Anda di halaman 1dari 2

Reinvensi Demokrasi dengan Penguatan Kearifan Lokal

Saat ini beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan tengah disibukkan persiapan pelaksanaan hajatan
demokrasi lokal, yaitu pemilihan bupati dan wakil bupati secara langsung. Kampanye terbuka, debat,
penyampaian visi di media bahkan kontrak politik bakal mewarnai ragam kegiatan dalam pemilukada
mendatang. Proses ini dapat dikatakan sebagai bagian dari pelaksanaan tahapan demokrasi dalam
pemerintahan lokal.
Demokrasi diharapkan mampu menjadikan pemerintahan lokal itu kuat yang pada akhirnya akan menjadi
bangunan tak terpisahkan menuju negara yang kuat. Demokrasi di pemerintahan lokal yang tidak kuat akan
mengalami masa transisi yang panjang. Namun demokrasi membuka pula celah berkuasanya para
pemimpin yang baik dan peduli dengan rakyat dan sebaliknya bisa juga melahirkan pemimpin yang buruk
dan korup. Harapan rakyat akan adanya pemimpin yang peduli di masa demokrasi ini adalah harapan dari
implementasi demokrasi itu sendiri.
Implementasi demokrasi masih terbatas pada kebebasan dalam berpolitik, sedangkan masalah ekonomi
masih terpinggirkan. Maka muncul kepincangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Politik dan
ekonomi adalah dua sisi yang berbeda dalam sekeping mata uang, Masalah ekonomi pun harus mendapat
perhatian yang serius dalam implementasi demokrasi agar terjadi penguatan demokrasi, baik di tingkat pusat
maupun di daerah.
Semakin rendahnya tingkat kehidupan ekonomi rakyat akan berdampak buruk bagi demokrasi karena
kuatnya bidang politik ternyata belum bisa mengarahkan kepada perbaikan ekonomi. Melemahnya ekonomi
akan berdampak luas kepada bidang lain, seperti masalah sumber daya manusia (SDM). SDM yang lemah
jelas tidak bisa memperkuat demokrasi, bahkan justru bisa memperlemah demokrasi. Disinilah pentingnya
upaya menemukan kembali Demokrasi (Reinvensi Demokrasi) yang lebih kuat, berwibawa dan progresiI.
Salah satu upaya ke arah itu adalah penguatan keariIan lokal.
Sulawesi Selatan sangat kaya akan khazanah budaya, kecerdasan tradisional atau keariIan lokal yang banyak
mengajarkan prinsip prinsip demokrasi dalam politik dan kehidupan sosial kemasyarakatan. Penumbuhan
akan nilai nilai keariIan tradisional ini diperlukan, bukan hanya pada tingkat wacana namun melihat secara
nyata apa yang pernah dipraktekkan di masa lalu dan masih sangat baik diimplementasikan di masa kini
sehingga demokrasi di daerah ini dapat diperjuangkan terus menuju demokrasi yang lebih substansial.
Adalah Lamellong Kajao Laliddong ,cendekiawan dan penasehat Arumpone La Uliyo Bote`E (1543-
1568) dan La Tenrirawe Bongkangnge` (1568-1584) menegaskan, 'Duwa tanranna namaraja tanae,
Ianaritu seuwani namalempu` namacca arung mangkauE, madduwanna tessisala-salae. (Dua tandanya
negara dapat menjadi jaya. Pertama, Raja yang memerintah memiliki kejujuran serta kecerdasan. Kedua, di
dalam negeri tidak terjadi perselisihan). Prinsip dasar yang diajarkan Lamellong Kajao Laliddong ini,
kejujuran dan kecerdasan serta terciptanya kondisi keamanan ketertiban dalam negeri merupakan hal
mendasar yang menjadi tujuan demokrasi, yaitu apa yang disebut sekarang `good governance`.
Prinsip dasar ajaran Lamellong Kajao Lalliddong mengenai pelaksanaan pemerintahan dan kemasyarakatan
inilah yang disebut 'Inanna WarangparangngE yaitu sumber kekayaan, kemakmuran, dan keadilan, yang
wujudnya berupa Perhatian Raja terhadap rakyatnya harus lebih besar daripada perhatian terhadap dirinya
sendiri, Raja harus memiliki kecerdasan yang mampu menerima serta melayani orang banyak serta
keharusan raja (pemimpin) berlaku jujur dalam segala tindakan. Hal ini merupakan syarat yang dapat
menghindarkan pemimpin, pengambil kebijakan dan pelaku birokrasi pemerintahan terhindar atau jauh dari
tindakan korup dan kesewenang wenangan.
Tiga Iaktor utama yang ditekankan Kajao dalam pelaksanaan pemerintahan, merupakan ciri demokratisasi
yang membatasi kekuasaan Raja, sehingga Raja tidak dapat bertindak sewenang-wenang dalam menjalankan
norma yang telah ditetapkan. Tentang Pembatasan kekuasaan, dalam lontara disebutkan, bahwa Arung
Mangkau berkewajiban untuk menghormati hak - hak orang banyak. Perhatian Raja harus sepenuhnya
diarahkan kepada kepentingan rakyat sesuai amanah yang telah dipercayakan kepadanya.
Kisah kebijaksanaan Lamellong di tanah Bugis dapat dilacak melalui sumber - sumber lisan berupa cerita
rakyat dan catatan sejarah, baik dari lontara maupun tulisan-tulisan lainnya. Serpihan tulisan yang ada lebih
banyak mencatat tentang buah pikirannya yang menyangkut 'Konsep Hukum dan Ketatanegaraan yang
dalam bahasa Bugis Bone disebut 'Pangngadereng.
Kebijaksanaan yang sama dapat kita lihat dalam buah pikiran Karaeng Pattingaloang, Cendekiawan kelas
dunia asal Makassar. Beliau adalah Raja Tallo yang juga merupakan pabbicara butta Kerajaan Gowa pada
masa pemerintahan raja Gowa XV, Sultan Muhammad Said serta masih banyak lagi keariIan dan
kebijaksanaan local lainnya yang pernah ditorehkan dalam catatan tinta emas sejarah daerah ini. Mereka
mendasarkan pikiran dan tindakannya dengan nilai nilai lempu, getteng, sipakatau, sipakainge,
sipakalebbi, dan mappesona ri dewatae`.
Dalam konteks bagaimana menyalurkan aspirasi, kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat atau
mengajukan protes terhadap kebijakan raja / pemimpin yang tidak berpihak kepada rakyat, dalam sejarah
kita dapat menemukan contohnya. Apabila seorang pemimpin, dalam hal ini (karaeng maggau/arung
mangkau) ada kebijakannya yang tidak disukai oleh rakyat dan tidak berempati terhadap kepentingan dan
kesejahteraan rakyat, maka rakyat cukup lewat di depan rumah sang raja dengan menyelempangkan
sarungnya atau memiringkan sarungnya. Ini sudah bentuk protes atau menunjukkan ketidaksukaannya pada
sang raja. Pada saat yang sama raja yang memahami karakter, watak dan jiwa masyarakatnya dengan segera
menyadari bahwa ada tindakan, perintah atau kebijakannya yang tidak disukai rakyatnya dan segera
mengambil tindakan untuk memperbaikinya atau memerintahkan untuk merubah kebijakannya. Berbeda
dengan kenyataan saat ini yang banyak kita lihat dan saksikan lewat tayangan media elektronik dan
pemberitaan media cetak. Seorang pemimpin seperti tidak punya rasa malu dan tetap bersikukuh dengan
pendiriannya atau kebijakannya yang salah padahal rakyatnya sudah melakukan demonstrasi yang sangat
luar biasa, membakar Iotonya, mengejek dan menghina serta mengasosiasikannya dengan binatang, namun
tetap saja tidak simpatik dan berempati terhadap penderitaan rakyatnya. Dengan demikian, memberikan
warna demokrasi dengan penguatan dan pembelajaran keariIan lokal sangatlah penting dan diperlukan
sebagai khazanah demokrasi lokal.
Ke depan, Demokrasi di Indonesia memberikan harapan akan tumbuhnya masyarakat baru yang memiliki
kebebasan berpendapat, berserikat, berumpul, berpolitik dimana masyarakat mengharap adanya iklim
ekonomi yang kondusiI. Untuk menghadapi tantangan dan mengelola harapan ini agar menjadi kenyataan
dibutuhkan kerjasama antar kelompok dan partai politik agar demokrasi bisa berkembang ke arah yang lebih
baik. (*)

Anda mungkin juga menyukai