BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS RSUP DR. ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI 2011 BAB I TIN1AUAN PUSTAKA
I. Peritonitis I.1 Defenisi Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkusvisera dalam rongga perut yang disebabkan oleh iritasi kimiawi atau invasi bakteri. 2,8
Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersiIat epitelial. Pada permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Di antara kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron didaerah abdomen menjadi usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut kemudian menjadi peritonium.
Lapisan peritonium dibagi menjadi 3, yaitu: 1.Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa). 2.Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis. 3.Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis kanan kiri saling menempel dan membentuk suatu lembar rangkap yang disebut duplikatura. Dengan demikian baik di ventral maupun dorsal usus terdapat suatu duplikatura. Duplikatura ini menghubungkan usus dengan dinding ventral dan dinding dorsal perut dan dapat dipandang sebagai suatu alat penggantung usus yang disebut mesenterium. Mesenterium dibedakan menjadi mesenterium ventrale dan mesenterium dorsale. Mesenterium ventrale yang terdapat pada sebelah kaudal pars superior duodeni kemudian menghilang. Lembaran kiri dan kanan mesenterium ventrale yang masih tetap ada, bersatu pada tepi kaudalnya. Mesenterium setinggi ventrikulus disebut mesogastrium ventrale dan mesogastrium dorsale. Pada waktu perkambangan dan pertumbuhan, ventriculus dan usus mengalami pemutaran. Usus atau enteron pada suatu tempat berhubungan dengan umbilicus dan saccus vitellinus. Hubungan ini membentuk pipa yang disebut ductus omphaloentericus. Usus tumbuh lebih cepat dari rongga sehingga usus terpaksa berbelok-belok dan terjadi jirat-jirat. Jirat usus akibat usus berputar ke kanan sebesar 270 dengan aksis ductus omphaloentericus dan a. mesenterica superior masing-masing pada dinding ventral dan dinding dorsal perut. Setelah ductus omphaloentericus menghilang, jirat usus ini jatuh kebawah dan bersama mesenterium dorsale mendekati peritonium parietale. Karena jirat usus berputar, bagian usus disebelah oral (kranial) jirat berpindah ke kanan dan bagian disebelah anal (kaudal) berpindah ke kiri dan keduanya mendekati peritoneum parietale. Pada tempat-tempat peritoneum viscerale dan mesenterium dorsale mendekati peritoneum dorsale, terjadi perlekatan. Tetapi, tidak semua tempat terjadi perlekatan. Akibat perlekatan ini, ada bagian-bagian usus yang tidak mempunyai alat-alat penggantung lagi, dan terletak sekarang dorsal peritonium sehingga disebut retroperitoneal. Bagian-bagian yang masih mempunyai alat penggantung terletak di dalam rongga yang dindingnya dibentuk oleh peritoneum parietale, disebut terletak intraperitoneal. Rongga tersebut disebut cavum peritonei, dengan demikian: O Duodenum terletak retroperitoneal; O Jejenum dan ileum terletak intraperitoneal dengan alat penggantung mesenterium; O olon ascendens dan colon descendens terletak retroperitoneal; O olon transversum terletak intraperitoneal dan mempunyai alat penggantung disebut mesocolon transversum; O olon sigmoideum terletak intraperitoneal dengan alat penggatung mesosigmoideum; cecum terletak intraperitoneal karena pada permulaan merupakan suatu tonjolan dinding usus dan tidak mempunyai alat pengantung; Processus vermiIormis terletak intraperitoneal dengan alat penggantung mesenterium, lipatan peritoneum akibat adanya arteria yang menuju ke ujung processus vermiIormis. Ia sebenarnya lanjutan dari cecum. Di berbagai tempat, perlekatan peritoneum viscerale atau mesenterium pada peritoneum parietale tidak sempurna, sehingga terjadi cekungan-cekungan di antara usus (yang diliputi oleh peritoneum viscerale) dan peritoneum parietale atau diantara mesenterium dan peritoneum parietale yang dibatasi lipatan-lipatan. Lipatan-lipatan dapat juga terjadIi karena di dalamnya berjalan pembuluh darah. Dengan demikian di Ilexura duodenojejenalis terdapat plica duodenalis superior yang membatasi recessus duodenalis superior dan plica duodenalis inIerior yang membatasi resesus duodenalis inIerior. Pada colon descendens terdapat recessus paracolici. Pada colon sigmoideum terdapat recessus intersigmoideum di antara peritoneum parietale dan mesosigmoideum. Stratum circulare coli melipat-lipat sehingga terjadi plica semilunaris. Peritoneum yang menutupi colon melipat-lipat keluar diisi oleh lemak sehingga terjadi bangunan yang disebut appendices epiploicae. Ventriculus memutar terhadap sumbu longitudinal, sehingga curvatura mayor di sebelah kiri dan curvatura minor di sebelah kanan. Kemudian ventriculus memutar terhadap sumbu sagital, sehingga cardia berpindah ke kiri dan pilorus ke kanan. Kerena ventriculus berputar, sebagian mesogastrium dorsale mendekati peritoneum perietale dan tumbuh melekat. Dengan demikian tempat perlekatan mesogastrium dorsale merupakan suatu lengkung dari kiri kranial ke kanan kaudal. Bagian yang terkaudal mendekati perlekatan mesocolon transversum yang berjalan trasversal. Dibagian kaudal juga terjadi perlekatan mesogastrium dorsale dengan mesocolon transversum dan disebut sebagai omentum majus. Kantong yang dibentuk olehnya disebut bursa omentalis. Mesogastrium ventrale melekat pada peritoneum parietale dinding ventral perut dan pada diaphragma. Di dalam mesogastrium ventrale hepar terbentuk dan berkembang. Hepar berkembang ke kaudal sampai tepi batas mesogastrium yang disebut omentum minus atau ligamentum hepatogastricum dengan tepi bebasnya di sebelah kaudal disebut ligamentum hepatoduodenale. Ligamentum IalciIorme melekat pada batas antara lobus dexter dan lobus sinister. Omentum minus melekat pada Iosa sagittalis sinistra bagian dorsokranial dan mengelilingi portae hepatis. Ligamentum teres hepatis yaitu sisa vena umbilikalis sinistra, terbentang dari umbilicus ke hepar di dalam tepi bebas ligamentum IalciIorme hepatis, masuk di dalam Iossa sagittalis sinistra hepatis dan berakhir pada ramus sinistra vena portae. Di dalam tepi bebas omentum minus atau ligamentum hepatoduodenale terdapat: O Vena portae; O Arteria hepatica propria; O Ductus choledochus; O Serabut-serabut saraI otonom; O Pembuluh-pembuluh lympha. Di sebelah kiri berjalan a. hepatica propria di sebelah dorsal kedua bangunan ini ditengah-tengah berjalan v. portae. Ductus choledocus dibentuk oleh oleh ductus cysticus dan ductus hepaticus communis, berjalan melalui ligamentum tersebut ke kaudomedial, menyilangi disebelah dorsal pars superior duodeni sampai di dalam sulcus diantara pars descendens duodeni dan caput pancreatis bermuara di papillae duodeni major. Di dalam mesenterium dan duodenum (mesoduodenum) dan mesogastrium dorsale terjadi dan tumbuh pankreas. Karena mesoduodenum dan sebagian mesogastrium dorsale tumbuh melekat dengan peritoneum parietale, caput dan corpus pancreatis letaknya menjadi retroperitoneal, tetapi cauda pancreatis masih tetap didalam omentum majus. Didalam omentum majus disebelah ventral cauda pancreatis lien terbentuk dan berkembang kearah kiri sehingga ia ditutupi sebagian besar oleh lembaran kiri omentum majus. Omentum majus dibagi dua oleh lien menjadi ligamentum precholienale, bagian antara lien dan peritoneum parietale yang menutupi diaphragma, ligamentum gastrolienale bagian antara lien dan ventriculus. Karena lien tumbuh terutama ke kiri, lembaran kanan kedua ligamentumtidak sampai melekat pada lien, sedangkan lembaran kiri mulai melekat pada lien dikelilingi hilus. Karena perubahan letak ventriculus terjadilah bursa omentalis. Lubang masuk kedalam bursa omentalis disebut Ioramen epiploicum (Winslowi) dibatasi: O Dibagian cranial oleh processus caudatus O Dibagian ventral oleh lig.hepatoduodenale O Dibagian kaudal oleh pars superior duodeni O Dibagian dorsal oleh peritoneum parietale yang menutupi vena cava inIerior. O Bursa omentalis sendiri dibatasi: O Dibagian cranial oleh lobus caudatus hepatis O Dibagian ventral oleh omentum minus dan ventriculus O Dibagian kaudal oleh mesocolontransversum serta colon transversum O Dibagian dorsal oleh peritoneum parietale yang menutupi caput dan corpus pancreatic O Dibagian kiri oleh omentum majus dengan cauda pancreatic dan lien. Omentum majus yang melekat pada colon tansversum ke kaudal menutupi usus dari sebelah vental sebagai suatu tirai untuk kemudian melipat ke arah cranial dan melekat pada curvatura major ventriculi. Kedua lembaran dari lipatan itu dibagian kaudal tumbuh melekat. Bagian yang tidak tumbuh merupakan lanjutan bursae omentalis yang disebut recessus inIerior bursae omentalis. Bagian bursae omentalis terkranial disebut recessus superior bursae omentalis. Dataran peritoneum yang dilapisis mesotelium, licin dan bertambah licin karena peritoneum mengeluiarkan sedikit cairan. Dengan demikian peritoneum dapat disamakan dengan stratum synoviale di persendian. Peritoneum yang licin ini memudahkan pergerakan alat-alat intra peritoneal satu terhadap yang lain. Kadang- kadang , pemuntaran ventriculus dan jirat usus berlangsung ke arah yang lain. Akibatnya alat-alat yang seharusnya disebelah kanan terletak disebelah kiri atau sebaliknya. Keadaan demikian disebut situs inversus. Peritoneum adalah lapisan tunggal dari sel-sel mesoepitelial diatas dasar Iibroelastik. Terbagi menjadi bagian viseral, yang menutupi usus dan mesenterium; dan bagian parietal yang melapisi dinding abdomen dan berhubungan dengan Iasia muskularis. 5
Peritoneum viserale yang menyelimuti organ perut dipersaraIi oleh sistem saraI autonom dan tidak peka terhadap rabaan atau pemotongan. Dengan demikian sayatan atau penjahitan pada usus dapat dilakukan tanpa dirasakan oleh pasien. Akan tetapi bila dilakukan tarikan atau regangan organ, atau terjadi kontraksi yang berlebihan pada otot yang menyebabkan iskemia misalnya pada kolik atau radang seperti apendisitis, maka akan timbul nyeri. Pasien yang merasaka nyeri viseral biasanya tidak dapat menunjuk dengan tepat letak nyeri sehingga biasanya ia menggunakan seluruh telapak tangannya untuk menujuk daerah yang nyeri. Peritoneum parietale dipersaraIi oleh saraI tepi, sehingga nyeri dapat timbul karena adanya rangsang yang berupa rabaan, tekanan, atau proses radang. Nyeri dirasakan seperti seperti ditusuk atau disayat, dan pasien dapat menunjukkan dengan tepat lokasi nyeri. 4
Area permukaan total peritoneum sekitar 2 meter, dan aktivitasnya konsisten dengan suatu membran semi permeabel. airan dan elektrolit kecil dapat bergerak kedua arah. Molekul-molekul yang lebih besar dibersihkan kedalam mesotelium diaIragma dan limIatik melalui stomata kecil. 5 Organ-organ yang terdapat di cavum peritoneum yaitu gaster, hepar, vesica Iellea, lien, ileum, jejenum, kolon transversum, kolon sigmoid, sekum, dan appendix (intraperitoneum); pankreas, duodenum, kolon ascenden & descenden, ginjal dan ureter (retroperitoneum). 6,7
I.2. Anatomi Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks. Dibagian belakang struktur ini melekat pada tulang belakang sebelah atas pada iga, dan di bagian bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri dari berbagai lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapis kulit yang terdiri dari kuitis dan sub kutis, lemak sub kutan dan Iacies superIisial ( Iacies skarpa ), kemudian ketiga otot dinding perut m. obliquus abdominis eksterna, m. obliquus abdominis internus dan m. transversum abdominis, dan akhirnya lapis preperitonium dan peritonium, yaitu Iascia transversalis, lemak preperitonial dan peritonium. Otot di bagian depan tengah terdiri dari sepasang otot rektus abdominis dengan Iascianya yang di garis tengah dipisahkan oleh linea alba. 6
Dinding perut membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga perut. Integritas lapisan muskulo-aponeurosis dinding perut sangat penting untuk mencegah terjadilah hernia bawaan, dapatan, maupun iatrogenik. Fungsi lain otot dinding perut adalah pada pernaIasan juga pada proses berkemih dan buang air besar dengan meninggikan tekanan intra abdominal. Perdarahan dinding perut berasal dari beberapa arah. Dari kraniodorsal diperoleh perdarahan dari cabang aa. Intercostalis VI XII dan a. epigastrika superior. Dari kaudal terdapat a. iliaca a. sircumIleksa superIisialis, a. pudenda eksterna dan a. epigastrika inIerior. Kekayaan vaskularisasi ini memungkinkan sayatan perut horizontal maupun vertikal tanpa menimbulkan gangguan perdarahan. 6 PersaraIan dinding perut dipersyaraIi secara segmental oleh n.thorakalis VI XII dan n. lumbalis I.6
I.3. Etiologi Peritonitis dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inIlamasi dan penyulitnya misalnya perIorasi appendisitis, perIorasi tukak lambung, perIorasi tiIus abdominalis. Ileus obstruktiI dan perdarahan oleh karena perIorasi organ berongga karena trauma abdomen.2 a.Bakterial : Bacteroides, E.oli, Streptococus, Pneumococus, proteus, kelompok Enterobacter-Klebsiella, Mycobacterium Tuberculosa. b.Kimiawi : getah lambung,dan pankreas, empedu, darah, urin, benda asing (talk, tepung). 2,3,9
I.4. Patofisiologi Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat Iibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan Iibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi inIeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila inIeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita Iibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus. 1
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika deIisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresiI, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinIlamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia. 5
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah. 10
Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perIusi. 5
Bila bahan yang menginIeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila inIeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. airan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus. 1
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersiIat total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perIorasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis. 7
TiIus abdominalis adalah penyakit inIeksi akut usus halus yang disebabkan kuman S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk keusus halus dan mencapai jaringan limIoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi ditempat ini komplikasi perdarahan dan perIorasi intestinal dapat terjadi, perIorasi ileum pada tiIus biasanya terjadi pada penderita yang demam selama kurang lebih 2 minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, deIans muskuler, dan keadaan umum yang merosot karena toksemia. 4
PerIorasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritonium yang mulai di epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis generalisata. PerIorasi lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami perIorasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian menyebar keseluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perIorasi, belum ada inIeksi bakteria, kadang Iase ini disebut Iase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsangan peritonium berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria. 1
Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasi Iolikel limIoid, Iekalit, benda asing, striktur karena Iibrosis dan neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan menghambat aliran limIe yang mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga udem bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi inIark dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks sehingga menimbulkan perIorasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun general. 7
Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul abdomen dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersiIat kimia sampai dengan kolon yang berisi Ieses. Rangsangan kimia onsetnya paling cepat dan Ieses paling lambat. Bila perIorasi terjadi dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula tidak terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena perangsangan peritonium. 1,7
I.5 Klasifikasi Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasiIikasikan sebagai berikut: 2,3,5,9 a.Peritonitis bakterial primer Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan Iokus inIeksi dalam abdomen. Penyebabnya bersiIat monomikrobial, biasanya E. oli, Sreptococus atau Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu: 1.SpesiIik : misalnya Tuberculosis 2.Non spesiIik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis. Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom neIrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites. b.Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa) Peritonitis yang mengikuti suatu inIeksi akut atau perIorasi tractusi gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang Iatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya inIeksi ini. Bakterii anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan inIeksi. Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu peritonitis. Kuman dapat berasal dari: - Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum peritoneal. - PerIorasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh bahan kimia, perIorasi usus sehingga Ieces keluar dari usus. - Komplikasi dari proses inIlamasi organ-organ intra abdominal, misalnya appendisitis. c.Peritonitis tersier, misalnya: - Peritonitis yang disebabkan oleh jamur - Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan. Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine. d.Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis: - Aseptik/steril peritonitis - Granulomatous peritonitis - Hiperlipidemik peritonitis - Talkum peritonitis
I.6 Manifestasi Klinis Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda tanda rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan deIans muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diaIragma. Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus. 1
Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok. 1
Rangsangan ini menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritonium dengan peritonium. Nyeri subjektiI berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan, bernaIas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektiI berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya. 1,7
I.7 Diagnosis Diagnosis dari peritonitis dapat ditegakkan dengan adanya gambaran klinis, pemeriksaan laboratorium dan X-Ray. a.Gambaran klinis Gambaran klinisnya tergantung pada luas peritonitis, berat peritonitis dan jenis organisme yang bertanggung jawab. Peritonitis dapat lokal, menyebar, atau umum. Gambaran klinis yang biasa terjadi pada peritonitis bakterial primer yaitu adanya nyeri abdomen, demam, nyeri lepas tekan dan bising usus yang menurun atau menghilang. Sedangkan gambaran klinis pada peritonitis bakterial sekunder yaitu adanya nyeri abdominal yang akut. Nyeri ini tiba-tiba, hebat, dan pada penderita perIorasi (misal perIorasi ulkus), nyerinya menjadi menyebar keseluruh bagian abdomen. Pada keadaan lain (misal apendisitis), nyerinya mula-mula dikarenakan penyebab utamanya, dan kemudian menyebar secara gradual dari Iokus inIeksi. Selain nyeri, pasien biasanya menunjukkan gejala dan tanda lain yaitu nausea, vomitus, syok (hipovolemik, septik, dan neurogenik), demam, distensi abdominal, nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, diIus atau umum, dan secara klasik bising usus melemah atau menghilang. Gambaran klinis untuk peritonitis non bakterial akut sama dengan peritonitis bakterial. 1,3
Peritonitis bakterial kronik (tuberculous) memberikan gambaran klinis adanya keringat malam, kelemahan, penurunan berat badan, dan distensi abdominal; sedang peritonitis granulomatosa menunjukkan gambaran klinis nyeri abdomen yang hebat, demam dan adanya tanda-tanda peritonitis lain yang muncul 2 minggu pasca bedah. 3
b.Pemeriksaan laboratorium Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang meningkat dan asidosis metabolik. Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limIosit; basil tuberkel diidentiIikasi dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat. 3 c.Pemeriksaan X-Ray Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis; usus halus dan usus besar berdilatasi. Udara bebas dapat terlihat pada kasus-kasus perIorasi. 3
I.7.1 Gambaran Radiologis Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan Ioto polos abdomen 3 posisi, yaitu : 3
1.Tiduran telentang ( supine ), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior ( AP ). 2.Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar horizontal proyeksi AP. 3.Tiduran miring ke kiri (leIt lateral decubitus LLD), dengan sinar horizontal, proyeksi AP. Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset Iilm yang dapat mencakup seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan Iilm ukuran 35 x 43 cm. Sebelum terjadi peritonitis, jika penyebabnya adanya gangguan pasase usus (ileus) obstruktiI maka pada Ioto polos abdomen 3 posisi didapatkan gambaran radiologis antara lain: 3
1.Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial Iat, ada tidaknya penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal daerah obstruksi, penebalan dnding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring bone appearance), 2.Posisi LLD, untuk melihat air Iluid level dan kemungkinan perIorasi usus. Dari air Iluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air Iluid level pendek berarti ada ileus letak tinggi, sedang jika panjang panjang kemungkinan gangguan di kolon. Gambaran yang diperoleh adalah adanya udara bebas inIra diaIragma dan air Iluid level. 3.Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya air Iluid level dan step ladder appearance. Jadi gambaran radiologis pada ileus obstruktiI yaitu adanya distensi usus partial, air Iluid level, dan herring bone appearance. 5
Sedangkan pada ileus paralitik didapatkan gambaran radiologis yaitu: 1.Distensi usus general, dimana pelebaran usus menyeluruh sehingga kadang kadang susah membedakan anatara intestinum tenue yang melebar atau intestinum crassum. 2.Air Iluid level 3.Herring bone appearance Bedanya dengan ileus obstruktiI : pelebaran usus menyeluruh sehingga air Iluid level ada yang pendek pendek (usus halus) dan panjang panjang (kolon) karena diameter lumen kolon lebih lebar daripada usus halus. Ileus obstruktiI bila berlangsung lama dapat menjadi ileus paralitik. 2
Pada kasus peritonitis karena perdarahan, gambarannya tidak jelas pada Ioto polos abdomen. Gambaran akan lebih jelas pada pemeriksaan USG (ultrasonograIi). 2
Gambaran radiologis peritonitis karena perIorasi dapat dilihat pada pemeriksaan Ioto polos abdomen 3 posisi. Pada dugaan perIorasi apakah karena ulkus peptikum, pecahnya usus buntu atau karena sebab lain, tanda utama radiologi adalah : 3
1.Posisi tiduran, didapatkan preperitonial Iat menghilang, psoas line menghilang, dan kekaburan pada cavum abdomen. 2.Posisi duduk atau berdiri, didapatkan Iree air subdiaIragma berbentuk bulan sabit (semilunair shadow). 3.Posisi LLD, didapatkan Iree air intra peritonial pada daerah perut yang paling tinggi. Letaknya antara hati dengan dinding abdomen atau antara pelvis dengan dinding abdomen. Jadi gambaran radiologis pada peritonitis yaitu adanya kekaburan pada cavum abdomen, preperitonial Iat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas subdiaIragma atau intra peritoneal. 2,5
I. 8 Penatalaksanaan Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan Iokus septik (apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri. 1,8
Resusitasi hebat dengan larutan saline isotonik adalah penting. Pengembalian volume intravaskular memperbaiki perIusi jaringan dan pengantaran oksigen, nutrisi, dan mekanisme pertahanan. Keluaran urine tekanan vena sentral, dan tekanan darah harus dipantau untuk menilai keadekuatan resusitasi. 5,11
Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat. Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama operasi. 5,11
Pembuangan Iokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas tempat inIlamasi. Tehnik operasi yang digunakan untuk mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokasi dan siIat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perIorasi. 11
Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang diIus, yaitu dengan menggunakan larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran inIeksi ketempat yang tidak terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika ( misal seIalosporin ) atau antiseptik (misal povidon iodine) pada cairan irigasi. Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan lavase peritoneum, karena tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain. 2,3
Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa drain itu dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat menjadi tempat masuk bagi kontaminan eksogen. Drainase berguna pada keadaan dimana terjadi kontaminasi yang terus-menerus (misal Iistula) dan diindikasikan untuk peritonitis terlokalisasi yang tidak dapat direseksi. 2,3
I.9 Diagnosa Banding Diagnosis banding dari peritonitis adalah apendisitis, pankreatitis, gastroenteritis, kolesistitis, salpingitis, kehamilan ektopik terganggu, dll. 4
I.10 Komplikasi Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu : 9
a.Komplikasi dini Septikemia dan syok septik Syok hipovolemik Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multi sistem Abses residual intraperitoneal Portal Pyemia (misal abses hepar) b.Komplikasi lanjut Adhesi Obstruksi intestinal rekuren
I.11 Prognosis Prognosis untuk peritonitis lokal dan ringan adalah baik, sedangkan pada peritonitis umum prognosisnya mematikan akibat organisme virulen. 1
I1. Hernia Femoralis II.1 Defenisi Hernia Femoralis adalah suatu protrusi atau penonjolan lemak preperitoneal atau organ intraperitoeal melalui pascia transversa yng lemah masuk kedalam annulus Iemoralis can canalis Iemoralis (Skandalakis et al,1995). II.2 Epidemiologi Hernia Femoralis, meskipun hanya meliputi 10 persen seluruh hernia daerah lipat paha ( roin hernia), merupakan suatu keadaan patoligis yang sangat penting oleh karena hingga 40 persen penderita penyakit ini datang di rumah sakit dalam keadaan emergensi dengan strangulasi atau inkarserasi. Penderita penderita semacam ini memiliki angka mortalitas yang signiIikan, samapi 20, bahkan bisa mencapai 60 bila terdapat segmen usus yang mengalami nekrosis (Nicholson et al,1990;Brittenden et al,1991). Hernia Iemoralis lebih banyak diderita oleh wanita, khususnya usia tua, namun tidak sesering hernia ingunalis dan sekitar dua kali lebih sering timbul pada sisi kanan dibanding sisi kiri (Waddington,1971; Andrews,1981; Brittenden et al,1991; hamary,1993; Wantzh,1994). 10 wanita dan 50 pria dengan hernia Iemoralis menderita atau akan mengidap hernia inguinalis (Wantz,1994).
II.3 Anatomi Kelainan Iundamental yang memungkinkan protrusi atan penonjolan kantong peritoneal melalui dinding abdomen adalah adanya deIek pada Iascia transversa. Protrusi kantong peritoneal melewati posterior dari iliopubic tract dan ligamentum inguinale, anterior dari ligamentum ooper, medial dari vena Iemoralis dan tepat di lateral dari pelekat dinding inguinal posterior (aponeurosis tranversus) dan Iascia transvers) pada ligamentum ooper. Setelah melalui annulus Iemoralis penonjolan turun sampai muncul pada Iossa ovalis (Ponka & Brush,1971) Lytle (cit. Ponka & Brush,1971) telah melakukan penelitian yang baik perihal patalogis dari hernia Iemoralis. Ia mempersamakan canalis Iemorlis sebagai suatu ruangan berbentuk dengan panjang kira-kira 1.5 cm dengan basis di anulus Iemoralis setinggi ligamnetum ooper. Batas-batas canalis Iemoralis adalah lateral, vena Iemoralis, posterior, ligamentumpectineale (ligamnentum ooper; anterior, iliopubic tract dan ligamnetum ingiunale (ligamentum Poupart); medial, insersi aponeurosis musculus transversusbdominis dan Iascia transversa dan ligamentum lacunare tau ligamentum Gimbernat (Skandalakis et al,1995). Ligamentum Ingunale merupakan bagian bawah dari aponeurosis musculus abliquus externus yang mengalami penebalan, mulai dari SIAS sampai tuberculum pubicum. Sepertig medial memiliki tepi bebas, sedangkan 2/3 laterlar melekat kuat pada Iascia iliopsoas di bawahnya. ligamentum lecunare merupakan bagian paling bawah dari ligamentum inguinale dan terbentuk oleh serabut tendon musculus obliquus externus, melekat pada ligamentum pectineale. Ligamentum pectineale merupakan suatu pita tendinous yang kuat dan tebal, terIiksasi pada periosteum ramus superior ossis pubis dan periosteum osiis ilii (Skandalakis et al, 1995).
II.4 Etiologi Meskipun terdapat banyak literature membicarakan pokok permasalahan etiologi hernia Iemoralis, namun belum terdapat kesepakan pendapat. Sampai tahun 1923 masih dianut teori adanya kantong peritoneal kongnital sebagai penyebab terjadinya hernia Iemoralis. Menurut McVay & savage (1961) etiologi Iundamental dari hernia Iemoralis adalah anulus Iemoralis yang melebar. Dari penelitian terhadap 600 kadaver disimpulkan bahwa etiologi primer hernia Iemoralis adalah sempitnya perlekatan dinding posterior inguinal pada ligamentum iliopectineale (ligamentum ooper) dengan akibat melebarnya anulus Iemoralis. Sedangkan etioligi sekundernya adalah peningkatan tekanan intraabdominal yang mendorong lemak preperitoneal masuk kedalam anulus Iemoralis yang melebar secara congenital.
II.5 Gambaran Klinis Hernia Iemoralis dapat memberikan gambaran klinis yang bervariasi. Bila tidak mengalamikomplikasi, biasanya muncul sebagai benjolan yang dapat direduksi pada lipat paha medial di kaudal dari ligamentum inguinale. Bila benjola cukup besar, acapkali meluas ke krainal ligamentum ingunale, sehingga dapat dikelirukan dengan hernia ingunalis. sebaliknya bila ukurannya cukup kecil, terutama pada penderita gemuk, benjolan bisa jadi tidak terdeteksi. Oleh karena lehernya yang sempit, hernia Iemoralis sangat mudah mengalami inkarserasi dan strangulasi; timbul rasa nyeri dengan atau tanpa tanda-tanda ileus. Dari hasil penelitiannya pada 216 penderita, Ponka dan Brush (1971) memperlihatkan bahwa hernia Iemorlis dapat memberikan gambaran klinis dalam bentuk : (1) benjolan tidak dapat direduksi dan nyeri; (2) tidak dapat direduksi dan tanpa nyeri; (3) dapat direduksi dan tidak nyeri; (4) dapat direduksi dan nyeri; (5) hanya rasa nyeri tanpa ada benjolan; (6) muncul tanda-tanda ileus. Dalam hal diagnosis banding, benjolan pada hernia Iemoralis harus dibedakan dengan hernia inguinalis, varises vena saphena, lipoma, dan limIadenopati Iemoral.
II.6 Penanganan Pada prinsipnya teknik operasi pada hernia Iemoralis dpat dikelompokan dalam tiga tipe ; (1) low approach (pendekatan bawah) melalui irisan dibawah ligamentum inguinale, meliputi teknisk Bassini dan Kirschner; (2) hih approach (pendekatan atas) melalui irisan di atas ligamentum inguinale, meliputi teknik oschowitz dan Lotheissen- McVay; dan (3) preperitoneal approach (pendekatan preperitoneal) yang meliputi teknik MvEvedy dan Henry. Pada teknik Bassini, hernioplasti dilakukan dengan menjahitkan ligamentum inguinale pada Iascia pectinia yang menutup musculus pectineus. Sedangkan pada teknik Kirschner ligamentum inguinale dijahitkan pad ligamentum ooper dengan menggunakan teknik Bassini, Wheeler (1975) sampai sempel 23 penderita mendapatkan angka kekambuhan sebesar 4,4 sedangkan dengan teknik Kirschner, Ponka dan Brush (1971) mendapatkan angka kekambuhan sebesar 2,3 dari 44 sampel. Ponka dan Brush (1971) menganjurkan untuk tidak menggunakan pendekatan bahwa bila dicurigai adanya strangulasi dan hernia inguinalis yang menyertai. Pada teknik Moschowitz, hernioplati dilakukan dengan menjahitkan ligamentum inguinale pada ligamentum ooper (ligamentum iliopectiniale). Menurut Ponka dan Brush (1971) teknik ini terbukti manakal sudut yang terbentuk ligamnetum inguinale dan ligamentum iliopectineale cukup besar dan jarak kedua struktur tersebut terlalu jauh. Mereka mendapatkan angka kekambuhan sebesar 9 dari 46 penderita. Pada Teknik McVay-Lotheissen dilakukan penjahitan tendon dan arcus aponeurosis transverses pada ligamentum ooper. Dengan teknik ini adanya hernia inguinalis yang menyertai hernia Iemoralis dapat direperasi pada saat yang sama. Ponka dan Brush (1971) dengan sempel 124 penderita mendapatkan angka kekambuhan 7,3 akan tetapi pada penelitian yang lain, Wheeler (1975) dengan sempel 7 penderita mendapatkan angka kekambuhan yang jauh kebih besar (43) dengan menggunakan teknik ini. Pada teknik Henry dilakukan insisi median dari umbilicus sampai symphisis pubis diperdalam sampai ruang preperitoneal. Hernioplasti dilakukan dengan menjahit iliopubic tract pada ligamentum ooper. Bila deIek terlalu luas dapat dipasang 2esh. Teknik ini memungkinkan reparasi hernia Iemoralis kontralateral yang belum maniIest pada saat yang sama. Dari 44 penderita yang sioperasi dengan teknik ini Berliner et al (1992) mendapatkan angka kekambuhan 0 Teknik McEvedy merupakan varisasi dari pendekatan preperitoneal, yang pertama kali dideskripsikan oleh Henry dan hetale. Dilakukan insisi vertical sepanjang tepi leteral musculus rectus sampai ruang preperitoneal. variasi irisan yang lainadalah insisi transversal dan oblik. Anulus Iemoralis ditutup dengan menjahitkan conjoint tendon pada ligamentum ooper. Dengan teknik ini Wheeler (1975) mendapatkan angka kekambuhan sebesar 12,5 dari 32 sampel.
DAFTAR PUSTAKA
1. ArieI M, Suprohaita, Wahyu.I.K, Wieiek S, 2000, Bedah DigestiI, dalam Kapita Selekta Kedokteran, Ed:3; Jilid: 2; p 302-321, Media Aesculapius FKUI, Jakarta. 2. Kumpulan catatan kuliah, 1997, Radiologi abdomen, Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, yogyakarta. 3. Rasad S, Kartoleksono S, Ekayuda I, 1999, Abdomen Akut, dalam Radiologi Diagnostik, p 256-257, Gaya Baru, jakarta. 4. SjaiIoelloh N, 1996, Demam tiIoid, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam; Jilid 1;Ed:3;p 435-442. 5. Sulton, David,1995, Gastroenterologi, dalam Buku ajar Radiologi untuk Mahasiswa Kedokteran, Ed:5,p 34-38, Hipokrates, Jakarta. 6. Wim de jong, Sjamsuhidayat.R, 1997, Dinding Perut, dalam Buku ajar Ilmu Bedah; 696, EG, Jakarta. 7. Wim de jong, Sjamsuhidayat.R, 1997, Gawat Abdomen, dalam Buku ajar Ilmu Bedah; 221-239, EG, Jakarta. 8. Philips Thorek, Surgical Diagnosis,Toronto University oI Illnois ollege oI Medicine,third edition,1997, Toronto. 9. Schwartz, Shires, Spencer, Principles oI Surgery, sixth edition,1989 10.Balley and Love`s, Short Practice oI Surgery, edisi 20, ELBS, 1988, England 11.Andrew NJ.1981. Presentation and outcome oI strangulated external hernia in a district general hospital. r f Sur. 68:329-332. 12.Bebdavid R. 1989. Femoral hernia: Primary versus recurrence. int Sur. 74:99- 100. 13.Berliner SD, Burson L, Wise L. 1992. The Henry operation Ior incarcerated and strangulated Iemoral hernia. arch sur. 127:314-316. 14.Brittenden J, Heys SD, Eremin O. 1991. Femoral hernia: mortlity and morbidity Iollowing elective and emergency surgery. R Coll Sur Edinb. 36:86-88. 15.hamary VL. 1993. Femoral hernia: Intestinal obstruction is an unrecognized source oI morbidity and mortalty. r f Sur. 8:230-232. 16.McVay B, Savage LE. 1961. Etiology oI Iemoral hernia. nn Sur. 154:25-32. 17.Nicholson S, Keane TE, Devlin HB. 1990. Femoral hernia: an avoidable source oI surgi calmortalty. r f Sur. 77:307-308. 18.Ponka JL, Brush BE. 1971. Problem oI Iemoral hernia, rch Sur. 102:417-423. 19.Skandalakis JE, Skandalakis PN, Skandalakis LJ. 1995. Abdominal Wall and Hernias.In: Surical and technique Pocket Manual. New York: Springer- Verlag, 123-203. 20.Tasker DG. 1982. Femoral hernia: a continuing source oI avoidable mortalty. r Clin Pract. 36:141-144 21.Waddington RT, 1971. Femoral hernia: A recent appraisal. r f Sur. 58:920- 922. 22.Wantz GE. 1994. Abdominal Wall Hernia. In: Schwartz, S.I., Shires, G.T., Spencer, F.., eds. Principles of Surery. New York: McGraw-Hill. 1517-1544. 23.Wheeler MH. 1975. Femoral hernia: analyses oI the result oI surgical treatment. Proc R Soc Med. 68:177-178.
BAB II ILUSTRASI KASUS
Seorang pasien wanita, Ny. J, 63 tahun, alamat Pasaman Barat, masuk IGD RSAM Bukittinggi tanggal 23 Oktober 2011 dengan :
Keluhan Utama : benjolan yang nyeri pada lipat paha kiri bagian atas sejak 3 hari yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang : - benjolan yang nyeri pada lipat paha kiri bagian atas sejak 3 hari yang lalu. - Benjolan awalnya muncul 1 tahun yang lalu, hilang timbul dan menetap sejak 4 hari yang lalu - Nyeri seluruh perut sejak 1 hari yang lalu, terus menerus - Demam tidak ada - Pasien tidak BAB sejak 1 minggu yang lalu - Pasien tidak kentut sejak 1 minggu yang lalu - BAK biasa - Pasien tidak makan sama sekali sejak 1 hari yang lalu - Riwayat batuk-batuk lama (-) - Riwayat mual () - Riwayat muntah (-) - Riwayat persalinan kali
Riwayat Penyakit Dahulu : - Pasien pernah dirawat di RSAM 30 tahun dan dilakukan operasi pengangkatan tumor perut
Riwayat Penyakit Keluarga : - Tidak ada keluarga pasien yang pernah menderita penyakit yang sama dengan pasien.
Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum : Sakit Berat Kesadaran : ompos Mentis ooperatiI (M) Tekanan Darah : 90/40 mmHg Nadi : 100 x/menit NaIas : 34 x/menit Suhu : 37,5 o
Status Generalisata Kepala : tidak ada kelainan Mata : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik THT : tidak ditemukan kelainan Thorax Jantung : Irama teratur dan bising jantung tidak ada Paru : Vesikuler, Rh -/-, Wh -/- Abdomen : status lokalis Ekstremitas : Akral dingin, perIusi reIilling kapiler ~ 2 detik
Status Lokalis Regio abdomen : Inspeksi : distensi (), sikatrik bekas setelah operasi () Paspalsi : nyeri tekan (), nyeri lepas (), deIens muscular ()
Auskultasi :
Regio Iemoralis dextra Inspeksi : tampak benjolan d lipat paha bagian atas, warna sama dengan sekitar Palpasi : teraba benjolan ukuran 5x3x3 cm 3, konsistensi kenyal
RT Anus : tenang Sprincter : baik, menjepit Mukosa : licin Ampula : normal Handshcoen : darah (-), lender (-),
Diagnosis kerja : peritonitis diIIuse hernia Iemoralis dextra strangulata
Diagnosa Banding : apendisitis, salpingitis
Terapi initial : IVDF RL tetesan cepat sampai TD sistolik 100mmHg IVFD RL 40 tetes/menit eItriaxon 2 x 1gr Ranitidin 2 x 1 ampul