Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Toksikologi merupakan ilmu yang lebih tua dari Iarmakologi. Disiplin ini
mempelajari siIat-siIat racun zat kimia terhadap makhluk hidup dan lingkungan.
Sedikitnya 100.000 zat kimia, kini digunakan oleh manusia dan karena tidak dapat
dihindarkan, maka kita harus sadar tentang bahayanya.
Merupakan suatu hal yang sulit untuk membedakan antara zat yang toksik dan
non toksik. Setiap zat kimia pada dasarnya bersiIat racun dan setiap keracunan
ditentukan oleh dosis dan cara pemberian. Sekarang dikenal banyak Iaktor yang
menentukan apakah suatu zat kimia bersiIat racun, namun dosis merupakan Iaktor
utama yang terpenting. Untuk setiap zat kimia, termasuk air, dapat ditentukan
dosis kecil yang tidak bereIek sama sekali, atau suatu dosis besar sekali yang
dapat menimbulkan keracunan dan kematian. Untuk zat kimia dengan eIek terapi,
maka dosis yang adekuat dapat menimbulkan eIek Iarmakoterapeutik.
Banyak prinsip pengobatan keracunan yang dahulu dianut berubah drastis dan
tindakan yang lebih rasional telah ditemukan. Satu kemajuan mencolok ialah
dihilangkannya kebiasaan pengobatan keracunan hipnotik sedatiI dengan
menggunakan analeptik dan menggantinya dengan pengobatan simtomatik.
Tindakan ini, bersama dengan perbaikan dalam cara merawat pasien, telah
menurunkan angka kematian akibat keracunan barbiturat dari 20-25 sekitar
tahun 1945 sampai 1-2 dewasa ini.
Beberapa keracunan telah diketahui terjadi berdasarkan kelainan genetik
(primakuin, INH, suksinilkolin) atau deIisiensi enzim pada neonatus prematur
(kloramIenikol), interaksi pada pemberian obat kombinasi kadang-kadang
memberi hasil yang sulit dievaluasi atau diramalkan toksisitasnya.




BAB II
PEMBAHASAN

Definisi
Toksikologi berasal dari kata toxicum yang berarti racun dan logia yang
berarti ilmu. Maka toksikologi berarti suatu bidang ilmu yang mempelajari
tentang senyawa-senyawa kimia yang bersiIat merusak bagi manusia dan
hewan. Toksikologi terkait dengan eIek buruk dari agen Iisik dan kimia
(termasuk obat) pada manusia. Toksisitas mengacu pada kemampuan agen
untuk menyebabkan cedera.

Klasifikasi Keracunan
namnesis sangat penting dan sering dapat menunjukkan adanya unsur
keracunan. Tetapi ini hanya benar apabila anamnesis menjurus ke suatu cerita
yang positiI. Keracunan dapat terjadi karena beberapa hal, dan klasiIikasi di
bawah ini dapat membantu dalam mencari sebab keracunan.
Menurut cara terjadinya keracunan :
O $0lf poisoning. Pada keadaan ini pasien makan obat dengan dosis
berlebihan tetapi dengan pengetahuan bahwa dosis ini tidak
membahayakan.
O tt0mpt0/ suici/0. Dalam hal ini, pasien memang bermaksud untuk bunuh
diri, tapi bisa berakhir dengan kematian atau pasien dapat sembuh kembali
bila ia salah taIsir tentang dosis yang dimakannya.
O cci/0ntal poisoning. Ini jelas merupakan kecelakaan, tanpa Iaktor
kesengajaan sama sekali.
O omici/al poisoning. Keracunan ini akibat tindakan kriminal yaitu
seseorang dengan sengaja meracuni orang lain.
Menurut mula waktu terjadinya keracunan :
O Keracunan Kronis
Diagnosis keracunan kronis sulit dibuat, karena gejalanya timbul
perlahan dan lama sesudah pajanan. Gejala juga dapat timbul secara akut

setelah pemajanan berkali-kali dalam dosis yang relatiI kecil. Suatu ciri
khas ialah bahwa zat penyebab diekskresi lebih lama dari 24 jam, waktu
paruhnya panjang sehingga terjadi akumulasi.
Juga mungkin terjadi suatu maniIestasi kronis pada organ oleh zat
kimia yang mempunyai waktu paruh pendek, namun toksisitasnya
terhadap organ bersiIat kumulatiI. Salah satu contoh ialah nekrosis papilla
ginjal yang terjadi karena makan analgesic bertahun-tahun. Berbagai
kelainan organ yang tidak dapat diterapkan patogenesisnya harus dicurigai
sebagai akibat keracunan dan suatu anamnesis yang rinci sangat
diperlukan.
O Keracunan kut
Keracunan akut lebih mudah dikenali daripada keracunan kronis
karena biasanya terjadi mendadak setelah makan sesuatu. Ciri lain ialah
sering mengenai banyak orang, misalnya pada keracunan makanan, dapat
mengenai seluruh keluarga atau juga sekampung. Gejala keracunan akut
dapat menyerupai setiap sindrom penyakit, karena itu harus selalu diingat
kemungkinan keracunan pada keadaan sakit mendadak dengan gejala
seperti muntah, diare, kejang, koma dan sebagainya.
Lama pemaparan yang digunakan untuk mengklasiIikasikan respon toksik :
1. Pajanan akut mengakibatkan reaksi toksik yang mewakili satu atau
beberapa pajanan selama 1-2 hari,
2. Pajanan kronis mengakibatkan reaksi toksik yang mewakili beberapa
pajanan pada waktu yang cukup lama,
3. Toksisitas tertunda mewakili penampakan eIek toksik setelah interval yang
tertunda.

Mekanisme Terjadinya Toksisitas Obat
Berbagai mekanisme dapat mendasari toksisitas obat. Biasanya reaksi
toksik merupakan kelanjutan dari eIek Iarmakodinamik. Karena itu, gejala
toksis merupakan eIek Iarmakodinamik yang berlebihan. Contohnya yaitu
suatu obat jantung yang bekerja menghambat konduksi atriovetrikular (')
akan menimbulkan blok ' pada keracunan, suatu hipnotik akan
menimbulkan koma.

Kelainan yang disebabkan oleh reaksi antigen-antibodi bermaniIestasi


sebagai reaksi alergi. Gugus kimia tertentu dapat menimbulkan reaksi toksik
yang sama. Ketidakmurnian dalam sediaan hormon seperti insulin dapat
menyebabkan reaksi toksik.
Zat pengisi laktosa dalam produk Ienitoin dapat memperbesar
bioavailibitas sehingga meninggilkan kadar Ienitoin dalam darah. Hal ini,
dapat menimbulkan keracunan karena batas keamanan Ienitoin sempit.
Produk dekomposisi dari tetrasiklin yang berwarna coklat mengandung
epi-anhidrotetrasiklin yang dapat merusak ginjal, dan karena itu tetrasiklin
yang telah menjadi coklat tidak boleh digunakan lagi.
Kerusakan jaringan tubuh misalnya hati dan ginjal dapat mengganggu
secara tidak langsung dan memudahkan terjadinya toksisitas.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Toksisitas
Beberapa Iaktor yang mempengaruhi toksisitas zat terhadap organisme yaitu :
O Komposisi agen toksik
Obat atau bahan kimia yang terdiri dari senyawa murni sangatlah
jarang. Ini dikarenakan untuk mendapatkan Iungsi yang diinginkan dari
bahan tersebut, maka bahan tersebut harus menggunakan beberapa
campuran senyawa dalam komposisinya walaupun salah satu dari senyawa
atau zat itu ada yang bersiIat toksik (dalam jumlah tertentu). SiIat toksik
ini disebabkan karena stabilitas kimia, komposisi Iisikokimia, pH serta
ukuran partikel senyawa atau zat tersebut .
Contoh beberapa komposisi agen atau obat yang bereIek toksik:
Terdapatnya bahan dioxin pada 2,4-Dichlorophenoxyacetic acid
(yang biasa digunakan sebagai herbisida) yang dapat menyebabkan
n0uromuscular paralysis dan koma,
Polychlorinated biphenyl sebagai senyawa untuk membuat PCB pada
barang elektronika dapat menyebabkan kelainan kulit, disIungsi
reproduksi serta bersiIat karsinogenik,
Sianida yang terdapat pada Iumigant, pembersih metal, insektisida dan
rodentisida dapat menyebabkan stimulasi sementara SSP yang diikuti

dengan ipoxyc s0i:ur0 dan kematian. Sianida mempunyai aIinitas


tinggi terhadap zat besi sehingga bereaksi dengan zat besi dan
cytochrome oxidase pada mitokondria, sehingga menghambat respirasi
selular yang akan menghalangi pemanIaatan oksigen untuk jaringan.

O Dosis dan konsentrasi
Selain komposisi, dosis dan konsentrasi zat juga berpengaruh terhadap
toksisitas obat tersebut. Semakin tinggi dosis yang digunakan maka
semakin berpotensi pula obat tersebut untuk menghasilkan eIek toksik.
O Cara pemberian obat
Cara pemberian obat terhadap pasien ada berbagai macam. Cara
pemberian obat yang bervariasi ini tergantung kebutuhan dan situasi
pasien. Beberapa hal yang dipengaruhi oleh cara-cara pemberian obat ini
yaitu Onset oI ction (OO), intensitas dan Duration oI ction (DO).
OO yang paling cepat dan berpotensi untuk mencemari organ lain yaitu
OO pada obat yang diberikan secara intravena. Potensi yang paling
rendah yaitu pemberian secara topical, maka dapat dirumuskan sebagai
berikut:
Intravena ~ Inhalasi ~ Intraperitoneal ~ Subcutis ~ Intramuscular ~
Intradermal ~ Oral ~ Topikal
O Metabolisme agen toksik
Metabolisme pada umumnya merupakan mekanisme primer
detoksiIikasi. Metabolit yang dihasilkan pada umumnya merupakan
senyawa yang lebih polar yang siap untuk dieksresikan. Tetapi beberapa
senyawa dimetabolisme menjadi senyawa aktiI atau bahkan lebih aktiI
(asetaminoIen, codein, kloralhidrat, kloroIorm, sikloIosIamid, imipramin,
isopropanol, methanol, parathion, sulIanilamid)
O Status kesehatan
Penyakit hati dan ginjal dapat mempengaruhi Iarmakokinetik agen
toksik. Contohnya pada penderita hipertensi memberikan respon yang
lebih intensiI terhadap senyawa yang mempunyai aktivitas
simpatomimetik. Opioid mempunyai potensi toksisitas yang lebih besar
pada pasien dengan trauma kepala. Diare atau konstipasi dapat

menurunkan atau meningkatkan waktu kontak senyawa kimia dengan


tempat absorpsi.
O Usia
Pada umumnya kecelakaan terjadi pada pasien berusia kurang dari 5
tahun dan geriartri. Pada bayi, kloramIenikol dapat menyebabkan gr0y
baby syn/rom0 yang dikarenakan sistem enzim mikrosomal hati belum
sempurna.
O Status gizi dan diet
Secara umum konsentrasi yang lebih tinggi didalam darah akan
tercapai bila obat diminum pada saat perut kosong daripada saat perut
penuh karena beberapa makanan dapat menurunkan absorpsi obat.
Contohnya yaitu kalsium dapat menurunkan absorpsi tetrasiklin.
O Genetik
Terjadi karena perbedaan respon individual terhadap obat yang
berhubungan dengan pengaruh herediter. Contohnya yaitu metabolisme
suksinilkolin oleh pseudokolin esterase akan lambat dan menjadi toksik
pada individu yang mempunyai atypical ps0u/ocolin0 0st0ras0.
O Jenis kelamin
Pria mempunyai berat badan dan volume darah yang lebih besar
daripada wanita, maka dengan dosis yang sama akan didapatkan
konsentrasi pada darah dan jaringan yang berbeda untuk pria dan wanita.
O aktor lingkungan
Berbagai jenis perubahan lingkungan dapat mempengaruhi respon
biologis terhadap agen toksik. Contohnya suhu yang dingin dapat
menurunkan respon biologis terhadap agen toksik, tetapi dapat
memperpanjang durasi.


Diagnosis dan Penanganan Keracunan


Diagnosis
Pada penjelasan yang sudah dituliskan diatas tentang klasiIikasi
keracunan, dapat kita pahami bahwa untuk mendiagnosis, kita perlu
mengetahui riwayat obat yang dimakan yang akan kita dapatkan dari
anamnesis. Selain itu juga kita perlu melihat gambaran klinis pasien
tersebut.

Tabel Gejala klinis pada pasien dan kemungkinan penyebabnya.
Gejala Penyebab
Jantung dan pernapasan
Hipertensi, takikardi

Hipotensi, bradikardi

Hipotensi, takikardi

Rapid respiration

Hyperthermia

Hypothermia

CNS
ystagmus, /ysartria, ataxia
Rigi/ity, muscular yp0rt0nsion

$0i:ur0s


Flacci/ coma
Halusinasi


Gastrointestinal
Ileus


Kram, diare, peningkatan bising usus

mphetamin, kokain, p0ncycli/in0
(PCP), nikotin, obat antimuskarinik
Narkotik, klonidin, r0c0ptor
blocking ag0nts, sedatiI, hipnotik
Tricyclic anti/0pr0ssants,
p0notia:in0s, teoIilin
Simpatomimetik (termasuk
amphetamin, salisilat), CO
Simpatomimetik, salisilat,
antimuskarinik
Narkotik, p0notia:in0s, sedatiI


P0nytoin, alkohol, sedatiI
M0taqualon0, p0ncycli/in0,
haloperidol, simpatomimetik
Tricyclic anti/0pr0ssants,
t0opyllin0, isonia:i/0,
p0notia:in0s.
Narkotik dan hipnotik-sedatiI
LSD, Tanaman beracun (nigtsa/0,
fimsonw00/)


ntimuskarinik, narkotik, sedatiI
OrganoIosIat, arsenik, besi,
t0opyllin0, manita palloi/0s
manita palloi/0s

aus0a, vomiting



Gangguan visual
Myosis

Mydriasis

ori:ontal nystagmus
ori:ontal an/ v0rtical nystagmus
Ptosis, optalmopl0gia

Perubahan pada kulit
Kulit panas dan kering
Keringat berlebih
Sianosis


Icterus


Mulut
Terbakar
Bau





Lidah hijau
M0tallic tast0
Klonidin, narkotik, p0notia:in0s,
colin0st0ras0 inibitor (termasuk
organoIsoIat)


mphetamin, kokain, LSD,
antimuskarinik (termasuk atropin)
P0nytoin, alkohol, sedatiI (termasuk
barbiturat)
P0ncycli/in0
Botulism



ntimuskarinik (termasuk atropin)
Nikotin, simpatomimetik,
OrganoIosIat
Obat yang menginduksi hipoksemia
atau methemoglobinemia
Kerusakan hepar karena asetaminoIen
atau manita palloi/0s


Substansi penyebab, soot
Bawang: arsenik, organoIosIat
Bitt0r almon/: sianida
Telur busuk: H
2
S
P0ar lik0: kloral hidrat
Kimia: alkohol, hidrokarbon,
paral/0y/0, bensin, ammonia
'anadium
Timbal, cadmium

Penanganan Keracunan Secara Umum
Penanganan kasus keracunan harus dilakukan dengan cepat dan dengan
terencana. Penanganan pertama, terdiri atas :
O Menjaga Iungsi vital seperti pernapasan dan sirkulasi serta
O Menghindari absorpsi racun lebih lanjut. Jika penyebab keracunan
diketahui dan mungkin dilakukan penanganan dengan antidotum
tertentu.

Setelah pertolongan pertama, jika diperlukan penanganan lebih lanjut di


klinik, pasien harus diteruskan ke rumah sakit dibawah pengawasan dokter.
Disini, jika penanganan yang dilakukan belum atau kurang cukup, harus
dicoba lagi untuk menghentikan absorpsi racun, selanjutnya diusahakan :
1. Mempercepat eliminasi racun yang sudah masuk kedalam organisme,
2. Menormalkan kembali Iungsi tubuh yang terganggu dengan penanganan
simptomatik.
Menjaga Iungsi vital tubuh
Peran sentral pada penanganan keracunan adalah menjaga Iungsi vital,
yaitu pernapasan dan sirkulasi, serta pengaturan dan kalau diperlukan
menormalkan kesetimbangan elektrolit, air dan asam-basa.
Pernapasan
Saluran napas harus tetap dijaga dan diusahakan tetap bebas (pada posisi
berbaring, pada sisi pasien diusahakan tidak adanya benda asing, sisa
makanan, darah, muntah dan gigi palsu dalam mulut, kalau perlu dilakukan
intubasi). Jika pernapasan spontan tidak mencukupi, harus diberikan
pernapasan buatan. naleptika bukan merupakan pengganti untuk
membebaskan saluran napas serta membantu pernapasan dan obat ini sudah
kadaluarsa. Pemberian oksigen terutama diindikasikan untuk pasien sianosis,
akn tetapi walaupun demikian pernapasan dengan oksigen murni ini tidak
boleh dilakukan lebih dari 6-8 jam (bahaya terjadinya oedem paru-paru
toksik, yang dapat menyebabkan diIusi O
2
dan CO
2
terhambat).
Pada orang yang keracunan, udara respirasinya kemungkinan
mengandung racun yang membahayakan (misalnya asam sianida, pelarut,
ester asam IosIat), pernapasan harus dilakukan dengan ambu bag, paling
sedikit si penolong harus bernapas berpaling dari pasien.
Oleh gas yang merangsang (misalnya klor, Iosgen dll) juga oleh zat-zat
yang pada saat muntah masuk ke saluran napas, dapat timbul oedem paru-
paru toksik. Gejala pertama adalah rangsang untuk batuk, keluhan/kesulitan
bernapas dan tidak tenang. Gambaran sempurna terjadinya oedem paru yang
kadang-kadang terjadi tanpa keluhan, ditandai dengan sianosis, keluarnya
busa berwarna coklat dari mulut dan hidung serta takikardi. Kematian terjadi
akibat tak dapat bernapas atau berhenti jantung. Jika diduga sedang terjadi
oedem paru-paru harus segera diberikan glukokortikoid sebagai inhalasi

(misalnya uxiloson aerosol bertakaran, 5 semprotan tiap menit). Yang


terutama adalah istirahat total meskipun keracunan tampak ringan. Harus
pula dijaga agar pasien tetap hangat. Jika terjadi oedem paru-paru, sudah
dipastikan harus dilakukan usaha-usaha berikut:
Tubuh bagian atas diletakkan pada posisi yang lebih tinggi,
Pemberian oksigen,
Menyedot sekret yang ada,
Pemberian Iurosemida 60-200 mg secara intravena,
Digitalisasi misalnya dengan digoksin 0,25 mg intravena,
ProIilaksis inIeksi dengan pemberian penisilin spectrum luas.
Sirkulasi
Pada jantung berhenti yang dapat dikenali dari hilangnya pulsasi karotid,
berhentinya pernapasan, pucat seperti mayat (kulit sianotik abu-abu),
pingsan, pupil yang berdilatasi dan tak bereaksi, harus dicoba dengan pijat
jantung luar untuk mendapatkan sirkulasi minimum dan mengaktiIkan
kembali kerja jantung.
Jika jantung berhenti tanpa sebab yang jelas dapat diberikan pula 0,3-0,5
mg adrenalin intravena atau intrakardial. Jika terjadi syok (tangan dan kaki
dingin berwarna kelabu, pulsasi cepat dan sulit diikuti diatas
100 denyut/menit, tekanan darah sistol dibawah 100 mmHg, pernapasan
yang cepat dan datar), maka harus segera diinIus cairan pengganti plasma.
Pasien harus dilindungi terhadap hilangnya panas tubuh (dengan selinmut,
alas tidur), kaki diangkat, kepala diletakkan rendah.
Kesetimbangan elektrolit dan asam-basa
Dengan kontrol secara terus menerus kesetimbangan elektrolit dan air,
dapat diketahui hilangnya air dan elektrolit dan dikembalikan lagi dengan
inIus.
Pada asidosis (metabolik) diinIuskan larutan natrium hydrogen karbonat
8,5 atau larutan trotmetamol 0,3 molar, pada alkalosis (metabolik)
diinIuskan L-argininhidroklorida 1 molar atau L-lisinhidroklorida 1 molar
dengan selalu mengawasi kesetimbangan asam-basa.

Usaha Penanganan Lain


Penanganan pada keracunan eksternal
Keracunan pada kulit. Jika racun mengenai kulit maka baju yang
berkontak dengan racun harus dibuka. Setelah itu daerah yang terkena dicuci
dengan air hangat, atau pasien diharuskan mandi dan jika kulit terluka parah,
dicuci dengan air (yang tidak terlalu hangat) dan sabun. Penanganan yang
juga digunakan adalah dengan membilas atau membersihkan dengan
polietilenglikol 400.
Kerusakan pada mata. Jika zat yang merangsang mengenai mata,
haruslah zat ini tanpa memperhatikan siIat alamiah bahan, dicuci sebersih
mungkin dengan banyak air. Saat ini kelopak mata sedapat mungkin
terbalik. Setelah itu mata dapat dibilas dengan larutan misalnya dengan
larutan natrium hydrogen karbonat 2 jika mata terkenai asam, atau dengan
larutan asam asetat 1 atau larutan asam borat 2 jika mata terkenai alkali.
Mata harus dibilas terus menerus selama 5-10 menit, sebelum dilakukan
pemeriksaan yang teliti. Untuk mengeluarkan benda padat harus digunakan
anastetika lokal.
Beberapa tes larutan anastetika lokal dapat digunakan untuk mencegah
menutupnya mata dengan kuat, sehingga mempermudah pembilasan. Jika air
kapur (aqua calcaria0) masuk kedalam mata, dapat terjadi bahaya
pengeruhan kornea atau penimbunan senyawa kalsium pada permukaan
mata. Pada kasus begini ditangani dengan natriumedetat (dinatrium-EDT
0,35 sampai 1,85). Dengan ini, endapan dari garam kalsium akan terlarut.
Larutan ammonium tartrat netral 10 kadang-kadang digunakan dengan
indikasi yang sama.
Gas air mata akibat rangsangan yang intensiI pada konjungtiva
menimbulkan nyeri menusuk pada mata sehingga terbentuk banyak air mata,
pada kasus sedikit gas air mata masuk ke mata, maka pembentukan air mata
biasanya sudah menjadi pertolongan diri yang sudah memadai. Pada kasus
yang berat sebaiknya mata dibilas dengan air atau lebih baik lagi dengan
larutan natrium hydrogen karbonat 2 dalam waktu yang cukup lama. Jika
rasa sakit masih ada digunakan anastesi lokal.

Penanganan pada keracunan secara oral


Pada keracunan secara oral harus diusahakan :
Segera menghilangkan racun dari tubuh dengan melakukan bilas
lambung atau membuat muntah, sebelum absorpsi racun terjadi,
Membuat racun tersebut menjadi bentuk yang kurang toksik sebelum
terjadi absorpsi,
Menghindari absorpsi sejumlah racun yang masih ada dalam saluran
cerna dengan pemberian adsorbensia atau laksansia dan pada keracunan
pelarut tertentu diberi paraIin cair.
Zat-zat yang dapat digunakan untuk ini disebut antidot lokal.
Tabel Antidot lokal
ntidot Preparat Dagang Bahan Penyebab
monium karbonat
ntasida

Bentonit


Kalsium Glukonat

Urea
Kalium heksasianoIerat
Kalium iodide
Kalium Permanganat

Tembaga sulIat
Magnesia usta
Susu
Natrium hydrogen
karbonat
Natrium iodide
Natrium sulIat

Natrium tiosulIat

ParaIIinum liquidum
sam, encer
(sam asetat, asam sitrat)
Silikon

Misalnya Gelusil Lac,
Maaloxan


















NatriumthiosulIat Thilo
10



LeIax, sab simplex
ormaldehida
sam

Preparat dipiridium
misalnya Diquat,
Paraquat
luorida, sam
Oksalat
ormaldehida
Garam Tembaga
Garam Thalium
Nikotin, osIor, Seng
osIida
osIor
sam
Basa, sam
Dinitrokresol,
DinitroIenol
Garam Thalium
Garam Barium,
Garam Timbal
Brom, Iod

Pelarut Organik
Basa

Detergen, Sabun Cuci

Pembilasan lambung pada indikasi tertentu dengan memperhatikan bila


terjadi pemasukan racun, dan dengan menjaga usaha pencegahan yang
diperlukan, cara yang terbaik yaitu dengan pengosongan lambung dengan
pembilasan atau dengan memuntahkan isi lambung sehingga racun yang
masuk ke dalam organisme dapat dihilangkan.
Setelah pengosongan lambung, lebih baik diberikan adsorbensia dan
laksansia garam jika diduga sebagian racun sudah masuk ke usus.
Pembilasan lambung harus selalu dilakukan seseuai dengan keadaan
(misalnya dengan tubus trakhea pada orang yang pingsan).
Muntah dapat juga diusahakan oleh orang awam dengan rangsang
mekanis pada kerongkongan atau dengan larutan natrium klorida hangat 2
sendok makan penuh dalam satu gelas air. Jika tak terjadi muntah maka
dapat terjadi bahaya hipernatrmi dengan oedem otak. Disini harus segera
dilakukan pembilasan lambung.
Biasanya pemberian adsorbensia, terutama karbon aktiI lebih baik dan
kurang berbahaya. Orang yang pingsan tidak boleh diberikan obat muntah
karena dapat terjadi bahaya aspirasi. Disamping itu usaha untuk
menimbulkan muntah tidak boleh dilakukan jika terjadi keracunan detergen,
hidrokarbon (misalnya bensin) atau hidrokarbon terhalogenasi, asam dan
basa serta obat yang melumpuhkan pusat muntah (misalnya sedatiI).
Seringkali racun yang diabsorpsi itu sendiri sudah menyebabkan
rangsangan pada mukosa lambung atau rangsangan pada pusat muntah.
Keputusan untuk menggunakan emetika diambil jika bilas lambung yang
lebih eIektiI tidak dapat dilakukan. Selain itu, emetika diberikan jika jarak
ke rumah sakit terdekat relatiI lebih jauh atau jika jumlah racun yang tertelan
cukup besar. Harus diingat bahwa emetika mempunyai eIek toksik dan
muntah yang terus menerus yang terjadi pada pemakaian apomorIin, hal ini
akan sangat membebani pasien. Selama waktu itu jumlah racun yang telah
diabsorbsi dapat amat besar dan sebagian lagi dari racun ini sudah sampai di
usus, sehingga penggunaan emetika tidak lagi bermanIaat karena eIek
terapinya tidak ada lagi. Harus juga diperhatikan bahwa setelah pemakaian
karbon aktiI, emetika oral tak berkhasiat karena teradsorbsi oleh karbon
aktiI.
DetoksiIikasi lokal penanganan dapat dilakukan dengan netralisasi,
pembentukan garam yang sukar larut atau perubahan menjadi senyawa yang

tak berkhasiat. sam dapat dinetralkan dengan pemberian susu atau


antasida, basa dengan pemberian asam encer (misalnya 3 sendok makan
cuka dapur dalam 1 gelas air).
dsorbensia yang paling berkhasiat dan paling banyak digunakan adalah
karbon aktiI. Suspensi karbon aktiI dalam banyak air, apalagi jika digunakan
segera setelah pemasukan racun akan menyebabkan rendahnya kadar racun
dalam plasma. Disamping adsorpsi yang dilakukan karbon aktiI, racun akan
diencerkan oleh cairan yang diberikan bersama karbon aktiI tersebut.
Percepatan eliminasi racun setelah diabsorpsi
Untuk menghilangkan secepat mungkin racun yang diabsorpsi dari
organisme dapat dilakukan :
Diuresis paksa,
Pembasaan atau pengasaman urin,
Dialisis peritoneal,
Dialisis ekstrakorporal (hemodialisis, 'ginjal buatan),
HemoperIusi,
TransIusi penukar.
Diuresis paksa dapat diperoleh dengan diuretika jerat Henle (misalnya
Iurosemida, bumetanida) secara inIus. Walaupun demikian peningkatan
eksresi racun pun tidak selalu memuaskan. Kerja yang cukup baik diperoleh
pada keracunan antihistamin, barbiturat, Iluorida, isoniazida, lithium,
parasetamol, turunan Ienotiazine. Diuresis paksa praktis tidak bermanIaat
pada keracunan antara lain diazepam, glikosida jantung, imipramin,
metadon, Ienilbutazon, atau ester asam Iolat.
Mengubah pH urin. Bagian yang terdisosiasi dari racun dalam urin akan
dapat ditinggikan dan dengan demikian akan meningkatkan laju ekskresi
secara nyata. Pada keracunan senyawa asam (misalnya barbiturat, asam
salisilat) dilakukan pembasaan urin dan pada keracunan senyawa basa
(misalnya alkaloid, amIetamin) dilakukan pengasaman urin. Besarnya hasil
yang diperoleh dari penanganan semacam ini bergantung pada harga pK
a

senyawa dan kelarutan bentuk tak terionisasi senyawa ini dalam lemak.
Dialisis peritoneal pada dialisis peritoneal, cairan dialisis dimasukkan
dalam rongga perut dengan bantuan sebuah kateter, kemudian disedot
kembali. Pertukaran zat terjadi melalui peritoneum, dialisis peritoneal

dianjurkan jika untuk mengeliminasi racun, tidak cukup hanya dilakukan


diuresis paksa atau jika hal ini tak dilakukan akibat insuIesiensi ginjal.
Disamping itu dialisis peritoneal dilakukan pada keadaan yang tak
memungkinkan dapat dilakukan hemodialisis atau hemoperIusi misalnya
pada syok atau pada pembuluh yang sulit dimasuki.
Keuntungan cara ini adalah penggunaan alat dan tenaga manusia yang
sedikit, racun dieliminasi denga baik serta mungkin dilakukan dengan juga
pada keadaan syok, kerugiaannya yaitu lambatnya eliminasi racun
dibandingkan dengan dialisis serta lamanya pengobatan yang diperlukan.
Hemodialisis (ginjal buatan) mendialisis darah diluar tubuh pada
membran yang amat luas permukaannya yang dibilas dengan cairan dialisis.
Cara ini memang relatiI merepotkan, akan tetapi pada sejumlah keracunan
terutama dengan zat neIrotoksik, eliminasi melalui ginjal cepat berkurang,
sehingga cara ini sangat dianjurkan.
HemoperIusi dilakukan diluar tubuh. Darah dilewatkan melalui
adsorbensia yang dirancang khusus dan dengan ini akan didapat bersihan
yang eIektiI berbagai senyawa.
TransIusi penukar terdiri atas pengambilan darah dan pemberian inIusi
darah dari cadangan darah yang dilakukan secara bergantian. Walaupun
demikian metode ini hanya digunakan pada kasus-kasus tertentu saja,
misalnya pada keracunan pembentuk methemoglobin, karena resiko
penggunaan yang tinggi (misalnya bahaya hepatitis).
ntidot
Yang dimaksud dengan antidot dalam arti sempit adalah senyawa yang
mengurangi atau menghilangkan toksisitas senyawa yang diabsorbsi.
Tabel Antidot
Nama Kimia Preparat Dagang Bahan Penyebab
tropinsulIat


Biperiden
Kalsium-trinatrium-
pentetat
DeIeroksamin
tropinum, SulIuricum,
mphiolen, Compretten,
tropin Thilo 50 mg
kineton
Ditripentat-Heyl

DesIeral
Ester-ester asam
IosIat, setilkholin,
Muskarin
Neuroleptika
u, Cd, Mn, Pb, Zn

Besi

Tabel Antidot (Lanjutan)


Nama Kimia Preparat Dagang Bahan Penyebab
ntitoksin Digitalis
Dimerkaprol (BL)




DimetilaminoIenol
Etanol
erriheksasianoIerrat
sam Iolinat

Glukagon

Metionin
Nalokson
Natrium-kalsiumedetat
NatriumtiosulIat

Neostigminbromida
Obidoksimklorida
Penisilamin

isostigmin



itonadion
Propanolol
Piridoksin
isostigmin

Pralidoksimiodida
Oksigen
Serum bisa ular,
Polivalen
Silibinin

Biru Toluidin

'itamin C
Digitalis-ntidot BM
SulIactin




4-DMP (Khler)

ntidotum Thallii Heyl
Leucovorin

Glucagon Novo, Glucagon
Lily

Narcanti
Calciumedetat-Heyl
S-hydril

Prostigmin
Toxogonin
Metalcaptase. Trovolol

nticholium



Konakion
Dociton
Benadon, Hexobion
Physostigminsalicylate
(Khler)
PM Bayer



Legalon SIL-mpul



Cantan, Cebion, Cedoxon
Glikosida Jantung
s, u, Bi, Hg, Ni,
Sb
(Kontraindikasi pada
Cd, e, Ob, Se, Tl, U,
')
Sianida
Metanol
Tl
ntagonis sam
olat
ntidiabetika, Insulin

Parasetamol
Senyawa Opiat
u, Cd, Pb
sam Biru, Iod,
Brom
tropin, Tubokurarin
Ester sam osIat
u, Cd, Cu, Hg, Pb,
Zn
Parasimpatolitika,
Senyawa enotiazin,
ntidepresiva
Trisiklik
ntagonis 'itamin K
B-Simpatomimetika
Isoniazida
ntikholinergika

Ester sam osIat
CO, CO2
Bisa Ular

Jamur manita
phalloides
Pembentuk
Methemoglobin
Pembentuk
Methemoglobin

Mekanisme kerja antidotum :


1. Pembentukan kompleks yang inert
Logam berat akan menginaktivasi kerja enzim sel yang mengandung
gugus sulIhidril, sedangkan khelator akan berinteraksi dengan logam
sehingga terbentuk kompleks yang mencegah inaktivasi enzim
tersebut. Contohnya Dimerkaprol, (s, Cu, Hg, u), NaCaEDT (Pb),
Penisilamin (Pb, Hg, Cu,Zn), desIerioksamin (e).
2. Mempercepat detoksiIikasi racun
Contohnya yaitu TiosulIat dapat mempercepat metabolisme sianida
menjadi tiosianat (kurang toksik).
3. Menghambat konversi menjadi zat yang lebih toksik
Contohnya yaitu etanol dapat menghambat konversi metanol dan etilen
glikol menjadi metabolit toksik oleh alkohol dehidrogenase.
4. KompetitiI pada reseptor yang esensial
5. Blokade reseptor esensial
Contohnya yaitu pada keracunan organoIosIat, atropin (memblokade
eIek antikolinesterase pada reseptor muskarinik) & pralidoksim
(mereaktivasi kholinesterase IosIorilasi dan membentuk kompleks
inert dengan organoIosIat).
6. Memperpendek eIek racun
Contohnya yaitu pada keracunan sianida, O
2
dapat memperpendek eIek
racun sianida, eIeknya sinergis dengan Natrium tiosulIat dan Natrium
nitrit.
7. Mempercepat ekskresi racun secara spesiIik
Contohnya yaitu Natrium klorida digunakan untuk meningkatkan
diuresis pada keracunan bromida kronik melalui urin.






BAB III
SIMPULAN

Setiap zat bahkan obat sekalipun memiliki eIek toksik bagi makhluk hidup.
EIek toksisitas zat tersebut tergantung dari beberapa Iator. Oleh karena itu untuk
menghindari eIek toksik dari zat tersebut, kita harus bisa memberikan terapi obat
yang tepat guna. Dan apabila sudah terjadi keracunan, maka kita harus bisa
mendiagnosis penyebab serta lamanya paparan pasien tersebut terhadap zat yang
bersiIat toksik tersebut. setelah kita sudah mengetahui penyebabnya, maka
lakukan pertolongan secepatnya.















DAFTAR PUSTAKA


1. Slide perkuliahan Dr. Evi Sovia.
2. armakologi dan Terapi. Edisi 5. 2007. Departemen armakologi dan
Terapeutik akultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
3. C. RosenIeld, Gary. Pharmacology 5
th
Edition. 1993. Harwal Publishing.
merica.
4. Dr. rer. Nat. dr. med. Ernst Mutschler. Dinamika Obat. 1991. Institut
Teknologi Bandung. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai