang kaku, yang susah digunakan, ke dalam unit-unit yang berdiri bebas dan lebih fleksibel. Pasal 18 dari Konstitusi 1945 menetapkan struktur dasar dari pemerintahpemerintah daerah, prinsip dari otonomi daerah, dan prinsip yang mana majelismajelis dan pimpinan-pimpinan daerah harus dipilih secara demokrasi. UU No. 22/1999 membuat suatu perbedaan yang jelas antara DPrD sebagai badan legislatif daerah, dan administrasi sebagai bagian eksekutif. Peranan DPRD adalah untuk mengawasi pelaksanaan dari undangundang/peraturan-peraturan pemerintah daerah. Sebelum dilaksanakan UU No. 22/1999 dan UU. 25/1999, sistem dari pemerintah daerah didasarkan pada UU. No. 5/1974. Tujuan dari UU ini adalah untuk memberi otonomi kepada Propinsi dan Kabupaten/kotamadya di dalam mengelola daerahnya berdasarkan kemampuan daerah. daerah yang disetujuinya, dan kebijaksanaan
Tidak ada hubungan antara Bupati/Walikota dengan Gubernur. Hanya fungsi koordinasi yang dapat dilakukan oleh Gubernur sebagai tingkat organisasi yang lebih tinggi.
kebijaksanaan tersebut, dengan menyerahkan pelaksanaannya kepada menterimenteri lain dan pemerintah daerah. Untuk tahun 2002, seperti halnya dengan menteri-menteri dan departemen-departemen lainnya, Menegkop & UKM juga telah menyusun apa yang disebut Rencana Aksi 2002 yang berkaitan dengan Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) 2002 yang disusun oleh BAPPENAS. Sama seperti Menegkop & UKM, Depperindag juga telah menyusun Rencana Aksi tahun 2002 yang berkaitan dengan PROPENAS tahun 2002.
Efek langsung dari fungsi-fungsi Menkeui terhadap perkembangan UKM adalah lewat kebijaksanaan yang mengenal keharusan semua BUMN untuk membina KUKM dalam berbagai macam bentuk. Dari sisi relevansi bagi kegiatan-kegiatan ekonomi UKM, adalah tanggung jawab Menko untuk menciptakan lingkungan kondusif yang berkelanjutan untuk kegiatan-kegiatan investasi, perdagangan, industri dan kegiatan-kegiatan ekonomi/sektoral lainnya. BAPPENAS memiliki 5 wakil (deputy), masing-masing dengan 6 biro yang terkait dengan sejumlah aspek yang berbeda dari rencana pembangunan nasional (yakni terkait dengan sektor-sektor atau menteri-menteri), termasuk biro untuk pembangunan KUKM di bawah Perwakilan untuk Produksi. Dalam kaitannya dengan APBN, perbedaan tugas antara Menkeu dan BAPPENAS adalah bahwa Menkeu menentukan berapa besar anggaran yang tersedia untuk, misalkan tahun 2002, yang dibagi dalam anggaran rutin dan anggaran pembangunan. Sedangkan, BAPPENAS, sebagai perwakilan yang menangani rencana pembangunan, mengurusi satu bagian dari APBN yaitu anggaran pembangunan, dan mengalokasikannya menurut sektor dan program. Sebelum berlakunya UU No. 22/199 dan UU No. 25/1999, pada tingkat regional/lokal, ada dua badan utama pemerintah yang terlibat dalam Implementasi dari aktivitas-aktivitas promosi UKM. Pertama adalah BAPEDA, dan yang satu lagi adalah kantor-kantor lokal dari departemen-departemen, disebut Kanwil pada tingkat Propinsi dan kandep pada tingkat Kabupaten/kota. Banyak dari kegiatan-kegiatan pemberdayaan UKM yang selama ini (sebelum penerapan otonomi daerah) dilakukan oleh kantor-kantor lokal dari pemerintah pusat juga akan diserahkan kepada badan-badan otonomi daerah (dinas-dinas). Inisiatif-inisiatif daerah. Kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonomi, termasuk KUKM harus didesentralisasikan kepada daerah. Berdasarkan ini, sesuai Perencanaan daerah akan lebih menonjol dalam perumusan kebijaksanaan-kebijaksanaan atau program-program pengembangan UKM di
Strategis tahun 2000, pemerintah daerah akan menjadi vocal point untuk pemberdayaan KUKM sesuai proses ekonomi.
Garis-garis besar dari GBHN Tahun 1999-2004 mengatakan bahwa perspektif untuk pembangunan KUKM dalam sistem ekonomi kerakyatan harus memenuhi beberapa prinsip. Salah satunya adalah mengenai koordinasi antar lembaga-lembaga dalam kerangka kerja dari perumusan dan Implementasi kebijaksanaan dan program. Dalam perencanaan Strategi 2000 dari Menegkop & UKM disebut bahwa setiap komponen dari masyarakat, lembaga-lembaga lokal dan pemerintah adalah bagian dari struktur koordinasi, di mana Menegkop & UKM adalah koordinator dari program-program pengembangan KUKM. Departemen-departemen teknis, lembaga-lembaga pemerintah dan nonpemerintah harus mengirim proposal-proposal mengenai pemberdayaan KUKM di bidang merang masing-masing ke Menegkop & UKM. Menegkop & UKM harus mensinkronisasi semuga program-program pemberdayaan KUKM untuk menjadi proposal rencana pembangunan KUKM, dan menyerahkannya kepada Menko dan menteri-menteri terkait untuk mengembangkan selanjutnya.
kantor-kantor lokalnya atau menanyakan kepada mereka apakah mereka mengerti atau tidak kebijaksanaan tersebut.
Modal jaringan alokasi sumber mendapatkan nilai tambah melalui pertukaran yang mempunyai ciri-ciri tertentu dan melalui otorisasi administratif dalam tiga ranah utama: 1. Penggunaan sumber yang ditingkatkan dan penyebaran resiko. 2. Fleksibilitas dan adaptabilitas. 3. Mengakses informasi dan keterampilan.
Bentuk lain jaringan organisasi dibentuk bersama-sama melalui hubungan kepemilikan, investasi dan keanggotaan bersama. Tingkat integrasi dan kerja sama antara jaringan ini beragam meliputi seperangkat hubungan bisnis yang secara potensial meluas seperti yang telah diperdebatkan. Jaringan pembeli-pemasok dibentuk melalui kontrak hubungan atau hubungan pertukaran yang sedang berlangsung, interaksi dan pembangunan bersama antara dua perusahaan atau lebih.
Menganalisis Jaringan
Perspektif umum mengatakan bahwa lebih banyak penekanan pada bentuk jaringan organisasi bisnis merupakan hal yang perlu dan tidak terhindarkan dalam konteks perubahan pasar dan teknologi di akhir abad kedua puluh. Sebuah pandangan alternatif mengatakan bahwa jaringan bisnis dipertahankan dengan beragam cara, masing-masing cara merujuk pada situasi bisnis tertentu dengan tingkat keuntungan yang berbeda terhadap mode alternatif penentu. Dua pengaruh utama menerangkan perbedaan analisis yang secara tipikal mendominasi diskusi tentang jaringan. Pertama, bidang kajian utama yang mencoba menerangkan perbedaan dalam organisasi bisnis merupakan ekonomi biaya transaksi dan kedua adalah bahwa bagi banyak peneliti keuntungan jaringan merupakan sesuatu yang terlalu diyakini sehingga penjelasan terperinci tentang apa yang mempertahankan mereka tampaknya tidak perlu dilakukan di balik hubungan terhadap kecenderungan umum yang dirasakan dalam masyarakat industri.
Perusahaan Etnis
Telah lama dikenal bahwa kecenderungan bagi etnis minoritas untuk mendukung pertumbuhan komunitas bisnis kecil beragam antara kelompok-
kelompok rasial. Jadi, ketika semua etnis minoritas cenderung dirugikan dalam pasar tenaga kerja eksternal, yang menyediakan alasan awal mengapa ada minat untuk bekerja sendiri, kelompok etnis yang berbeda kurang lebih juga berhasil mengembangkan komunitas bisnis etnis. Faktor budaya sendiri bukanlah merupakan kondisi yang memadai bagi keberhasilan bisnis minoritas: struktur peluang di dalam masyarakat tuan rumah harus dipertimbangkan dan bagaimana struktur peluang tersebut mendorong atau menghambat perusahaan etnis. Pengaruh budaya yang mempengaruhi formasi bisnis etnis berhubungan dengan sikap terhadap kerja dan prestasi, dapat dihubungkan dengan pengalaman dan proses historis, di samping juga pertimbangan praktis yang mempengaruhi motivasi dan kemampuan bagi keberhasilan dalam bisnis. Komponen struktur secara potensial mempengaruhi perkembangan perusahaan termasuk di dalam sumber-sumber etnis dan peluang bagi perusahaan di dalam perekonomian tuan rumah. Etnisitas dapat dianggap sebagai sumber sebagaimana struktur sosial komunitas etnis dapat diubah menjadi aset bisnis.
2. Personalisme. Hubungan dengan orang-orang yang dapat dipercaya dan melalui mereka orang-orang lain juga akan dipercaya dianggap sebagai dasar melakukan bisnis. 3. Ketidakamanan. Perasaan dikepung karena minoritas menyebabkan mereka memfokuskan usaha-usaha mengejar kekayaan sebagai jalur guna memperoleh keamanan.
Bisnis Keluarga
Bisnis keluarga merupakan sesuatu yang penting di negara-negara Barat dan meluas di atas komunitas etnis. Di Amerika Serikat, berdasarkan definisi sempit secara komparatif, telah diperkirakan bahwa di awal tahun 1990-an bisnis keluarga merupakan lebih dari seperlima seluruh bisnis, menyumbangkan 12% GDP dan mempekerjakan 15% angkatan kerja. Perkiraan ini menerangkan sebuah bisnis sebagai sebuah perusahaan keluarga jika anggota keluarga secra langsung terlibat dalam kepemilikan dan operasi dan jika melibatkan banyak generasi kelompok keluarga dominan, yang juga menyediakan paling tidak satu manajer kursi. Mengubah struktur keluarga, yang pada umumnya memperlemah jaringan keluarga besar, cenderung mempertanyakan perbedaan bentuk bisnis ini. Sebagai konsekuensinya, persoalan kunci dalam diskusi perusahaan keluarga adalah sejauh mana basis sosial membagi karakteristik yang berbeda ke perusahaan kecil lainnya.
Kasus Italia
Distrik industri di utara Italia tengah secara meluas digunakan sebagai contoh spesialisasi fleksibel. Dalam dekripsi klasik, masing-masing distrik dibuat berskala kecil, unit produksi yang didesentralisasi secara terintegrasi oleh praktik bisnis yang dipandu oleh struktur pemerintahan yang didasarkan pada kepercayaan. Mereka dibedakan berdasarkan produknya-pakaian rajutan di Modena; sepeda, sepeda motor dan sepatu di Bologna; mesin pemroses makanan di Parma; peralatan mesin kayu di Capri tetapi secara umum ditunjukkan sebagai sebuah fenomena yang homogenus. Meskipun diasosiasikan dengan industri yang matang, distrik tersebut dibentuk oleh perusahaan-perusahaan modern yang selalu siaga terhadap peluang munculnya rancangan baru dan inovasi produksi.
Baden-Wurttemberg
Baden-Wurttemberg menarik perhatian sebagai satu kawasan industri paling kuat di Jerman dan sebagai sebuah lokalitas yang dibangun di atas kombinasi jaringan bisnis yang dilokalkan dan organisasi manufaktur inti. Negara bagian di bagian barat daya Jerman, dipusatkan di sekitar kota industri utama Stuttgart, memberikan sekitar 16,5% mantan GDP national Jerman Barat.
Lembah Silikon
Lembah Silikon, nama popular bagi kawasan Lembah Santa Clara, terletak di kawasan Teluk San Fransisco dan berpenduduk sekitar 60 juga. Kawasan Lembah Silicon sendiri, tergantung pada bagaimana garis batas ditarik, mempunyai populasi lebih dari 1 juta dan pada 1990 kawasan ini merupakan tempat bagi tersedianya 267.
Jaringan Organisasi
Rentangan luas jaringan bisnis disatukan melalui hubungan kepemilikan, investasi atau keanggotaan bersama. Bila sejumlah jaringan ini merupakan subyek investigasi ekstensif, khususnya kasus kelompok bisnis Asia, kerja sama dan aliensi strategi, maka yang lain relatif tetap diabaikan. Satu komentar kecil tentang jaringan organissi melibatkan Asosiasi trilateral atau federasi.
Kelompok Bisnis
Sebagai contoh jaringan, kelompok bisnis telah dibedakan sebagai seperangkat perusahaan yang diintegrasikan tidak secara menyeluruh atau tidak
secara begitu saja. Integrasi parsial ini termasuk daya tahan operasional dan ikatan personal di antara bisnis di dalam kelompok yang secara umum tidak memasukkan kasus perusahaan konglomerat dan perusahaan pemegang merk sebagai contoh kelompok bisnis. Di luar struktur yang luas ada banyak ragam di antara kelompok bisnis. Granovetter (1994) membedakan dimensi berikut bersama-sama dengan perbedaan yang ada: hubungan kepemilikan, dasar ikatan, struktur otoritas, kerja sama nilai moral, sumber keuangan dan hubungan dengan negara.
Asosiasi Industri
Jaringan perusahaan dapat dikoordinasikan oleh Asosiasi pihak ketiga atau federasi, dibentuk secara independen oleh perusahaan mana saja, dengan kekuasaan untuk membantu, bersekutu, memandu dan membujuk guna partisipasi dalam bisnis. Satu perspektif cenderung menghilangkan bentuk jaringan ini sebagai lobi pemangsa yang menggunakan tekanan politik guna mengekstrak pengembalian yang tidak dapat dicapai secara langsung melalui pasar. Peran penting mereka telah dipertanyakan dengan dasar bahwa Asosiasi industri terutama menggunakan materi yang tidak berhubungan langsung dengan operasi perusahaan individual.
Aliansi Strategis
Aliansi strategis dapat dilihat sebagai bentuk jaringan yang didalamnya terdiri dari kolaborasi antar perusahaan. Aliansi ini mungkin dibentuk secara kalkulatif, memanfaatkan kontrak tertulis untuk mengenyampingkan oportunisme dan tidak adanya basis alami kepercayaan yang dimiliki oleh jaringan lainnya. Pertumbuhan kerja sama antar perusahaan melalui aliensi strategis secara umum dilihat sebagai sebuah tanggap bagi pengejaran perluasan bisnis dalam lingkungan yang dicirikan sebagai sesuatu yang tidak stabil dan tidak pasti.
Waralaba
Waralaba adalah sebuah bentuk organisasi yang memungkinkan internasionalisasi banyak komponen ekonomi pelayanan yang pada awalnya merupakan teritorial perusahaan kecil independen. Usaha waralaba memberi respon pada keragaman dalam ekonomi skala antara tahapan awal dan akhir mata rantai produksi dalam sektor usaha makanan cepat saji, pekerjaan pembersihan dan pemeliharaan. Ada dua jenis utama pengaturan usaha waralaba. Dalam format usaha waralaba merk atau produk, pemilik usaha waralaba secara tipikal adalah produsen atau pemasok yang mencari tempat berusaha bagi produknya.
Persoalan Subkontrak
Kecenderungan untuk melihat evolusi biner dalam hubungan pembelipemasok, dari permusuhan ke gaya kolaborasi, ternyata kontras dengan persoalan ganda guna dipecahkan oleh perusahaan ketika menentukan strategi subkontraknya. Subkontrak dapat diorganisasikan dalam beragam cara. Bukannya dibandingkan dengan kecenderungan dominan tanggal yang mempengaruhi organisasi pasokan, tetapi mungkin lebih cocok mengamati bagaimana praktik beragam berdasarkan pasar, teknologi dan kondisi kompetitif, di samping juga pengalaman sendiri organisasi individual. Keputusan tentang pemasok meliputi lima persoalan di mana organisasi dapat merespon secara berbeda: 1. Keputusan dasar melibatkan tingkat eksternalisasi, pilihan kegiatan untuk eksternalisasi atau hak tetap memiliki dan organisasi fungsi pembeli. 2. Pembeli harus menentukan seberapa banyak preferensi untuk memberi pabrik lokal lebih banyak dari pemasok yang berlokasi jauh. 3. Keamanan pasokan dan ketergantungan kontraktor merupakan persoalan lanjutan di mana perusahaan mempunyai variabel preferensi. 4. Perluasan resiprositas dan kolaborasi dalam hubungan pembeli-pemasok beragam. 5. Proses melalui mana unjuk kerja pemasok akan diperkuat merupakan persoalan lebih jauh guna dipertimbangkan.
Subkontrak di Jepang
Telah di kenal bahwa di Jepang subkontrak dipraktekkan secara ekstensif dan bahwa praktik ini mendukung sektor perusahaan kecil yang luar biasa besarnya dibandingkan dengan ekonomi industri lainnya. Sementara proporsi perusahaan kecil sebagai bagian seluruh organisasi hanyalah sekian persen lebih besar dibandingkan dengan yang ada pada kebanyakan negara-negara Eropa dan AS, di mana peran penting ketenagakerjaan di perusahaan kecil ternyata lebih tinggi.
Sistem subkontrak yang paling sering diasosiasikan dengan Jepang ternyata merupakan sesuatu yang wajib dalam gaya mereka. Sistem ini dibangun di atas hubungan hirarki. Tiga aspek dalam hubungan subkontrak menggaris bawahi gaya kontrak berdasarkan tanggung jawab yang secara tipikal diasosiasikan dengan Jepang. 1. Serangkaian kontrak, dokumen yang berhubungan dan praktik umum untuk mengatur hubungan bisnis. 2. Perilaku kedua belah pihak diharapkan dipandu oleh komitmen asosiasi jangka panjang. 3. Pembeli mengharapkan subkontrak mereka membuat pengurangan progresif dalam biaya setiap kali harga per unit dikaji ulang, yang biasanya dilakukan dua kali dalam setahun. Asal-usul praktik subkontrak di Jepang telah dihubungkan dengan lima pengaruh: 1. Faktor ekonomi dan teknologi 2. Bingkai hukum 3. Hubungan bank finansial 4. Hubungan sistem ketenagakerjaan 5. Lingkungan kewiraswastaan
Lingkungan Jaringan
Selandia Baru tetap mengutamakan ekonomi pertanian, dengan 70% pendapatan ekspor diperoleh dari komoditas yang diproses secara minimal, di mana produksi daging, produk-produk susu dan hasil-hasil pertanian menghasilkan barang yang cukup banyak. Spesialisasi ekonomi, bersama-sama dengan populasi yang relatif homogen didominasi oleh keturunan Inggris dan
masalah ekonomi yang terisolasi dan mudah diserang, secara potensial menyediakan lingkungan yang subur bagi struktur bisnis kerja sama. Dalam praktiknya, ini bukanlah kasus sebagaimana sebuah konsekuensi pengaruh historis lainnya dan dampak kebijakan ekonomi.
Asosiasi Jaringan
Di antara inisiatif jaringan bisnis lainnya di Selandia Baru terdapat usaha untuk mendukung bisnis kecil baru. Bagian ini mengkontraskan dua jenis inisiatif, yang dioperasikan dalam cara berbeda dengan tingkat keberhasilan yang juga berbeda.
agroindustri yang mampu meningkatkan nilai tambah bahan mentah yang dihasilkan sektor pertanian. Memahami akan situasi tingginya campur tangan pemerintah di bidang usaha tani tanaman pangan, khususnya padi dan palawija, kisah yang disajikan dalam bagian ini tidak mengenai sosok petani tanaman pangan. Kisah keberhasilan yang ditampilkan justru datang dari sektor dengan campur tangan pemerintah yang masih terbatas, yakni kisah petani buah-buahan (salak pondoh) dan pengusaha agroindustri (kopi racik) yang mengolah hasil berbagai jenis tanaman rempah. Bagi petani lain pemaparan kisah sukses ini diharapkan akan memberikan motivasi untuk dapat juga menjadi petani tangguh, sedangkan bagi masyarakat umum kisah ini diharapkan dapat lebih memberikan pemahaman mengenai kunci keberhasilan menuju sukses.
mengembangkan usaha pemondokan, menunaikan ibadah haji dan membangun masjid di desa tempat tinggalnya. Meskipun usianya kini telah menginjak kepala enam, kesehatan dan dayapikirnya masih prima. Kejujuran merupakan prinsip hidupnya yang dijunjung tinggi dan dipegang teguh dalam menjalankan usaha sehari-hari. Kejujuran diyakini sebagai faktor utama Pembawa sukses yang diperolehnya saat ini. Hal lain yang menonjol pada diri petani salak pondoh ini adalah ketekunan yang luar biasa dalam bekerja dan kemauan yang tinggi untuk mencoba hal-hal baru, sehingga ia dapat menemukan cara budidaya salak pondoh yang menghasilkan produktivitas tinggi, kualitas baik dan tanaman cepat menghasilkan. Salak pondoh merupakan hasil utama usaha pertanian yang dikelola oleh Pak Kamto. Tanaman salak pondohnya berada di atas hamparan 0,8 hektar, terletak di daerah persawahan yang tidak jauh dari rumah. Produksi salak pondoh berfluktuasi dari bulan ke bulan. Panen raya dimulai sekitar pertengahan bulan Oktober-Januari, panen kecil berlangsung pada periode bulan Pebruari-April, sementara panen sedang pada bulan Mei-September. Pada masa panen raya produksi salak pondoh mencapai sekitar dua ton per bulan. Pada masa panen kecil dan sedang rata-rata produksi berkisar 1,5-2 kuintal per bulan. Dalam periode 12 bulan kebun salak pondoh Pak Kamto diperkirakan mampu menghasilkan sekitar 6-8 ton. Harga salak pondoh juga berfluktuasi cukup tajam mengikuti musim. Pada masa panen raya harga salak pondoh masih relatif tinggi, yakni Rp. 3.500,00 per kilogram. Harga ini biasanya bertahan hingga akhir bulan Nopember. Dua bulan selanjutnya harga akan menukik rutun hingga Rp. 2000,00 per kilogram. Bulan Pebruai sampai September relatif stabil Rp. 3.500,00 sampai Rp. 4.000,00. Dengan kondisi harga seperti ini dapat diharapkan penerimaan selama satu tahun sebesar Rp. 18-20 juta. Setelah dikurangi dengan biaya-biaya pemeliharaan dan upah tenaga kerja, diperoleh keuntungan sebesar Rp. 12-14 juta per tahun, atau memberikan penghasilan bersih sekitar Rp. 1,2 juta per bulan. Pak Kamto adalah mempunyai kemampuan teknik budidaya tanaman yang sangat matang pada dirinya. Kemampuan tersebut tidak diperoleh begitu saja, melainkan merupakan hasil kristaliasi dari pengalam bercocok tanam selama
bertahun-tahun dan mengamati perilaku pasar hasil bumi. Dalam segi pemasaran, aspek Kejujuran, ketepatan waktu pengiriman dan jaminan kualitas unsur yang sangat menonjol untuk menghadapi persaingan. Kemampuan menekan biaya selama tahap perluasan usaha. Agro Industri Kopi Racik di Kediri Wien Wiyanto (penemu kopi racik) dilahirkan di Kediri pada tahun 1951, tepatnya pada 5 Desember. Meskipun usianya saat itu telah memasuki 45 tahun, semangat dan gerak langkah untuk meraih kemajuan lebih mencerminkan semangat seorang pemuda. Masih banyak impian dan angan-angan yang ingin diwujudkan untuk mengembalikan pamor jamu Jawa. Dalam upaya mengembangkan ramuan kopi racik, Pak Wien didampingi oleh istrinya (Ibu E. Setyowati Wiyanto), baik semasa masih melakukan penelitian maupun pada masa produksi masal serta promosi ke berbagai daerah di Indonesia. Dan luar negeri. Selama tahap penelitian Ibu Setyowati berperan sebagai Asisten utama pelaksanaan pembuatan ramuan. Produksi kopi racik Pak Wien saat ini telah mencapai sekitar 1,5 ton per hati dan dikemas dalam dua bentuk, yakni kemasan cempluk dan kemasan kecil (sachet). Kapasitas produksi kopi racik dalam kemasan cempluk saat ini sekitar 5000 buah per hari. Saat ini harga kopi racik kemasan cempluk di pasaran bebas berkisar antara tiga ribu sampai empat ribu rupiah. Tenaga kerja pada pabrik kopi racik telah mencapai sekitar 260 orang, yang terbagi atas tenaga kerja organic (bekerja di pabrik) sekitar 90 orang, dan tenaga kerja bukan organic (bekerja di luar pabrik) sekitar 170 orang. Dalam waktu hanya sekitar tiga tahun pemasaran kopi racik telah berkembang pesat. Hingga akhir tahun 1996 pemasaran kopi racik telah menjangkau seluruh kota-kota besr di Jawa. Dalam menjalankan pemasaran ke daerah-daerah dilakukan kerjasama dengan perusahaan yang bergerak di bidang distribusi. Pelaksanaan kerjasama ini selalu dilandasi dengan surat perjanjian antara kedua belah pihak. Usia minuman kopi racik memang belum lama, bahkan secara efektif dapat dikatakan baru menginjak tahun ke empat pada tahun 1996. Namun
demikian kehadirannya ditengah masyarakat telah lama menjadi obsesi dari Pak Wien Wiyanto. Mengikuti perkembangan usaha Bapak Wien di atas kiranya hanya kata pantang menyerah lah yang cocok untuk dipakai sebagai terminology bagi faktor penyebab keberhasilannya. Di bidang pemasaran, langkah yang ditempuh Pak Wien dalam melakukan promosi sangat luar biasa, baik dilihat dari segi media yang dipilih maupun ongkos yang harus dikeluarkannya. Kemampuan usaha Pak Wien menghasilkan laba tidak terlepas dari keberhasilannya mempromosikan kopi racik dan membangun citra sebagai minuman sehat yang berkhasiat dan berkualitas tinggi, sehingga tercipta pasar dengan permintaan yang begitu besar. Hal ini dikombinasikan dengan kemampuan inovasi Pak Wien yang sangat tinggi dalam rekayasa mekanik, sehingga seluruh mesin yang digunakan adalah merupakan buatan sendiri. Dukungan dari istri dan anggota keluarga yang menyeluruh juga merupakan kunci penentu keberhasilan mewujudkan minuman kopi racik. Faktor external yang turut mempunyai andil besar dalam perkembangan kopi racik adalah menguatnya komitmen politik pemerintah untuk mengembangkan usaha kecil dan agri-industri sejak awal tahun 1990-an.
mengalami perkembangan nyata. Keadaan ini tergambar dari peningkatan jumlah tenaga kerja yang terserap, omzet yang meningkat, serta aset yang bertambah. Pada tahun 1993, perusahaan Taqim yang dikenal sebagai industri kerajinan Matra telah mempekerjakan 30 orang karyawan tetap. Bahkan bila ada order khusus, perusahaan ini bisa mempekerjakan tenaga kerja harian sampai dengan 400 orang. Dari perkembangan usaha yang dirintis, Talqim berhasil menambah aset berupa tanah dan bangunan. Beberapa di antaranya adsalah sawah 8.000 meter, tanah di perbukitan 2.000 meter dan, yang tengah dalam proses pelunasan, tanah 2,5 hektar. Aset itu yang nantinya menjadi modal bagi pengembangan usahanya. Dukungan lembaga penopang lebih dirasakan Taqim melalui pribadipribadi yang bekerja di instansi pemerntah. Seperti direktur utama Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah Panut Harsono, manten Menteri Kehakiman Ismail Saleh. Untuk penunjukan kontrak. Berkat dukungan Bapak Panut Harsono, akhirnya Taqim bisa mewujudkan impian untuk mengadakan pameran tanggal tiga tahun lebih cepat dari rencana semula. Dalam pameran tanggal yang pertama, yang bersamaan dengan Pameran Pembangunan Jawa Tengah di Balai Agung Merapi, Semarang. Pameran tanggal itu dilaksanakan selama 1 bulan dalam bulan September 1995. Tercatat pengunjung pameran pembangunan 1995 yang datang jauh melampaui pameran pembangunan sebelumnya. Taqim merupakan seorang figure pengusaha yang relatif langkah di Indonesia, karena ia bisa meraih kesuksesan baik sebagai seniman maupun sebagai pengusaha kerajinan. Terdapat beberapa kekuatan yang dimiliki Taqim dalam meraih kesuksesan yang dicapainya. Memiliki daya inovasi yang kuat. Mempunyai kemampuan manajemen pribadi yang menonjol, utama mendukung ketika modal kerjanya, proyek Taqim menggunakan bertindak sistem sebagai mengerjakan interior atau
Mempunyai visi yang jelas dalam menyongsong masa depan. Tidak takut dengan kegagalan. Tidak ragu dan menyesat dengan segala keputusan yang diambil.
Pengusaha Tas Kulit di Jakarta Iin Johariah dibesarkan dari keluarga sederhana. Ayahnya yang hanya seorang pegawai pemerntah biasa membuat Iin masih sempat merasakan pembagian jatah nasi pada masa kecilnya. Meskipun demikian ia tak lupa bersyukur, karena masih bisa menyelesaikan studinya sampai tingkat Sarjana Muda. Usaha yang bergerak dalam industri tas ini mulai berdiri pertengahan 1991, saat itu ia berusia 33 tahun. Pada awalnya Iin hanya memproduksi tas-tas untuk traveling dengan model-model yang sederhana. Kemudian dengan meningkatnya order, permintaan akan model-model tas yang lebih rumit juga meningkat. Pada awalnya usaha ini cuma bermodalkan dua mesin jahit, gunting dan cutter, dengan mempekerjakan dua tukang tas di sebuah rumah cicilan. Dengan perkembangan order yang diperoleh, Iin dapat menambah peralatan usaha, seperti mesin jahit, mesin potong, mesin embosse, mesin seset, mesin cangklong dan mesin bungkus. Bahkan saat ini ia sudah membuka dua toko (outlet) untuk pemasaran produk-produknya. Ia juga bisa membeli dua rumah yang menjadi bengkel kerja dan rumah tempat tinggalnya, serta tanah 2.000 meter yang direncanakan untuk tempat perluasan bengkel kerja. Lokasi bengkel kerja dan rumah tempat tinggal yang bersebelahan menyebabkan Iin relatif mudah mengawasi pekerjaan para karyawan. Kemampuan Iin dalam membina relasi selama ini ditunjang pula oleh kemampuannya menguasai dua bahasa asing, yaitu Bahasa Inggris dan Bahasa Mandarin. Dengan modal itu pemasaran produknya meningkat terus. Kebiasaan bekerja keras merupakan kunci utama keberhasilan Iin Johariah dalam sekolah, karis, dan usaha.
Contoh Sukses UKM di Sektor Jasa Pengusaha Soto Ayam dan Ayam Goreng Bangkok di Semarang
Di Kota Semarang warung soto ayam dan ayam goreng bangkok merupakan warung yang tidak dapat dilewatkan begitu saja. Dari kalangan pejabat, pengusaha, profesional, sampai tukang becak dan pedagang asongan menjadi pelanggannya. Warung soto yang terletak di Plaza Jl. Brigjen Katamso ini adalah usaha milik Bapak H. Soleh Soekarno. Menu utama yang disediakan adalah soto ayam dan ayam goreng. Setiap hari warung tersebut buka dari pukul 7 pagi hingga pukul 10 malam dengan dua shift. Pak Soleh dibntu sekitar 40 orang karyawan.Kebutuhan bahan untuk soto ayam dan ayam goreng Bangkok dipenuhi dari penjual yang mengantar langsung ke tempat. Pada awalnya Pak Soleh berjualan soto dengan memikul angkring mulai dari karang Pucung hingga Bangkong, kira-kira 1 km sekitar tahun 1950. Setelah tahun 1952, perkembangan penjualan soto ayam Pak Soleh mulai pesat dan sudah mempunyai dua karyawan. Pada tahun 1955 Pak Soleh pindah ke tempatnya berjualan saat ini. Selama tahun 1952 sampai 1955 Pak Soleh Soekarno telah memperkerjakan empat orang dan menghabiskan empat atau lima ekor ayam sehari. Pada tahun 1957, Pak Soleh Soekarno telah mampu membeli rumah sendiri di Semarang, membeli rumah di desa serta menyekolahkan anakanak. Perusahaan Pak Soleh telah mempunyai banyak cabang dengan omzet yang bervariasi mulai dari 400 ribu sampai dua juta per hari. Adanya semangat untuk terus maju, langkah inovasi dalam memperluas pasar dan strategi untuk menekan biaya produksi telah membuat Pak Soleh dapat berkembang dan terus bertahan dalam iklim persaingan yang sangat kompetitif. Namun demikian, meningkatnya omzet dan banyaknya cabang yang dibuka di luar kota Semarang tidak lepas dari dukungan lembaga perbankan.
Pengusaha Restoran Iklan Patin Usaha Baru di Pekanbaru Setiap orang yang menginjakkan kaki di tanah Lancang Kuning (Riau) tentunya tidak akan lupa untuk merasakan nikmatnya ikan patin. Menyadari potensi ikan patin di Propinsi Riau ini, H. Muhammad Yunus tegerak hatinya untuk mengembangkannya. Sejak 1988 H. Muhammad Yunus (Pak Haji) telah mulai mengkomersilkan ikan patin melalui warung yang berukuran 4 x 6 meter dan masih berstatus sewa di Jalan Nangka, Pekanbaru. Hanya dalam waktu delapan tahun, Pak Haji telah mempunyai restoran ikan patin Usaha Baru yang sangat representatif di Simpang Tiga, sekitar lima menit dari bandara Simpang Tiga, Pekanbaru. Menu yang disajikan oleh Pak Haji tidak sebatas masakan ikan patin asam pedas, tetapi juga kombinasi dengan makanan khas dari seluruh Propinsi Riau. Sehari-hari Pak Haji dibantu oleh karyawan sebanyak 30 orang. Dari pengunjung yang datang langsung dan pesanan yang diterima omzet restoran ikan patin per hari sekitar Rp. 2,5 juta. Keberhasilan yang dicapai Pak Haji saat ini sebetulnya diawali oleh semangat dan keinginan untuk maju guna mencapai kehidupan yang lebih baik dibandingkan dengan kehidupan yang dialami oleh orang tua Pak Haji. Tekad tersebut kemudian diwujudkan dalam bentuk keputusan Pak Haji meninggalkan kampung halaman untuk merantau. Sedikit uang simpanan selama merantau dipergunakan oleh Pak Haji untuk berdagang kelontong di kampung halaman. Semangat pantang menyerah yang dalam diri Pak Haji juga tercermin sewaktu Pak Haji bekerja di warung padang. Awalnya ia bekerja sebagai tukang cuci piring dan semua jenis pekerjaan yang terdapat di waarung makan itu sebelum akhirnya menjadi tukang masak. Hasil yang diperoleh selama perjalanan pengalaman itu adalah pertama, keahlian (skill) memasak dan segala sesuatu yang berkaitan dengan itu; kedua, adanya keinginan untuk maju seperti warung padang yang ada di mana-mana.
6. Menyediakan waktu untuk mengevaluasi hasil yang telah dicapai 7. Menghayati bahwa kegagalan dan pengalaman pahit adalah ujian dalam meraik sukses