Anda di halaman 1dari 9

KISAH KEIMANAN SEJATI KELUARGA KEKASIH ALLAH SWT TADABBUR QS.

AS-SHAFFAT : 99 - 111
OLEH : ADE HANAPI ABU RAUDHA, S. PD.I

TARBIYAT AL QURAN AL ISLAMI (TARQI) Seri Qashashul Anbiya

KISAH KEIMANAN SEJATI KELUARGA KEKASIH ALLAH SWT TADABBUR QS. AS-SHAFFAT : 99 - 111 Oleh : Ade Hanapi Abu Raudha, S. Pd.I


Dan Ibrahim berkata:"Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Wahai Hai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ). Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya Ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu)"Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim". Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman. TADABBUR & PELAJARAN PENTING !
1. AYAT YANG MEMBANGKITKAN KENANGAN SEBUAH KELUARGA IDEAL. Inilah kisah sebuah keluarga yang ideal, keluarga yang dibangun atas kecintaan kepada Allah, kerelaan, ketenangan dan ketentraman sebagai buah dari kesempurnaan dalam ber-aqidah pada agama yang hak yakni keluarga Khalilullah (Kekasih Allah Swt.) Ibrahim Alaihissalam, sang Nabi. Nabi Ibrahim, yang merupakan Bapak para Anbiya, Imam Para Muttaqin yang telah mencapai kesempurnaan dalam ber-Tauhid setelah melaluinya dengan pencarian dan perenungan alam semesta. Inilah kisah tentang kenangan sebuah keluarga yang tidak pernah memperdulikan segala keberatan apapun dalam menjalankan perintah Allah. Kenangan seorang anak yang menyerahkan dirinya menjadi qurban untuk Allah Swt. Kenangan seorang ibu yang yakin sepenuhnya akan perlindungan Allah; seorang istri yang taat kepada suaminya atas dasar kecintaan kepada Allah, kenangan orang-orang yang tawakal memasrahkan diri atas segala ketetapan dan kepastian-Nya demi semata-mata mendapatkan ridha dan cinta-Nya, itulah mereka yakni keluarga orang-orang yang beriman dengan keimanan sejati, Allah Swt., berfirman :


Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal). (QS Al Baqarah : 165) 2. BERGERAK DALAM RANGKA MENYAMBUT PETUNJUK ALLAH SWT. Ibrahim pun pergi, meninggalkan keluarga dan kaumnya yang sudah tidak dapat diharapkan lagi kebaikan, keimanan dan keinginan mereka untuk menerima dakwah yang nampak jelas setelah
2 Graha Tarqi Center (GTC) Jl. Pahlawan No. 64 Bandung. Telp. 022-7210044. Faks. 022-7213322

TARBIYAT AL QURAN AL ISLAMI (TARQI) Seri Qashashul Anbiya

perlakuan mereka membakar Nabi Ibrahim hidup-hidup, namun atas izin Allah api membara yang melalap Ibrahim itu menjadi dingin dan memberikan keselamatan kepada Ibrahim sebagaimana dalam firman-Nya: Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim",(QS. Al Anbiya: 69)

Ibrahim telah bergerak dengan penuh kemantapan, tapi ia bergerak menuju Allah, pergi meninggalkan segala keburukan yang dihadapinya, membuka lembaran baru, memasuki episode baru sambil menyerahkan diri secara total kepada Allah swt agar Dia berkenan memberikan bimbingan dan petunjuk atas setiap persoalan yang dihadapi demi tercapainya kemaslahatan dakwah dan agama. 3. KEHADIRAN ANAK ADALAH DAMBAAN DAN KEBAHAGIAAN HIDUP KELUARGA Kemudian dia berdoa, mendambakan kehadiran keturunan setelah dengan berat hati meninggalkan keluarga, kerabat dan kaumnya yang melanjutkan pembangkangannya kepada Allah swt, seakan dambaan seorang anak ini adalah harapan besar yang menjadi pelipur lara atas derita batin yang selama ini di alami, pengganti kerabat dan keluarga yang ditinggalkan dan lebih utama lagi adalah mengharapkan anak dan keturunan yang dapat melanjutkan amanah mulia membawa beban risalah dakwah dan agama menuju hamba yang tunduk dan patuh kepada Allah swt. Bagi Ibrahim bagian yang terakhir inilah yang terpenting, tercermin dalam kalimat doanya agar dianugerahkan anak serta keturunan yang termasuk hamba-hamba Allah yang shalih. Harapan pun dipanjatkan kepada Allah swt di penghujung usianya yang telah memasuki tahun ke-86. DOA YANG SARAT DENGAN KEYAKINAN YANG KOKOH DEMI KEMASLAHATAN DAKWAH & AGAMA Doa yang dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim --untuk diberikan anak atau keturunan-- merupakan permohonan yang wajar dan pasti dilakukan oleh orang tua mana pun, apalagi jika usia sudah semakin senja, pasti mendambakan kehadiran pelengkap kebahagiaan keluarga, Sang Nabi pun berdoa dengan penuh keyakinan akan kesempurnaan Dzat Allah swt yang berkuasa atas segalanya dan berkuasa pula untuk mengadakan segalanya, kendati pun banyak orang yang menghentikan permohonannya ketika pengalaman hidup membuktikan bahwa pada usia yang demikian lanjut sudah tidak mungkin mampu memiliki keturunan lagi, namun Ibrahim yakin, di hadapan Allah swt tidak ada yang tidak mungkin. Lalu, untuk apakah Ibrahim memohon dikaruniai keturunan? Untuk pelengkap kebahagiaan hidupkah? Tidak, melainkan dia menginginkan keturunan yang dapat mendukungnya dalam menyebarkan panji mulia, ya! Itulah dalam dakwah dan ketaatan kepada Sang Pencipta. Doa pun dipanjatkan! Allah pun mendengar dan mengabulkan, karena kasih sayang-Nya kepada sang kekasih, hamba yang sabar lagi taat. ALLAH SENANTIASA MENYAMBUT DAN MENGABULKAN DOA DARI PARA KEKASIH-NYA. Keyakinan dan harapan Ibrahim dalam doanya mendapat sambutan yang luar biasa dari Sang Maha Pencipta. Ia akan dianugerahi seorang anak lelaki saat ituyang akan tumbuh dewasa dengan memiliki sifat kemuliaan yang luar biasa, yakni seorang yang haliim, lembut, sopan, santun dan sangat penyabar, dia lah Ismail as. Sungguh, anugerah yang diberikan pada usianya yang semakin senja ini, sangatlah menggembirakan dan membahagiakan hati, menghapuskan kesedihan dan penderitaan yang pernah di alami yakni pembangkangan kaumnya yang telah membakar Ibrahim hidup-hidup. Atas kesabaran dan keteguhan hatinya membawa amanah risalah ini, Allah swt memberikan balasan di dunia dengan dianugerahkan keturunan sebagaimana yang didambakan.
HIDUP ADALAH IBADAH; MELAKSANAKAN PERINTAH, KETUNDUKAN & KETAATAN KEPADA ALLAH SWT.

4.

5.

6.

Kisah ini menegaskan tentang hakikat dari kehidupan sebagai amanat dari Allah untuk melaksanakan ibadah kepada-Nya. Hidup bukanlah untuk bersenang-senang menikmati segala kecenderungan manusia terhadap nafsu, wanita, anak-anak, harta, binatang ternak, sawah dan kebun kendatipun kecenderungan tersebut merupakan sesuatu yang wajar sebagaimana difirmankan oleh-Nya dalam QS Ali Imran: 14:


Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). Namun semua itu hanyalah sebagai ujian agar setiap orang yang beriman mampu memahami hakikatnya sehingga dapat mengantarkan pada kedudukan mulia di sisi Allah swt, karena disisi-Nyalah tempat kembali yang terbaik dengan menjadikan semua itu sebagai sarana untuk beribadah kepadaNya. Bagi orang mukmin sejati tidak ada jalan lain yang dapat mengantarkan pada keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat selain mengikuti dan melaksanakan perintah Allah swt.:
3 Graha Tarqi Center (GTC) Jl. Pahlawan No. 64 Bandung. Telp. 022-7210044. Faks. 022-7213322

TARBIYAT AL QURAN AL ISLAMI (TARQI) Seri Qashashul Anbiya


Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya Maka sungguhlah dia Telah sesat, dengan kesesatan yang nyata. (QS Al Ahzab : 36) Itulah semangat keimanan yang dipancarkan dalam kisah ini. Ibrahim berdoa menginginkan dianugerahkan keturunan setelah sekian lama penantian bukanlah karena ingin melengkapi kebahagian dalam kehidupan sebuah keluarga tapi ia menginginkan keturunan yang shaleh yang melanjutkan cita-citanya sebagai Da'i menuju Allah swt. 7. KISAH INI MENGINGATKAN AKAN KEBAHAGIAN HIDUP YANG SEBENARNYA Setelah Allah mendengar dan mengabulkan permohonan Ibrahim, sang anak pun terlahir, dia lah yang diberi nama Ismail. Nyatalah kebahagian mereka sebagai sebuah keluarga yang lengkap, namun Allah mengingatkan bahwa hal tersebut bukanlah puncak kebahagiaan, dan bukan pula akhir dari suatu tujuan. Melainkan kebahagiaan hidup hanyalah tercermin dalam ketaatan kepada Allah tanpa ada keraguan sedikitpun. Kenyataannya Allah memerintahkan Ibrahim untuk meninggalkan sang istri dan bayi Ismail di tengah bebatuan dengan tanah yang gersang setelah melewati lautan padang pasir, tidak ada seorang pun manusia yang hidup di sana kecuali dua hamba Allah itu, sang Ibu yang taat kepada Allah dan suaminya serta anak bayi yang sejak dahulu didambakan kelahirannya. Ibrahim pun pergi kembali memenuhi perintah Allah tanpa banyak berfikir melainkan keyakinan yang semakin mantap untuk meraih janji Allah yang terus-menerus mendapatkan dukungan dari keluarga, terutama sang istri tercinta. Mereka yakin dibalik semua peristiwa ini akan ada hikmah Allah yang sangat besar. Episode ini diabadikan dalam QS. Ibrahim : 37 yang berbunyi:


Ya Tuhan kami, Sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur.(QS. Ibrahim:37) Tatkala Ibrahim kembali dari perjalanannya setelah beberapa tahun kemudian, ia pun segera ingin melepaskan kerinduan yang sudah sangat memuncak, terutama bertemu dengan sang anak yang dulu memang didambakan kelahirannya. Namun Allah sekali lagi mengingatkan kepadanya dan kepada kita bahwa itu bukanlah tujuan melainkan terpancarnya ketaatan tanpa keraguan, ketundukan tanpa kebimbangan terhadap perintah Allah. Ibrahim pun dihadapkan pada kenyataan mimpinya yang benar, sebagai wahyu dari Allah yang mengisyaratkan untuk mengorbankan anaknya dengan cara disembelih sebagaimana layaknya menyembelih binatang. Dan Ibrahim menghadapi kenyataan ini dengan penuh ketenangan bukan dengan kepanikan, itulah seorang yang menyadari akan hakikat keimanan sejati. 8. PENTINGNYA PERJUANGAN DAN PENGORBANAN DALAM MELAKSANAKAN IBADAH. Tatkala Ibrahim pertama kali bermimpi untuk menyembelih anaknya, Ismail, emosi kemanusiaan menyangkal, jangan-jangan ini adalah rayuan syetan. Namun ketika mimpi terus berulang, sampailah pada suatu keyakinan bahwa ini merupakan perintah Allah Swt, yang sesulit dan sepahit apapun harus ditunaikan demi melaksanakan ketaatan yang sempurna kepada-Nya. Kisah ini kiranya hendak memberikan gambaran kepada kita bahwa kecintaan kepada Allah adalah yang utama. Harta, pangkat, jabatan dan kedudukan bahkan anak yang dicintai sekalipun tidaklah berguna jika dihadapkan dengan hak Allah yaitu pelaksanaan perintah-perintah-Nya dalam rangka ubudiyah kepada-Nya, Sebab dialah Allahu Akbar, yang Maha Besar, Al-maaliku wal malik, yang Maha Memiliki dan maha Menguasai, Al-Ghoniyyu wal Hamiid, yang Maha Kaya tidak membutuhkan dan maha Terpuji, yang Maha Segalanya dan Sempurna hendak memberikan kasih sayang kepada hambahamba-Nya yang rela berkorban memenuhi perintah-Nya demi kemaslahatan mereka sendiri. Bahkan demi tercapainya sikap keimanan yang seperti ini, Allah swt dengan sifat kasih-sayang-Nya memperingatkan manusia akan ancaman jika sikap ini tidak tercapai pada diri seorang hamba sebagaimana dalam QS. At-Taubah : 24:


Katakanlah: "Jika bapak-bapak , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang
4 Graha Tarqi Center (GTC) Jl. Pahlawan No. 64 Bandung. Telp. 022-7210044. Faks. 022-7213322

TARBIYAT AL QURAN AL ISLAMI (TARQI) Seri Qashashul Anbiya

kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan-NYA". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.(QS.At-Taubah : 24) Segala perasaan yang berkecamuk dalam dada karena beratnya untuk memenuhi tuntutan pengorbanan dalam ibadah adalah hal yang wajar, namun jika semua itu ditundukkan semata-mata untuk mencapai kesempurnaan ibadah kepada Allah swt maka akan menjadi nilai tambah pahala yang luar biasa, Rasulullah saw., pun pernah bersedih karena ditinggalkan oleh sang anak yang dicintainya bernama Ibrahim, dan beliau pun bersabda :

Sesungguhnya mata itu menangis dan hati itu bersedih, tapi kami tidak berkata kecuali apa yang diridhai Allah, walaupun kami sangat sedih atas kematianmu wahai anakku Ibrahim (HR Muslim, Ibnu Majah dan Ahmad) Maka sudah selayaknya, sebagai hamba-hamba Allah yang tercipta dengan satu tujuan yaitu ibadah kepada-Nya, mengorbankan jiwa dan harta dalam memenuhi perintah Allah semata-mata untuk kemaslahatannya di akhirat kelak, karena setiap pengorbanan tersebut, sungguh tidak akan pernah sebanding dengan janji-Nya yang akan didapatkan oleh orang-orang yang sukses di hadapan-Nya kelak, Allah swt., berfirman :


Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin jiwa dan harta mereka bahwasanya bagi mereka adalah surga. (QS At-Taubah : 111) 9. PENTINGNYA RESPONSIBILITAS & SPONTANITAS DALAM MELAKSANAKAN PERINTAH. Ibadah adalah totalitas dalam ketundukan, kepatuhan dan ketaatan untuk melaksanakan perintahperintah Allah tanpa mempertanyakan kemanfaatan, imbalan bahkan yang ada hanyalah kepasrahan secara total kepada yang Memerintahkan, karena sikap yang seperti inilah yang diharapkan dari hamba-hamba yang memiliki keimanan, sebab sikap yang demikian adalah satu-satu cara untuk memperoleh keuntungan di akhirat kelak, Allah berfirman :


Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin hanyalah, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya, agar rasul mengadili di antara mereka, ialah ucapan, kami mendengar dan kami patuh. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. An-Nuur : 51) Spontanitas seorang mukmin dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah tatkala diperintahkan merupakan bukti dari kualitas keimanan itu sendiri. Inilah yang diajarkan oleh sang Kekasih Allah, Ibrahim as, ia melaksanakan perintah ini dengan respon yang cepat dan spontanitas yang luar biasa dengan mengabaikan segala perasaan, emosi, nafsu dan keinginan lainnya kecuali semua ditundukkan hanya semata-mata kepasrahan atas perintah Allah swt. Sekali lagi, dia menghadapinya dengan penuh ketenangan dan kerelaan yang tercermin dalam dialognya dengan sang anak seolah itu merupakan perkara yang biasa. 10. PENTINGNYA MEMAHAMI HAKIKAT BERIBADAH DALAM PENCAPAIAN TUJUAN YANG HAKIKI. Ayat ini mengajarkan tentang pentingnya memahami hakikat ibadah kepada Allah swt yakni keikhlasan. Ibrahim menceritakan peristiwa dalam mimpi kepada puteranya dengan ungkapan ... Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi, aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu, ungkapan ini disampaikan kepada Ismail, agar perintah Allah ini dapat dipahami sehingga memudahkan pelaksanaan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab yang semata-mata dipersembahkan hanya kepada Allah Swt., sebagai Sang Pemberi Perintah. Ibrahim menginginkan agar sang anak pun mengalami kelezatan dan ketenangan dalam beriman kepada Allah swt sebagaimana yang ia rasakan. Ibrahim pun mengajarkan keikhlasan kepada anaknya agar ibadah ini dipahami sebagai bentuk ubudiah kepada Allah swt., dilandaskan keimanan yang kuat semata-mata mencari ridla-Nya dengan mengabaikan logika berfikir dan perasaan yang dilandaskan pada emosi dan hawa nafsu. Sebab orang-orang yang beribadah atau enggan beribadah karena memperturutkan hawa nafsunya maka mereka adalah orang-orang yang sesat dan merugi di akhirat nanti.


Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (QS Al-Jatsiyah : 23)
5 Graha Tarqi Center (GTC) Jl. Pahlawan No. 64 Bandung. Telp. 022-7210044. Faks. 022-7213322

TARBIYAT AL QURAN AL ISLAMI (TARQI) Seri Qashashul Anbiya

11. PENTINGNYA KEIKHLASAN SEBAGAI CERMINAN PENGORBANAN UNTUK ALLAH SWT. Pengorbanan bukanlah untuk meraih jabatan dan kedudukan, mencari harta dan dunia, pengorbanan bukanlah untuk mencari kecintaan makhluk dan pujian, tapi pengorbanan adalah semata-mata ditujukan untuk mencari keridlaan Allah sang Pencipta dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dengan penuh kesadaran sebagai hamba-Nya. Itulah pribadi-pribadi mukhlishin, hamba-hamba yang ikhlas beribadah kepada-Nya. Ikhlas adalah memurnikan ketaatan, maksud dan tujuan dalam ibadah hanya semata-mata untuk Allah Swt. Keikhlasan yang ditunjukkan oleh kekasih Allah ini, Ibrahim as, dengan tanggap dan spontan melaksanakan perintah Allah walaupun kecintaan terhadap anaknya yang begitu mendalam merupakan suatu hal yang fitrah, terlebih lagi yang hendak dikorbankan itu anak yang shalih, berbakti, sabar dan berakhlak mulia. Kecintaan kepada keluarga dan anak tidak menghalanginya untuk melaksanakan perintah Allah yang satu ini bahkan emosi, perasaan dan segala pikiran yang berkecamuk dalam hati pun tidak menyebabkan timbulnya sikap buruk sangka kepada sang Pemberi perintah, Allah swt., karena sikap seperti inilah yang dapat memberikan keuntungan dan mengantarkan pada kemenangan hakiki. Allah swt., berfirman :


Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus. (QS Al-Bayyinah : 5) Ikhlas adalah buah dari keimanan yang hakiki, cerminan keyakinan yang berlandaskan Tauhid Uluhiyyah, meng-Esakan Allah dalam ibadah dan ketaatan, mempersembahkan seluruh amal perbuatan seperti, shalat, zakat, puasa, menyembelih atau berkurban, rasa takut dan harapan serta kecintaan hanya kepada Allah Swt., semata, tidak untuk yang lainnya dan tidak juga untuk tujuan lainnya. Karena kalau tujuannya sudah menyimpang maka terjerumus dalam lumpur kemusyrikan yang sulit dibersihkan bahkan dapat menghancurkan nilai amal yang sudah diperjuangkan dan menyebabkan pelakunya kekal dalam panasnya neraka kecuali bertaubat yang sebenar-benar taubat di kala sempat.


Dan Sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. (QS Az-Zumar : 65) 12. PENTINGNYA KESABARAN DALAM IBADAH KEPADA ALLAH SWT. Dalam peristiwa yang mengharukan ini, saat sang Ayah harus mengorbankan puteranya, menyembelih Ismail dengan tangannya sendiri, seraya anaknya berkata, wahai Bapakku, lakukanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu, dan janganlah engkau ragu, Insya Allah engkau mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar atas ketentuan-Nya. Ibrahim berserah diri atas ketentuan Allah Swt ini dan mulai membaringkan Ismail, ia meletakkan pelipisnya di atas tanah, lalu Ia pun siap menyembelih anaknya. Timbullah rasa kasihan kepada kedua Nabi tersebut dan ingin memuliakannya, namun dengan penuh kesabaran dilandasi dengan keimanan yang mantap dan keyakinan yang pasti akan perintah Allah, segala kesedihan dihilangkan, ratapan kecintaan disirnakan demi kecintaan hakiki karena meyakini inilah fenomena kehidupan yang tidak pernah kekal dan abadi, suatu saat pasti menjauh bahkan hilang dari hadapan diambil oleh pemiliknya Allah Rabbuna yang menciptakan. Begitulah sikap mukmin sejati karena ia telah memahami hakikat kehidupan merupakan ujian dari Allah swt agar selalu siap menghadapinya dengan memaksimumkan kesabaran karena kesabaran itu merupakan salah satu pintu utama dalam meraih janji Allah subhana wataala.


Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu". orang-orang yang berbuat baik di dunia Ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang Bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.(QS. Az-Zumar : 10) Ketabahan, kesabaran dan keteguhan sangat diperlukan dalam melaksanakan ibadah kepada Allah, sabar dalam ibadah berarti sabar menahan lamanya berdiri ketika ayat-ayat Al-Quran dibacakan, sabar menahan diri untuk tetap istiqamah dalam keyakinan dan ibadah yang dilakukan, sabar menahan diri dari ungkapan yang menyakitkan dan mencemoohkan ketika berbuat kebaikan, sabar menahan diri dari keinginan berbuat kemaksiatan, sabar dalam menghadapi cobaan, sabar dalam menyikapi setiap kenyataan, karena ia merupakan ketetapan sang Ilahi Rabbi, karena ia pada dasarnya terjadi atas izin Allah Swt, yang menentukan, bahkan di dalam kepastiannya terkandung nilai kebaikan. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Rasulullah Saw, bahwasanya barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah Swt, maka Dia pasti mengujinya. Namun untuk mencapai akhlak ini, sungguh, manusia sangatlah lemah
6 Graha Tarqi Center (GTC) Jl. Pahlawan No. 64 Bandung. Telp. 022-7210044. Faks. 022-7213322

TARBIYAT AL QURAN AL ISLAMI (TARQI) Seri Qashashul Anbiya

untuk mencapainya kecuali atas kehendak Allah swt. Oleh karena itu selalu mengaitkan kekurangan dan kelemahan kita kepada Allah swt menjadi bagian dari cara berakhlak kepada-Nya. Demikianlah kebiasaan dan akhlak para Nabi, para mukmin sejati dan para pencari ridha Ilahi. 13. MENGAJARKAN PRINSIP DAN PENTINGNYA BERMUSYAWARAH Keimanan yang sempurna mengharuskan seseorang untuk melaksanakan perintah Allah swt secara spontan tanpa ragu, tanpa bertanya-tanya, bahkan tanpa harus ada kerelaan pihak lain yang terlibat dalam terlaksananya perintah tersebut, namun Ibrahim as., berdialog dan bermusyawarah dengan anaknya perihal mimpi yang dialaminya bukan sebagai pilihan yang diberikan kepada Ismail untuk mau atau tidaknya menjadi objek baca korbanterlaksananya perintah tersebut sebab keputusan sudah jelas dan ketetapan sudah mutlak bahwa perintah Allah ini harus ditegakkan dengan atau tanpa persetujuan sang anak. Dialog ini terlaksana agar Ismail dapat memahami kedudukan perintah Allah dengan penuh kesadaran di samping sebagai pengujian atas dirinya akan kepatuhannya kepada perintah Allah dan ketaatannya kepada orang tua yang pada akhirnya, apabila hasil dialog ini sesuai dengan harapan maka akan memudahkan Ibrahim dalam pelaksanaannya serta menenangkan dan menentramkan batinnya dari kegalauan dan kegelisahan. Kisah ini menggambarkan betapa pentingnya bermusyawarah agar menjauhi sikap 'serampangan' namun tetap harus berpijak pada ketetapan Allah swt yang sudah baku dan pasti.


Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, Kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (QS AnNisa: 65)


Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (QS Ali Imron : 159) 14. TAWAKKAL ADALAH KUNCI KESUKSESAN Inilah jawaban yang dilontarkan oleh Ismail kepada Ayahnya: Wahai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".

Jawaban yang mencengangkan dan menggembirakan diberikan oleh anak yang baru menginjak kematangan berfikir dan memasuki kedewasaan bersikap namun sarat dengan bekal tauhid, pemahaman hakikat agama yang sempurna. Jawaban yang disertai dengan keluhuran, kesabaran dan kebesaran jiwanya dalam menghadapi takdir Allah swt dengan tetap menyandarkan segala kekuatan pada kehendak Allah swt dan menisbatkan kemuliaan hanya kepada-Nya dengan ketegasan pesan bahwa atas izin dan kehendak Allah lah ia mampu menerima cobaan yang berat ini. Sikap seperti inilah yang menjadikan mereka sebagai orang-orang sukses. 15. JANJI ALLAH HANYA DAPAT DIRAIH MELALUI PERJUANGAN DAN PENGORBANAN Pengorbanan luar biasa yang diperlihatkan Ibrahim beserta anaknya Ismail dalam melaksanakan perintah Allah, merupakan pelajaran penting bagi umat ini, bahwa tidak akan dapat mencapai kesuksesan dan kejayaan kecuali melalui perjuangan dan pengorbanan sebesar-besarnya, rela melepaskan harta, tenaga apalagi jiwa, dengan mencontoh dan mengikuti jejak umat terdahulu dari kalangan Nabi dan orang-orang shaleh yang hidup mendahului kita, yang atas izin Allah, sukses menjalani sekelumit tantangan dan cobaan dunia yang memilukan menuju keridlaan Ilahi di akhirat nanti. Allah swt berfirman:


Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (QS. Al-Baqarah: 214)
7 Graha Tarqi Center (GTC) Jl. Pahlawan No. 64 Bandung. Telp. 022-7210044. Faks. 022-7213322

TARBIYAT AL QURAN AL ISLAMI (TARQI) Seri Qashashul Anbiya

Allah swt mengabadikan peristiwa yang sarat dengan perjuangan dan pengorbanan yang agung ini dalam QS. As-Shaffat: 102 : Maka tatkala anak itu sampai (pada umur remaja) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu Ia menjawab Hai bapakku kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. Ash-Shaffat:102 Betapa indahnya kisah pengorbanan ayah dan anak setelah sekian lama berpisah karena melaksanakan perintah Allah, tentunya perpisahan tersebut telah menanamkan kerinduan yang mendalam, saling harap bertemu, bercengkrama bersama-sama menikmati indahnya hidup menjalankan perintah Allah Swt, kemudian Allah takdirkan mereka bertemu dengan menghadapi perintah yang lebih berat, sang kekasih Allah Ibrahim, diperintahkan untuk menyembelih anaknya, sang Ismail tercinta, penerus citacita, rasa berat hati mulai menghantui, namun segala kemahaan, kekuasaan serta kasih sayang sang Pemberi perintah telah menyadarkan kekerdilan dan kerendahan hati di hadapan-Nya, getaran iman yang kuat dari kedua hamba Allah ini telah mengantarkan pada kemantapan dalam menyikapi panggilan Allah taala, mereka taat dan pasrah pada ketentuan Allah tanpa banyak bertanya, yang tercermin dalam ungkapan Ismail tatkala sang Ayah memberitahukan wahyu Allah untuk menyembelihnya : Hai bapakku kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. Jadilah mereka menjadi hamba yang mulia dihadapan manusia dan dihadapan Allah Taala. 16. BUKTI PEMBINAAN KELUARGA YANG IDEAL. Ayat ini menggambarkan sebuah hubungan keluarga yang ideal. Dialog antara sang ayah dan anak yang penuh dengan kemesraan dan kasih sayang dengan panggilan 'ya bunayya' (wahai anakku) dan jawaban 'ya abati' (wahai ayahku) merupakan bukti keharmonisan dari hubungan kekeluargaan. Senantiasa melibatkan keluarga dalam setiap urusan ketaatan adalah bukti kepedulian terhadap mereka agar kasih sayang yang dijalin bukan semata-mata ketika di dunia namun harus terbawa pula hingga akhirat. Permintaan pendapat dari sang anak merupakan penghargaan kepadanya dan dalam upaya menumbuhkan jiwa kepemimpinan juga sebagai ujian indikator keberhasilan dalam pembinaan. Ketegasan jawaban yang dilontarkan oleh Ismail membuktikan betapa anak ini telah mencapai kemantapan tanpa keraguan dalam memberikan keputusan dengan dilandaskan pada semangat keimanan yang hakiki. Sikap ini dilakukan agar sang ayah semakin tenang dan tentram hatinya dalam melaksanakan perintah Allah tersebut. Ismail mengerti bagaimana cara memuliakan dan menghormati Ibrahim sebagai ayahnya. Dialog ini mengisyaratkan pula agar setiap orang tua hendaklah merealisasikan tanggung jawab utamanya untuk mendidik dan membina anak yang merupakan titipan Allah agar mereka mampu mengenal Rabbnya, sebab dari sinilah tempat bertolaknya keimanan yaitu berangkat dari tanggung jawab sang orang tua. 17. KISAH YANG MENGGAMBARKAN PANCARAN KEIMANAN SEJATI Semangat keimanan sejati yang terpancar melalui kisah ini pula adalah; Suami yang harus meninggalkan istri dan anak karena perintah Allah walaupun perasaan begitu berat namun itu dilaksanakan atas keyakinan akan janji-Nya, sang Istri yang rela ditinggalkan oleh Suami karena ketaatan kepadanya yang melaksanakan perintah Allah dan keyakinannya terhadap jaminan pemeliharaan Allah kepadanya, Sang ayah yang sabar menghadapi segala kepahitan dan kesedihan karena dituntut untuk mengorbankan anaknya yang shaleh, taat, berbakti, lagi mulia akhlaknya, sang anak yang senantiasa mendukung sikap sang ayah dengan penuh ketegasan tanpa ragu karena menginginkan agar sang ayah merasakan ketenangan dan ketentraman dalam melaksanakan perintah Allah ini. Akhirnya, Keyakinan, ketenangan, ketentraman, kepasrahan, ketabahan, kesabaran dan tawakkal berkumpul menjadi satu yang merupakan buah dari keimanan yang sejati dan hakiki. Allah pun menyandangkan predikat JUJUR dan membenarkan Ibrahim dalam beriman kepada Allah swt setelah mereka berserah diri pada ketetapan-Nya dan melaksanakannya dalam amal nyata. Sesungguhnya engkau telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberikan balasan kepada orang-orang yang berbuat baik Maka merekalah para mukmin sejati yang telah membuktikan keimanan sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah swt.

Sesungguhnya dia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman

8 Graha Tarqi Center (GTC) Jl. Pahlawan No. 64 Bandung. Telp. 022-7210044. Faks. 022-7213322

TARBIYAT AL QURAN AL ISLAMI (TARQI) Seri Qashashul Anbiya

KISAH KEIMANAN SEJATI KELUARGA KEKASIH ALLAH SWT TADABBUR QS. AS-SHAFF AT : 99 - 111 Oleh : Ade Hanapi Abu Raudha, S. Pd.I


Dan Ibrahim berkata:"Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Wahai Hai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ). Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya Ini benarbenar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu)"Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim". Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.

9 Graha Tarqi Center (GTC) Jl. Pahlawan No. 64 Bandung. Telp. 022-7210044. Faks. 022-7213322

Anda mungkin juga menyukai