Anda di halaman 1dari 17

Working Paper Series No.

16

April 2008, First Draft

Kompensasi-Kinerja Bidan
Hubungan Kompensasi dengan Kinerja Bidan dalam Upaya Pencapaian Program KIA di Kota Tanjung Pinang

Ahmad Yani Laksono Trisnantoro Andreasta Meliala

Tidak untuk disitasi

Daftar Isi
Daftar Isi .............................................................................................. ii Abstract ............................................................................................... 3 Latar Belakang .................................................................................... 1 Metode ................................................................................................. 1 Hasil dan Pembahasan ......................................................................... 2 Hubungan Kompensasi dengan Kinerja Bidan Dalam Upaya Pencapaian Program KIA. ................................................................ 3 Hubungan Umur dengan Kinerja Bidan dalam Upaya Pencapaian Program KIA .................................................................................... 5 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kinerja Bidan dalam Upaya Pencapaian Progam KIA................................................................... 6 Hubungan Lama Bekerja dengan Kinerja Bidan dalam Upaya Pencapaian Program KIA ................................................................. 8 Hubungan Status Kepegawaian dengan Kinerja Bidan dalam Upaya Pencapaian Program KIA ................................................................. 9 Kesimpulan........................................................................................ 10 Saran .................................................................................................. 10 Daftar Pustaka ................................................................................... 11 Lampiran ........................................................................................... 13

ii

Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan

Abstract
The Relationship Compensation with Midwife Performance
A Case Study at Tanjung Pinang City
Ahmad Yani1, Laksono Trisnantoro1, Andreasta Meliala2
Background: Mother and child health in Indonesia is worse than that of other ASEAN countries. It is indicated with still high Mother Mortality Rate compared with Thailand (44), Vietnam (130), Malaysia (41) and Philippine (200). It indicated that mother and child health in Indonesia is serious problem and should get attention from government, in this case, Ministry of Health. Maternal Death Rate in Indonesia today is 307 and will be reduced to be 225 by 2015. Infan mortality rate and mother mortality rate were (50/1000 live births [Susenas, 2001], respectively). Meanwhile, life expectancy age was still low (66.2 years, in 1999). In Tanjungpinang in 2006, K1 coverage of 89% has no reached target of 95%, K4 coverage of 79.2% was still below target of 85%, health service delivery of 80.9% was below target of 85% and KN1 coverage of 79.3% was still lower than target of 85%. Research objective: To study performance of midwives in attempt to achieve mother and child program in Tanjungpinang, in association with compensation. Research method: It was analytic study using cross sectional approach with quantitative method and supported with qualitative method. Population was 51 midwives from Community Health Centre, sub health centre, and village clinics. Data measurement used questionnaire, FGD, and LB3 KIA sheet, and the data was processed using Spearman rank statistic test. Result: Most respondents 39, (76.50%) stated compensation they received was moderate, two respondents (3.90%) perceived low and 10 respondents (19.60%) perceived high. In addition, in regard of performance, 21 respondents (41.2%) was moderate, 12 respondent (23.60%) good and 18 respondent (35.20%) low. Result of data analysis using non parametric correlations coefficient Spearman's rank indicated value p = 0,260 > 0,05 and r = - 0,160. It meant compensation isnt related with performance of midwife in achieving mother and child program. Key word : Compensation and Performance

Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan

Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Untuk mewujudkan tujuan tersebut Departemen Kesehatan RI telah membuat visi Indonesia Sehat 2010, yang merupakan cerminan masyarakat yang ditandai masyarakat yang hidup dengan perilaku dan lingkungan yang sehat, serta memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata (1). Pemerintah Kota Tanjungpinang adalah bentuk pemerintah baru hasil pemekaran Kabupaten Kepulauan Riau (sekarang Bintan) berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Tanjungpinang, sedangkan Dinas Kesehatan terbentuk berdasarkan Keputusan Walikota Tanjungpinang Nomor 3 Tahun 2001 selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003, Pemerintah Kota Tanjungpinang mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2003 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan(2). Di Kota Tanjungpinang telah diberlakukan pemberian tunjangan kesejahteraan kepada setiap pegawai disamping gaji pokok yang diterima setiap bulannya dalam rangka upaya peningkatan kinerja pegawai (3), namun kenyataan cakupan kunjungan pertama ibu hamil (K1) pada tahun 2006 sebanyak 4.133 ibu atau 89% dari sasaran sebesar 4.645. Sedangkan jumlah kunjungan yang keempat kali ibu hamil (K4) sebanyak 3.680 ibu atau 79,2% dari sasaran, sasaran persalinan oleh tenaga kesehatan sebanyak 4.223 orang, sedangkan cakupan kegiatan 3.417 ibu bersalin atau 80,9%, berarti tidak memenuhi target sebesar 85%. Sasaran kunjungan bayi kurang dari 7 hari (Neonatus) adalah 4.432 bayi, sedangkan cakupan kegiatan sebanyak 3.514 bayi atau 79,3% dari target (1).

Metode
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik, dengan pendekatan cross sectional, yaitu pengukuran atau pengambilan data terhadap variabel yang diamati dilakukan satu kali dalam waktu yang bersamaan atau sekaligus (4). Dengan menggunakan metode kuantitatif untuk mengalisis variabel persepsi kompensasi dengan kinerja bidan, sedangkan metode kualitatif digunakan untuk memperkuat hasil penelitian kuantitatif dengan melakukan diskusi kelompok terarah. Rancangan ini dipilih karena akan mudah menggali
Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan

secara mendalam faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja bidan. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah bidan yang bertugas di puskesmas, puskesmas pembantu dan polindes di lingkungan Dinas Kesehatan Kota Tanjungpinang sebanyak 51 orang, sedangkan informan adalah Kepala Bidang Kesga dan KB Dinas Kesehatan Kota Tanjungpinang dan pimpinan puskesmas yang ada di Kota Tanjungpinang. Metode pengumpulan data dengan menyebarkan kuesioner dan lembar observasi laporan bulanan LB3-KIA, serta wawancara mendalam dan diskusi kelompok terarah (FGD) dengan menggunakan tape recorder. Analisis data untuk pengukuran kompensasi menggunakan kuesioner dan kinerja menggunakan lembar observasi laporan bulanan LB3-KIA dan lembar kegiatan penunjang.

Hasil dan Pembahasan


Kompensasi mempunyai peranan penting dalam upaya meningkatkan kinerja. Tanpa mengabaikan faktor-faktor yang lain, kompensasi adalah faktor yang paling dominan dalam menentukan kesejahteraan SDM. SDM yang sudah mapan adalah yang memiliki kehidupan yang layak. Pengharapan merupakan kekuatan keyakinan pada suatu perlakuan yang diikuti dengan hasil yang khusus. Hal ini menggambarkan bahwa keputusan pegawai yang memungkinkan mencapai suatu hasil dapat menurunkan hasil lainnya. Pengharapan merupakan suatu aksi yang berhubungan dengan hasil dari range 0 1, jika pegawai merasa tidak memungkinkan mendapatkan hasil maka harapannya adalah 0. Jika aksinya berhubungan dengan hasil maka harapannya 1. Harapan pegawai secara normal adalah antara 0 1 (5). Kinerja dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu pertama faktor individual yang terdiri dari kemampuan/keahlian, latar belakang dan demografi, kedua faktor psikologis terdiri dari attitude, personality, pembelajaran dan motivasi, serta ketiga faktor organisasi terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, penghargaan, struktur dan job desain (6). Dari 10 orang yang kompensasinya tinggi sebagian besar memiliki kinerja kurang sedangkan dari 2 orang yang kompensasinya rendah memiliki kinerja yang baik, hal ini dapat disimpulkan bahwa kompensasi tidak berpengaruh terhadap kinerja.

Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan

Hubungan Kompensasi dengan Kinerja Bidan Dalam Upaya Pencapaian Program KIA. Kompensasi mengandung arti tidak sekedar hanya dalam bentuk finansial saja seperti gaji, bonus, komisi, jasa pelayanan, tunjangan, uang pensiun dan pendidikan, tetapi juga bentuk bukan finansial seperti lingkungan kerja, kesempatan dan penghargaan serta status. Kompensasi merupakan sesuatu yang diterima karyawan sebagai penukar dari kontribusi jasa mereka pada perusahaan Jika dikelola dengan baik, kompensasi membantu organisasi untuk mencapai tujuan (9) . Hasil uji korelasi spearmen rank menunjukkan bahwa kompensasi tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan kinerja bidan dalam upaya pencapaian perogram KIA dimana nilai p = 0,260 > 0,05, dan nilai r = - 0,160, ini berarti bahwa pemberian kompensasi tidak selamanya meningkatkan kinerja karena masih ada faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kinerja. Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Kesehatan Keluarga dan KB mengatakan Walikota Tanjungpinang telah memberikan tunjangan kesejahteraan disamping gaji pokok yang diterima setiap bulan untuk peningkatan kinerja tetapi kinerja masih rendah. Hal ini dibuktikan dengan rendahnya angka cakupan sampai bulan Juni 2007 (K1 = 42,3%, K4 = 39,3%, Pn = 36,6% dan Kn1 sebesar 35,2%). Hal ini disebabkan sistem pemberian kompensasi yang keliru yaitu menggunakan sistem tingkatan kepangkatan seharusnya menggunakan sistem hasil (output). Upah insentif adalah tambahan balas jasa yang diberikan kepada karyawan tertentu yang prestasinya di atas prestasi standar. Upah insentif ini merupakan alat yang dipergunakan pendukung prinsip dalam pemberian kompensasi (11). Penelitian yang dilakukan oleh Institute of Medicine di Amerika Serikat pada tahun 2006 merekomendasikan bahwa sistem pembayaran gaji berbasis kinerja memberikan rangsangan untuk peningkatan kinerja dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit dan meningkatkan pendapatan para dokter sebesar 20% dari sebelumnya(12). Penelitian yang dilakukan Lindernauer tahun 2007 di rumah sakit pemerintah dan swasta Amerika Serikat menunjukan bahwa kompensasi berbasis kinerja dapat meningkatkan perubahan mutu pelayanan di rumah sakit berkisar antara 2,6% sampai 4,1% dalam waktu dua tahun sejak diberlakukan sistem kompensasi berbasis kinerja (12). Hasil wawancara dengan beberapa orang bidan mengatakan kompensasi yang mereka
Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan

terima cukup memadai, tetapi kinerja mereka masih rendah. Hal ini disebabkan ibu hamil sering mendatangi dukun dengan alasan biaya lebih murah jika dibanding dengan biaya bidan yang berkisar Rp.600.000,- sekali melahirkan dan Rp.25.000,- biaya pemeriksaan kehamilan. Disamping masalah biaya faktor ketidaktahuan mereka tentang pentingnya memeriksakan kehamilan kepada bidan agar mengetahui resiko sejak dini sehingga bisa diantisipasi sebelumnya. Tidak adanya penghargaan dan sangsi yang jelas terhadap kinerja, membuat bidan tidak termotivasi untuk meningkatan kinerja. Seorang bidan mengatakan belum ada sistem reward yang jelas bagi bidan jika mengerjakan sesuatu. Reward dapat mengubah perilaku seseorang dan memicu peningkatkan kinerja (10). Ternyata reward dan punishmen sangat besar pengaruhnya terhadap peningkatan kinerja, karena selama ini bidan menganggap pekerjaan mereka tidak ada yang memperhatikan kecuali hanya menuntut pencatatan dan pelaporan dikirim tepat waktu dan akurat. Dari sisi pelaporan juga tidak pernah ada umpan balik kepada bidan dan pimpinan puskesmas, ini merupakan salah satu kelemahan pihak Dinas Kesehatan dalam memacu semangat bidan untuk mencapai target yang telah ditetapkan. Bidan di Puksemas Pembantu Potong Lembu mengatakan pada sukusuku tertentu, mereka cenderung melahirkan kepada dokter spesialis kebidanan dan kandungan, walaupun memeriksakan kehamilannya kepada bidan, manusia adalah makhluk sosial yang berkeinginan. Ia selalu menginginkan lebih baik. Keinginan terus menerus dan hanya akan berhenti bila akhir hayatnya tiba (11). Ketidakmampuan bidan menyediakan pelayanan yang lebih baik membuat ibu hamil mencari pelayanan yang lebih baik dan aman, hal ini disebabkan keterbatasan yang dimiliki oleh seorang bidan misalnya keahlian belum memadai, peralatan dan sarana prasarana lain yang mendukung terlaksananya suatu pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar opersaional prosedur yang dimiliki sangat minim sekali. Berbeda dengan penelitian Robinson dan Larsen (1990) terhadap para pegawai penyuluh kesehatan pedesaan di Columbia menunjukkan bahwa pemberian imbalan mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap kinerja pegawai dibanding pada kelompok pegawai yang tidak diberi.

Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan

Hubungan Umur dengan Kinerja Bidan dalam Upaya Pencapaian Program KIA Keberhasilan pencapaian pogram KIA juga ditentukan faktor umur, bahwa semakin bertambah umur seseorang (sampai batas umur tertentu yang tidak dapat ditetapkan karena sifat individu) variasi kegiatan, perasaan, kebutuhan, hubungan sosialnya dan lain-lain semakin bertambah (7). Hasil uji statistik spearmen rank didapatkan nilai p = 0,000 < 0,05 dan nilai r = 0,665, ini menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan kinerja bidan dalam upaya pencapaian program KIA. Umur berhubungan dengan kinerja bidan, sebagian masyarakat menganggap faktor usia merupakan daya tarik tersendiri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan karena kebanyakan ibu-ibu hamil adalah usia muda sehinga merasa mendapatan kenyamanan secara psikis jika berinteraksi dengan bidan yang usianya yang lebih tua. Hasil wawancara dengan pimpinan puskesmas mengatakan masyarakat merasakan kenyamanan bila mendapatkan pelayanan dengan bidan senior jika dibanding dengan bidan yang masih muda, karena bidan yang usianya lebih tua, emosinya stabil dan lebih sabar dalam memberikan pelayanan. Hal ini dibuktikan hasil penelitian menunjukan umur > 40 tahun kinerja baik sebesar 50%. Disamping umur yang mempengaruhi kinerja, lingkungan kerja juga mempengaruhi kinerja sebagaimana diungkapkan salah seorang bidan bahwa lingkungan kerja yang kondusif dapat meningkatkan motivasi kerja, dorongan teman sejawat dan diskusi dapat memberikan solusi dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi di lapangan. Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam mencapai prestasi kerja. Faktor lingkungan dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja yang menantang, pola komunikasi yang efektif, hubungan kerja yang harmonis, iklim kerja respek dan dinamis serta peluang berkarier dan fasilitas kerja yang relatif memadai (5). Ketidakmampuan bidan muda memberikan daya tarik kepada ibu hamil disebabkan oleh karena orang tua ibu hamil yang memberikan rekomendasi kepada bidan langganannya, disamping berpengalaman juga sudah merasa familiar. Untuk memberikan dorongan kepada ibu hamil supaya memeriksakan kehamilan minimal 4 kali selama kehamilan diperlukan teknik dan strategi yang tepat, sehingga seorang bidan dituntut untuk mempelajari trik-trik tersebut, bagaimana caranya
Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan

melakukan pendekatan kepada ibu hamil dengan umur sebaya, bagi bidan muda yang baru bertugas hendaknya aktif dalam kegiatan kemasyarakatan sehingga dapat menyatu dengan masyarakat yang akhirnya masyarakat menganggap bidan adalah bagian dari masyarakat. Hasil wawancara dengan bidan yang bertugas di Polindes Dompak mengatakan bahwa masyarakat belum menghargai sepenuhnya kehadirannya, karena masih bergantung dengan dukun. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Riyadi (2007) di Sumenep Madura menyebutkan ada hubungan yang signifikan antara umur perawat dengan kinerja dalam memberikan pelayanan kesehatan sebesar p=0.006, semakin tua usia perawat semakin tinggi kinerja (7). Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kinerja Bidan dalam Upaya Pencapaian Progam KIA Tingkat pendidikan hanya menentukan status sosial di lingkungan masyarakat, semakin tinggi pendidikan seseorang semakin dihormati dan dihargai oleh lingkungan masyarakat. Tidak demikian dengan tingkat pendidikan bidan akan menjamin peningkatan kinerja bidan. Hal ini tergantung dari individu yang bersangkutan bagaimana seorang bidan bisa berinteraksi dengan lingungan masyarakat. Hasil uji statistik spearmen rank di dapatkan nilai p = 0,000 < 0,05 dan nilai r = - 0,539, ini menunjukan bahwa terdapat hubungan bermakna antara tingkatan pendidikan dengan kinerja bidan, namun berhubungan negatif artinya semakin tinggi tingkat pendidikan bidan semakin rendah kinerja begitu pula sebalik semakin rendah tingkat pendidikan bidan semakin tinggi kinerja. Pada saat ini bidan yang memiliki pendidikan D3 rata-rata usia masih muda, sebagaimana hasil penelitian menunjukan semakin tua usia bidan semakin tinggi kinerja. Hasil wawancara dengan bidan yang bertugas di Polindes Tanjung Siambang mengatakan bahwa ibu hamil bukan melihat tingkat pendidikan tetapi lebih memperhatikan pengalaman, hal ini dibuktikan dari data yang diperoleh hasil cakupannya sebesar 28,67 %. Hal ini dibenarkan oleh Pimpinan Puskesmas Sei Jang mengatakan masyarakat sering mengeluh minta digantikan dengan bidan yang lebih senior karena mereka belum yakin sepenuhnya dengan kemampuan bidan muda dalam memberikan pelayanan, daripada ragu-ragu meraka lebih percaya kepada dukun.

Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan

Melihat kenyataan diatas, diharapkan kepada bidan muda lebih dapat meyakinkan masyarakat bahwa mereka juga mempunyai kemampuan yang sama atau standar dengan bidan senior dalam memberikan pelayanan terutama pelayanan kesehatan ibu dan anak. Hasil wawancara dengan beberapa orang responden mengatakan tingkat pendidikan mereka belum memadai untuk menunjang kinerja, dan mengusulkan supaya diberikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, tetapi dari hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap kinerja. Hal ini dibuktikan bahwa tingkat pendidikan bidan (SLTA) dengan hasil cakupannya sebesar 100% lebih tinggi dibanding dengan bidan yang berpendidikan D3 sebesar 9,52%. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan yang ditempuh di sekolah atau bangku kuliah, tetapi ilmu yang di dapat dibangku kuliah belum dapat menjamin seseorang akan sukses di masyarakat, banyak faktor-faktor yang berpengaruh, kebehasilan hidup seseorang ditentukan pendidikan hanya 15% sedangkan 85% ditentukan oleh sikap mental (5). Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Amriyati (2003) yang mengatakan bahwa semakin tinggi pendidikan perawat semakin rendah kinerjanya dengan koefisien korelasi r = -0,2186 dan nilai p = 0,026. Hal ini disebabkan karena bidan yang memiliki tingkat pendidikan tinggi rata-rata usianya masih muda dan belum memiliki pengalaman yang cukup khususnya berinteraksi dengan masyarakat (7) . Hal ini sejalan dengan penelitian Muchzal (2004) di RSUD Sleman menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan kinerja perawat dimana diapat hasil p = 0.543 > 0,05 dan r = 0,090 (13). Untuk meningkatkan kinerja bidan yang masih berpendidikan D1 sebaiknya diberikan kesempatan mengikuti pelatihan teknis daripada mengikuti pendidikan formal yang belum tentu dapat menjamin peningkatan kinerja. Sebagaimana hasil penelitian Goleman (2000) menyimpulkan bahwa pencapaian kinerja ditentukan hanya 20% dari IQ, sedangkan 80% lagi ditentukan oleh kecerdasan emosi (EQ) (5).

Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan

Hubungan Lama Bekerja dengan Kinerja Bidan dalam Upaya Pencapaian Program KIA Pengalamam adalah guru yang paling baik mengajarkan kita tentang apa yang telah kita lakukan, baik itu pengalaman baik maupun buruk, sehingga kita dapat memetik hasil dari pengalaman tersebut. Semakin lama bekerja semakin banyak pengalaman dan semakin banyak kasus yang ditangani akan membuat seorang bidan akan mahir dan terampilan dalam penyelesaikan pekerjaan. Hasil uji statistik spearmen rank didapatkan nilai p = 0.000 < 0,05 dan nilai r = 0,683. Hal ini menunjukan bahwa terdapat hubungan bermakna lama kerja dengan kinerja bidan dalam upaya pencapaian program KIA. Lama bekerja erat kaitannya dengan umur seseorang, sebagaimana hasil penelitian menunjukan umur berpengaruh terhadap kinerja. Hasil wawancara dengan pimpinan Puskesmas Sei Jang dan Batu 10 mengatakan bahwa kepercayaan masyarakat lebih cendrung kepada bidan yang telah lama bekerja, mereka menganggap sudah memiliki pengalaman, masa kerja mempunyai daya tarik sendiri bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan. Hal ini dibuktikan hasil penelitian menunjukan kinerja baik adalah mereka yang bekerja diatas 20 tahun sebesar 33,3% dibandingan mereka yang memiliki masa kerja dibawah 20 tahun sebesar 8,3%. Keberhasilan bidan dalam meningkatkan kinerjanya bukan sematamata terletak pada masa kerja tetapi lebih dari itu yaitu harus bisa menempatkan diri di tengah-tengah masyarakat dan pandai bergaul, sehingga bidan masuk dalam keluarga besar masyarakat dan masyarakat merasa membutuhkan bidan walaupun masa kerjanya masih baru, hasil wawancara dengan bidan Puskesmas Tanjungpinang mengatakan walapun ia mempunyai masa kerja sudah 33 tahun, tetapi ia masih tetap bersemangat menjalankan tugas dan bekerja secara profesional sesuai profesi seorang bidan. Tugas yang dilaksanakan oleh seseorang memberi kesempatan kepada mereka untuk belajar, selama mereka merefleksikan apa yang telah mereka lakukan dan bagaimana mereka melakukannya serta mengambil kesimpulan mengenai bagaimana seharusnya perilaku mereka di masa depan (14). Masa kerja adalah rentang waktu yang telah ditempuh oleh seorang bidan dalam melaksanakan tugasnya, selama waktu itulah banyak pengalamam dan pelajaran yang dijumpai sehingga sudah mengerti apa keinginan dan harapan ibu hamil kepada seorang bidan. Hasil wawancara dengan bidan Puskesmas Batu 10 mengatakan bahwa
8 Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan

harapkan seorang ibu hamil adalah keramahan dan kesabaran bidan yang mereka butuhkan dalam memberikan pelayanan. Kematangan emosi seorang bidan sangat berperan dalam memberikan pelayanan, karena ibu hamil akan merasa nyaman dan diayomi. Upaya meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan bidan dapat dilaksanakan melalui pelatihan, lokakarya, seminar dan workshop atau program magang ke sarana pelayanan yang lebih lengkap. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Muchzal (2004) di RSUD Sleman mengatakan masa kerja dengan kinerja tidak terdapat hubungan yang bermakna dengan keeratan hubungan ditunjukan p = 0,355 (>0,05) dan r = 0,137 (14). Begitu juga hasil penelitian Hayadi (2006) di Kabupaten Bengkulu Selatan menyatakan faktor dominan yang berhubungan dengan kinerja bidan dalam pelayanan kesehatan adalah pengetahuan. Karena pengetahuan didapat dari pengalaman dan sangat erat hubungannya dengan lama bekerja (8). Hubungan Status Kepegawaian dengan Kinerja Bidan dalam Upaya Pencapaian Program KIA Status kepegawaian seseorang akan berpengaruh terhadap kinerja karena dengan status yang jelas seorang pegawai akan merasa tenang dengan masa depannya sekaligus sebagai prestise di lingkungan kerja. Kinerja banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis. Semakin tinggi kedudukan dan jabatan seseorang, dia akan merasa senang melakukan sesuatu pekerjaan. menurut teori ini puas atau tidaknya seseorang adalah dengan cara membanding dirinya dengan orang lain, jika sebanding maka pegawai tersebut akan merasa puas begitu juga sebaliknya (9). Hasil uji statistik spearmen rank diperoleh nilai p = 0,018 < 0,05 dan nilai r = 0,330, ini menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara status kepegawaian dengan kinerja bidan dalam upaya pencapaian program KIA. Hasil wawancara dengan seorang bidan PTT mengatakan sudah bekerja selama enam tahun dengan status kepegawaian sebagai pegawai tidak tetap, ini dapat menghambat kinerjanya. Hal ini dibuktikan hasil penelitian menunjukan kinerja bidan PTT cukup sebesar 9,5%. Orang mau bekerja karena keinginan akan pengakuan, penghormatan, dan status sosial, merupakan jenis terkahir dari kebutuhan yang mendorong orang untuk bekerja. Dengan demikian setiap pekerjaan mempunya motif keinginan (want) dan kebutuhan (need) tertentu (11).
Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan

Status kepegawaian sebagai PTT, CPNS dan PNS adalah suatu proses kepegawaian seseorang yang ditetapkan oleh pemerintah, namun di kalangan pegawai sendiri hal ini menjadi suatu diskriminasi di lingkungan instansi dan menganggap PTT dan CPNS lebih rendah statusya jika dibanding dengan PNS, tetapi hal ini dapat berpengaruh terhadap kinerja bidan. Menurut pengamatan Kepala Bidang Kesga KB status kepegawaian seseorang dapat berpengaruhi terhadap kinerjanya, hal ini dibuktikan dari pelaporan yang dikirim salah seorang bidan PTT cakupan pertolongn persalinan sebesar 0,28% jika dibanding bidan PNS bisa mencapai 4,40%. Tetapi status kepegawaian bukanlah hal multak menjamin kinerja bidan akan lebih baik sebagaimana hasil wawancara dengan bidan Puskesmas Kampung Bugis mengatakan walaupun sebagai PNS tetapi karena bertugas di daerah pinggiran membuatnya kurang percaya diri menghadapi pekerjaan, karena keterbatasan yang dimiliki baik pengalaman, kemampuan teknis serta sarana dan prasarana. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan Riyadi di RSUD Dr. MOH Anwar Sumenep Madura menunjukan tidak ada hubungan antara status kepegawaian dengan kinerja perawat dengan nilai koefisien korelasi r = 0,026 dan nilai p = 0,393 (7).

Kesimpulan
Kompensasi tidak mempengaruhi kinerja bidan dalam upaya pencapaian program KIA di Kota Tanjungpinang. Sistem pemberian kompensasi berdasakan tingkatan kepangkatan tidak meningkatkan kinerja bidan. Umur sangat berpengaruh terhadap kinerja. Semakin tua usia bidan, semakin bertambah pengalaman sehingga dapat meningkatkan kinerja bidan dalam upaya pencapaian program KIA di Kota Tanjungpinang. Tingkat pendidikan yang tinggi tidak secara linier dapat meningkatkan kinerja karena harus di dukung dengan pengalaman serta kemampuan berinteraksi.

Saran
Perlu dirubah sistem pemberian kompensasi dari sistem tingkatan kepangkatan kepada sistem hasil (output) dengan memperhatikan pencatatan dan pelaporan yang baik, dan lebih mengarah kepada kompensasi berbasis kinerja sehingga dapat meningkatkan kinerja.

10

Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan

Dinas Kesehatan melakukan pembinaan secara berkala dan memberikan pembekalan kepada bidan sebelum ditugaskan di puskesmas. Dinas Kesehatan memberlakukan sistem reward dan punishment bagi bidan sebagai motivasi. Perlu penelitian lebih lanjut tentang kompensasi dengan kinerja dengan metodelogi yang berbeda.

Daftar Pustaka
1. Dinkes Kota Tanjungpinang (2007), Laporan Tahunan 2006, Tanjungpinang 2. Depdagri RI (2001), Undang-undang Nomor 5 tahun 2001 tentang Pembentukan kota Tanjungpinang, Jakarta, 2001 3. Walikota Tanjungpinang (2006), Keputusan Walikota Tanjungpinang Nomor 8 Tahun 2006 tentang bantuan kesejahteraan pegawai di lingkungan Kota Tanjungpinang, Tanjungpinang 4. Sarwono J, (2006), Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Yogyakarta, Graha Ilmu 5. Mangkunegara (2006), Evaluasi kinerja SDM, Bandung, PT. Refika Aditama. 6. Simamora, H (2006), Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi III, Yogyakarta, STIE YKPN 7. Riyadi, S (2007), Hubungan Motivasi kerja dan Karakristik Individu dengan Kinerja perawat di RSUD Dr. H. Moh. Anwar Sumenep Madura, Thesis PSIK FK UGM Yogyakarta 8. Hayadi F, (2006), Faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Bidan Puskesmas dalam pelayanan antenatal di Kabupaten Bengkulu Selatan, Thesis PSIK FK UGM Yogyakarta 9. Mangkuprawira (2004), Manajemen sumber daya manusia strategik, Jakarta, Ghalia Indonesia 10. Mahsun, M, (2006), Pengukuran Kinerja Sektor Publik, Yogyakarta, BPFE Yogyakarta.

Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan

11. Hasibuan M, (2007), Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi revisi, Jakarta, Bumi Aksara. 12. Lindernauer at al, 2007, Public reporting and Pay for Performance in Hospital Quality Improvement : The New England Journal of Medicine tersedia pada htt://content.nejm.org/cgi/content/full/356/5/486 di akses tanggal 12 pebruari 2008. 13. Muchzal, S (2004), Hubungan Kepuasan Kompensasi Moneter Langsung non Gaji dengan Kinerja Perawat di RSUD Sleman, Tesis PSIK FK UGM Yogyakarta 14. Darma, S (2005), Manajemen Kinerja, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

12

Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan

Lampiran
Tabel 1. Tabulasi Silang Kompensasi Berdasarkan Kinerja
Persepsi Kompensasi Rendah Sedang Tinggi Jumlah Baik n % 2 100 9 23,1 1 10,0 12 23,5 Kinerja Cukup Kurang n % n % 0 0 0 0 17 43,1 13 33,3 4 40,0 5 50,0 21 41,2 18 35,3 Jumlah n % 2 100 39 100 10 100 51 100

Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan

Anda mungkin juga menyukai