Anda di halaman 1dari 5

S

Y
W

Hukum Acara Pidana



ACARA PIDANA SEBELUM ZAMAN KOLONIAL

Pada waktu penjajah Belanda datang pertama kali di Indonesia telah tercipta hukum yang
lahir dari masyarakat tradisional sendiri yang kemudian disebut Hukum Adat. Pada masa
primitive pertumbuhan hukum, yang dalam dunia modern dipisahkan dalam hukum privat dan
hukum public, tidak membaadakan kedua bidang hukum itu.
Hukum Acara perdata tidak terpisah dari Hukum Acara Pidana. Tuntutan Perdata dan
tuntutan pidana merupakan suatu kesatuan, termasuk lembaga lembaganya.
Supomo menunjukan bahwa pandangan rakyat Indonesia terhadap alam semesta adalah
suatu totalitas yaitu bahwa Manusia beserta makhluk lain dan Lingkungannya merupakan suatu
kesatuan, alam gaib dan alam nyata tidak dipisahkan. Sehingga yang paling utama adalah
keseimbangan dan keharmonisan antara satu dengan yang lainnya. Segalanya perbuatan yang
menggangu keseimbangan itu merupakan pelanggaran hukum (adat).
Ha:airin dalam tulisannya berfudul 'Negara tanpa penfara dalam Tiga Serangkai
Tentang Hukum menulis bahwa dalam masyarakat tradisional Indonesia tidak ada pidana
penjara.
Hukum pembuktian pada masyarakat tradisional Indonesia searing digantungkan pada
kekuasaan Tuhan.
Bentuk bentuk sanksi hukum adat (dahulu) dihimpun dalam Pandecten van het Adatrecht
bagian X yang disebut juga dalam buku Supomo tersebut, yaitu sebagai berikut :
1. Pengganti kerugian 'immaterial dalam pelbagai rupa seperti paksaan menikahi
gadis yang telah dicemarkan.
2. Bayaran 'uang adat kepada orang yang terkena, yang berupa benda yang sakti
sebagai peganti kerugian rohani.
3. Selamatan (korban) untuk membersihkan masyarakat dari segala kotoran gaib
4. Penutup malu, permintaan maaI
5. Pelbagai rupa hukuman badan, hingga hukuman mati.
6. Pengasingan dari masyarakat serta meletakkan orang diluat Tata Hukum.


PERUBAHAN PERUNDANG - UNDANGAN DI NEGERI BELANDA YANG DENGAN
ASAS KONKORDANSI DIBERLAKUKAN PULA DI INDONESIA

KUHAP yang dianggap sebagai produk nasional, merupakan penerusan pula asas asas
hukum acara pidana yang ada dalam HIR ataupun Ned straIvordering 1926 yang lebih modern.
Pada Bab I dikemukakan asas asas hukum acara pidana yang terdapat dalam KUHAP yang
seluruhnya terdapat pula pada Nev. Sv.
Kita terbawa oleh arus kepada perubahan penting perundang undangan di negeri
Belanda pada tahun 1838, pada waktu mana mereka baru saja terlepas dari penjajahan Prancis.
Pada waktu itu, golongan logis yaitu yang memandang bahwa semua peraturan hukum
seharusnya dalam bentuk undang undang sangat kuat. Berlaku ketentuan pada waktu itu bahwa
kelaziman kelaziman tidak merupakan hukum, kecuali bilamana kelaziman tersebuit ditunjuk
dalam undang undang (aturan hukum yang tertulis dan terbuat dengan sengaja)

S
Y
W

Sebelum itu, VOC pada tahun 1747 telah mengatur organisasi peradilan pribumi di
pedalaman, yang langsung memikirkan tentang 'Javasche wetten (undang undang Jawa). Hal
itu diteruskan pula oleh Daendels dan RaIIles untuk menyelami hukum adapt sepanjang
pengetahuannya. Tetapi dengan kejadian di negeri Belanda itu maka usaha ini ditangguhkan.
Mr. H.L. Wichers seorang legis yang berasal dari Groningen. Pada waktu masih di
Belanda ia mempelajari rancangan Panitia Scholten. Ia berpengalaman sebagai bekas jaksa dan
anggota dewan pertimbangan agung. Ia berangkat ke Hindia Belanda pada bulan Mei 1846
Tiga pekerjaan utama yang ;diselesaikan selama satu setengah tahun, yaitu pertama
peraturan mengenai peradilan, kedua mengwnai perbaikan kitab undang-undang yang telah
ditetapkan itu, dan ketiga pertimbangan tentang berlakunya hukum Eropa untuk orang Timur.
Isi dari Iirman Raja tanggal 16 Mei 1846 Nomor 1 yang diumumkannya di
Indonesiadengan Sbld 1847 Nomor 23 yang terepenting ialah yang tersebut Pasal 1 dan Pasal 4.

Peraturan - peraturan hukum yang dibuat untuk ~Hindia Belanda yaitu sebagai berikut.

Ketentuan Umum tentang Perundang Undangan; (AB).
Peraturan tentang Susunan Pengadilan dan Kebijaksanaan Pengadilan (RO).
Kitaab Undang Undang Hukum Perdata (BW).
Kitab Undang Undang Hukum Dagang (WvK)
Ketentuan ketentuan tentang kejahatan yang dilakukan pada kesempatan jatuh pailit dan
terbukti tidak mampu, begitu pula kala diadakan penangguhan pembayaran utang (Pasal 1)
Peraturan acara perdata untuk (HooggerechtshoI dan Raad van Justitie).
Peraturan tata usaha kepolisian, beserta pengadilan sipil dan penuntutan perkara criminal
mengenai golongan Bumiputra dan orang orang yang dipersamakan (Pasal 4).
Yang disebut belakangan in yang disebut reglement op de uitofening van de politie, de burgelifke
rechtspleging en de strafvordering onder de Inlanders en de Oosterlingen of Java en Madoera.

INLANDS REGLEMENT (IR) KEMUDIAN HERZIENE INLANDS REGLEMENT
(HIR)

Salah satu peraturan yang mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848 berdasarkan
pengumuman Gubenur Jendral tanggal 3 Desember 1847 Sbld Nomor 57 ialah Inlands
Reglement atau didingkat IR.
Reglement tersebut berisi acara perdata dan acara pidana. Mr. H.L. Wichers tidak
mengalami kesulitan dalam hal penyusunan bagian acara pidana, karena ia mengambil sebagian
besar dari reglement op de Strafvordering untuk Raad van Justitie. Mengenai rancangan itu
Procureur Generaal (Jaksa Agung Hindia Belanda) pada waktu itu yaitu Mr. Hultman
berpendapat bahwa itu terlalu sulit untuk dilaksanakan, sehingga nanti mengakibatkan
bertimbunnya pekerjaan openbaar ministerie (penuntut umum) dan juga bagi Procureur
Generaal.
Gubernur Jenderal Rochussen sendiri masih khawatir tentang diberlakukannya reglemen tersebut
bagi orang Bumiputra, jangan jangan terlampau jauh memasuki kehidupan mereka, sehingga
reglement tersebut masih dipandang sebagai percobaan.
Menurut Supomo, Mr. Wichers ini penganjur politik pendesakan hukum adat secara
sistematis serta berangsur angsur oleh hukum Eropa. Akan tetapi Gubenur Genderal tidak
menyetujuinya. Ia beranggapan bahwa perombakan atau pemecahan masyarakat Jawa itu

S
Y
W

berbahaya dan tidak politis, selama belum dapat dibentuk masyarakat lain yang tetap sentosa
sebagai penggantinya dan yang terakhir ini tidak dapat dikira kirakan selama orang Bumiputra
itu tetap beragama Islam dan bukan Kristen
Mr. Wichers mengadakan beberapa perbaikan atas anjurannya Gubenur Jendral , dan
diumumkan pada tanggal 5 April 1848, Sbld Nomor 16, dan dikuatkan dengan Iirman Raja
tanggal 29 September 1849 Nomor 93, diumumkannya dalam Sbld 1849 Nomor 63.
Reglement tersebut beberapa kali diubah dan diumumkankembali dengan Sbld 1926
Nomor 559 jo. 496. Sesudah tahun 1926 masih diadakan perubahan, yang terpenting ialah yang
diumumkan dengan Sbld1941 Nomor 32 jo. 98.
Dengan Sbld 1941 Nomor 44 diumumkan kembali dengan nama Herziene Inlands
Reglement atau HIR. Yang terpenting dari perubahan IR menjadi HIR ialah dengan perubahan
itu dibentuk lembaga openbaar ministerie atau penuntut umum, yang dahulu ditempatkan di
bawah pamong praja. Dengan perubahan ini maka Openbaar Ministerie (OM) atau Perket itu
secara bulatdan tidak terpisah pisahkan (een en ondeelbaar) berada di bawah OIIiciervan
Justitie dan Procureur Generaal.
Dalam Praktek, IR masih berlaku di samping HIR di Jawa dan Madura. HIR berlaku di
kota kota besar seperti Jakarta (Batavia), Semarang, Surabaya, Malang, dan lain lain,
sedangkan dikota kota lain berlaku IR.
Untuk golongan Bumiputra, selain yang telah disebut dimuka masih ada pengadilan lain
seperti districgerecht, regentschapsgerecht, dan luar Jawa dan Madura terdapat
magistraatsgerecht menurut ketantuan Reglement Buitengewesten yang memutus perkara yang
kecil.
Sebagai pengadilan yang tertinggi meliputi seluruh 'Hindia Belanda, ialah
HooggerechtshoI yang putusan putusan disebut arrest. Tugas diatur dalam Pasal 158 Indische
Staatsregeling dan RO.

ACARA PIDANA PADA ZAMAN PENDUDUKAN 1EPANG DAN SESUDAH
PROKLAMASI KEMERDEKAAN

Pada zaman pendudukan Jepang, pada umumnya tidak terjadi perubahan asasi kecuali
hapusnya Raad van Justitie sebagai pengadilan untuk golongan Eropa. Dengan Undang undang
(Osamu Serei) No 1 Tahun 1942 yang mulai berlaku pada tanggal 7 Maret 1942 dikeluarkan
aturan peralihan di Jawa dan Mardura yang berbunyi : 'Semua badan badan pemerintahan dan
kekuasaannya, hukum dan undang undang dari pemerintah yang dulu, tetap diakui sah buat
sementara waktu asal saja tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah militer (Pasal 3).
Acara pidana pada umumnya tidak berubah. HIR dan Reglement voor de Buitengewesten
serta Landgerechtsreglement berlaku untuk Pengadilan Negeri (Tihoo Hooin). Pengadilan
Tinggi (Kootoo Hooin) dan Pengadilan Agung (Saiko Hooin). Susunan pengadilan ini diatur
dengan Osamu Serei Nomor 3 Tahun 1942 Tanggal 20 September 1942.
Pada tiap macam pengadilan itu ada kejaksaan, yaitu Saikoo Kensatsu Kyoku pada
Pengadilan Agung, Kootoo Kensatsu Kyoku pada Pengadilan Tinggi, dan Tihoo Kensatsu
Kyoku pada Pengadilan Negeri.
Pada saat proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, keadaan tersebut
dipertahankan dengan Pasal II aturan Peralihan UUD 1945.
Untuk memperkuat aturan peralihan ini, maka Presiden mengeluarkan suatu peraturan
pada tanggal 10 Oktober 1945 yang disebut peraturan Nomor 2.

S
Y
W


HUKUM ACARA PIDANA MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 1 (DRT)
TAHUN 1951

Dengan undang undang tersebut dapat dikatakan telah diadakan uniIikasi hukum acara
pidanadan susunanpengadilan yang beraneka ragam sebelumnya. Menurut Pasal 1 undang
undang tersebut dihapus yaitu sebagai berikut :
1. Mahkamah Yustisi di Makasar dan alat penuntut umum padanya.
2. Appelraad di Makasar.
3. Apeelraad di Medan.
4. Segala pengadilan Negara dan segala landgerecht (cara baru) dan alat penuntut umum
padanya.
5. Segala pengadilan kepolisian dan alat penuntut umum padanya.
6. Segala pengadilan magistraad (pengadilan rendah).
7. Segala pengadilan kabupaten
8. Segala raad distrik.
9. Segala pengadilan negorij.
10.Pengadilan swapraja.
11.Pengadilan adat.

Hakim perdamaian desa yang diatur oleh Pasal 3a RO itu masih berhak hidup dengan alasan
sebagai berikut :
1. Yang dicabut oleh KUHAP ialah yang mengenai acara pidana sedangkan HIR dan
Undang undang Nomor 1 (drt) 1951 juga mengatur acara perdata dan hukum pidana
materiil.
2. Undang undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman juga tidak menghapusnya.

LAHIRNYA KITAB UNDANG - UNDANG HUKUM ACARA PIDANA

Setelah lahirnya orde baru terbukalah kesempatan untuk membangun segala segi
kehidupan. Puluhan undang undang diciptakan, terutama merupakan pengganti peraturan
warisan colonial.
Sejak Oemar Seno Adji menjabat Menteri Kehakiman, dibentuk suatu panitia di
departemen Kehakiman yang bertugas menyusun suatu rencana undang undang Hukum Acara
Pidana. Pada waktu Mochtar Kusumaatmadja menggantikan Oemar Seno Adji menjadi Menteri
Kehakiman, penyempurnaan rencana itu diteruskan. Pada Tahun 1974 rencana terseut
dilimpahkan kepada Sekretariat Negara dan kemudian dibahas olehwmpat instansi, yaitu
Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Hankam termasuk didalamnya Polri dan Departemen
Kehakiman.
Setelah Moedjono menjadi Menteri Kehakiman, kegiatan dalam penyusunan rencana
tersebut diitensiIkan. Akhirnya, Rancangan Undang undang Hukum Acara Pidana itu

S
Y
W

disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk dibahas dengan amanat Presiden pada
tanggal 12 September1979 Nomor R.08/P.U./IX/1979.
Yang terakhir menjadi masalah dalam pembicaran Tim Sinkronisasi dengan wakil
pemerintah, ialah pasal peralihan yang kemudian dikenal dengan Pasal 284.
Pasal 284 ayat (2) menjajikan bahwa dalam 2 tahun akan diadakan perubahan peninjauan
kembali terhadap hukum acara pidana khusus seperti misalnya yang terdapat dalam Undang
undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tapi kenyataannya setelah 19 tahun berlakunya KUHAP, tidak ada tanda tanda adanya
usaha untuk meninjau kembali acara khusus tersebut, bahkan dengan PP Nomor 27 Tahun 1983
telah ditegaskan oleh Pemerintah bahwa penyidikan delik delik dalam perundang undangan
pidana khusus tersebut, dilakukan oleh berikut ini.
1.
a. Penyidik
b. Jaksa.
c. Pejabat Penyidik yang berwenang yang lain, berdasarkan peraturan perundang
undangan (Pasal 17 PP Nomor 27 Tahun 1983).

Rancangan Undang Undang Hukum Acara Pidana disahkan oleh siding paripurna DPR
pada tanggal 23 September 1981, kemudian Presiden mensahkan menjadi undang undang pada
tanggal 31 Desember 1981 dengan nama KITAB UNDANG UNDANG ACARA PIDANA
(Undang undang Nomor 8 Tahun 1981, LN 1981 Nomor 76, TLN Nomor 3209.

Anda mungkin juga menyukai