Anda di halaman 1dari 16

Clinical Science Session

GANGGUAN SOMATOFORM
Preseptor: Arifah Nur Istiqomah, dr. SpKJ Disusun oleh : Bayu Perkasa 1301-1210-0071 Rozila binti Razali 1301-1211-3021

DEPARTEMEN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN BANDUNG

2011
PENDAHULUAN Gangguan somatoform merupakan kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik (seperti nyeri, mual dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan penjelasan medis lain yang memadai. Diagnosis ditegakkan berdasarkan penilaian bahwa faktor psikologis memegang peranan besar terhadap onset, berat penyakit, dan durasi gejala yang ada. Menurut DSM IV, terdapat lima gangguan somatoform spesifik, yaitu (1) gangguan somatisasi, (2) gangguan konversi, (3) hipokondriasis, (4) gangguan dismorfik tubuh, dan (5) gangguan nyeri. DSM IV juga memiliki dua kategori diagnostik residual, yaitu (1) gangguan somatoform tidak terdiferensiasi dan (2) gangguan somatoform yang tidak dapat ditentukan. A. GANGGUAN SOMATISASI Gangguan somatisasi ditandai oleh banyak gejala somatik yang tidak dapat dijelaskan secara adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium. Gangguan somatisasi dibedakan dari gangguan somatoform lainnya karena banyaknya keluhan yang ada dan melibatkan sistem organ multipel. Gangguan ini bersifat kronis dan disertai distres psikologis bermakna, gangguan fungsi sosial dan pekerjaan, dan perilaku mencari bantuan medis yang berlebihan. Epidemiologi Menurut penelitian, prevalensi penderita gangguan somatisasi pada populasi umum diperkirakan mendekati 0,5 %. Wanita berjumlah 5 sampai 20 kali lebih banyak daripada pria. Dengan rasio pria : wanita sebesar 1 : 5, maka prevalensi gangguan somatisasi pada wanita pada populasi umum diperkirakan sekitar 1 atau 2 %. Etiologi Faktor psikososial. Rumusan psikososial mengenai penyebab gangguan melibatkan interpretasi gejala sebagai suatu tipe komunikasi sosial, yang hasilnya berupa sikap menghindari kewajiban (contoh : mengerjakan pekerjaan yang tidak disukai), mengekspresikan emosi (contoh : marah pada pasangan), atau untuk melambangkan suatu perasaan atau keyakinan (contoh : nyeri pada saluran pencernaan). Faktor sosial, cultural, dan etnik mungkin juga terlibat di dalam perkembangan gangguan somatisasi. Faktor biologis. Beberapa penelitian mengarah pada dasar neuropsikologis untuk gangguan somatisasi. Penelitian tersebut mengatakan bahwa pasien memiliki gangguan perhatian dan kognitif yang dapat menyebabkan persepsi dan penilaian yang salah terhadap input somatosensorik. Faktor genetika. Data genetika menyatakan bahwa sekurangnya pada beberapa keluarga, transmisi gangguan somatisasi memiliki komponen genetika. Gangguan somatisasi dapat ditemukan pada 10-20 % sanak saudara wanita derajat

pertama dari pasien. Pada keluarga ini, sanak saudara lakilaki derajat pertama rentan terhadap penyalahgunaan zat dan gangguan kepribadian antisosial. Suatu penelitian juga melaporkan angka kesesuaian 29% pada kembar monozigot dan 10% pada kembar dizigotik. Diagnosis Kriteria diagnosis berdasarkan DSM-IV-TR : A. Riwayat banyaknya keluhan fisik sejak sebelum usia 30 tahun yang muncul dalam banyak periode selama beberapa tahun dan terdapat hendaya berat dalam kehidupan sosial, pekerjaan, atau bidang penting lainnya. B. Setiap kriteria di bawah ini harus ada, dengan gejala individual dapat timbul kapan saja selama perjalanan penyakit : (1) empat rasa nyeri : riwayat rasa nyeri pada minimal empat bagian atau fungsi tubuh (contoh : kepala, abdomen, punggung, sendi, ekstremitas, dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau ketika buang air kecil) (2) dua gejala gastrointestinal : riwayat minimal dua gejala gastrointestinal selain rasa nyeri (contoh : mual, kembung, muntah di luar kehamilan, diare, atau intoleransi jenis makanan tertentu) (3) satu gejala seksual : riwayat minimal satu gejala seksual atau reproduksi selain rasa nyeri (contoh : indiferensiasi seksual, disfungsi ereksi atau ejakulasi, menstruasi ireguler, pendarahan menstrual yang banyak, muntah terus-menerus sepanjang periode kehamilan) (4) satu gejala pseudoneurologikus : riwayat minimal satu kali gejala atau defisit yang menandakan gangguan neurologis, tidak terbatas pada rasa nyeri (gejala konversi seperti gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis atau kelemahan lokal, sulit menelan atau terdapat pembengkakan pada tenggorokan, afonia, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi raba atau nyeri, penglihatan ganda, tuli, kejang; gejala disosiasi seperti amnesia; atau hilangnya kesadaran kecuali pingsan) B. Terdapat salah satu dari di bawah ini : (1) setelah pemeriksaan yang tepat, setiap gejala pada poin B tidak dapat dijelaskan sepenuhnya berdasarkan kondisi medik umum atau akibat efek zat tertentu (contoh : penyalahgunaan obat, medikasi). (2) bila terdapat kondisi medik umum yang berhubungan, maka keluhan fisik atau hendaya sosial atau pekerjaan berlebihan dari yang diharapkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, atau hasil laboratorium. C. Gejala-gejala yang ada bukan akibat kesengajaan atau dibuat-buat. Gambaran Klinis

Pasien dengan gangguan somatisasi mengeluhkan banyak gejala somatik dan memiliki riwayat medik yang panjang, kompleks. Mual muntah (di luar kehamilan), sulit menelan, nyeri pada lengan dan tungkai, nafas pendek tidak berhubungan dengan aktivitas fisik, amnesia, dan komplikasi pada kehamilan atau menstruasi adalah gejala yang paling sering didapat. Pasien biasanya percaya bahwa mereka sakit hampir sepanjang masa hidupnya. Gejala pseudoneurologikus mendukung, namun tidak patognomonik, gangguan neurologist. Distres psikologis dan masalah interpersonal menonjol; cemas dan depresi adalah kondisi psikiatri yang paling sering ditemukan. Ancaman bunuh diri sering terjadi, namun bunuh diri yang benar-benar terjadi jarang ditemukan, biasanya berkaitan dengan penyalahgunaan zat. Riwayat medik pasien seringkali tidak jelas, tidak tepat, inkonsisten, dan disorganisasi. Pasien menggambarkan keluhannya secara dramatis, emosional, dan melebih-lebihkan, dengan bersemangat; mereka keliru dengan urutan waktu dan tidak dapat membedakan dengna tepat gejala saat ini dengan gejala sebelumnya. Pasien dapat merasa bergantung, egosentris, haus akan pujian atau rasa bangga, dan manipulatif. Gangguan somatisasi biasanya berhubungan dengan gangguan mental lainnya, termasuk gangguan depresi mayor, gangguan kepribadian, gangguan akibat penggunaan zat, gangguan cemas generalisata, dan fobia. Kombinasi dari gangguan ini dan gejala yang kronis mengakibatkan peningkatan insidensi masalah perkawinan, pekerjaan, dan sosial. Diagnosis Banding Gangguan kondisi medis umum Meskipun timbul pada kelompok usia yang sama tetapi penyakit-penyakit ini dapat dijelaskan secara sepesifik atau dapat diperiksa dengan laboratorium. Beberapa gangguan kondisi medis umum yang dapat didiagnosis banding dengan gangguan somatisasi ialah Multiple sclerosis, Myastenia Gravis, SLE, AIDS, Porphyria intermitten Akut, Hypertiroidisme, Hyperparatyroidisme, Infeksi Sistemik Kronis Gangguan Mental Pada gangguan Depresi Berat, Anxietas dan Schizofrenia (psikosis), meskipun ditemukan gejala somatis, namun gejala gangguan mental terkait lebih menonjol. Gangguan Somatoform Lain Pada Hypochondriosis, gangguan tidak bersifat multiple namun spesifik, sedangkan somatisasi bersifat multiple. Pada Gangguan Konversi, gejala yang timbul terbatas pada 1 atau 2 gejala neurologis, sedangkan somatoform lebih luas. Gangguan Nyeri menunjukkan gejala yang terbatas hanya 1 atau 2 gejala nyeri, sedangkan somatisasi memiliki lebih dari 4 gejala nyeri. Perjalanan Penyakit dan Prognosis Gangguan somatisasi bersifat kronis dan melemahkan si penderita. Awitan biasanya terjadi di usia sebelum 30 tahun dengan durasi selama beberapa tahun.

Timbulnya gejala somatik biasanya berhubungan dengan peningkatan kejadian stres. Prognosis yang buruk jika gangguan disertai stress yang berlebihan. Terapi Penanganan terbaik gangguan ini dilakukan oleh satu orang dokter, karena jika dipertemukan dengan orang yang berbeda maka pasien akan mengeluhkan gejala yang lain. Proses terapi harus di monitor secara terjadwal (umumnya bulanan). Kunjungan terapi sebaiknya bersifat singkat, namun pemeriksaan fisik rutin sebaiknya tetap dilakukan guna menemukan keluhan somatik yang baru. Pemeriksaan laboratorium dan prosedur diagnostik sebaiknya dihindari karena pasien akan tetap menolak hasil objektif yang diperoleh. Keluhan somatik biasanya dianggap sebagai ekspresi emosional daripada sebagai suatu keluhan medis. Tujuan terapi ialah menyadarkan pasien bahwa kemungkinan besar keluhan tersebut disebabkan oleh faktor psikologis. Sehingga pada akhirnya pasien mau memeriksakan kesehatan mentalnya. Psikoterapi individu dan kelompok dapat menurunkan biaya pengobatan. Dimana pasien dibantu untuk menanggulangi gejala-gejalanya, mengekspresikan emosi yang melatarbelakangi penyakitnya, serta memberikan alternatif cara untuk mengekspresikan perasaannya tersebut. Farmakoterapi diberikan harus dengan indikasi, yaitu jika ada gangguan mental yang menyertai. Tindakan ini harus disertai monitoring yang ketat karena pasien sering tidak disiplin dalam menjalani pengobatan dan menjadi tidak efektif. B. GANGGUAN KONVERSI DSM-IV mendefinisikan gangguan konversi sebagai suatu gangguan yang ditandai oleh adanya satu atau lebih gejala neurologis (seperti paralisis, kebutaan, dan parestesia) yang tidak dapat dijelaskan oleh gangguan neurologis atau medis yang diketahui. Di samping itu, penegakan diagnosis mengharuskan adanya faktor psikologis yang berhubungan dengan awal atau eksaserbasi gejala. Epidemiologi Dari suatu survei komunitas ditemukan bahwa insidensi tahunan gangguan konversi adalah 22 per 100.000 orang. Rasio wanita terhadap pria pada usia dewasa adalah 2 berbanding 1 dan sebanyak-banyaknya 5 berbanding 1; pada anak-anak kecenderungan juga lebih tinggi pada wanita. Gangguan konversi paling sering ditemukan pada populasi pedesaan, pendidikan rendah, dengan tingkat intelegensi rendah, dengan status sosioekonomi rendah, dan anggota militer yang menghadapi pertempuran. Etiologi Faktor psikoanalitik. Menurut teori psikoanalitik, gangguan konversi disebabkan oleh represi konflik intrapsikis bawah sadar dan konversi kecemasan ke dalam suatu gejala fisik. Gejala yang timbul merupakan ekspresi sebagian

keinginan atau dorongan yang dilarang tapi tersembunyi, sehingga pasien tidak perlu secara sadar berhadapan dengan impuls mereka yang tidak dapat diterima. Faktor biologis. Semakin banyak data yang melibatkan faktor biologis dan neuropsikologis dalam perkembangan gejala gangguan konversi. Penelitian pencitraan otak awal menemukan hipometabolisme pada hemisfer dominan dan hipermetabolisme pada hemisfer nondominan dan telah melibatkan gangguan komunikasi hemisfer sebagai penyebab gangguan konversi. Diagnosis Kriteria diagnosis berdasarkan DSM-IV-TR : A. Satu atau lebih gejala atau defisit mempengaruhi fungsi sensorik atau motorik volunter yang mendukung kondisi neurologis atau kondisi medis umum lainnya. B. Faktor psikologis diduga berhubungan dengan timbulnya gejala atau defisit tersebut karena inisiasi atau eksaserbasi gejala atau defisit didahului oleh konflik atau stresor lainnya. C. Gejala atau defisit bukan akibat kesengajaan atau dibuat-buat. D. Gejala atau defisit tidak dapat, setelah pemeriksaan yang tepat, dijelaskan sepenuhnya berdasarkan kondisi medik umum, atau sebagai akibat langsung penggunaan zat, atau tingkah laku atau pengalaman sanksi kultural. E. Gejala atau defisit mengakibatkan distres klinis atau hendaya berat dalam sosial, pekerjaan, atau bidang lainnya atau memerlukan evaluasi medik. F. Gejala atau defisit tidak terbatas pada rasa nyeri atau disfungsi seksual, tidak muncul semata-mata selama perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak lebih baik dijelaskan pada gangguan mental lainnya. Spesifikasi tipe : Dengan gejala atau defisit motorik Dengan gejala atau defisit sensorik Dengan kejang Dengan gambaran campuran Gambaran Klinis Paralisis, kebutaan, dan mutisme adalah gejala yang paling sering ditemukan. Gangguan konversi biasanya berhubungan dengan gangguan kepribadian pasif-agresif, ketergantungan, antisosial, dan histrionik. Gangguan depresi dan cemas sering menyertai gejala gangguan konversi, dan pasien biasanya beresiko bunuh diri. Gejala sensorik biasanya berupa anestesia dan parestesia, terutama pada ekstremitas. Semua aspek sensorik dapat terkena dan distribusinya inkonsisten dengan baik gangguan neurologis sentral atau perifer. Gangguan konversi dapat mempengaruhi organ penginderaan, gejala ini dapat unilateral atau bilateral, namun pemeriksaan neurologis tidak menunjukkan adanya gangguan persarafan. Gejala motorik meliputi gerakan abnormal, gangguan postur tubuh, kelemahan, dan paralisis atau paresis. Tremor ritmik kasar, gerak koreiformis, tics, dan tersentak dapat ditemukan.

Kejang semu adalah gejala lain yang dapat pula terjadi. Klinisi dapat mengalami kesulitan dalam membedakan kejang semu ini dengan kejang sesungguhnya hanya melalui observasi klinis. Diagnosis Banding Gangguan Kondisi Medis Umum Gangguan kondisi medis umum yang didiagnosis banding, terutama merupakan gangguan neurologis. Seperti gejala kelemahan otot ditemukan pula pada Myastenia Gravis, Poliomyositis, Multiple Sclerosis, dan Myopati. Lalu gejala kebutaan terjadi pula pada Neuritis Opticus. Gejala paralysis didiagnosis banding dengan pada penyakit sindroma Guillain Baree, penyakit CreutzfeldtJakob dan AIDS. Apabila gejala-gejala tersebut dapat diatasi dengan sugesti, hipnotis, serta obat-obatan seperti Amobarbital (Amytal) dan Lorazepam (Ativan) kemungkinan penyakit tersebut adalah gangguan Konversi. Gangguan Mental Gejala gangguan Konversi dapat timbul pada Skizofrenia, Depresi dan Anxietas. Namun gangguan-gangguan mental ini memiliki gejala tersendiri yang khas. Gangguan Somatoform Lain Gejala berupa gangguan sensori-motoris juga ditemukan pada Gangguan somatisasi. Namun gangguan Somatisasi lebih bersifat kronis, terjadi di usia yang lebih muda, dan adanya gejala yang bersifat multiple organ. Hypochondriosis memiliki karakteristik pasien yang tidak mengalami gangguan atau kehilangan fungsi. Ditemukan gangguan somatis yang bersifat kronis. Gangguan tidak terbatas pada gejala-gejala neurologis dan adanya kekhasan perilaku serta kepercayaan hypochondrial. Gangguan Nyeri didiagnosa jika hanya terbatas pada timbulnya gejala nyeri. Pasien yang hanya mengeluhkan gangguan fungsi seksual sebaiknya diklasifikasikan sebagai gangguan dysfungsi seksual, daripada sebagai gangguan Konversi. Perjalanan Penyakit dan Prognosis Gejala awal dari kebanyakan pasien dengan gangguan Konversi akan sembuh dalam beberapa hari atau kurang dari sebulan. Pada 75 % pasien tidak akan mengalami kekambuhan, namun 25% lainnya mengalami tambahan episode saat mengalami stres. Prognosis dikatakan baik jika awitan bersifat akut, faktor stressor yang mudah dikenali, kemampuan penyesuaian diri yang baik sebelum pasien jatuh sakit, tidak adanya gangguan psikiatri atau medis lain yang menyertai, tidak sedang mengikuti suatu proses peradilan. Prognosis bersifat buruk, terutama jika gejala gangguan Konversi ini telah timbul sejak lama. Terapi Gangguan Konversi biasanya hilang secara spontan, terutama jika didukung oleh tilikan diri yang baik dan terapi perilaku. Proses psikoterapi hanya

difokuskan untuk mengurangi faktor stres. Yakinan pula bahwa gejala-gejala yang timbul akan semakin memperberat penyakitnya. Terapi Hipnotis, obat-obatan anxyolitik, serta pelatihan relaksasi tingkah laku ternyata cukup efektif. Obatobatan parenteral seperti Amobarbital atau Lorazepam juga efektif. Terapi psikodinamik dilakukan untuk menganalisa dan menggali konflik psikis serta simbolisasi dari gejala gangguan konversinya. Psikoterapi yang dianjurkan adalah terapi yang bersifat singkat dan dilakukan dalam jangka yang pendek. C. HIPOKONDRIASIS Istilah hipokondriasis didapatkan dari istilah medis lama hipokondrium, yang berarti di bawah rusuk, dan mencerminkan seringnya pasien mengalami keluhan abdomen. Hipokondriasis merupakan gangguan di mana terdapat preokupasi dengan ketakutan akan mengalami, atau keyakinan memiliki, penyakit serius. Epidemiologi Suatu penelitian melaporkan prevalensi dalam enam bulan sebesar 4-6 % pada populasi umum. Pria dan wanita memiliki jumalh yang sama. Onset usia paling sering antara usia 20 dan 30 tahun. Etiologi Dalam kriteria diagnostik untuk hipokondriasis, DSM-IV menyatakan bahwa gejala mencerminkan misinterpretasi gejala-gejala tubuh. Orang hipokondrial meningkatkan dan membesar-besarkan sensasi somatiknya. Mereka memiliki ambang rangsang dan toleransi yang lebih rendah terhadap gangguan fisik. Sebagai contoh, apa yang dirasakan oleh orang normal sebagai tekanan abdominal, orang hipokondriakal mengalaminya sebagai nyeri abdomen. Teori kedua menerangkan bahwa hipokondriasis dapat dimengerti berdasarkan model belajar sosial. Gejala hipokondriasis dipandang sebagai keinginan untuk mendapatkan peranan sakit oleh seseorang yang menghadapi masalah yang tampak berat dan tidak dapat dipecahkan. Teori ketiga menerangkan hipokondriasis sebagai bentuk varian gangguan mental lainnya. Diperkirakan 80% pasien hipokondriasis mungkin memiliki gangguan depresif atau gangguan cemas yang ditemukan bersama-sama. Teori keempat tentang psikodinamika hipokondriasis, yang menyatakan harapan agresif dan permusuhan terhadap orang lain dialihkan kepada keluhan fisik. Rasa nyeri dan keluhan somatik selanjutnya menjadi alat untuk menebus kesalahan dan membatalkan (undoing) dan dapat dialami sebagai hukuman yang diterimanya atas kesalahan di masa lalu (baik nyata ataupun khayalan) dan perasaan seseorang bahwa dia jahat dan memalukan. Diagnosis Kriteria diagnosis berdasarkan DSM-IV-TR :

A. Preokupasi akan rasa takut memiliki, atau ide bahwa seseorang mempunyai, penyakit serius berdasarkan misinterpretasi pasien mengenai gejala tubuhnya. B. Preokupasi tersebut bertahan tanpa menghiraukan hasil evaluasi medis yang tepat dan pengyakinan kembali oleh klinisi. C. Keyakinan yang disebutkan pada poin A tidak pada intensitas waham (seperti gangguan waham, tipe somatik) dan tidak terbatas pada perhatian akan penampilan (seperti gangguan dismorfik tubuh). D. Preokupasi tersebut mengakibatkan distres klinis atau hendaya berat dalam sosial, pekerjaan, atau bidang lainnya. E. Durasi minimal 6 bulan. F. Preokupasi tersebut tidak lebih baik dijelaskan sebagai akibat gangguan kecemasan generalisata, Preokupasif-kompulsif, gangguan panik, episode depresi berat, cemas akan perpisahan, atau gangguan somatoform lainnya. Spesifikasi bila : Dengan tilikan diri buruk : bila, hamper sepanjang waktu selama episode kini, penderita tidak menyadari bahwa keyakinannya memiliki penyakit serius tersebut berlebihan atau tidak beralasan. Gambaran Klinis Pasien merasa yakin dirinya memiliki penyakit serius yang belum terdeteksi, dan tidak dapat diyakinkan sebaliknya. Pasien mempertahankan keyakinannya bahwa mereka memiliki penyakit tertentu, atau seiring berjalannya waktu, dapat memindahkan keyakinannya pada penyakit lain. Keyakinan tersebut bertahan tanpa menghiraukan hasil pemeriksaan laboratorium negative, merupakan perjalanan ringan dari penyakit yang dinyatakan sepanjang waktu, dan dengan pengyakinan kembali yang tepat dari dokter. Hipokondriasis sering disertai depresi atau cemas dan biasanya bersama-sama dengan gangguan depresi atau cemas. Walaupun dalam kriteria DSM-IV-TR terdapat syarat minimal 6 bulan, status hipokondriakal transien dapat timbul pada stres berat, paling sering kematian atau penyakit berat yang diderita seseorang yang penting bagi pasien, atau setelah sembuh dari penyakit serius yang diderita oleh pasien sendiri. Diagnosis Banding Gangguan Kondisi Medis Umum Hypochondriasis harus didiagnosa banding dengan gangguan nonpsikiatrik lain, terutama yang menunjukkan gejala yang sulit didiagnosa seperti AIDS, Endokrinopaty, Myastenia Gravis, Multiple Sclerosis, Penyakit Degeneratif system saraf, SLE, dan Neoplasia. Gangguan Mental Pada gangguan Depresi atau Anxietas didiagnosa keduanya kecuali gejala hypochondrial muncul secara bersamaan. Pada Skizofrenia, waham hypochondrial bisa ditemukan dan disertai oleh gejala psikotik lainnya.

Gangguan Somatoform Lain Pada gangguan Somatisasi, gejala lebih bersifat multiple namun pada hypochondriasis ditemukan perasaan takut memiliki penyakit dengan gejala yang lebih sedikit. Serta rasio antara lelaki dan perempuan pada Hypochondriasis adalah sama, sedangkan gangguan Somatisasi lebih banyak diderita oleh wanita. Gangguan Konversi bersifat akut, umumnya sementara, dan hanya disertai gejala yang ringan. Gangguan Nyeri, juga bersifat kronis tetapi keluhan hanya terbatas pada rasa nyeri saja. Pada Gangguan Dysmorfik, pasien berharap dirinya normal, namun pada hypochondriosis pasien justru mengungkapkan ketidaknormalannya agar mendapatkan perhatian dari orang lain. Perjalanan Penyakit dan Prognosis Hipochondriasis bersifat episodik dengan durasi bulanan hingga tahunan dan disertai interval yang lama. Sepertiga hingga setengah dari pasien akan membaik dengan sendirinya. Pada pasien anak-anak, hypochondriasis akan sembuh dengan sendirinya di usia akhir remaja atau awal dewasa. Prognosis dianggap baik jika ditemukan kondisi sebagai berikut: Status sosial ekonomi pasien baik. Sensitif terhadap terapi anxietas atau depresi. Onset yang tiba-tiba. Tidak adanya gangguan kepribadian. Tidak ditemukan adanya gangguan medis lain yang nonpsikiatrik. Terapi Pasien umumnya menolak pengobatan psikiatri, kecuali difokuskan pada pengurangan stres serta didikan guna mengatasi penyakit kronis. Psikoterapi yang dilakukan seperti terpi perilaku, terapi kognitif, dan hipnotis umumnya cukup membantu. Sebaiknya terapi dilakukan terjadwal dengan baik dan konsisten, agar pasien tidak merasa diacuhkan. Prosedur diagnostik invasif dan prosedur terapeutik hanya dilakukan atas indikasi. Farmakoterapi dilakukan jika ditemukan gangguan lain yang mendasari dan responsif terhadap obat (seperti gangguan anxietas atau depresi). D. GANGGUAN DISMORFIK TUBUH Gangguan dismorfik tubuh menerangkan adanya preokupasi seseorang memiliki cacat tubuh khayalan atau suatu interpretasi berlebihan dari cacat yang minimal atau kecil. Inti gangguan ini adalah bahwa seseorang yakin atau takut bahwa dirinya tidak menarik atau bahkan menjijikkan. Epidemiologi Onset usia tersering yaitu antara 15 dan 20 tahun dan wanita lebih sering terkena dibandingkan pria. Suatu penelitian menyatakan bahwa lebih dari 90% pasien gangguan dismorfik tubuh pernah mengalami episode depresif berat, sekitar 70% pernah mengalami gangguan cemas, dan sekitar 30% pernah menderita gangguan psikotik.

10

Etiologi Penyebab gangguan dismorfik tubuh tidak diketahui. Patofisiologi gangguan mungkin melibatkan serotonin dan dapat berhubungan dengan gangguan mental lain. Mungkin juga terdapat pengaruh kultural atau sosial yang bermakna bagi pasien. Dalam psikodinamika, gangguan dismorfik tubuh mencerminkan pengalihan konflik seksual atau emosional ke dalam bagian tubuh yang tidak berhubungan. Asosiasi timbul melalui mekanisme pertahanan represi, disosiasi, distorsi, simbolisasi, dan proyeksi. Diagnosis Kriteria diagnosis berdasarkan DSM-IV-TR : A. Preokupasi akan defek khayalan pada penampilan. Bila terdapat anomali fisik kecil, maka pasien menanggapinya secara berlebihan. B. Preokupasi mengakibatkan distres klinis atau hendaya berat dalam sosial, pekerjaan, atau bidang lainnya. C. Preokupasi tidak lebih baik dijelaskan dengan gangguan mental lainnya (contoh : ketidakpuasan dengan bentuk dan ukuran tubuh pada anoreksia nervosa). Gambaran Klinis Perhatian paling sering melibatkan cacat wajah, khususnya pada bagian spesifik (contoh : hidung). Terkadang keluhan tidak jelas dan sulit dimengerti. Sebuah penelitian menemukan bahwa, rata-rata, pasien mempermasalahkan empat regio tubuhnya, selain wajah adalah rambut, buah dada, dan genitalia. Variasi pada pria adalah keinginan untuk bulk-up dan membentuk massa otot yang besar. Gejala lain yang umum ditemukan meliputi ide atau waham referensi (biasanya mengenai bagian tubuh yang diperhatikan pasien), seperti terlalu sering bercermin atau menghindari permukaan yang menampilkan bayangan, dan usaha untuk menyembunyikan kecacatannya (dengan kosmetik atau pakaian). Efek pada kehidupan pasien dapat signifikan; sebagian besar pasien menghindari ekspos hubungan sosial atau pekerjaan. Diagnosis komorbid dengan gangguan depresi dan cemas sering ditemukan, dan pasien juga dapat memiliki ciri kepribadian obsesif-kompulsif, skizoid, dan narsistik. Diagnosis Banding Pada gangguan Kepribadian Narcistik, perhatian terhadap salah satu bagian tubuh tidaklah menonjol. Pada gangguan Depresif, Obsesif-Kompulsif dan Skizofrenia, ditemukan gejala-gejala dengan gangguan terkait, meskipun gejala utamanya adalah perhatian berlebih akan suatu bagian tubuh. Pada sindroma perilaku makan berupa Anoreksia Nervosa, Gangguan Identitas Terkait Gender dan Kerusakan Otak juga ditemukan distorsi dalam Body Image. Dibandingkan orang normal, seseorang dengan gangguan Dismorfik dapat dibedakan jika perhatian tersebut bersifat berlebihan, sehingga dapat mengganggu emosi dan fungsi hidup orang tersebut.

11

Perjalanan Penyakit dan Prognosis Awitan bersifat gradual, timbulnya perhatian berlebih jika disadari telah terjadi adanya gangguan fungsi. Dan timbul keinginan untuk mencari pertolongan medis atau tindakan operasi. Gangguan ini biasanya bersifat kronis jika terabaikan. Terapi Pengobatan pasein gangguan Dismorfik dapat dilakukan dengan terpai bedah, pengobatan dermatologis, dan pengobatan Gigi dan Mulut. Farmakoterapi seperti, Trisiklik anti depresan, Monoamin Oksidase Inhibitor dan pimozide (Orap), bermanfaat pada beberapa kasus. Obat-obatan pro Serotonin spesifik, seperti clomipramine (Anafranil) dan Fluoxetine (Prozac) dapat mengurangi gejala pada sekitar 50% pasien. Jika disertai adanya gangguan mental, maka dilakukan farmakoterapi dan psikoterapi yang sesuai. E. GANGGUAN NYERI Gejala utama gangguan nyeri adalah adanya nyeri pada satu atau lebih lokasi yang tidak sepenuhnya disebabkan oleh kondisi medis atau neurologis non psikiatrik. Gejala tersebut disertai distres emosional dan gangguan fungsional serta memiliki hubungan sebab yang masuk akal dengan faktor psikologis. Epidemiologi Gangguan nyeri dua kali lebih sering pada wanita dibandingkan pria. Onset usia puncaknya pada dekade keempat dan kelima, kemungkinan karena toleransi terhadap nyeri menurun dengan bertambahnya usia. Gangguan nyeri mempunyai kemungkinan adanya warisan genetika. Gangguan depresi, gangguan cemas, dan penyalahgunaan zat juga sering ditemukan pada keluarga pasien dengan gangguan nyeri dibandingkan populasi umum. Etiologi Faktor psikodinamika. Pasien dengan gangguan nyeri pada tubuhnya tanpa penyebab fisik yang dapat diidentifikasi secara adekuat mungkin merupakan ekspresi simbolik dari konflik intrapsikis melalui tubuh. Nyeri dapat berfungsi sebagai cara untuk mendapatkan cinta, suatu hukuman karena kesalahan, dan cara untuk menebus kesalahan dan bertobat. Mekanisme pertahanan yang digunakan oleh pasien dengan gangguan nyeri adalah pengalihan, substitusi, dan represi. Faktor perilaku. Perilaku sakit diperkuat ketika disenangi dan dihambat ketika diabaikan atau dihukum. Sebagai contoha, gejala nyeri sedang mungkin menjadi kuat jika diikuti oleh kecemasan orang lain atau oleh keberhasilan dalam menghindari aktivitas yang tidak disenangi. Faktor interpersonal. Nyeri yang sulit disembuhkan dipandang sebagai cara untuk memanipulasi dan mendapatkan keuntungan dalam hubungan interpersonal. Faktor biologis. Korteks serebral dapat menghambat pemicuan serabut nyeri aferen. Serotonin kemungkinan merupakan neurotransmitter utama dalam

12

jalur inhibitor desenden dan endorfin juga berperan dalam modulasi nyeri oleh sistem saraf pusat. Defisiensi endorfin tampaknya berhubungan dengan penguatan stimuli sensorik yang datang. Beberapa pasien memiliki gangguan nyeri karena kelainan struktural atau kimiawi sistem sensorik dan sistem limbik yang mempredisposisikan mereka mengalami nyeri. Diagnosis Kriteria diagnosis berdasarkan DSM-IV-TR : A. Rasa nyeri pada satu atau lebih bagian anatomis adalah fokus utama dan cukup berat sehingga memerlukan perhatian klinis. B. Rasa nyeri mengakibatkan distres klinis atau hendaya berat dalam sosial, pekerjaan, atau bidang lainnya. C. Faktor psikologis diduga memegang peranan pada onset, berat, eksaserbasi, atau bertahannya nyeri. D. Gejala atau defisit bukan disengaja atau dibuat-buat. E. Nyeri tidak lebih baik dijelaskan dengan gangguan mood, kecemasan, atau psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia. Dibagi atas : Gangguan nyeri berasosiasi dengan faktor psikologis Faktor psikologis memegang peranan besar pada onset, berat, eksaserbasi, atau bertahannya rasa nyeri. (bila terdapat kondisi medik umum, peranannya tidak besar.) Gangguan nyeri ini tidak didiagnosis bila memenuhi kriteria gangguan somatisasi. Gangguan nyeri berasosiasi dengan baik faktor psikologis maupun kondisi medik umum Baik faktor psikologis maupun kondisi medik umum memegang peranan penting pada onset, berat, eksaserbasi, atau bertahannya rasa nyeri. Kondisi medik umum atau bagian anatomis ayng terasa nyeri didiagnosis berdasarkan aksis III. Gangguan nyeri berasosiasi dengan kondisi medik umum Kondisi medik umum memegang peranan besar pada onset, berat, eksaserbasi, atau bertahannya rasa nyeri. (bila terdapat faktor psikologis, peranannya tidak besar.) Gangguan ini bukan merupakan gangguan mental. Spesifikasi : Akut : durasi kurang dari 6 bulan Kronik : durasi 6 bulan atau lebih Gambaran Klinis Pasien dengan gangguan nyeri bukan merupakan kelompok yang uniform tapi merupakan kumpulan heterogen dari penderita dengan keluhan nyeri pinggang bawah, sakit kepala, nyeri wajah atipikal, nyeri pelvis kronis, dan nyeri lainnya. Keluhan nyeri pasien dapat paskatrauma, neuropati, neurologik, iatrogenik, atau muskuloskeletal. Pasien dengan ganguan nyeri memiliki riwayat panjang akan perawatan medik dan bedah. Mereka mendatangi banyak dokter, meminta banyak pengobatan, dan dapat terus-menerus ingin dioperasi. Mereka dapat terobsesi dengan nyerinya dan membanggakannya sebagai sumber kesengsaraannya. Beberpaa pasien mengingkari sebab lain dari disforia yang dialami dan

13

meyakinkan bahwa hidupnya sangat bahagian kecuali untuk nyeri yang diderita. Komplikasi dapat berupa gangguan akibat penggunaan zat, karena pasien berusaha mengurangi nyeri dengan konsumsi alkohol dan zat lainnya. Diagnosis Banding Nyeri Fisik Murni Nyeri fisik murni sulit dibedakan dengan nyeri psikogenik murni. Nyeri fisik intensitasnya bersifat fluktuatif, sangat sensitif terhadap keadaan emosi, kognitif, perhatian dan pengaruh lingkungan. Nyeri fisik murni dapat teratasi dengan pengalihan dan analgetika. Gangguan Somatoform Lain Gangguan Nyeri harus dapat dibedakan dengan gangguan Somatoform lainnya, meskipun beberapa gangguan somatoform dapat timbul bersamaan. Pasien dengan hypochondriosis akan menunjukkan gejala hypochondrial (keyakinan akan adanya penyakit dalam dirinya) yang menonjol dan lebih banyak serta bersifat fluktuatif. Pasien dengan gangguan Konversi, umumnya berdurasi singkat, sedangkan gangguan nyeri bersifat kronis. Juga secara definisi, nyeri bukanlah gejala dari gangguan konversi. Perjalanan Penyakit dan Prognosis Gangguan nyeri biasanya timbul secara mendadak dan semakin bertambah parah dalam beberapa minggu atau bulan. Prognosis dapat bervariasi, dimana gangguan ini bersifat kronis, sangat mengganggu hingga terjadi gangguan fungsi hidup. Prognosis buruk terjadi jika ditemukan adanya masalah tertentu yang melatarbelakangi (terutama pasivitas), terlibat dalam perkara pengadilan atau mendapatkan kompensasi finansial, adanya penggunaan zat additif serta riwayat nyeri yang telah lama. Terapi Dikarenakan tidak mungkin untuk mengurangi nyeri sehingga pendekatan terapi ialah rehabilitasi. Para klinisi harus berusaha untuk menemukan fakta-fakta psikologis yang mendasari penyakit. Adanya keterlibatan emosi (berupa sistem limbik) yang mempengaruhi jalur sensoris nyeri, harus dijelaskan kepada pasien. Sebagai contoh, seseorang yang kepalanya dipukul saat sedang berpesta/bergembira akan kurang merasa nyeri jika ia dipukul saat sedang marah atau bekerja. Para dokter pun harus menyadari bahwa nyeri yang dialami pasien adalah nyata, bukan sebuah imajinasi. Pengobatan secara farmakoterapi seperti analgetika, secara umum tidak terlalu bermanfaat pada pasien dengan gangguan Nyeri. Bahkan penggunaan analgetik jangka panjang cenderung disalahgunakan. Begitupula dengan obatobatan Sedatif dan Antianxietas, biasanya disalahgunakan, atau digunakan bukan atas indikasi serta adanya kerugian lain dari efek samping obat. Antidepresan seperti Trisiklik dan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI), adalah obatobatan yang sangat efektif. Meskipun antidepresan dapat mengurangi nyeri

14

melalui mekanisme antidepresi, efek analgesik langsung dari obat ini masih bersifat kontroversial. Amfetamin merupakan analgetik kuat yang sangat berguna bagi pasien, terutama ketika digunakan obat tambahan pada terapi dengan SSRI, namun harus disertai monitoring yang ketat. F. GANGGUAN SOMATOFORM TIDAK TERDIFERENSIASI Merupakan kelompok gangguan dengan keluhan fisik berlangsung kurang dari 6 bulan yang tidak dapat dijelaskan dan gejala yang ada berada di bawah kriteria untuk diagnosis gangguan somatisasi. Kriteria diagnosis berdasarkan DSM-IV-TR : A. Satu atau lebih keluhan fisik (contoh : lelah, hilang nafsu makan, keluhan gastrointestinal atau urinarius) B. Terdapat salah satu dari di bawah ini : (1) setelah pemeriksaan yang tepat, setiap gejala pada poin B tidak dapat dijelaskan sepenuhnya berdasarkan kondisi medik umum atau akibat efek zat tertentu (contoh : penyalahgunaan obat, medikasi). (2) bila terdapat kondisi medik umum yang berhubungan, maka keluhan fisik atau hendaya sosial atau pekerjaan berlebihan dari yang diharapkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, atau hasil laboratorium. B. Gejala mengakibatkan distres klinis atau hendaya berat dalam sosial, pekerjaan, atau bidang lainnya. C. Durasi minimal 6 bulan. D. Gangguan tidak lebih baik dijelaskan dengan gangguan mental lainnya (seperti gangguan somatoform lainnya, disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan cemas, gangguan tidur, atau gangguan psikotik). E. Gejala bukan disengaja atau dibuat-buat. G. GANGGUAN SOMATOFORM YANG TIDAK DAPAT DITENTUKAN Merupakan kategori residual untuk pasien dengan gejala gangguan somatoform namun tidak memenuhi kriteria diagnostik yang spesifik untuk salah satu gangguan somatoform. 1. Pseudocyesis : keyakinan yang salah bahwa mengalami kehamilan yang berhubungan dengan tanda obyektif kehamilan, meliputi pembesaran abdomen (walaupun umbilikus tidak eversi), berkurangnya aliran darah menstruasi, amenore, perasaan subyektif adanya gerak janin, nual, pembesaran dan sekresi mammae, dan nyeri persalinan pada hari ynag diharapkan. Perubahan endokrin dapat terjadi, namun gejala yang ada tidak dapat dijelaskan dengan kondisi medik umum yang menyebabkan perubahan endokrin. 2. Gangguan melibatkan gejala hipokondriakal nonpsikotik dengan durasi kurnag dari 6 bulan. 3. Gangguan melibatkan keluhan fisik yang tidak dapat dijelaskan (contoh : kelelahan atau badan lemah) dengan durasi kurang dari 6 bulan yang tidak berhubungan dengan gangguan mental lainnya.

15

DAFTAR PUSTAKA 1. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadocks Synopsis of Psychiatry, Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th ed. Philadelphia; Lippincott Williams and Wilkins, 2007. 2. Maslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III, cetakan pertama. Jakarta; Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. 2001.

16

Anda mungkin juga menyukai