Anda di halaman 1dari 20

Berikut ini adalah versi HTML dari berkas http://media.diknas.go.id/media/document/3222.pdf.

G o o g l e membuat versi HTML dari dokumen tersebut secara otomatis pada saat menelusuri web. Page 1 Sub. Bidang Keahlian Pelaksanaan Standar Kompetensi Nasional Bidang Keahlian Konstruksi Baja Unit 15 hal. - 1 KODE UNIT : KBJ. PLK. 015.A JUDUL UNIT : Melakukan Pekerjan Perakitan URAIAN : Unit kompetensi ini untuk pekerjaan perakitan struktur baja mulai dari penyiapan komponen struktur sampai dengan pemasangan komponen struktur dan penyetelan sambungan pada Rangka/Portal utama konstruksi baja NO SUB UNIT KRITERIA UNJUK KERJA 1 Pekerjaan Persiapan 1.1 Peralatan kerja yang diperlukan disiapkan 1.2 Lokasi pekerjaan dibebaskan dari halangan 1.3 Peralatan keselamatan dan keamanan kerja dikenakan 1.4 Gambar denah portal/rangka dan gambar kerja dipahami 1.5 Kompenen struktur diberi kode urutan perakitan 1.6 Prosedur pengangkatan komponen struktur ditetakkan 1.7 Prosedur penyetelan sambungan ditetapkan 2 Pengukuran dan levelling 2.1. Titik duga bangunan ditentukan 2.2. Jarak bentang dan antara elemen struktur ditetapkan sesuai dengan gambar 2.3. Penentuan titik duga dan jarak struktur yang ditetapkan dilaporkan kepada pengawas 3 Pengangkatan Material dan Komponen struktur 3.1 Spesifikasi cara pengangkatan ditetapkan

3.2 Ikatan pengangkat perakitan pada komponen diletakkan dengan posisi yang benar 3.3 Komponen struktur diangkat dan arahkan pada posisi yang tepat sesuai komando 3.4 Posisi komponen struktur ditetapkan dan matikan untuk penyetelan pada titik sambungan 3.5 Ikatan dari komponen yang sudah terpasang dilepas 3.6 Pengangkatan pada komponen berikutnya dilanjutkan 4 Perakitan Rangka Struktur 4.1 Prosedur perakitan ditetapkan 4.2 Pemasangan komponen struktur dilaksanakan sesuai dengan gambar dan spesifikasi pekerjaan 4.3 Sistem Perakitan ditetapkan 4.4 Pemasangan Komponen dilakukan mulai dari bagian perletakan 4.5 Di bagian komponen pendukung diberi penyokong sementara 4.6 Perakitan semua komponen dilakukan secara berurutan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan Page 2 Sub. Bidang Keahlian Pelaksanaan Standar Kompetensi Nasional Bidang Keahlian Konstruksi Baja Unit 15 hal. - 2 4.7 Ikatan sementara pada setiap titik sambungan dipasang 5 Penyetelan Sambungan 5.1 Prosedur Penyetelan sambungan ditetapkan 5.2 Alat penyambung yang digunakan disiapkan 5.3 Penyetelan sambungan dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan 5.4 Gunakan alat penyetel dan penjepit sementara dengan benar 5.5 Posisi semua sambungan dicek pada posisi yang benar 5.6 Material penyokong dipasang pada bagian yang diperlukan 5.7 Baut dipasang pada posisi yang benar 5.8 Penyencangan sementara pada semua baut dilakukan 5.9 Semua material penyokong dikontrol telah

berfungsi 6 Pekerjaan Pembersihan 6.1 Material yang tidak terpakai dikumpulkan dengan aman untuk dibuang 6.2 Puing dan sisa material dipindahkan dari lokasi pekerjaan 6.3 Pada saat pekerjaan berakhir, lokasi kerja dijaga tetap bersih dan aman 6.4 Peralatan dan perlengkapan kerja dibersihkan, dikumpulkan dan disimpan Kondisi Unjuk Kerja Unit ini berlaku untuk pekerjaan perakitan dan dilaksanakan di dalam lokasi ataupun di luar lokasi kerja yang meliputi : Kuda-kuda Atap Rangka Batang Rangka Portal Jembatan Rangka Batang Menara Rangka Batang Tangga Baja Bentuk-bentuk perakitan dapat berupa tidak terbatas pada bentuk yang tidak sederhana Ketentuan jaminan mutu dapat meliputi: prosedur perakitan di tempat kerja kualitas material kontrol terhadap penanganan prosedur cara pemakaian dan perawatan peralatan adanya perhatian untuk pekerjaan yang bersifat khusus. Page 3 Sub. Bidang Keahlian Pelaksanaan Standar Kompetensi Nasional Bidang Keahlian Konstruksi Baja Unit 15 hal. - 3 Ketentuan K3 : Lingkungan tempat kerja dan keamanannya Baju dan peralatan pelindung Pemakaian alat dan perlengkapan kerja Penanganan material Pemakaian peralatan las Perlengkapan pelindung kerja dapat meliputi tetapi tidak terbatas pada: Sepatu kerja

Safety glasses Penutup telinga Penutup muka (dust mask) Sarung tangan Peralatan dan perlengkapan dapat meliputi tetapi tidak terbatas pada: Pita pengukur/penggaris Hammers Spirit level Alat penyiku Kotak paku dan baut Gergaji manual Gergaji mesin Bor mesin Gerinda mesin Mesin Las lapangan Alat penjepit (clamp) Benang Power leads Kunci pas dan kunci ring Obeng Instruksi Pengawas meliputi : Instruksi lisan Instrksi tertulis Sketsa pelaksanaan Pemecahan permasalahan Lokasi Pekerjaan : Dilapangan tempat struktur bangunan baja dirakit Page 4 Sub. Bidang Keahlian Pelaksanaan Standar Kompetensi Nasional Bidang Keahlian Konstruksi Baja Unit 15 hal. - 4 Acuan Penilaian (1) Aspek kritis Kompetensi diamati dalam beberapa aspek berikut : Menunjukkan kesesuaian dengan peraturan K3 yang sesuai untuk jenis pekerjaan terkait Menunjukkan kesesuaian dengan ketentuan pemenuhan kualitas dalam pemasangan perakitan struktur baja Mengambil dan memakai prosedur yang efektif dalam hal persiapan material, pemasangan dan penentuan posisi komponen untuk masing-masing rangka struktur

Mengambil dan memakai cara yang efektif untuk memasang komponen struktur dan pengikatannya dengan komponen yang lain Mengetahui kesalahan dan permasalahan umum yang terjadi dan cara mengatasinya Berkomunikasi aktif untuk mendapatkan prosedur kerja yang aman dan efektif Pertemuan yang kokoh antara bagian komponen struktur pada masing-masing rangka struktur Menyelesaikan pekerjaan pemasangan sesuai spesifikasi dan prosedur yang ditetapkan (2) Prasyarat / hubungan dengan unit kompetensi lain Pemakaian peralatan dan perlengkapan kecil pemasangan baja (3) Pengetahuan dan ketrampilan pendukung Pengetahuan Ketentuan keamanan peralatan dan lokasi kerja Gambar kerja dan spesifikasi Portal dan rangka bangunan baja Material perakitan Alat dan perlengkapan Cara memasang material baja yang ringan Perhitungan kebutuhan material Pengaku sementara Pengukuran dan perhitungan Ketrampilan: Kemampuan untuk: Bekerja dengan aman Mengorganisir pekerjaan Menyiapkan pekerjaan Membaca dan menginterpretasikan gambar dan spesifikasi Memakai alat dan perlengkapan kerja Berkomunikasi secara efektif Menghitung kuantitas material Memakai alat pengunci dan fastener Page 5 Sub. Bidang Keahlian Pelaksanaan Standar Kompetensi Nasional Bidang Keahlian Konstruksi Baja Unit 15 hal. - 5 Sikap Bekerja : Mampu bekerja dalam tim Menghargai prosedur kerja yang ditetapkan Efisien dengan hasil yang optimal pada setiap pekerjaan Menghargai produktifitas dalam bekerja

Bersikap positif dan terbuka terhadap penilaian hasil pekerjaan oleh pengawas (4) Pengujian Kompetensi : Kompetensi diujikan selama proses pekerjaan berlangsung, di bawah pengawasan langsung yang disertai dengan cek berkala, tetapi bisa juga secara mandiri, jika pekerjaan berlangsung sebagai bagian dari tim. Kompetensi pada unit ini bisa ditentukan bersamaan, didasarkan pada pekerjaan terkait Pengujian bisa dilakukan dengan pengecekan pada penerapan pekerjaan seperti yang tertera pada variabel yang disebut di atas, untuk satu kasus pembuatan satu atau dua produk Kunci Kompetensi Mengum pulkan informasi Mengko munikasi kan ide dan informasi Merenca nakan dan mengatur kegiatan Bekerja dengan orang lain dan kelompok Mengguna kan konsep dan teknik matematika Memecah kan persoalan/ masalah Mengguna kan teknologi Level 1 1 1 2

2 3 3

Berikut ini adalah versi HTML dari berkas http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/pdf.php?PublishedID=MES05070102. G o o g l e membuat versi HTML dari dokumen tersebut secara otomatis pada saat menelusuri web. Page 1 Efek Shot Peening Terhadap Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon Rendah dalam Lingkungan Air Laut (Mohammad Badaruddin, et al.) Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/journals/mechanical/ 11 Efek Shot Peening Terhadap Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon Rendah dalam Lingkungan Air Laut Mohammad Badaruddin, Sugiyanto Dosen Jurusan Teknik Mesin - Universitas Lampung Email: mohabad@unila.ac.id Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh shot peening terhadap korosi retak tegang baja karbon rendah dalam lingkungan air laut yang mengandung 3,5 % NaCl. Dimensi spesimen uji korosi dibuat berdasarkan standar ASTM G39. Pengujian kekerasan dilakukan menggunakan mikrovickres dengan beban 0,25kgf pada arah ketebalan bahan. Uji korosi dilakukan dengan mencelupkan dalam air laut buatan selama 7 bulan. Hasil pengujian menunjukan bahwa spesimen uji cenderung lebih dominan terserang korosi sumuran (pitting corrosion). Korosi sumuran yang terbesar terdapat pada spesimen uji tanpa shot peening pada pembebanan static 70%. Terbentuknya korosi sumuran menjadi pemicu terbentuknya korosi retak tegang. Bentuk retak yang terdapat pada daerah korosi sumuran adalah intergranular bercabang yang merupakan hasil serangan klorida pada baja karbon rendah. Kata kunci: shot peening, korosi sumuran, korosi retak tegang. Abstract The aim of this study is to investigate the effect of shot peening on stress corrosion cracking of a low

carbon steel in ocean water environment. The dimension of specimens were prepared in accordance with the ASTM G39. The hardness testing was carried out using microvickers with 0,25 kgf load in the longitudinal direction. The corrosion cracking test was immersed into artificial sea water for about 7 months. The test shows that the pitting corrosion is dominantly nucleated at the metal film interface. The biggest pitting corrosion was occurred under the static loading of 70 for the specimens unpeened. The presence of pitting corrosion promotes stress corrosion cracking. The cracking has a intergranular branched morphology which is typical for the chloride cracking of low carbon steel Keywords: shot peening, pitting corrosion, stress corrosion cracking. 1. Latar Belakang Baja karbon banyak digunakan untuk struktur konstruksi di industri petrokimia, di konstruksi pengeboran minyak lepas pantai, kerangka dan badan kapal, jembatan dan banyak lainnya. Pembebanan keberadaan konstruksi ini dilingkungan relatif korosif menimbulkan konstruksi ini riskan terhadap serangan korosi retak tegang (SCC). Korosi retak tegang yang terjadi pada suatu bahan harus mendapat perhatian khusus karena pada kenyataannya, selama proses manufaktur permesinan seperti: milling, scrapping, atau penghilangan bagian-bagian tertentu pada material dapat mengakibatkan ketidakseragaman sifat bahan sehingga kekuatannya akan menurun, meskipun bahan tersebut dirancang untuk mampu menahan beban, baik tarik, tekan, tekuk, puntir, atau beban kombinasi dari macam-macam jenis pembebanan di atas . Catatan: Diskusi untuk makalah ini diterima sebelum tanggal 1 Juli 2005. Diskusi yang layak muat akan diterbitkan pada Jurnal Teknik Mesin Volume 7 Nomor 2 Oktober 2005. Korosi retak tegang (SCC) adalah peristiwa pembentukan dan perambatan retak dalam logam yang terjadi secara simultan antara tegangan tarik yang bekerja pada bahan tersebut dengan lingkungan yang korosif. Tercatat beberapa peneliti yang telah melakukan penelitian menyangkut korosi retak tegang, diantaranya, James D. Fritz, dkk [7], melakukan penelitian terhadap baja

paduan 6% Mo (UNS NO8367), pada lingkungan air laut pada temperatur yang berbeda dengan spesimen uji U-bend. Dimana hasil pengujian yang didapat menunjukkan bahwa pada temperatur diatas 120 0 C, SCC terjadi hanya bergantung dari kandungan kloridanya, dengan bentuk perpatahan adalah transgranular bercabang. Kritzler [8], melakukan penelitian pada stainless steel fasa austenit yang di shot peening. Kesimpulan yang didapat menunjukan bahwa ketahanan material terhadap korosi retak tegang yang terjadi sangat signifikan terhadap beban yang diberikan, dimana waktu proses pencelupan pada larutan 42 % MgCl 2 pada temperatur 145 0 C, dapat memperpanjang umur korosi retak tegang dari 33 jam menjadi 1000 Page 2 JURNAL TEKNIK MESIN Vol. 7, No. 1, April 2005: 11 14 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/journals/mechanical/ 12 jam pada pembebanan 70 % dari tegangan luluh bahan , sedangkan pada beban 90 % peningkatan yang terjadi tidaklah signifikan. Kirk dan Render [5] melakukan penelitian pengaruh peening pada korosi retak tegang pada baja karbon dengan menggunakan spesimen U-bend yang direndam pada larutan asam sulfat 30 % yang dipanaskan pada temperatur 67 0 C. Retakan terjadi pada tegangan tinggi yaitu 90 % dari batas elastis logam, struktur mikro dan perlakuan panas sangat mempengaruhi baja terhadap korosi retak tegang.. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan pengaruh proses permesinan (milling) pada baja karbon rendah yang di temper, yang kemudian diberikan perlakuan shot peening pada

permukaannya, untuk mengetahui pengaruhnya terhadap korosi retak tegang dalam lingkungan air laut buatan. 2. Metode Penelitian Komposisi kimia dan sifat mekanis baja karbon rendah yang digunakan dapat dilihat pada tabel 1. Tabel. 1. Komposisi Kimia (wt%) dan Sifat Mekanis C Si S P Fe Tegangan ultimate (MPa) Tegangan luluh (MPa) Elongasi (%) 0,07 0,27 0,006 0,026 98,8 373,242 274,551 26,21 Spesimen uji dibuat dari baja lembaran dengan ketebalan 10 mm kemudian dipotong searah pengerolan dan dibentuk dengan dimensi panjang 300 mm dan lebar 200 mm, Tabel 2. Tabel 2. Macam-macam Spesimen Uji Korosi dan Perlakuannya Perlakuan Spesimen Milling Quenching dan Tempering Shot peening Jumlah RM 6 NSP

6 SP 10 6 SP 15 6 SP 20 6 Keterangan: RM (raw material), NSP (tanpa shot peening), SP (shot peening) Bahan tersebut kemudian permukaannya di milling setebal 2,5 mm dan kemudian permukaan bahan diamplas dengan menggunakan kertas SiC dari grade 100 sampai 500. Sampel kemudian dipanaskan pada suhu 850 0 C dan ditahan selama 2 jam, lalu diqueching dalam air. Temper diberikan pada temperatur 350 0 C selama 4 jam. Setelah ditemper bagian permukaan yang di machining tadi kemudian di shot peening dengan waktu 10 detik, 15 detik dan 20 detik dengan intensitas tekanan udara 2,94 Bar menggunakan bola baja berdiameter 0,8 mm dengan covered 100%. Spesimen uji korosi disiapkan sesuai standar ASTM G3999,[1], dengan pembebanan statik 50%, 70% dan 90% tegangan luluh bahan, dan kemudian direndam dalam air laut buatan, yang dibuat menurut standar ASTM D1141-98, [3]. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Hasil Uji Kekerasan Pengujian dengan kekerasan dilakukan dengan

menggunakan kekerasan mikrovickers beban 0,25 kgf. Lamanya waktu indentasi adalah sekitar 15 detik. Hasil uji kekerasan dapat dilihat pada gambar 1. 0 50 100 150 200 250 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 Jarak dari tepi (m) Nilai kekrasan HVN 0,25 Non Shot Peening Shot Peening 10" Shot Peening 15" Shot Peening 20" Raw material Gambar 1. Karakteristik distribusi nilai kekerasan baja karbon yang distempering 350 o C selama 4 jam dan di shot peening Pada gambar 1, dapat dilihat bahwa semakin lama waktu yang diberikan dalam shot peening, maka akan meningkatkan nilai kekerasan pada permukaan bahan. Peningkatan ini karena deformasi plastis yang terjadi pada permukaan bahan setelah proses shot peening, sehingga dapat menimbulkan kerapatan dislokasi. Semakin besar deformasi plastis yang diberikan, maka akan menyebabkan bertambahnya dislokasi yang akan membentuk interaksi antar dislokasi yang satu dengan yang lainnya. Interaksi ini akan menyebabkan kerapatan dislokasi yang tinggi terutama pada batas butirnya dan akan saling menghambat, sehingga dapat menimbulkan efek pengerasan regangan (strain hardening effect), (Farahi, dkk) [4]. Perbedaan bentuk deformasi plastis yang dihasilkan akibat proses shot peening dapat dilihat pada gambar 2. Lekukan-lekukan yang dihasilkan oleh shot peening pada waktu peening sekitar 10 detik tidak begitu padat, sedangkan pada waktu

Page 3 Efek Shot Peening Terhadap Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon Rendah dalam Lingkungan Air Laut (Mohammad Badaruddin, et al.) Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/journals/mechanical/ 13 peening 15 dan 20 detik, lekukan-lekukan yang dihasilkan hampir sama tingkat kepadatannya. Namun besarnya deformasi plastis yang terjadi pada permukaan bahan dengan waktu peening yang bervariasi dapat menimbulkan tegangan sisa tekan yang berbeda pada lapisan permukaan, hal ini dapat diindikasikan oleh hasil uji kekerasan mikrovickers. Tingkat kekerasan yang berbeda diukur dari jarak tepi pada ketebalan bahan yang sama, menghasilkan tingkat kekerasan yang berbeda-beda pada spesimen dengan shot peening dan tanpa shot peening. Gambar 2. Bentuk permukaan hasil shot peening dengan waktu peening yang berbeda, (a) 10 detik, (b) 15 detik, dan (c) 20 detik pada tekanan 2,94 Bar 3.2 Hasil Uji Korosi Retak Tegang (SCC) Sangat sulit sekali untuk melihat bentuk retak yang terjadi akibat SCC pada setiap level beban pengujian korosi. Namun setelah dilakukan uji SEM pada setiap permukaan daerah pitting, ternyata ditemukan korosi retak tegang pada spesimen yang di milling (NSP) dengan level beban 70% dan lama perendaman sekitar 5 bulan. (Gambar 3). Sedangkan pada spesimen dengan shot peening tidak ditemukan adanya retak pada daerah pittingnya. Pada gambar 3 dapat dijelaskan bahwa bahan terlebih dahulu mengalami korosi pitting yang cukup besar pada kedalaman permukaannya, seiring lamanya waktu perendaman. Korosi pitting terus terjadi akan menjadi pemicu pembentukan retak awal pada daerah pitting. Menurut Prabhugaunkar dkk [9], korosi retak tegang terjadi pada daerah pitting disebabkan tiga parameter yaitu; media korosif, material dan tegangan yang diberikan saling beriteraksi. Baja yang masih mempunyai lapisan pelindung pasif akan mulai terbentuk celah (void) pada lapisan antar muka logam

dengan lingkungannya. Bila celah terbentuk sampai ukuran kritis, maka lapisan pasif (passive film) akan rusak, sehingga mulai terbentuknya pitting. Setelah itu korosi pitting akan terus merambat melalui lapisan permukaan. Pada spesimen yang di shot peening, korosi pitting yang terbentuk sangat kecil, Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin dalamnya lapisan permukaan yang di shot peening, maka pitting semakin lambat ke dalam permukaan bahan. (a) (b) Gambar 3. Permukaan retak akibat korosi pada baja karbon rendah yang di miling dan tempering, (1) Bentuk pitting dengan perbesaran 30X, (b) SCC pada lokasi pitting dengan perbesaran 100X (detail A) Pada gambar 3b, dapat dilihat terbentuknya korosi retak tegang yang bercabang pada daerah pitting. Menurut Fritz dan Gerlock, [7], bahwa korosi pitting akan menjadi pemicu terbentuknya SCC, disamping itu juga turunnya pH larutan dan kandungan oksigen akan menjadi penyebab SCC. Bentuk korosi retak tegang yang terdapat pada bahan tanpa shot peening, menunjukan bentuk retak yang intergranular (Gambar 3b). Proses tempering pada bahan setelah di machining akan menghasilkan fase baru, yaitu struktur martensit pada batas kristal struktur paduan, Kirk and Render [5]. Pada bahan tersebut akan memiliki tegangan sisa tarik mikro. Fase baru ini cenderung mengendap pada batas butir yang mempunyai potensial elektrokimia yang berbeda dengan larutan padat induknya. Dengan demikian akan terjadi pada daerah-daerah anoda dan katoda didalam struktur paduan itu dan bila fase baru itu adalah bersifat anoda terhadap batas kristalnya, maka korosi akan mengikuti batas butirnya. Menurut Jones [6], bentuk retak yang intergranular akibat tidak homogenya fase pada daerah batas butir. 5. Kesimpulan Berdasarkan dari pembahasan sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu: 1. Peningkatan nilai kekerasan pada bahan yang di shot peening menghasilkan deformasi plastis pada permukaannya, yang dapat menimbulkan

efek pengerasan regangan. Semakin lama waktu peening, maka kekerasan yang dihasilkan semakin meningkat. Page 4 JURNAL TEKNIK MESIN Vol. 7, No. 1, April 2005: 11 14 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/journals/mechanical/ 14 2. Bentuk retak yang terjadi selama pengujian korosi retak tegang, menghasilkan retak intergranular pada spesimen tanpa shot peening pada level beban 70%. Akibat terbentuknya fase martensit pada batas butir yang lebih bersifat anoda dari larutan padat induknya. 3. Tidak ditemukannya korosi retak tegang (SCC) pada bahan yang dishot peening menunjukan bahwa, proses shot peening adalah salah satu metode yang dapat diaplikasikan dalam mencegah terjadinya SCC pada logam dalam lingkungan korosif. Daftar Pustaka 1. ASTM G39, Standard Practice for Preparation and Use of Bent-Beam Stress-Corrosion Test Specimens, ASTM International, Annual Book of ASTM Standard, USA, 1999. 2. ASTM G44, Standard Practice for Exposure of Metals and Alloys by Alternate Immersion in Neutral 3.5 % Sodium Chloride Solution , ASTM International, Annual Book of ASTM Standard, USA, 1999. 3. ASTM D1141, Standard Practice For The Preparation of Substitute Ocean Water, ASTM International, Annual Book of ASTM Standard, USA. 1998. 4. Farrahi, G.H, Lebrun, J.L and Couratin, D., Effect of Shot Peening on Residual Stress And Fatigue Life of Spring steel, FFEM, 18(2), 1995, pp. 211-220. 5. Kirk D., P.E. Render, Effect Of Peening On Stress Corrosion Cracking, International Conference of Shot Peening 7 th , Warsaw, Poland., 1998, pp.167176.

6. Denny A. Jones, Principles and Prevention of Corrosion, 2 nd series, Prentice Hall, New Jersey, USA, 1996, pp.238-239. 7. James. D. Frizt, Ronald. J.Gerlock, Chloride Stress Corrosion Cracking Resistance Of 6 % Mo Stainless Steel Alloy (UNS N08367). Desalination Journal, 13(5), 2001, pp.93-97. 8. Kritzler, J., Effect Of Shot Peening On Stress Corrosion Cracking On Austenitic Stainless Steel, International Conference of Shot Peening 7 th , Marsaw, Poland, 1998, pp.199-208. 9. Prabhugaunkar, G.V, Rawat, M.S dan Prasad, C.R, Role of Shot Peening On Life Extension of 12% Cr Turbine Blading Martensitic Steel Subjected To SCC and Corrosion Fatigue, International Conference of Shot Peening 7 th , Marsaw, Poland., 1998, pp.177-183.
Aug 24, 2008

dari Majalah Techno Konstruksi

Benarkah Baja Ringan Ramah Lingkungan? Oleh Iden Wildensyah* Baja ringan adalah baja canai dingin yang keras yang diproses kembali komposisi atom dan molekulnya, sehingga menjadi baja yang lebih fleksibel. Saat ini baja ringan menjadi material bangunan yang sedang trend, rangka atap baja ringan lebih dominan terkenal dibanding material baja ringan untuk struktur lainnya. Hal ini karena gencarnya iklan-iklan yang menawarkan produk rangka atap baja ringan menggantikan rangka atap dari material kayu. Mengingat kayu semakin hari semakin langka juga karena harga kayu yang relatif mahal, maka pemilihan material rangka atap baja ringan menjadi satu pilihan para kontraktor atau owner dalam membangun rumah. Selain karena faktor keawetan dan tahan rayap dan karat, rangka atap baja ringan mempunyai kelebihan yaitu kekuatan struktur

yang lebih bagus, seperti lebih kuat, lebih kaku dibanding konstruksi kayu. Disamping itu kemudahan dalam mendapatkan, kecepatan pemasangan, dan struktur yang kuat membuat rangka atap baja ringan terkenal. Teknologi dalam perencanaan dan pemasangan rangka atap baja ringan beragam sesuai dengan profil dari elemen kuda-kuda itu sendiri. Profil kuda-kuda rangka atap baja ringan yang beredar di pasaran terdiri dari C, Z, hollow dan UK atau profil Omega atau HAT. Tiap profil memiliki kelebihan-kelebihan serta perbedaan prinsip dalam dalam pemasangannya. Elemen dasar Baja Ringan Bahan dasar baja ringan adalah Carbon Steel, Carbon Steel adalah baja yang terdiri dari elemen-elemen yang prosentase maksimum selain bajanya sebagai berikut: 1.70% Carbon, 1.65% Manganese, 0.60% Silicon, 0.60% Copper. Carbon adalah unsur kimia dengan nomor atom 6, tingkat oksidasi 4.2 dan Mangan adalah unsur kimia dengan nomor atom 25, tingkat oksidasi 7.6423. Carbon dan Manganese adalah bahan pokok untuk meninggikan tegangan (strength) dari baja murni. Penambahan prosentase Carbon akan mempertinggi Yield Stress tetapi akan mengurangi daktilitas. Rangka atap baja ringan yang diproduksi di Indonesia menggunakan bahan dasar baja dengan kekuatan G-550 Mpa atau setara dengan 5500 Megapascal sesuai standar AISI (American Iron and Steell Institute). Adapun coating (pelapis/pelindung) baja ringan dari karat yang beredar adalah zinc/galvanis, zincalume, dan zincalume dengan penambahan magnesium. Lapisan coating ini melindungi bahan dasar baja ringan dari karat. Baja Ringan Ramah Lingkungan Baja ringan diklaim memiliki sifat yang ramah lingkungan, karena menggunakan material yang bisa mengurangi pembalakan liar (illegal logging). Tidak jarang juga kita menemui brosur rangka atap baja ringan dengan kode ekolabel atau ramah lingkungan, label yang menjelaskan produk yang dijual adalah ramah terhadap lingkungan.Namun apakah benar ramah lingkungan? Untuk mengetahui hal itu, baiknya kita ketahui produk yang berlabel ramah lingkungan atau ekolabel.

Dalam situs Kementrian Lingkungan Hidup Indonesia (www.menlh.go.id) dilansir bahwa Ekolabel merupakan salah satu sarana penyampaian informasi yang akurat,verifiable dan tidak menyesatkan kepada konsumen mengenai aspek lingkungan dari suatu produk (barang atau jasa), komponen atau kemasannya. Pemberian informasi tersebut pada umumnya bertujuan untuk mendorong permintaan dan penawaran produk ramah lingkungan di pasar yang juga mendorong perbaikan lingkungan secara berkelanjutan. Ekolabel dapat berupa simbol, label atau pernyataan yang diterakan pada produk atau kemasan produk, atau pada informasi produk, buletin teknis, iklan, publikasi, pemasaran, media internet. Selain itu, informasi yang disampaikan dapat pula lebih lengkap dan mengandung informasi kuantitatif untuk aspek lingkungan tertentu yang terkait dengan produk tersebut. Ekolabel dapat dibuat oleh produsen, importir, distributor, pengusaha retail atau pihak manapun yang mungkin memperoleh manfaat dari hal tersebut. Tujuan dan Manfaat Ekolabel Ekolabel dapat dimanfaatkan untuk mendorong konsumen agar memilih produk-produk yang memberikan dampak lingkungan yang lebih kecil dibandingkan produk lain yang sejenis. Penerapan ekolabel oleh para pelaku usaha dapat mendorong inovasi industri yang berwawasan lingkungan. Selain itu, ekolabel dapat memberikan citra yang positif bagi brand produk maupun perusahaan yang memproduksi dan/atau mengedarkannya di pasar, yang sekaligus menjadi investasi bagi peningkatan daya saing di pasar. Bagi konsumen, manfaat dari penerapan ekolabel adalah konsumen dapat memperoleh informasi mengenai dampak lingkungan dari produk yang akan dibeli/digunakannya. Karena kepentingan tersebut, konsumen juga memiliki kesempatan untuk berperan serta dalam penerapan ekolabel dengan memberikan masukan dalam pemilihan kategori produk dan kriteria ekolabel. Penyediaan ekolabel bagi konsumen juga akan meningkatkan kepedulian dan kesadaran konsumen bahwa pengambilan keputusan dalam pemilihan produk tidak perlu hanya ditentukan oleh harga dan mutu saja, namun juga oleh faktor pertimbangan lingkungan. Prinsip Prinsip Ekolabel

Produk yang diberi ekolabel selayaknya adalah produk yang dalam daur hidupnya mulai dari pengadaan bahan baku, proses produksi, pendistribusian, penggunaan, dan pembuangan setelah penggunaan, memberi dampak lingkungan relatif lebih kecil dibandingkan produk lain yang sejenis. Ekolabel akan memberikan informasi kepada konsumen mengenai dampak lingkungan yang ada dalam suatu produk tertentu yang membedakannya dengan produk lain yang sejenis. Ukuran keberhasilan ekolabel dapat dilihat dari adanya perbaikan kualitas lingkungan yang dapat dikaitkan langsung dengan produksi maupun produk yang telah mendapat ekolabel. Selain itu, tingkat peran serta dari kalangan pelaku usaha dalam menerapkan ekolabel juga menjadi indikator penting keberhasilan ekolabel. Selain melihat bahan baku, sejumlah akolabel yang diberlakukan suatu negara (buyers) juga memerhatikan proses pembuatan serta kemampuan produk tersebut didaur ulang. Setiap ekolabel itu ada kriteria masing-masing. Bahkan, jenis bahan bakar apa yang digunakan serta proses limbahnya diolah seperti apa juga menjadi pertimbangan buyer membeli sebuah produk. Penutup Pemikiran tentang ramah lingkungan, ataupun recyclibility dalam penggunaan material baja ringan harus dipertegas kembali. Hendaknya setiap produsen dapat menjelaskan kepada konsumen tentang konsep tersebut, apakah karena material yang tidak akan menyisakan sampah? Atau bahan-bahan sisa yang bisa di recycle menjadi bahan lain yang berguna? Walaupun demikian Jika di telusuri lebih jauh, secara umum baja ringan mungkin saja bisa mengurangi pembalakan liar karena bisa meminimalisir bahkan cenderung menghilangkan penggunaan material kayu dalam konstruksinya. Tapi sesuai dengan prinsip ekolabel bahwa produk yang diberi ekolabel selayaknya adalah produk yang dalam daur hidupnya mulai dari pengadaan bahan baku, proses produksi, pendistribusian, penggunaan, dan pembuangan setelah penggunaan, memberi dampak lingkungan relatif lebih kecil dibandingkan produk lain yang sejenis. Mudah-mudahan saja baja ringan menjadi alternatif penggunaan material bangunan masa depan yang lebih bisa diterima lingkungan karena daur hidupnya yang memberikan dampak yang kecil.

(Iden Wildensyah adalah Mahasiswa Magister Ilmu Lingkungan, Unpad. Bekerja di Konstruksi Rangka Atap Baja Ringan di Bandung)
Posted at 08:35 pm by penakayu

Anda mungkin juga menyukai