Anda di halaman 1dari 4

Prieta Opikasari

10/300191/TP/9782
SISTEM PERTANIAN
SISTEM PRODUKSI BERAS
Dengan jumlah penduduk lebih dari 216 juta, Indonesia adalah negara keempat di
dunia yang paling padat penduduknya, dan populasinya tumbuh pada tingkat 1,7 per tahun.
Pertanian memainkan peran penting dalam perekonomian Indonesia, melibatkan lebih dari
55 dari populasi, dan akuntansi untuk 19 dari produk domestik bruto dan lebih dari 60
dari nilai ekspor non-minyak. Selama dua dekade terakhir, hasil pertanian telah tumbuh
sebesar 4. (Pertiwi, 2006).
Sebagai komoditas ekonomi, padi diusahakan oleh lebih dari 18 juta petani,
menyumbang hampir 70 terhadap Produk Domestik Bruto tanaman pangan, memberikan
kesempatan kerja dan pendapatan bagi lebih dari 21 juta rumah tangga dengan sumbangan
pendapatan sekitar 25-35. Oleh sebab itu, padi tetap menjadi komoditas strategis dalam
pembangunan pertanian. Walaupun daya saing padi terhadap beberapa komoditas pertanian
lain cenderung turun, upaya peningkatan produksi padi mutlak diperlukan karena sangat
terkait dengan ketahanan pangan nasional.
Pengembangan padi sawah semakin meningkat terkait dengan kebutuhan konsumsi
beras dan meningkatnya jumlah penduduk. Oleh karena itu titik berat perbaikan sumberdaya
lahan sawah banyak diperuntukkan untuk pemacuan peningkatan produktivitas. Menurut
laporan Dinas Petanian Sulawesi Tenggara (2005), produktivitas padi sawah selama 5 tahun
terakhir (2001 2005) sebesar 3,72 t/ha dengan rata-rata peningkatan 0,14 persen per tahun.
Nilai produktivitas ini masih tergolong rendah dan masih berpeluang untuk ditingkatkan
karena berdasarkan hasil penelitian Idris 09,., (2004) menunjukkan bahwa beberapa varietas
padi sawah di Sulawesi Tenggara dengan menerapkan teknologi dapat memberikan hasil 4
6 t/ha, dan Suharno 09 ,., (2000) melaporkan bahwa melalui perbaikan teknologi budidaya
seperti pemupukan, waktu tanam yang tepat dan pengendalian jasad pengganggu, hasil padi
sawah dengan menanam varietas unggul dapat mencapai 4,4 7,2 ton/ha. Perbedaan hasil
antara hasil penelitian dengan produksi di tingkat petani disebabkan oleh penggunaan benih
yang bermutu rendah, teknologi yang belum sesuai anjuran dan adanya Iaktor pembatas lahan
yaitu tingkat kesuburan yang rendah. Hal ini seperti dilaporkan oleh Mustaha 09 ,., (2002)
bahwa ketersediaan hara pada sebagian besar lahan pertanian di Sulawesi Tenggara berada
pada kategori rendah hingga sangat rendah. Selain itu jenis tanah Podsolik Merah Kuning
yang memiliki karakteristik kandungan unsur hara makro (N, P dan K) rendah, Kandungan
unsur mikro (Al dan Fe) yang tinggi, reaksi tanah yang masam, kandungan bahan organic
yang rendah, serta kandungan basa-basa dapat tukar (Ca, Mg, Na dan K) yang rendah
(Kartono, 2002). Berdasarkan potensi lahan sawah yang terluas adalah Kabupaten Konawe,
yaitu 38.021 ha atau 41,91 persen dari luas lahan sawah Sulawesi Tenggara. Pengembangan
padi sawah di Kecamatan Uepai merupakan salah satu kebijakan pemerintah daerah untuk
mewujudkan sebagai lumbung pangan, khususnya beras di Kabupaten Konawe. Namun
dengan berbagai keterbatasan daya dukung lahan dan teknologi di tingkat petani maka
dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi kinerja petani didalam berusahatani
padi sawah sehingga diperoleh gambaran tingkat eIisiensi sarana produksi terhadap produksi
padi sawah.
Untuk mendukung upaya peningkatan produksi padi nasional, Badan Litbang
Pertanian telah menghasilkan berbagai inovasi teknologi, antara lain model pengelolaan
tanaman terpadu (PTT) padi sawah. Tujuan pengembangan model PTT adalah meningkatkan
produktivitas padi, meningkatkan keuntungan usaha tani melalui eIisiensi input, dan
melestarikan sumber daya lahan dan air untuk keberlanjutan sistem produksi.
PTT merupakan pendekatan inovatiI dalam upaya peningkatan eIisiensi usaha tani
padi melalui penerapan komponen teknologi unggulan seperti penanaman varietas unggul
baru, penggunaan benih bermutu, perlakuan benih sebelum tanam, penanaman bibit muda
(berumur 15 hari), pemakaian bahan organik, bagan warna daun untuk menetapkan
kebutuhan pupuk nitrogen dan analisis tanah untuk menetapkan takaran pupuk IosIat dan
kalium bagi tanaman, serta perbaikan penanganan panen dan pascapanen. Komponen
teknologi di suatu wilayah dapat berbeda dengan wilayah lainnya, bergantung pada masalah
setempat. Dalam pengembangan model PTT melalui kerja sama penelitian dan pengkajian
dalam periode 1999-2002 di sentra produksi, hasil padi berkisar antara 7,2-7,9 t/ha dengan
peningkatan 24-37 dibandingkan dengan budi daya konvensional. Implementasi model PTT
padi sawah di tingkat petani melalui Kegiatan Percontohan Peningkatan Produktivitas Padi
Terpadu (P3T) memberikan hasil rata-rata 5,8 t/ha atau 16 lebih tinggi dibandingkan
dengan yang dibudidayakan secara non-PTT. Evaluasi terhadap implementasi model PTT di
26 propinsi di Indonesia menunjukkan bahwa inovasi teknologi yang dikembangkan dengan
model PTT mampu meningkatkan produktivitas padi rata-rata 1 t/ha. Selain meningkatkan
hasil, model PTT juga hemat dalam penggunaan benih, pupuk, dan air irigasi. Dalam model
PTT, benih yang diperlukan hanya 24 kg, sedangkan dalam usaha tani padi non-PTT 40
kg/ha. Takaran pupuk N, P, dan K dalam model PTT masing-masing 15, 5, dan 75
lebih eIisien daripada usaha tani padi non-PTT. Meskipun biaya produksi padi 8 lebih
besar, keuntungan yang diperoleh dari penerapan model PTT 35 lebih tinggi daripada usaha
tani padi non-PTT (Tabel 1). Selama ini petani telah terbiasa memupuk tanaman padi sesuai
dengan rekomendasi pemupukan yang berlaku umum. Di daerah tertentu, petani bahkan
menggunakan pupuk dengan takaran yang tinggi.
Penggunaanpupuk N secara berlebihan tidak hanya berdampak terhadap peningkatan
biaya produksi, tetapi juga menyebabkan tanaman mudah terserang hama dan penyakit,
mudah rebah, perkembangan gulma lebih cepat, dan tercemarnya lingkungan oleh unsur
nitrat, nitrit, dan gas N2O. Di sebagian lahan sawah intensiIikasi telah terjadi pula akumulasi
hara P akibat intensiInya penggunaan pupuk P.
Dalam model PTT, penggunaan pupuk disesuaikan dengan kebutuhan tanaman dan
ketersediaan unsur hara di tanah. Untuk menentukan kebutuhan pupuk N bagi tanaman
digunakan bagan warna daun (BWD), yaitu alat sederhana pengukur tingkat kehijauan warna
daun padi yang dilengkapi dengan empat skala warna. Kalau tingkat kehijauan daun tanaman
padi kurang dari empat pada skala BWD, berarti tanaman perlu diberi pupuk N. Sebaliknya,
tanaman tidak perlu lagi diberi pupuk N jika tingkat kehijauan daunnya berada pada skala
empat. Kebutuhan pupuk P dan K tanaman padi ditentukan berdasarkan hasil analisis tanah.
Sebagian besar petani belum memperhitungkan eIisiensi penggunaan air irigasi. Hal ini
tercermin dari penggenangan tanaman padi secara terus-menerus, mulai dari setelah tanam
hingga menjelang panen, dengan tinggi genangan mencapai 10 cm. Padahal tanaman padi
yang diairi dalam selang waktu tertentu (39072990377,943) memberikan hasil yang relatiI
sama tingginya dibanding kalau tanaman diairi secara terus-menerus. Dalam model PTT,
tanaman padi diairi secara berselang. ManIaat penerapan teknologi pengairan berselang ini
adalah memberi kesempatan bagi akar tanaman untuk memperoleh aerasi yang cukup,
mencegah keracunan besi pada tanaman, mencegah penimbunan asam-asam organik dan gas
H2S yang dapat menghambat perkembangan akar, menaikkan temperature tanah sehingga
dapat mengaktiIkan mikroba bermanIaat, membatasi perpanjangan ruas batang sehingga
tanaman tidak mudah rebah, mengurangi jumlah anakan yang tidak produktiI,
menyeragamkan tingkat kematangan gabah, memperpendek umur tanaman, serta menghemat
penggunaan air irigasi sekitar 30-40 sehingga areal sawah yang diairi lebih luas. Data
penelitian dan pengkajian ini membuktikan bahwa model PTT yang dikembangkan oleh
Badan Litbang Pertanian hemat input (!:89-,39,3).
Tinjauan Pustaka :
http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/2872920soca-dewi20sahara20dan20indris-
eIisiensi20produksi28129.pdI
http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/wr282062.pdI
Komatsuzaki, Masakazu and M. Faiz Syuaib. 2009. Japanese Journal oI Farm Work
Research: A Case Study oI Organic Rice Production System and Soil Carbon Storage
in West Java, Indonesia.
Pertiwi, S. 2006 : Overview oI agriculture in Indonesia. In : Final report oI international
symposium 'Food and Environmental Preservation in Asian Agriculture, Ibaraki
University, Ibaraki, Japan.

Anda mungkin juga menyukai